Makalah
Makalah
DISUSUN OLEH :
1. Venesya Airriazha L (20144184A)
2. Masyitah Novia Y (20144192A)
3. Rostika I.M (20144203A)
4. Willy Dezizqi B.S (20144229A)
S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
1. Menjelaskan indikasi obat buvanest
2. Menjelaskan indikasi obat asam traksenamat
3. Menjelaskan ketentuan cpob,dan kasus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Buvanest Spinal
Obat injeksi Buvanest mengandung Bupivacaine. Obat injeksi untuk anestesi atau
pembiusan lokal ini diindikasikan untuk anestesi Spinal atau penyuntikan tulang belakang.
Obat anestesi ini biasanya digunakan untuk tindakan bedah urologi, saluran cerna, operasi
kandungan atau anggota gerak bagian bawah.
Bupivacaine diindikasikan untuk infiltrasi lokal, saraf perifer blok, blok saraf
simpatis, dan epidural dan blok ekor. Hal ini kadang-kadang digunakan dalam kombinasi
dengan epinefrin untuk mencegah penyerapan sistemik dan memperpanjang durasi kerja.
Formulasi obat ini digunakan untuk blok retrobulbar. Hal yang paling umum digunakan
dalam anestesi lokal anestesi epidural selama persalinan, serta dalam manajemen nyeri
pasca operasi.
Bupivacaine mengikat bagian intraseluler pada voltage-gated sodium channels dan
blok natrium pada area masuknya dalam sel-sel saraf, yang berfungsi mencegah
depolarisasi. Tanpa depolarisasi, ada inisiasi atau konduksi sinyal nyeri dapat terjadi.
Dalam kajian farmakokinetik tingkat penyerapan sistemik bupivacaine tergantung pada
dosis dan konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, vaskularisasi dari situs
administrasi, dan ada tidaknya epinefrin dalam persiapan.
Seperti lidokain, bupivakain adalah anestesi amino-amida; kepala aromatik dan
rantai hidrokarbon dihubungkan oleh ikatan amida daripada ester seperti dalam anestesi
lokal sebelumnya. Akibatnya, anestesi amino-amida lebih stabil dan cenderung tidak
menyebabkan reaksi alergi. Tidak seperti lidocaine, bagian amino terminal bupivakain
(Buvanest, mepivacaine, ropivacaine, dan levobupivacaine) yang terkandung dalam cincin
piperidin. Obat ini dikenal sebagai xylidines pipecholyl.
Bupivacaine merupakan kontraindikasi pada pasien dengan reaksi hipersensitivitas
dikenal untuk bupivacaine atau anestesi amino-amida. Hal ini juga kontraindikasi pada
blok paraservikal kandungan dan intravena anestesi regional (Bier block) karena potensi
risiko kegagalan tourniquet dan penyerapan sistemik obat dan serangan jantung.
Kandungan bupicacaine 0,75% merupakan kontraindikasi pada anestesi epidural selama
persalinan pada kasus serangan jantung refrakter.
Dibandingkan dengan anestesi lokal lainnya, bupivakain lebih beresiko menganggu
jantung atau bersifat cardiotoksik. Namun, reaksi obat yang merugikan (ADR: adverse
drug reactions ) jarang terjadi bila diberikan dengan benar. Kebanyakan ADR disebabkan
oleh penyerapan dipercepat dari tempat suntikan, suntikan intravaskular yang tidak
disengaja, atau degradasi metabolik yang lambat. Penggunaan obat ini jarang
mengakibatkan reaksi alergi.
Dampak efek samping biasanya disebabkan karena penyerapan sistemik bupivacaine
terutama melibatkan sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskular. Efek CNS
biasanya terjadi pada konsentrasi plasma darah. Awalnya, jalur penghambatan kortikal
secara selektif menghambat, menyebabkan gejala eksitasi saraf. Pada konsentrasi plasma
yang lebih tinggi, baik jalur penghambatan dan rangsang terhambat, menyebabkan depresi
SSP dan berpotensi koma. Konsentrasi plasma yang lebih tinggi juga menyebabkan efek
kardiovaskular, meskipun kolaps kardiovaskular juga dapat terjadi dengan konsentrasi
rendah. Efek buruk SSP dapat menunjukkan cardiotoksisitas yang akan datang dan harus
dipantau secara seksama.
Dampak
Susunan Saraf Pusat: mati rasa sekitar mulut, kesemutan wajah, vertigo, tinnitus,
gelisah, cemas, pusing, kejang, koma
Kardiovaskular: hipotensi, aritmia, bradikardi, blok jantung, serangan jantung
Keracunan juga bisa terjadi dalam pengaturan injeksi subarachnoid selama anestesi
spinal yang tinggi. Efek ini meliputi: parestesia, kelumpuhan, apnea, hipoventilasi,
inkontinensia tinja, dan inkontinensia urin. Selain itu, bupivakain dapat
menyebabkan chondrolysis setelah infus kontinu ke dalam ruang sendi.
Bupivacaine telah menyebabkan beberapa kematian ketika anestesi epidural ketika
diberikan secara intravena dengan sengaja.
Pengobatan overdosis. Pada pengalaman klinis dengan bukti hewan menunjukkan
intralipid, emulsi lipid intravena, dapat efektif dalam mengobati cardiotoxicity
parah sekunder overdosis anestesi lokal, dan laporan kasus manusia penggunaan
sukses dengan cara ini. Rencana untuk mempublikasikan perawatan ini secara
lebih luas telah dipublikasikan.
Kehamilan dan menyusui Bupivacaine dapat melalui plasenta dan merupakan
obat kategori C kehamilan. Namun, telah disetujui untuk digunakan pada istilah
dalam anestesi kandungan. Bupivacaine diekskresikan dalam ASI. Risiko
menghentikan menyusui dibandingkan menghentikan bupivacaine harus
didiskusikan dengan pasien.
