Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang dimulai dari saluran

pernapasan atas hingga paru yang berlangsung 14 hari. Infeksi saluran nafas

bagian atas adalah infeksi saluran napas yang terletak diatas laring sedangkan

bila mengenai orang dibawah laring disebut infeksi saluran nafas bawah

(Maryunani, 2014).

Insiden kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Negara

berkembang adalah 2-10 kali lebih banyak daripada Negara maju. Perbedaan

tersebut berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko. Dinegara maju ISPA

didominasi oleh virus, sedangkan dinegara berkembang oleh bakteri. Dinegara

berkembang ISPA dapat menyebabkan 10-25% kematian dan bertanggung

jawab terhadap 1/3-1/2 kematian balita. Pada bayi angka kematiannya dapat

mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia ISPA merupakan salah

satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan yaitu 40 %-60%

dari seluruh kunjungan ke Puskesmas dan sekitar 15-30% dari seluruh

kunjungan rawat inap dan rawat jalan RS. Jumlah episode ISPA di Indonesia

diperkirakan 3-6 kali per tahun. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat

ISPA masih tinggi (Maryunani, 2016).

Menurut Koes Rianto (2015), mengungkapkan bahwa faktor lain yang

1
2

dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita yaitu usia anak yang usia lebih

muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar

bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan

tubuhnya lebih rendah.Status imunisasi anak dengan status imunisasi yang

lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status

imunisasinya tidak lengkap. Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti

polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya

penyakit ISPA pada anak.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA adalah Berat badan

lahir, resiko kesakitan hingga kematian pada Bayi Baru Lahir Rendah(BBLR)

cukup tinggi oleh karena adanya gangguan pertumbuhan dan imaturitas

organ.Penyebab utama kematian pada BBLR adalah asfiksia, Sindrom

gangguan pernafasan, infeksi dan komplikasi hipotermia.Pada bayi BBLR,

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan

lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Warjiman tahun 2017 dengan judul

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas

Alalak Selatan Banjarmasin menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan

BB/U paling banyak berada pada kategori gizi baik yaitu 38 orang balita

(65,6%), gizi kurang 16 orang balita (27,6%) dan status gizi buruk sebanyak 4

orang balita (6,9%). Imunisasi lengkap 38 (65,5%), imunisasi tidak lengkap 16

(65,6%) dan 4 (6,9%) tidak pernah imunisasi sama sekali, untuk keadaan
3

lingkungan tertinggi lingkungan tidak baik 50 orang (86,2%) dan lingkungan

baik 8 orang (13,8%). Terdapat hubungan antara status gizi dengan imunisasi

dengan nilai p value =,000 sehingga p value ≤ α (,05) dengan coefficient

correlation 1,000 yang artinya terdapat hubungan antara status gizi dengan

imunisasi pada balita.

Data dari Dines Kesehatan Kota Palopo tahun 2015 ISPA sebanyak 381

orang, tahun 2016 sebanyak 580 orang dan tahun 2017 sebanyak 492 orang

(Dinkes Kota Palopo, 2008).

Data dari Puskesmas Pontap Palopo jumlah ISPA pada tahun 2015

sebanyak 342 orang, pada tahun 2016 sebanyak 619 pada tahun 2017

terdapat1.229 orang, tahun 2018 jumlah yang terkena ISPA sebanyak 180

orang.

Dari latar belakang di atas, maka peneliti penting untuk melakukan

penelitian dengan judul “faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi

saluran pernapasan akut pada Balita di Puskesmas Pontap Kota Palopo tahun

2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti dapat merumuskan masalah

sebagai berikut “faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian infeksi

saluran pernapasan akutpada balita di Puskesmas Pontap KotaPalopo tahun

2018?
4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian

Infeksi saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Pontap Kota

Palopo tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahuihubungan status imunisasi dengan kejadian Infeksi

saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Pontap Kota Palopo

tahun 2018.

b. Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian Infeksi

saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Pontap Kota Palopo

tahun 2018

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan setelah selesai penelitian ini bisa dijadikan sumber

informasi bagi masyarakat dan juga petugas kesehatan untuk lebih

memperhatikan tentang kasusISPA.

2. Manfaat praktis
5

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan

dalam rangka meningkatkan pengetahuan bidan dalam memberikan

konseling kepada ibu tentang pentingnya promotif bahaya ISPA.

3. Manfaat Institusi

Sebagai masukan dan informasi bagi mahasiswa Kebidanan, selanjutnya

Menjadi bahan tambahan informasi bagi Puskesmas Pontap Kota

palopotentang kejadian ISPA.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Pengertian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri.

Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala

tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. ISPA

selalu menduduki peringkat pertama dari10 penyakit terbanyak di

Indonesia (Kemenkes RI,2014).

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari (Lisnawati, 2013).

ISPA adalahradang saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan

oleh infeksi jasad renik, virus maupun riketsia, tanpa/disertai radang

parenkim paru. ISPA adalah penyakit penyebab angka absensi tertinggi,

lebih tertinggi, lebih dari 50% semua angka tidak masuk sekolah/kerja

karena sakit. Angka kekerapan terjadinya ISPA tertinggi pada kelompok-

kelompok tertutup di masyarakat seperti kesatrian, sekolah, sekolah-

sekolahyangsekaligusmenyelenggarakanpemondokkan

(boardingchool).ISPA bila mengenai saluran pernapasan bawah,

khususnya pada bayi, anak-anak, dan orang tua, memberikan gambaran


7

klinik yang berat dan jelek, berupa Bronchitis, dan banyak yang

berakhir dengan kematian (Astutik, 2017).

2. Infeksi saluran nafas akut Etiologi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dapat disebabkan olehvirus,

bakteri dan jamur.Hampir 70% pneumonia disebabkan oleh bakteriyang

seringkali didahului oleh infeksi virus yang kemudian ditambahdengan

infeksi bakteri.Infeksi bakteri ini menjadi penyebab terkuatkematian pada

orang dengan ISPA yang berat.Virus yang paling seringmenjadi penyebab

dari pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) dan

Influenza.Sedangkan bakteri penyebab tersering ISPA adalahhaemophilus

influenza (20%) dan streptococcus pneumonia (50%).Bakteri lain yang juga

dapat menjadi penyebab ISPA adalah klebsiella pneumonia dan

staphylococcus aureus (Yumaina, 2016).

ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagiansaluran pernapasan.

ISPA dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara:

a. Pada umumnya ISPA disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang dapat

menyebabkan pneumonia adalah streptococcus pneumonia, mycoplasma

pneumonia, staphylococcus aureus, dan bekteri yang paling sering

menyebabkan ISPA adalah streptococcus pneumonia.

b. ISPA yang disebabkan oleh virus dapat disebabkan oleh virus sinsisial

pernapasan, hantavirus, virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus,

rhinovirus, virus herpes simpleks, sitomegalovirus, rubeola, varisella.


8

c. ISPAyang disebabkan oleh jamur dapat disebabkan oleh candidiasis,

histoplasmosis, aspergifosis, Coccidioido mycosis, Cryptococosis,

Pneumocytis carinii.

d. ISPA yang disebabkan oleh polusi, antara lain disebabkan oleh asap

rokok, asap pembakaran di rumah tangga, asap kendaraan bermotor

dan buangan industri serta kebakaran hutan (Sudianto, 2017).

3. Patofisiologi

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa

bakteri dari genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus,

bordetella dan korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus

(termasuk didalamnya virus para influenza dan virus campak),

adenoveirus, koronavirus, pikornavirus,herpesvirus kedalam tubuh

manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan

melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan

maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran

pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan

sebagainya (Marni, 2014).

4. Klasifikasi infeksi saluran nafas akut (Yumaina, 2016)

Berdasarkan anatominya, ISPA dibagi menjadi 2 kelompok, ISPAatas

dan ISPA bawah. Menurut Pedoman Pengendalian ISPA, derajat keparahan

ISPA terbagi atas 2 kelompok usia,yaitu:

a. Kelompok usia < 2 bulan, klasifikasinya adalah sebagai berikut:

1) Pneumonia berat
9

Apabila dalam pemeriksaan didapatkan adanya penarikan

kuatdari dinding dada bagian bawah ke dalam yang sering

disebutdengan chest indrawing atau adanya nafas cepat melebihi 60

kali permenit.

2) Bukan pneumonia

Apabila tidak ditemukannya nafas cepat dan tarikan dindingdada

bagian bawah ke dalam.

b. Kelompok usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, klasifikasinyaadalah

sebagai berikut:

1) Pneumonia berat

Apabila didapatkan adanya penarikan kuat dari dinding

dadabagian bawah ke dalam.

2) Pneumonia

Apabila adanya nafas cepat, frekuensi nafasnya sesuai

dengangolongan usia yakni 50x atau lebih per menit pada usia 2

bulansampai dengan 1 tahun dan 40x atau lebih per menit pada usia

1 – 5tahun. Dalam pemeriksaan tidak didapatkannya tarikan dinding

dadabagian bawah ke dalam.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi saluran nafas akut (ISPA)

a. Faktor lingkungan

1) Pencemaran udara

Pencemaran udara dalam rumah asap rokok dan asap hasil

pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi


10

dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA.

2) Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara

keatau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri

kesehatan nomr 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan

kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 meter.

Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan

penyakit dan melancarkan aktivitas.

b. Faktor individu anak

1) Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan

tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12

bulan.

Kriteria umur anak :

a. Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi baru lahir selama 1 jam pertama

kelahiran.

b. Neonatus adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28

hari)

c. Bayi adalah individu yang berusia 0-12 bulan.


11

d. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (Batita) dan

anak prasekolah (3-5 tahun).

2) Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan mental pada masa balita.Penelitian menunjukkan bahwa

berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya

kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap

setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan,

pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan berat

badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap

penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

3) Status gizi

Masukkan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahapan

pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : Umur,

keadaan fisik, kondisi kesehatan, kesehatan fisologis, pencernaanya,

tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak sendiri.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang

ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya

tahan tubuh yang kuran. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan

balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan

gizi. Pada keadaan gizi kurang,balita lebih mudah terserang”ISPA

berat” bahkan serangannya lebih lama.


12

4) Vitamin.

Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu tahun sampai dengan

empat tahun. Balita yang mendapatan vitamin A lebih dari 6 bulan

sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannyan adalah

sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada

kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok control.

5) Status imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

seperti difteri, pertusisi, campak, maka peningkatan cakupan

imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA.

Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,

diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai

status imunisasi yang lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan

perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

c. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit

ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA

di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga

lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang

berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya

saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota
13

keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh

terhadap anggota keluarga lainnya.

Peranaktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat

penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari

dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius

oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga

ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita

mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini

pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem

pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih

berat.berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa

perankeluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA

sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga

yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang

ringan menjadi bertambah berat. Dalam penanganan ISPA tingkat

keluarga keseluruhannya dapat di golongkan menjadi 3 (tiga) kategori

yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang segera dan

pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencarianpertolongan

pada pelayanan kesehatan.

6. Pencegahan penyakit ISPA

Penyelenggaraan Program P2 ISPAdititikberatkan pada penemuan

dan pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta


14

aktif masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan

rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.

a. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap

sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia.

Termasuk disini ialah :

1) Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini

diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap

hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit infeksi

saluran pernafasan akut. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa

penyuluhan penyakit infeksi saluran pernafasan akut, penyuluhan ASI

Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu

dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan

bahaya rokok.

2) Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi

angka kesakitan (insiden) pneumonia.

3) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi

vitamin

4) Program Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) yang menangani kesehatan

ibu dan bayi berat badan lahir rendah.

5) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani

masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

b. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)


15

Upaya penanggulangan infeksi saluran pernafasan akut dilakukan

dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang

dilakukan dibedakan atas klasifikasi infeksi saluran pernafasan akutyaitu

1) Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :

a) Pneumonia berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak

mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan

dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan memberikan

benzyl penisilin dan gentamisin atau kanamisin.

b) Bukan pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan,

nasihati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI

secara sering, dan bersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan

itu menggangu saat memberi makan.

2) Untuk kelompok umur 2 bulan -5 tahun, pengobatannya meliputi:

a) ISPAsangat berat : rawat dirumah sakit, berikan oksigen,

terapiantibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara

intramuskular setiap 6 jam.Apabila pada anak terjadi perbaikan

(biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannyadiubah menjadi

kloramfenikol oral, obati demam, obati mengigil,

perawatansuportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai

ulang dua kali sehari.

b) Infeksi saluran pernafasan akut berat: rawat di rumah sakit, berikan

oksigen, terapi antibiotic dengan memberikan benzyl penesilin

secara intramuskular setiap 6 jam palingsedikit selama 3 hari, obati


16

demam, obati mengigil, perawatan suportif, hati-hatipada

pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

c) Infeksi saluran pernafasan akut obati di rumah, terapi antibiotik

dengan memberikankotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau

suntikan penisilin prokainintramuskular per hari, nasihati ibu untuk

memberikan perawatan di rumah,obati demam, obati mengigil,

nilai ulang setelah 2 hari.

d) Bukan infeksi saluran pernafasan akut(batuk atau pilek): obati di

rumah, terapi antibiotik sebaiknyatidak diberikan, terapi spesifik

lain (untuk batuk dan pilek), obati demam,nasihati ibu untuk

memberikan perawatan di rumah.

e) Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik

dengan memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati

kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif,

penilaian ulang.

3) Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita infeksi

saluran pernafasan akutagar tidakbertambah parah dan mengakibatkan

kematian.

a) Infeksi saluran pernafasan akut sangat berat: jika anak semakin

memburuk setelah pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa

adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilinditambah gentamisin

jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.


17

b) Infeksi saluran pernafasan akutberat: jika anak tidak membaik setelah

pemberian benzyl penisilindalam 48 jam atau kondisinya memburuk

setelah pemberian benzyl penisilinkemudian periksa adanya

komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anakmasih

menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik

makacari penyebab pneumonia persistensi.

c) Infeksi saluran pernafasan akut: Coba untuk melihat kembali anak

setelah 2 hari dan periksa adanyatanda-tanda perbaikan (pernafasan

lebih lambat, demam berkurang, nafsu makanmembaik. Nilai kembali

dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapatpenarikan

dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan

kegiatanini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau

pneumonia sangat berat. Jikaanak tidak membaik sama sekali tetapi

tidak terdapat tanda pneumonia berat atautanda lain penyakit sangat

berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

7. Penanganan Penyakit infeksi saluran pernafasan akut

Hampir seluruh kematian karena infeksi saluran pernafasan akut pada

anak kecil disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, paling sering

adalah pneumonia.Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut

’bayi muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan

frekuensi pernafasannya secara normal sering melebihi 50 kali permenit.

Infeksi bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya menampakkan tanda

klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia dari


18

sepsis dan meningitis. Infeksi ini dapat cepat fatal pada bayi muda yang

telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotik

parenteral.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena

pneumonia adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan

adanya penyediaan antibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas

perawatan tingkat pertama dokter praktik umum.Langkah selanjutnya untuk

mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan

menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami infeksi saluran

pernafasan akut berat memerlukan oksigen, antibiotik lini II, serta keahlian

klinis yang lebih hebat.

B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Di Teliti

1. Stasus imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

difteri, pertusisi, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor

yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi

dan balita yang mempunyai status imunisasi yang lengkap bila menderita

ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih

berat.
19

2. Berat badan lahir

a. Pengertian Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang di timbang

dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir.

b. Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahir

dapat dikelompokan :

1) Bayi kurang bulan (BKB), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa

gestasi < 37 minggu (259 hari).

2) Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi

antara 37-42 minggu (259 - 293 hari)

3) Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi >

42 minggu (294 hari) (Kosim dkk, 2009, p.12-13). 2.

c. Klasifikasi Berat Bayi Lahir Menurut Kosim (2009, p.12) Berat bayi

lahir berdasarkan berat badan dapat dikelompokan menjadi :

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat yang dilahirkan dengan berat

lahir selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan

maupun lebih bulan. Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa

sepertiga bayi berat lahir rendah adalah bayi aterm. (Kosim et

al.2009).

2) Menurut Jitowiyono dan Weni (2010) bayi dengan BBLR dapat dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu Prematur murni dan Dismaturitas.

a) Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang

dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat


20

badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang

bulan sesuai masa kehamilan.

b) Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir

dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk

masa kehamilan. Bayi berat lahir rendah merupakan masalah

penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan

ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas

tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia.

d. Selain itu bayi dengan BBLR mudah terserang komplikasi tertentu

seperti ikterus,hipoglikomia yang dapat menyebabkan kematian.

Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat diistilahkan dengan

kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan

angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir

cukup.

e. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai 42

minggu dan berat badan lahir > 2500 - 4000 gram (Jitowiyono &Weni,

2010).

f. Bayi berat lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih

>4000 gram (Kosim dkk, 2009). Bayi dengan berat lahir lebih bisa

disebabkan karena adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi

perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan janin, dari

penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu

grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya


21

penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih

dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai

dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa

rata-rata berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm,

sedangkan pada kehamilan term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi

dengan berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali

lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2008). Selain itu faktor

risiko bayi berat lahir lebih adalah ibu hamil dengan penyakit diabetes

militus, ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB

berlebihan pada semua usia kehamilan (Prawirohardjo, 2007).

g. Hasil penelitian menunjukkan infeksi saluran pernafasan akut paling

banyak terjadi pada balita yang BBLR yaitu sebanyak 9 orang (69.2%).

Namun, tidak ada hubungan antara BBLR dengan 8 kejadian infeksi

saluran pernafasan akut pada balita. Hal ini disebabkan karena

berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 6 balita BBLR yang

berusia 12-23 bulan terdapat 5 balita (83.5%) balita yang menderita ISPA

dan 1 balita (16.7%) yang tidak infeksi saluran pernafasan akut.

