Anda di halaman 1dari 15

Sistem Pemerintahan Orde Lama

Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI. Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung
Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung Karno lebih suka dengan
nama Orde Revolusi. Tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan
militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).
Tokoh dari sistem pemerintahan orde lama yang dimiliki Indonesia ialah siapa lagi kalau bukan
Bung Karno. Dengan segenap pemikiran, kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno perlahan mulai
"membangun badan" negara ini. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968.
Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan
sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno digulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi
komando. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Negara berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat
merdeka. Kondisi sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan keamanan dalam negeri diliputi oleh
kekacauan dan hampir bangkrut.
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik politiknya daripada
agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan
kelompok – kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai
tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697% antara tahun
1965 – 1966.
Keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara lain disebabkan oleh:
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima
AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya
uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:


1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan
distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi dan
Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke
bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi
kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa
peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada
tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan
PKI 1965. Pada Orde Lama terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu:
1. 1950-1951 - Kabinet Natsir
2. 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
3. 1952-1953 - Kabinet Wilopo
4. 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5. 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
6. 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7. 1957-1959 - Kabinet Djuanda

Era 1950 - 1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950
sampai 5 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran
menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara
Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian
pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia
diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang
menganut sistem kabinet parlementer. Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma
yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah
masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode
implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-
1966.

Sistem pemerintahan orde baru

Jatuhnya Soekarno merupakan peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah.
Disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar (Surat Peritah Sebelas Maret).
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya –
berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.
Supersemar adalah titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan
koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah
menyimpang dari Pancasila.
Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
pada sidang umum ke empat tahun 1967 (ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden
Soekarno), Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa
MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Dalam laman http://tempo.co.id/ang/min/02/05/utama7.htm - berjudul saat-saat Jatuhnya
Presiden Soekarno Perjalanan Terakhir Bung Besar – terdapat kronologis kejatuhan Soekarno yang
dikutip dari berbagai sumber, dan sebagian besar, dikutip dari buku "Proses Pelaksanaan Keputusan
MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara Republik
Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di Depan Sidang Umum Ke-IV MPRS Pada
Tanggal 22 Djuni 1966 Yang Berdjudul Nawaksara,"
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan
http://sejarahindonesiaa.blogspot.com/2013/02/runtuhnya-pemerintahan-orde-baru-dan.html;
http://sistempemerintahindonesia.blogspot.com/2013/07/sistem-pemerintahan-indonesia-era-
reformasi.html; http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto)
Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur.
Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan
dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena
sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.
Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa
terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh
tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah
melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan
diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok
separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program “Penembakan Misterius”
(Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-
1998.
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997.
Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke
Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir.
Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF
justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1
November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara.
Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok
melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah.
Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp
17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan
“Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut telah
berkembang menjadi krisis multidimensi.
Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis
dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar
diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya
gerakan reformasi.

Gerakan Reformasi

Gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa
Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan
tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar.
Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda antara lain (1) suksesi kepemimpinan
nasional, (2) amandemen UUD 1945, (3) pemberantasan KKN, (4) penghapusan dwifungsi ABRI, (5)
penegakan supremasi hukum, dan (6) pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi
adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Puncak kekesalan demonstran ketika terjadi Tragedi
Trisakti tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan besar-besaran Mei 1998 (Kerusuhan
Mei 1998) sehari setelah kejadian tersebut. Beberapa hari mereka menduduki gedung Parlemen kala itu.
Ketika didalam gedung terjadi rapat pleno Anggota Dewan. Akhir dari itu tanggal 21 Mei 1998 Suharto
secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia kemudian digantikan oleh wakilnya
BJ.Habibie.
Setelah Habibie terpilih menjadi presiden menggantikan Suharto. Habibie membentuk kabinet
baru yang bernama "Kabinet Reformasi". Seperti dilansir dari wikipedia, Tanggal 10 November 1998
dibentukan himpunan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta
(FKSMJ), ITB Bandung, Universitas Siliwangi serta empat tokoh reformasi yaitu Abrurrahman Wahid
(Gus Dur), Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarno Putri. Mereka
mengadakan dialog nasional di kediaman Gusdur, Ciganjur, Jakarta Selatan, dan menghasilkan 8 Butir
Kesepakatan, yaitu:
1. Mengupayakan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional.
2. Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.
3. Melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
4. Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
5. Penghapusan Dwifungsi ABRI secara bertahap
6. Mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan
kroninya.
7. Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
Pidato pengunduran diri Soeharto
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Soeharto
Kejatuhan Suharto adalah peristiwa mundurnya Suharto dari jabatan Presiden Indonesia. Suharto mundur
pada Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya.
“Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya
telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet
Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak
dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite
tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai
bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet
Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya
berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan
pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan
secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada
di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI
terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.” (Pidato pengunduran diri)
Kejatuhan Suharto juga menandai akhir masa Orde Baru, suatu rezim yang berkuasa sejak tahun
1968. Soeharto telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun.
BJ Habibie melanjutkan setidaknya setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian
digantikan oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 (melalui pemilu).
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang
disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan
infrastruktur.[3][4][5][6] Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa,
menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah $AS
15 miliar sampai $AS 35 miliar. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang
memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di
Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

