Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cairan tubuh
Tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh cairan. Hampir 60%
berat badan orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah cairan tubuh total pada
masingmasing individu dapat bervariasi menurut umur, berat badan, jenis
kelamin serta jumlah lemak tubuh. Air menyusun sekitar 60 persen dari total
berat tubuh pada laki laki dewasa. Untuk tubuh wanita dewasa mengandung
cairan sekitar 50 persen dari total berat badannya. Hal ini disebabkan karena
jumlah jaringan adiposa yang relatif lebih banyak pada wanita dibandingkan
dengan pria. Pada bayi, 75 persen komposisi tubuhnya terdiri dari cairan
dibandingkan dengan orang dewasa. Sejalan dengan pertumbuhan
seseorang, maka persentase total cairan tubuh terhadap berat badan akan
semakin menurun. Hal ini berhubungan dengan faktor bertambahnya usia,
yang menyebabkan berkurangnya persentase cairan dalam tubuh.
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama
yang dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular atau plasma
dan kompartemen interstitial. Selain itu ada pula kompartemen kecil yang
juga disebut sebagai cairan transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan
dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal.
Cairan tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler.

1. Fungsi cairan
Komponen yang p[aling besar dalam tubuh manusia adalah air yang
mempunyai fungsi yang sangat besar. Fungsi cairan antara lain :
a. Transportasi : nutrient, partikel kimiawi, partikel darah, energy dan
lain lain
b. Pengatur suhu tubuh
c. Pembentuk struktur tubuh
d. Memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh misalnya metabolism tubuh
e. Mempertahankan volume darah
f. Melindungi jaringan tubuh

2. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan


a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia, dalam hal ini,
usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan, kebutuhan
metabolic serta berat badan. Bayi da anak memiliki proporsi cairan
tubuh yang lebih besar dibandingkan dewasa, karena jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan
dewasa.

b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolism dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan pengeluaran cairan
melalui keringat. Dengan demikian jumlah cairan yang dibutuhkan juga
meningkat.
c. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit
tubuh, saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler,
peningkatan konsentrasi glukosa darah dan glikolisis otot, mekanisme
ini mengakibatkan retensi air dan natrium.
d. Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan komposisi tubuh yang kecil antara perempuan
dan laki-laki sebelum usia pubertas. Namun, pada usia pubertas perbedaan
menjadi sangat besar dimana mulai saat pubertas, perempuan memiliki
lebih banyak deposit lemak, sedangkan pada laki-laki terbentuk lebih
banyak jaringan otot (Williams, 2007).

e. Nutrisi

Nutrisi dapat mempengaruhi komposisi tubuh dalam jangka waktu


singkat, seperti pada saat kekurangan air dan kelaparan ataupun dalam
jangka waktu lama, seperti pada chronic overeating yang dapat
meningkatkan simpanan lemak tubuh. Laporan hasil beberapa penelitian
di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kebanyakan remaja kekurangan
vitamin dan mineral dalam makanannya antara lain folat, vitamin A dan E,

Fe, Zn, Mg, kalsium dan serat. Hal ini lebih nyata pada perempuan
dibanding lelaki, sebaliknya tentang asupan makanan yang berlebih
(lemak total, lemak jenuh, kolesterol, garam dan gula) terjadi lebih banyak
pada lelaki daripada perempuan (IDAI, 2009)

3. Kompartemen cairan
Cairan tubuh didistribusi antara dua kompartemen cairan utama
yaitu kompartemen intraseluler dan kompartemen ekstraseluler
a. Cairan intraseluler
Cairan intraseluler adalah cairan yang terkandung didalam sel, pada
orang dewasa, kira-kira dua pertiga dari cairan tubuh intraseluler, 25L
pada rata-rata pria dewasa pada berat 70 kg, sebaliknya, hanya setengah
dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraseluler
b. Cairan ekstraseluler
Cairan ekstraseluler adalah cairan diluar sel. Ukuran relative dari
cairan ekstraseluler menurun dengan peningkatan usia, pada bayi baru
lahir, kira-kira setengah cairan tubuh terkandung di dalam cairan
ekstraseluler, setelah usia satu tahun, volume relative dari ces menurun
sampai kira-kira sepertiga dari volume total, (mima,2001)

