Definisi
Etiologi
Morfologi
Penyebaran penyakit ini pada sapi, kerbau, kambing, domba dan babi
terjadi pada periode 1906-1957 di berbagai daerah di Indonesia seperti Jambi,
Palembang, Padang, Bengkulu, Buktitinggi, Sibolga, Medan, Jakarta, Purwakarta,
Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas,
Madiun, Bojonegoro, Sumbawa, Sumba, Lombok, Flores, Bali, SulawesiSelatan,
Menado, Donggala dan Palu. Tahun 1975, wabah anthrax berjangkit di enam
daerah, yaitu Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulewesi
Tenggara. Derajat sakit (morbidity rate) tiap 100.000 populasi hewan dalam
ancaman tiap provinsi menunjukkan derajat tertinggi ada di Jambi (530 tiap
100.000) dan terendah di JawaBarat (0,1 tiap 100.000). Dari laporan itupun
diketahui, lima daerah mempunyai derajat sakit lebih rendah dari 15 tiap 100.000
populasi dalam ancaman dan hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim. Tahun
1980, di Nusa Tenggara Timur terjadi anthrax di Sumba Timur yang meminta
korban sapi, kuda, kerbau, babi,anjing, dan manusia.
Patogenesis
Gejala klinis
Penularan
Spora dapat dihirup oleh hewan yang merumput pada daerah berdebu
kering dimana hewan lain meninggal karena anthrax pada masa lalu.
Transmisi jarak terjadi karena debu dapat berpindah, sehingga dapat
membawa spora anthrax ke daerah lain yang belum terjangkit, dan akan
menginfeksi hewan baru pada daerah tersebut.
1. Antraks non industri, dalam keadaan ini antraks terjadi akibat kontak
erat manusia dengan binatang atau jaringan binatang terinfeksi. Anthrax
non-industri, yang dihasilkan dari penanganan bangkai yang terinfeksi,
biasanya muncul sebagai anthrax bentuk kulit; kejadian cenderung
musiman dan paralel musiman. Anthrax kulit ditularkan oleh gigitan
serangga, dan antraks dari saluran pencernaan dari makan daging yang
terinfeksi, juga juga merupakan bentuk penyakit non industri
(WHO,2008).
2. Antraks di daerah industri, pada umumnya mengenai pekerja yang
menangani wool, tulang, kulit, dan produk binatang lain. Antraks akibat
kontak erat dengan binatang terinfeksi umumnya berbentuk antraks kulit,
jarang berbentuk antraks saluran cerna. Antraks di daerah industri juga
sebagian besar berbentuk antraks kulit, namun mempunyai risiko lebih
besar mendapat antraks pulmonal dibanding anthrax non industri
(Tanzil,2013).
C. Penularan dari Manusia ke Manusia
Diagnosis
Diagnosis pada hewan dapat di lakukan dengan melihat gejala klinis yang
muncul. Untuk penegakan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratoris
dengan pengecatan langsung atau kultur terhadap specimen yang diambil dari
malignant pustule, sputum , darah atau discharge penderita. Immunodiagnostik
berupa test PCR atau Elisa juga dapat dilakukan sebagai diagnosis laboratoris
selain Test ascoli yang merupakan test serologis khususnya terhadap hewan yang
mati tersangka anthrax. Yang perlu diketahui adalah bahwa diagnosa laboratoris
terhadap tersangka anthrax hanya boleh dilakukan oleh laboratorium tertentu yang
mempunyai standar BSL2 /Biological Safety Level 2 (Rahayu,2011).