Sedangkan dari 1 balita BBLR yang berusia 24-35 bulan, semua balita

(100%) menderita infeksi saluran pernafasan akut. Bayi BBLR memiliki

pusat pengaturan pernapasan belum sempurna, surfaktan paru-paru masih

kurang, otot pernapasan dan tulang iga lemah, dan dapat disertai penyakit

hialin membran. Selain itu, bayi BBLR mudah mengalami infeksi paru-

paru dan gagal pernapasan (Ibrahim, 2011).


22

C. Kerangka Konsep

Status imunisasi
Kejadian ISPA
Berat Badan Lahir Balita

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel dependen

D. Dfenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Tabel 2.1 Defenisi operasional dan kriteria objektif


No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Variable Dependen

1 Infeksi Infeksi Observasi Wawancara 1. Ya Jika Nominal

Saluran saluran balita

pernafas pernafasan mengalami

an akut akut dalam infeksi

penelitian saluran

ini adalah pernapasan

infeksi ditandai
23

yang parah dengan batuk

pada selama 14

bagian hari

sinus, 2. Tidak Jika

tenggorok balitatidak

an, saluran mengalami

udara atau infeksi

paru-paru saluran

yang pernapasan

disebabka ditandai

n oleh dengan batuk

bakteri. selama 14

hari

Variabel Independen

2 Status Status Observasi Wawancara 1. Baik : jika Nominal

imunisas imunisasi status

i dalam imunisasi

penelitian lengkap

ini adalah

imunisasi 2. Kurang baik

pada balita : jika status

yang imunisasi
24

diberikan tidak

lengkap

3 Berat Berat Observasi Wawancara 1. Resiko Nominal

badan badan dan tinggi Jika

lahir lahir yang menimbang berat badan

dimaksud berat badan lahir bayi

dalam balita kurang dari

penelitian 2500 gram

ini adalah

lahirnya 2. Resiko

bayi rendah Jika

dengan berat badan

berat lahir bayi

badan lebih dari

normal 2500 gram

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Nul (Ho)

a. Tidak ada hubungan status imunisasidengan kejadian infeksi saluran

pernafasan akut di Puskesmas Pontap Palopo Tahun 2018.

b. Tidak adahubunganberat badan lahir dengan kejadian infeksi saluran

pernafasan akut pada balita di Puskesmas Pontap Palopo Tahun 2018.


25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodeanalitik dengan pendekatan cross

sectional study tentangfaktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi

saluran pernafasan akut pada balita di Puskesmas Pontap Kota Palopo Tahun

2018.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakandi Puskesmas Pontap Palopo.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli sampai Septembertahun 2018.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita

berumur 1-5 tahun yang berada di Puskesmas Pontap kota Palopo periode

Juli sampai September tahun 2018 sebanyak 180 balita.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dariibu yang memiliki

balita berumur 1-5 tahun. Sebanyak 64 balita.


26

a. Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑 2 )
25
Keterangan : N = Besar populasi

n = Besar sampel

d2 = tingkat kepercayaan(0,1%)

180
𝑛=
1 + 180(0,12 )

180
𝑛=
1 + 1,8

180
𝑛=
2,8

𝑛 = 64

b. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah “purposive

sampling” pengambilan sampel dengan pertimbangan peneliti sehingga

dapat mewakili populasi.

c. Kriteria Inklusi

Balita

Mengalami ISPA

d. Kriteria Ekslusi

Balita

Tidak mengalami ISPA


27

C. Instrument penelitian

Alat yang digunakan adalah kuesioner untuk menilai hubungan infeksi

Saluran pernapasan akut dengan berat badan lahir dan status imunisasi balita.

D. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pasien dengan

carapengumpulan data membagikan kuesioner kepada ibu balita.

Sebelum membagikan kuesioner, responden diberikan penjelasan terlebih

dahulu mengenai tujuan penelitian dan diminta kesediaan untuk menjadi

sampel penelitian. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi sendiri

kuesioner yang telah disediakan. Penelitian mengumpulkan data variabel

umur, bayi baru lahir, lingkungan dan kejadian infeksi saluran pernafasan

akut.

2. Data sekunder

Data yang di peroleh cacatan medis dari Puskesmas pontap kota

Palopo Tahun 2018 dan Dines Kesehatan tahun 2017 tentang jumlah

kejadian ISPA pada balita.