Sistem pemerintahan pada masa reformasi


Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan
umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan
di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis.
Selain itu pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam
bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun khusus demonstrasi, setiap
organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak
kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI semula terdiri dari
empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei
1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah
ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi
hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh
Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat,
karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh
masyarakat.
Presiden Habibie mencabut lima paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR
berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu disahkan pada tanggal 1
Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga undang-undang itu antara lain undang-
undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan
politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan
bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian
banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini
disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan cukup ketat. Setalah perhitungan suara
berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil
meraih suara-suara terbanyak di antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan,
Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera
melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober
1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi
ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie
ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolah, 322 menerima, 9 absen dan 4
suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri
mejadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan munculnya tiga calon Presiden yang diajukan
oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan
Yuhsril Ihza MAhendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkna diri.
Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahman Wahid dan
Megawati Soekarnopoutri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurrahman
Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekaroputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil
Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober
1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk
Kabinet Persatuan Nasional. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden
Republik Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun
2001 dikarenakan munculnya ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan
mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai
Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah
pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta
mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi
kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang
cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para
pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh
pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja
dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah
pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pegangguran dalam jumlah yang sangat besar ini
akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari
pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Langkah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah dengan serius
menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para
penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah berusaha menarik kembali para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung
para penganggur tersebut.

Kondisi Ekonomi Masyarakta Indonesia


Sejak berlangusngnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami
keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun.
Pengangguran juga semakin luas. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk
memperbaiki perekonomian Indonesia diantaranya :
a. Merekapitulasi perbankan
b. Merekonstruksi perekonomian Indonesia
c. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
d. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp 10.000,-
e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF

Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan


harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997
tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan pertanian
terhadap barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian akan
member semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan
skala prioritas.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa
Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan
bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Perubahan (amandemen) UUD 1945
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal
pasal sebagai berikut:
Negara Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan
kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due
process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5
pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2
ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.

Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and
Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-
batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”,
yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi
dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari
“Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang
dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang
dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam
undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan
wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya
untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Tata urutan perundang-undangan RI
Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu:
Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Menurut UU No. 10 Tahun 2004:


1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah

Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan
senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena
melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan
Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut:
1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
3. Dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD

Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.


Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala
negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan
diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri
untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan
wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d.
16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung
jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap
menerapkan sistem presidensial.

Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden
yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).

Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.


Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang
memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai
hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
Masa Orde lama adalah masa dimana kondisi pada politik dan keamanan dalam negeri sedang dipenuhi
oleh berbagai kekacauan dan kondisi sosial-budaya yang berada didalam suasana peralihan dari
masyarakat terjajah (beraturana) berubah menjadi masyarakat merdeka (bebas). Masa orde lama
merupakan masa pencarian dalam bentuk penerapan Pancasila terutama pada sistem kenegaraan.
Pancasila akan diterapkan dalam bebagai bentuk yang berbeda-beda pada saat masa orde lama. Pada masa
orde lama itu terdapat 3 periode dalam penerapan Pancasila yang berbeda itu, yang pertama adalah
periode 1945-1950, kedua adalah periode 1950-1959, dan yang terakhir adalah periode 1959-1966.