2. Asam traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten
dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan
fibrinogen, fibrin dari faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat
digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Indikasi obat ini digunakan sebagai fibrinolisis pada menoragia, epistaksis,
traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi pada persalinan (obstetric
complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih,
prostatektomi atau konisasi serviks. Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada
angioedema herediter. Obat ini dalam anjuran pemakaian hanya diberikan pemberian
penyuntuikan intravena bukan intra lumbal.
Persyratan registrasi
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin
Edar. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan obat, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau
pemindahtanganan. lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat
diedarkan di wilayah lndonesia.
Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan
hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Obat untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa
obat tersebut aman penggunaannya pada manusia. Ketentuan lebih lanjut tentang
pelaksanaan uji klinik ditetapkan oleh Kepala Badan.
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan
Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang
digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah
disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang akan
ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Ilustrasi Kasus
Dua orang pasien RS Siloam Karawaci meninggal dunia setelah mendapat injeksi
obat bius yang salah. Dua pasien itu diinjeksi Buvanest Spinal 0,5 persen produksi Kalbe
Farma, untuk kepentingan tindakan operasi. Injeksi diberikan di bagian punggung sebelum
operasi dilakukan. Setelah operasi selesai, pasien tiba-tiba saja kejang dan gatal-gatal.
Sempat dimasukkan ke ruangan ICU, pasien akhirnya mengembuskan napas terakhir . Dua
pasien di Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, meninggal dunia setelah pemberian
obat anastesi Buvanest Spinal. Obat produksi PT Kalbe Farma ini diduga bukan berisi
bupivacaine atau untuk pembiusan, melainkan asam traneksamat yang bekerja untuk
mengurangi pendarahan. Kasus ini terjadi terhadap pasien yang melakukan operasi caesar
dan urologi. Kedua pasien meninggal dalam waktu berdekatan pada tanggal 12 Februari
2015. Sementara itu, pasien lainnya tidak mengalami masalah. Pasien mengalami gatal-
gatal, sampai kejang, kemudian meninggal.
2. pembahasan kasus
Tertukarnya obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat antara lain
disebabkan karena kedua obat tersebut memiliki amplop yang sangat mirip. Obat produksi
PT Kalbe Farma tersebut kami anggap telah melanggar persyaratan registrasi obat aturan
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kedua obat tersebut memiliki catch
cover atau amplop yang sama, yakni pembungkus obat yang hanya berwarna putih dan
terdapat gambar heksagonal. Pembeda keduanya hanya berasal dari label yang ditempel
pada ampul. pada catch cover atau amplop Buvanest dan Asam Traneksamat tidak
mencantumkan Informasi Minimal. Informasi minimal ini secara umum terdiri dari nama
obat, besar kemasan, nama bahan-bahan, nama produsen, nomor izin edar, tanggal
produksi, dan batas kadaluarsa. Pada bungkusnya (Buvanest) hanya ada tutup warna putih
dan gambar heksagonal, yang katanya tertukar dengan Asam Traneksamat di sini juga
hanya tertera labelnya, tapi catch cover-nya hanya dasar putih dengan gambar heksagonal.
Sama persis bila dibandingkan. Ini tidak ada bedanya. Ini jelas melanggar peraturan,
harusnya ada semua (informasi minimal obat), Bila diamati, ampul Buvanest dan Asam
Traneksamat sama. Keduanya merupakan botol bening dan isinya bisa terlihat jelas. Tetapi
pada label kedua obat, baru tertera lengkap infomasi minimal termasuk komposisi, nomor
registrasi, tanggal produksi, dan nama produsen. Sementara itu tidak ditemui keterangan
apapun dari catch cover Buvanest dan Asam Traneksamat. Harusnya secara Peraturan
Perundang-Undangan, tidak hanya izin peredaran Buvanest yang ditarik, tetapi juga
dicabut CPOB-nya baik untuk produksi obat ampul di PT Kalbe Farma.
Menurut UU Republik Inonesia No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan , PT kalbe
Farma juga telah melanggar dari ketentuan yang tertera pada UU tersebut sehingga perlu
diberi sanksi dari pemerintah atas kelalaian tersebut. Pada kasus diatas, BPOM
mengeluarkan surat pembatalan izin edar obat anestesi pada 2 Maret 2015 dan sudah
dikirimkan ke pihak Kalbe Farma. PT Kalbe Farma sendiri sudah menghentikan proses
produksi dan peredaran Buvanest Spinal sejak kasus dua pasien meninggal di RS Siloam
Lippo Village.
BAB IV
KESIMPULAN
Tertukarnya obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat di Rumah Sakit
Siloam Lippo Village ini dapat ditarik kesimpulan bahwa PT. Kalbe farma melanggar persyaratan
registrasi obat aturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa obat harus
mencantumkan Informasi minimal ini secara umum yang terdiri dari nama obat, besar
kemasan, nama bahan-bahan, nama produsen, nomor izin edar, tanggal produksi, dan batas
kadaluarsa. PT.Kalbe Farma juga telah melanggar UU Republik Inonesia No. 8 tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian seharusnya secara Peraturan Perundang-
Undangan, tidak hanya izin peredaran Buvanest yang ditarik, tetapi juga dicabut CPOB
dari PT. Kalbe farma untuk produksi obat ampul di PT Kalbe Farma.
Daftar Pustaka
1. undang undang republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen
2. “bupivacaine hydrochloride (Bupivacaine Hydrochloride) injection, solution”. FDA
3. Bupivacaine Effectiveness and Safety in SABER Trial (BESST);
http://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT01052012 ClinicalTrials.gov Disuting Februari 29, 2012.