E. Pengolahan penyajian Data

1. Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data secara manual pada umumnya melalui

langkah-langkah sebagai berikut :


28

a. Editing (penyunting data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan

melalui koesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu.Kalau ternyata

masih ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin

dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut

dikeluarkan(droup out).

b. Coding ( membuat lembaran kode )

Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-kolom

untuk merekan data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi

nomor responden dan nomor-nomor pertanyaan.

c. Entry Data( memasukan data )

Yakin mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau

kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

d. Tabulasi

Yakin membuat table-tabel, sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan oleh penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data yaitu penyajian hasil penelitian memudahkan

pembaca memahami tentang key questionyang ingin disampaikan.

Informasi yang sudah disajikan dalam table atau gambar

sebaiknya tidak diulang dalam teks.


29

F. Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisa dengan mengunakan

pengoreksian data yang sesuai dengan kreteria. Analisa data untuk penelitian

ini dilakukan dengan komputerisasi, langkah-langkahnya adalah :

1. Analisis Univariat

Pada analisa univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan

data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase.

Dalam penelitian ini data yang digunakan menjelaskan atau

mendiskripikasikan masing-masing variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariatdigunakan untuk mengetahui hubungan dalam

menganalisa data secara bivariat, pengujian data digunakan uji statistik

secara fishers exat test dengan batas kemaknaan <,05% (a= ,05%). a

tingkat kepercayaan selanjutnya ditarik kesimpulan jika nilai p ≥ ,05 maka

H0 dianggap gagal atau ditolak(Dahlan, 2013).

G. Etika penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika meliputi:

1. Anonimaty

Untuk menjamin kerahasian subjek peneliti tidak mencantumkan

nama mereka (Anonimaty). Data akan disimpan dengan nama kode khusus

nama subjek hanya diketahui peneliti atau masing-masing subjek bila

mereka menginginkannya.
30

2. Confidentiality

Kepada subjek juga disampaikan bahwa segala informasi yang

diberikan akan dijamin kerahasiaannya (Confidentiality) hanya akan

diketahui oleh kelompok tertentu saja informasi tersebut akan peneliti

sajikan, utamanya dilaporkan pada hasil riset. Setelah mereka setuju untuk

berpartisipasi dalam riset ini semua partisipan diberikan bahwa mereka

tetap saja mengundurkan diri dari penelitian kalaupun mereka

menghendaki.

Mereka juga diberitahu jika selama proses pengumpulan data

menyebabkan ketidaknyamanan emosional atau stress mereka dapat

langsung menghentikan saat itu juga. Tujuan penelitian harus etik dalam

arti hak responden dan yang lainnya harus dilindungi.

Confidentiality atau kerahasiaan adalah pencegahan bagi mereka

yang tidak berkepentingan dapat mencapai informasi. Secara umum dapat

disebutkan bahwa kerahasiaan mengandung makna bahwa informasi yang

tepat terakses oleh mereka yang berhak

3. Beneficence

Perinsip untuk memberi manfaat kepada orang lain, bukan untuk

membahayakan orang dan berarti perawatan yang bertanggung jawab atau

kewajiban melindungi duty of care justice.


31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran geografis lokasi penelitian

Puskesmas pontap adalah puskesmas di kota palopo yang beralamat di

jalan Andi Tadda Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo

Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah kerja Pusekesmas Pontap terdiri dari 6

(enam) kelurahan yang berada di 3 (tiga). Kecamatan yaitu Kelurahan

Pontap, Kelurahan Salotellu, Kelurahan Batupasi, dan Kelurahan Penggoli

berada di wilayah Kecamatan Wara Utara, Kelurahan Ammasangan berada

di Wilayah Kecamatan Wara.

Batas wilayah puskesmas pontap adalahsebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Wara

Kota.

b) Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone

c) Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Wara.

Puskesmas Pontap memiliki luas wilayah kerja sekitar 11.35 km².Jarak dan

waktu tertentu ke puskesmas terjauh yaitu 2km dan waktu tempuh menuju

puskesmas 5-10 menit.Jalan yang ditempuh ke puskesmas dapat dilalui

oleh kendaraan (transportasi cukup lancar) dan tidak ada kendala untuk

menjangkau Puskesmas tersebut.