#1 Masa Orde Lama Periode 1945-1950

Pada masa periode ini, penerapan dari Pancasila sebagai dasar negara dan untuk pandangan hidup
sedang menghadapi berbagai masalah. Terdapat upaya-upaya untuk mengganti dasar Negara pada waktu
itu yaitu Pancasila dan mengganti pandangan hidup bangsa.
Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari munculnya berbagai gerakan-gerakan dari pemberontak
yang tujuannya untuk dapat menganti Pancasila dengan ideologi lainnya dari pemikiran berbeda. Ada dua
kejadian pemberontakan yang terjadi pada masa periode ini yaitu:

 Pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)


Pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun yang terjadi pada tanggal 18 September
1948. Pemberontakan ini telah dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pembentukan PKI itu utamanya
adalah untuk dapat mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi tentang komunis. Dengan kata
lain, aksi pemberontakan tersebut direncanakan untuk dapat mengganti Pancasila dengan suatu paham
komunis. Tapi kemudian aksi pemberontakan ini pada akhirnya bisa digagalkan.

 Pemberontakan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

Pemberontakan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang dipimpin Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo. Aksi dari pemberontakan ini ditandai dengan pendirian kelompok Negara Islam Indonesia
(NII) yang di bentuk oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama dari pendirian
Negara Islam Indonesia (NII) adalah untuk dapat mengganti Pancasila yang sebagai dasar negara
dengan dasar Negara yang mengikuti syari’at Islam. Upaya-upaya penumpasan pemberontakan ini telah
memakan waktu yang cukup lama. Kemudian pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo dan para
pengikutnya baru dapat ditangkap.

2. Masa Orde Lama Periode 1950-1959

Pada periode ini, dasar Negara yang diterapkan masih tetap Pancasila, akan tetapi didalam
penerapan sehari-hari lebih diarahkan seperti pada ideologi liberal. Hal tersebut dapat dilihat dan
diketahui didalam penerapan sila keempat Pancasila yang sudah tidak lagi berjiwa musyawarah dan
mufakat, melainkan sudah menerapkan suara terbanyak (voting).
Didalam periode ini, bentuk persatuan dan kesatuan sedang mendapatkan tantangan yang berat
dengan munculnya berbagai aksi pemberontakan, yang pertama adalah Republik Maluku Selatan (RMS),
kemudian Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan yang terakhir adalah Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta) yang mempunyai tujuan agar dapat melepaskan diri dari naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada bidang politik, sikap demokrasi berjalan lebih baik karena sudah terlaksananya pemilu pada
tahun 1955 yang dianggap paling bersikap demokratis. Tetapi kemudian anggota Konstituante hasil
pemilu tersebut tidak dapat menyusun sesuai Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal itulah
yang telah menimbulkan terjadinya krisis politik, krisis ekonomi, dan juga krisis keamanan, yang
akhirnya pemerintah segera mengeluarkan Dekrit Presiden 1959.

 Isi dari Dekrit Presiden Tahun 1959


1. Untuk segera membubarkan lembaga Konstituante
2. Menjadikan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 menjadi tidak berlaku
3. Mengaktifkan kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945

 Kesimpulan Terjadinya Masa Orde Lama Periode 1950-1959


Kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu penerapan Pancasila pada periode ini adalah bahwa
Pancasila yang diarahkan seperti ideologi liberal ternyata tidak dapat menjamin stabilitas pada
pemerintahan.

#3 Masa Orde Lama Periode 1956-1965

Periode ini juga dikenal sebagai bentuk periode demokrasi yang terpimpin karena pada masa
ini demokrasi bukan berada pada kekuasaan yang dipegang rakyat sehingga yang memimpin
demokrasi adalah nilai-nilai dari Pancasila tetapi tetap berada pada kekuasaan pribadi Presiden
Soekarno.
Kemudian terjadilah beberapa penyimpangan penafsiran terhadap dasar Negara Pancasila
didalam konstitusi. Akibatnya Presiden Soekarno menjadi otoriter yaitu mengangkat diri menjadi
presiden seumur hidup, kemudian menggabungkan Nasionalis, Agama, serta Komunis, yang pada
akhirnya tidak cocok bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kebenaran itu terbukti dengan adanya kemerosotan moral pada sebagian masyarakat yang
sudah tidak lagi hidup dengan bersendikan nilai-nilai Pancasila, serta berusaha untuk dapat
menggantikan Pancasila dengan paham ideologi lain.
Didalam periode ini juga terjadi suatu Pemberontakan oleh Partai komunis Indonesia (PKI)
yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan dari aksi
pemberontakan ini adalah untuk dapat kembali mendirikan Negara Soviet di Indonesia kemudian
dapat mengganti Pancasila dengan suatu paham komunis. Pada akhirnya, pemberontakan ini bisa
digagalkan dan semua pelaku yang tergabung pada Partai Komunis Indonesia (PKI) berhasil ditangkap
kemudian mereka dijatuhi hukuman yang sesuai dengan perbuatannya tersebut.