B. Resusitasi Cairan
Cairan resusitasi memiliki kategori yang luas dan dibagi menjadi kolloid
dan cairan krisalloid. Larutan kolloid terdapat molekul tersuspensi dalam
cairan pelarut dan relatif tidak mampu melintasi membran kapiler semi
permeabel yang sehat. Larutan kristalloid terdiri atas ion permeabel bebas
tetapi mengandung natrium dan klorida yang menentukan tonisitas dari
cairan.
1. Larutan koloid
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif
dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan
volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid.
Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya
1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah
cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan
tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap
dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang
intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih
besar daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang
intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Sifat-sifat koloid ideal :
a. Tidak menyebabkan koagulopati, hemolisis, aglutinasi sel darah
merah, atau gangguan cocok silang
b. Mengganti kehilangan volume darah dengan cepat
c. Mengembalikan keseimbangan hemodinamik
d. Menormalkan aliran sirkulasi mikro
e. Memperbaiki hemoreologi
f. Memperbaiki penyediaan oksigen dan fungsi organ
g. Cepat dimetabolisme, cepat diekskresi, dengan toleransi yang baik.

Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:


a. Koloid alami
Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5%
dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor
fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler (Butterworth JF,2013)
b. Koloid sintetik
1) Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah yang
besar. Dextrans diproduksi untuk mengganticairan karena peningkatan
berat molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang lebih lama
di dalam ruang intravaskular. Namun, obat ini jarang digunakan karena
efek samping terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat
pengendapan di dalam tubulus ginjal,gangguan fungsi platelet,
koagulopati dan gangguan pada cross-matching darah.Tersedia dalam
bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000 -70.000.
2) Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500
ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin
dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar,
sebesar 64% dalam waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang
dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan jumlah besar. (Hahn RG,2012).

2. Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium,
klorida). Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu
tidak terbatas dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid
di intravascular adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti
merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid
isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi
imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk
terapi intravena prehospital. Tonisitas kristaloid menggambarkan
konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan
yang dari plasma tubuh.kristaolid terdiri dari kristaloid isotonis,
hipotonis dan hipertonis.
a. Cairan hipotonik
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma
dan kurang terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik,
konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan
berpindah dari intravascular ke sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis:
Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline (Butterworth,2013)
Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah dengan terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan peningkatan tekanan intracranial
(Sylvia & Wilson,2006)
b. Cairan isotonic
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik,
konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi
perpindahan yang signifikan antara cairan di dalam intravascular dan sel.
Dengan demikian, hampir tidak ada atau minimal osmosis. Keuntungan dari
cairan kristaloid adalah murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya,
bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi defisit volume sirkulasi,
menurunkan viskositas darah, dan dapat digunakan sebagai fluid challenge
test. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya edema perifer
dan edema paru pada jumlah pemberian yang besarContoh larutan kristaloid
isotonis:Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼
NS
c. Cairan hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan teknan darah, meningkatkan produksi urin dan mengurangi
edema (Sylvia & Wilson,2006)

Larutan dan fungsi yang digunakan untuk resusitasi


larutan Keterangan
isotonik  Larutan isotonic yang memperluas
volume cairan, ekstraseluler,
digunakan dalam keadaan
hipovolemik

hipotonik  Penatalaksanaan perdarahan akut
 Syok hipovolemik dan syok
traumatic pada operasi
 Air bebas diharapkan untuk
membantu ginjal dalam eliminasi zat
terlarut
hipertonik  Mengatasi asidosis
 Untuk edema dan asites,
meningkatka volume plasma dan
mengatasi syok
 Memperbaiki sirkulasi perifer tubuh
yang mengalami sludging
 Larutan yang sangat hipertonis yang
digunakan hanya pada situasi kritis
untuk mengatasi hyponatremia.

Cara perhitungan cairn untuk resusitasi dan maintainance


Kebutuhab cairan resusitai pada kondisi trauma dan non trauma
Non trauma
Tahap resusitasi cairan
1. Jam 1  20 cc/kgBB/jam kemudian lakukan evaluasi tekanan darah,
produksi urin Dan mukosa lidah.
a. Hasil evaluasi baik : lakukan maintenance
b. Hasil evaluasi jelek : lanjutan 4 jam II
2. Jam  20 cc/kgBB/jam kemudian lakuka evaluasi tekanan darah, produksi
urine dan mukosa lidah
a. Hasul evaluasi baik : lakukan maintenance
b. Hasil evaluasi jelek : lanjutan 4 jam III
3. Jam  10
Daftar pustaka

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology
5thed. NewYork: Mc-GrawHill. 2013; 4 (49): h. 1107 –40.
Horne, Mima M dan Swearingen, Pamela L . 2001. Keseimbangan Cairan,
Elektrolit dan Asam Basa. Terjemahan : Jakarta : EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi danReaminasi Indonesia. 2010.


Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI, 108-142.

Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative
Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 –10.

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in AnestheticPractice 3rd ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 –49.

Anda mungkin juga menyukai