32

2. Analisis univariat

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Puskesmas Pontap Kota Palopo

Maret sampai Juli tahun 2018 sebanyak 64 orang. Dan diperoleh hasil

penelitian sebagi berikut:

a. Kejadian ISPA Balita

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi kejadian ISPA di Puskesmas Pontap Kota Palopo
Tahun 2018
Kejadian
Frekuensi Persentase
ISPA
(f) (%)
Balita
Ya 57 89,1
Tidak 7 10,9
Total 64 100%
Sumber : data primer 2018

Tabel 4.1 menggambarkan bahwa dari 64balita terdapat 57 orang

(89,1%) mengalami ISPA dan 7balita (10,9%) yang tidak mengalami

ISPA.

b. Status Imunisasi

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi status Imunisasi di Puskesmas Pontap Kota
Palopo Tahun 2018
Status Imunisasi Frekuensi (f) Persentase (%)
lengkap 39 60,9
tidak lengkap 25 39,1
Total 64 100%
Sumber : data primer 2018

Tabel 4.2 menggambarkan bahwa dari 64balita terdapat 39 orang

(81,3%) status imunisasi lengkap dan 25balita (39,1%) status

imunisasi tidak lengkap.


33

c. Berat badan lahir

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi berat badan lahir di Puskesmas Pontap Kota
Palopo Tahun 2018
Berat badan Frekuensi Persentase
lahir (f) (%)
Resiko tinggi 14 21,9
Resiko 50 78,1
rendah
Total 64 100%
Sumber : data primer 2018

Berdasarkan tabel 4.3 menggambarkan bahwa dari 64balitaterdapat 14

orang (21,9%)berat badan lahir resiko tinggi terkena ISPA dan 50 balita

(78,1%) resiko rendah terkena ISPA.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan status Imunisasi dengan ISPA

Tabel 4.4
Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Nafas Akut di
Puskesmas Pontap Kota Palopo Tahun 2018
Infeksi saluran nafas
Status akut Total
P
Imunisasi Tidak Ya
n % n % N %
Lengkap 32 50 % 7 10,9% 39 60,9%
P = ,025
Tidak lengkap 25 39,1 % 0 0,0% 25 39,1%

Total 57 89,1% 7 10,9% 64 100%


Uji fishers exact test, 2018

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik secara

komputerisasi dengan menggunakan Uji fishers exact test didapatkan

nilai padalah ,025 berarti ada hubungan antara status imunisasi dengan

infeksi saluran pernafasan akut pada balita.


34

b. Hubungan berat badan lahir dengan ISPA

Tabel 4.5
Hubungan berat badan lahir dengan Infeksi Saluran Nafas Akut di
Puskesmas Pontap Kota Palopo Tahun 2018
Infeksi saluran nafas
Berat badan akut Total
P
lahir Tidak Ya
n % n % N %
Resiko tinggi 12 18,8% 4 6,2% 16 25 %
P = ,037
Resiko rendah 45 70,3 % 3 4,7% 48 75 %

Total 57 89,1% 7 10,9% 64 100%


Uji fishers exact test, 2018

Tabel 4.5 Hubungan berat badan lahir dengan Infeksi Saluran Nafas

Akutmenunjukkan bahwa dari hasil uji statistik secara komputerisasi

dengan menggunakan Uji fishers exact test didapat nilai p adalah ,037

berarti ada hubungan berat badan lahir dengan infeksi saluran

pernafasan akut pada balita.

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan Status Imunisasi dengan ISPA di Puskesmas Pontap,

Kecamatan Wara Timur Kota Palopo tahun 2018

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik secara

komputerisasi dengan menggunakan Uji fishers exact test didapatkan nilai

padalah ,025 berarti ada hubungan status imunisasi dengan kejadian

infeksi saluran pernafasan akut pada balita.


35

Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Aprianingsih

Husin “ hubungan lingkungan dan status imunisasi dengan kejadian ISPA

pada balita di puskesmas Wirobrajan Yogyakarta tahun 2014 “ISPA

menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan

balita di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2012 adalah

25,0 %. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada

kelompok umur 1-4 tahun (25,8 %).

Sejalan dengan teori yang mengatakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA adalah Berat badan lahir, resiko kesakitan

hingga kematian pada BBLR cukup tinggi oleh karena adanya gangguan

pertumbuhan dan imaturitas organ. Penyebab utama kematian pada BBLR

adalah asfiksia, Sindrom gangguan pernafasan, infeksi dan komplikasi

hipotermia.Pada bayi BBLR, pembentukan zat anti kekebalan kurang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama

pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

Untuk mengurangi faktor resiko ISPA yang meningkatkan

Mortalitas, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan Balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat

diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian

imunisasi campak dan pertusis (DPT).Dengan imunisasi campak yang

efektif sekitar 11% kematianpneumonia balita dapat dicegah dan dengan


36

imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Anik,

2010).