Penjelasan dan Sejarah Masa Orde Baru


Pada era demokrasi yang terpimpin di bawah kepimpinan Presiden Soekarno sudah mendapat
banyak tamparan yang sangat keras ketika terjadinya suatu peristiwa pada tanggal 30 September 1965,
yang dapat disinyalir bahwa didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan yang
didalangi PKI tersebut telah membawa akibat yang sangat fatal bagi Partai Komunis Indonesia (PKI),
yakni dengan tersisihkannya partai tersebut dari satu arena perpolitikan yang ada di Indonesia.
Begitu juga dengan kepemimpinan Presiden Soekarno yang pada saat itu berkedudukan di
Indonesia sebagai Pimpinan Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia yang secara pasti
sedikit demi sedikit dari kekuasaannya akan dikurangi bahkan akan dilengserkan dari jabatan sebagai
seorang Presiden pada tahun 1967, kemudian sampai pada akhirnya ia dapat tersingkir dari arena
perpolitikan nasional Indonesia. Era yang baru didalam pemerintahan Indonesia dimulai setelah melalui
masa ketransisian yang singkat yaitu antara tahun 1966-1968, ketika seorang Jenderal Soeharto dapat
dipilih menjadi seorang Presiden Republik Indonesia. Era tersebut kemudian dikenal sebagai Orde Baru
dengan suatu konsep yaitu Demokrasi Pancasila.

 Visi utama dari pemerintahan Orde Baru

Visi utama dari pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk dapat melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan dapat konsekuen didalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Dengan kehadiran visi tersebut, Orde Baru dapat memberikan sebuah harapan bagi semua rakyat
Indonesia, terutama yang telah berkaitan dengan suatu perubahan politik, dari yang mempunyai sifat
otoriter yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno agar
menjadi lebih demokratis. Harapan dari rakyat tersebut tentu saja mempunyai dasar.
Presiden Soeharto yang dianggap sebagai tokoh utama masa Orde Baru ini dipandang rakyat
sebagai sesosok manusia yang dapat mampu mengeluarkan sebuah bangsa ini agar dapat keluar dari
keterpurukan. Hal ini dapat dianggap tersebut dikarenakan beliau sudah dapat berhasil membubarkan
kelompok komunis yaitu PKI, yang pada waktu itu telah dijadikan musuh utama di negeri ini.
Selain itu, beliau juga telah berhasil menciptakan keadaan stabilitas keamanan di negeri ini pasca
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan waktu yang relatif singkat. Itulah yang
menyebabkan beberapa anggapan yang telah menjadi dasar kepercayaan rakyat Indonesia terhadap
pemerintahan Orde Baru ini di bawah kepimpinan Presiden Soeharto.
Tetapi kemudian harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya dapat terwujud. Karena apabila dilihat
dan dirasakan sebenarnya di dalam negeri ini tidak ada perubahan yang substantif dari suatu kehidupan
politik di Indonesia. Antara masa Orde Baru maupun masa Orde Lama sebenarnya sama-sama otoriter. Di
dalam perjalanan politik dari pemerintahan Orde Baru, kekuasaan dari Presiden merupakan semua pusat
dari seluruh proses perpolitikan di Indonesia.
Lembaga Kepresidenan juga merupakan pengontrol yang utama dari lembaga negara lainnya baik itu
yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM,
Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu, Presiden Soeharto juga mempunyai sejumlah legalitas yang
tidak dapat dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak
Pembangunan, maupun Panglima Tertinggi dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

 Kesimpulan Dari Terjadinya Masa Orde Baru

Dari penguraian di atas, anda akan dapat menggambarkan bahwa suatu pelaksanaan demokrasi
Pancasila ternyata masih jauh dari harapan rakyat Indonesia. Pelaksanaan nilai-nilai dari Pancasila secara
murni dan dengan konsekuen hanya dapat dijadikan sebagai alat politik penguasa belaka, yang pada
kenyataannya yang terjadi hanyalah demokrasi Pancasila yang sama dengan kediktatoran.
Penjelasan dan Sejarah Masa Reformasi
Didalam masa reformasi, penerapan dari Pancasila yang sebagai dasar negara dan menjadi pandangan
hidup bangsa secara terus menerus menghadapi berbagai macam tantangan. Penerapan dari Pancasila
tidak lagi dihadapkan kepada ancaman dari aksi pemberontakan yang bertujuan mengganti Pancasila
dengan ideologi lainnya, akan tetapi lebih dititik beratkan pada kondisi kehidupan dari masyarakat yang
diwarnai dengan kehidupan yang serba bebas tanpa adanya pengaturan.

 Kebebasan Masyarakat Pada Masa Reformasi

Kebebasan yang telah menghiasi kehidupan masyarakat Indonesia pada saat itu dan sekarang dapat
meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari kebebasan di dalam berbicara, berorganisasi,
mengekspresikan diri, menyampaikan pendapat, dan sebagainya. Kebebasan-kebebasaan tersebut pastinya
akan menimbulkan berbagai dampak dari hal yang paling kecil hingga hal yangpaling besar baik itu
dampak negatif maupun positifnya.

 Dampak Negatif dan Positif Terjadinya Masa Reformasi

Masa Reformasi dari dulu hingga sekarang pasti ada damaak negatif dan positifnya. Di satu sisi
mempunyai dampak yang positif karena masyarakat dapat bebas mengeluarkan pemikiran-pemikiran
yang ada, tetapi di satu sisi juga mempunyai dampak negatif yang dapat merugikan bangsa Indonesia
sendiri. Banyak dari hal negatif yang timbul akibat dari penerapan konsep kebebasan tersebut yang tanpa
batas, contoh dari hal negatif terjadinya masa reformasi tersebut seperti munculnya pergaulan kehidupan
yang bebas, pola komunikasi yang tidak mempunyai etika bahkan dapat memicu terjadinya suatu
perpecahan antara individu dengan individu lainya, kelompok satu dengan kelompok lainya, dan banyak
hal negatif yang sebagainya.

 Tantangan dan Contoh Kejadian Adanya Masa Reformasi

Tantangan yang terdapat didalam penerapan Pancasila di era reformasi ini adalah dapat menurunnya
rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa Indonesia saat ini, serta menurunya rasa
kemanusiaan yang terdapat didalam diri setiap individu. Contoh yang dapat kita jumpai saat ini yaitu:
tawuran antar sesama pelajar, tindak kekerasan yang akhirnya dijadikan sebagai alat untuk dapat
menyelesaikan sebuah permasalahan, saling merendahkan dan menjebak sesama individu, dan lain
sebagainya.
Peristiwa-peristiwa tersebut sangat sering terjadi dan telah menelan banyak korban jiwa antar sesama
warga Indonesia didalam kehidupan bermasyarakat, seolah-olah wawasan dari kebangsaan yang dilandasi
dengan nilai-nilai moral Pancasila yang sangat lebih mengutamakan kerukunan antar individu atau
masyarakat telah hilang dan sirna dari kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Selain dua tantangan yang telah diuraikan diatas tadi, saat ini Bangsa Indonesia juga telah dihadapkan
dengan perkembangan dunia yang teramat sangat cepat dan lebih mendasar, serta berpacunya didalam
pembangunan bangsa-bangsa di antara Bangsa Indonesia. Hal itu dapat dikatakan "Globalisasi" alias
perkembangan dunia, baca artikel Dampak Positif Dan Negatif Globalisasi Dalam Berbagai Bidang
Lengkap yang bisa menambah wawasan anda mengenai globalisasi.
Di seluruh dunia pada saat ini sedang terus-menerus bergerak untuk mencari tata hubungan yang lebih
baru, baik pada sistem politik, ekonomi, maupun di dalam bidang pertahanan dan keamanan. Walaupun
bangsa-bangsa yang ada di dunia ini semakin menyadari bahwa mereka akan saling membutuhkan dan
pasti akan saling ketergantungan antara Negara yang satu dengan negara yang lain, namun tetap saja aka
nada persaingan antar kekuatan-kekuatan Negara yang besar didunia dan akan menjadi ajang perebutan
dari pengaruh tersebut yang masih akan berkecamuk keras.

Anda mungkin juga menyukai