Menurut asumsi pengamatan yang dilakukan dilapangan bahwa

kejadian ISPA banyak dialami oleh balita dengan status imunisasi tidak

lengkap, hal ini sangatlah bertentangan dengan kondisi kesehatan di

indonseia dimana balita sekarang di haruskan mendapatkan imunisasi

lengkap sementara pada kenyataannya bahwa masih ada balita yang tidak

mendapatkan imunisasi. hal ini karenakan oleh budaya orang sekitar dan

juga kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa imnunisasi tidak

penting untuk balita sehingga banyak ibu yang tidak melakukan

imnunisasi dan beresiko mengalami ISPA dan pada balita yang imnunisasi

lengkap banyak pula yang mengalami ISPA hal ini disebabkan oleh karena

faktor lain yang mempengaruhi sehingga terjadi ISPA pada balita

walaupun mereka sudah mendapatkan imunisasi lengkap, karena kejadian

ISPA biasa karena ventilasi rumah, factor lingkungan, dan gaya hidup.

2. Hubungan berat badan lahir dengan ISPA di Puskesmas Pontap,

Kecamatan Wara Timur Tahun 2018

Tabel 4.5 Hubungan berat badan lahir dengan ISPA menunjukkan

bahwa dari hasil uji statistik secara komputerisasi dengan menggunakan

Uji fishers exact test didapat nilai p adalah ,012 berarti ada hubungan berat

badan lahir dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita.

Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Aprianingsih

Husin “ Hubungan lingkungan dan status imunisasi dengan kejadian


37

ISPApada balita di puskesmas Wirobrajan Yogyakarta tahun 2014 “ISPA

menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan

balita di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2012 adalah

25,0 %. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada

kelompok umur 1-4 tahun (25,8 %).

Sejalan dengan teori yang mengatakan faktor yang mempengaruhi

penyakit ISPA akut umur < 2 bulan, gizi kurang, berat badan lahir rendah,

tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal,

imunisasi yang tidak memadai, membedong anak, defisiensi vitamin A,

lingkungan (Pencemaran udara, ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah),

faktor individu anak (umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin,

status imunisasi), manusia (umur, status gizi, berat badan lahir, status ASI

eksklusif) (Anik, 2012).

Berdasarkan asumsi dan pengamatan yang didapatkan dilapangan

bahwa balita dengan berat badan lahir resiko terjadi ISPA, namun tidak

mengalami ISPA hal ini diakibatkan karena selama balita dirawat oleh

keluarga dan ibu selalu di jaga senantiasa sehingga terhindar dari ISPA

berbeda dengan balita yang lain yang beresiko terkena ISPA mereka tidak

mendapatkan supan yang cukup untuk tetap mempertahankan kekebalan

tubuh mereka sehingga berat badan bertambah dan terhindar dari ISPA.

Dari balita yang tidak beresiko mengalami ISPA tetapi pada kenyataan

dilapangan justru yang banyak terkena ISPA adalah balita dengan berat

badan normal. Hal ini di pengaruhi oleh banyak factor sehingga balita
38

terkena ISPA diantaranya adalah faktor lingkungan yang kurang baik

sehingga balita mudah terkena Penyakit ISPA, ventilasi rumah yang

kurang baik sehingga pertukaran udara dalam rumah tidak baik sehingga

mudah terserang ISPA, pola makan yang tidak teratur sehingga pertahan

tubuh balita tidak baik, tinggal dengan lingkungan perokok sehingga balita

menghirup asap rokok dan terjadi ISPA.


39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan

kejadian Infeksi saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Pontap

Kota Palopo tahun 2018dapat diambil kesimpulan .

1. Ada hubungan status imunisasi dengan infeksi saluran nafas akutyang

dibuktikan dengan uji statistik Uji fishers exact test nilai padalah ,025 (p<

,05).

2. Ada hubungan berat badan lahir dengan infeksi saluran nafas akut yang

dibuktikan dengan uji statistik Uji fishers exact testnilai padalah ,037

(p<,05).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pontap Palopo tahun

2018, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bagi tempat peneliti

Diharapkan kepada pihak Puskesmasagar dapat membantu dalam hal

ini dijadikan sumber informasi bagi masyarakat dan juga petugas kesehatan

untuk lebih memperhatikan tentang kasus ISPA.


40

2. Bagi Petugas Kesehatan

Perlunya agar lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bidan

dalam memberikan konseling kepada ibu tentang pentingnya promotif

bahaya ISPA.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu lagi meningkatkan penelitian selanjutnya dengan pengetahuan

yang yang lebih banyak tentang ISPA dan menggunakan variabel yang

berbeda dan jumlah sampul yang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai