Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KIMIA ANALIS 2

(PENETAPAN KADAR KIO3 SECARA IODO-IODOMETRI)

DISUSUN OLEH :
Willy Derizqi Bagaskara Saputra (20144229A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan sehari-hari
banyak digunakan sebagai bahan tambahan bumbu pada makanan, sebagai pengawet makanan
seperti ikan asin, sawi asin, asinan buah-buahan, dan dasar pembuatan senyawa kimia (NaOH,
Na2SO4, NaHCO3, Na2CO3). Setiap manusia pada umumnya mengkonsumsi garam dengan
jumlahnya berbeda-beda tergantung kebiasaan masing-masing individu. Oleh karena itu,
penambahan iodium pada produk garam merupakan cara yang sangat efektif dalam menutupi
kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iodium. Untuk menunjang program pemerintah
dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen garam diwajibkan menambahkan iodium pada
produk garamnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan, orang yang kekurangan
iodium dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit gondok. Sedang pada anak-anak
dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu kekurangan iodium pada
masyarakat diharapkan tidak ada lagi bila semua garam yang diproduksi sudah mengandung
iodium.

Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah
difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia, iodium ditambahkan dalam garam sebagai
zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3). Penggunaan garam beriodium
dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia dalam menanggulangi GAKI. Cara ini
dinilai lebih alami, lebih murah, lebih praktis dan diharapkan dapat lestari di kalangan masyarakat.

Hasil Survei Nasional Garam Beriodium yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik
terintegrasi dengan SUSENAS menunjukkan bahwa secara nasional persentase rumah tangga yang
mengkonsumsi garam beriodium dengan kandungan cukup sejak tahun 1997-2002 hanya berkisar
antara 62-68%.

Garam yang beredar di masyarakat masih banyak yang tidak maupun kurang memenuhi syarat
kandungan iodium. Hal ini diduga akibat banyaknya produsen garam yang menggunakan iodium
kurang dari jumlah yang disyaratkan (30-80 ppm iodium sebagai KIO3), atau kandungan iodium
hilang maupun berkurang selama masa penyimpanan atau transportasi. Oleh karena itu kandungan
iodium yang terdapat di dalam garam dapur penting untuk dianalisis kadarnya untuk mengetahui
apakah kandungannya teah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan di dalam SNI maupun
WHO.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui penetapan kadar iodium metode iodo-iodometri ini dilakukan untuk
menentukan kadar iodium pada garam dapur dengan metode iodo-iodometri.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

Metode iodo-iodometri merupakan cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
stoikiometri reaksi kimia. Titrasi adalah proses pengukuran volume larutan yang terdapat dalam
buret yang ditambahkan kedalam larutan lain dan diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan kata lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai
titik ekuivalen. Titik ekuivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekuivalen pereaksi-pereksi
sama. Pada prakteknya titik ekuivalen sulit diamati karena hanya merupakan titik akhir teoritis
atau titik akhir stoikiometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam basa yang membantu
sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui (Underwood 1990).

Titik akhir titrasi merupakan keadaan dimana penambahan satu tetes zat penetrasi (titran
akan menyebabkan perubahan warna indikator). Kedua cara tersebut termasuk analisis titrimetri
atau volumetrik. Istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titimetri. Reaksi
penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Reaksi ini
menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral (Basset 1994).

Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iodium secara kuantitatif dalam larutan
asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri. Selain itu,
karena sifat Iodida yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan, menyebabkan iodida
mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion
hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar
primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan
menghasilkan iodium bila diolah dengan asam:

IO3- + 5 I- + 6 H+ 3 I2 + 3 H2O

Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah sebagai sumber dari sejumlah iodin
yang diketahui dalam titrasi, larutan ini harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam
kuat, namun tidak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah.
Fungsi kedua yaitu dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri atau dalam
standarisasi larutan asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa
gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan menggunakan akuades dan
mengencerkannya (Vogel 1994).

Ortofosfat atau yang sering disebut gugus fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal
yang terdiri dari satu atom fosfor dan empat oksigen. Dalam bentuk ionik, ortofosfat dinotasikan
sebagai PO43-. Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk
fosfor yang paling sederhana (Khopkar 1990).

Tiosulfat adalah suatu senyawa yang mudah sekali teroksidasi, dimana iodium dapat
mengoksidasinya menjadi tetrationat. Semua penentuan senyawa secara iodometri didasarkan atas
reaksi natrium tiosulfat dengan iodium. Pada titrasi iodium dengan tiosulfat, iodium bertindak
sebagai oksidator atau titran (Rivai 1995).

Larutan kanji digunakan sebagai indikator pada metode titrimetri. Kanji bereaksi dengan
iodin. Dengan adanya iodide membentuk suatu kompleks yang berwarna biru tua , yang terlihat
pada konsentrasi iodin yang sangat rendah (Khopkar 1990).

Berdasarkan SNI No. 01-3556 tahun 1994 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 77/1995 tentang proses, pengepakan dan pelabelan garam beriodium, iodium
yang ditambahkan dalam garam adalah sebanyak 30-80 mg KIO3/ kg garam (30-80 ppm). Sampai
saat ini mutu garam konsumsi terbagi menjadi dua yaitu mutu I Garam beriodium dan mutu II
Garam tidak beriodium.

.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisis senyawa iodium dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan cara titrasi iodimetri.
Hasil percobaan titrasi iodometri menunjukkan bahwa kadar iodium pada garam es batu sebesar
19,9 ppm. Sedangkan menurut SNI No. 01-3556 tahun 1994 kadar iodium standar dalam garam
adalah 30-80 ppm. Dengan demikian dapat diduga bahwa garam es batu tidak difortifikasi dengan
iodium. Oleh karena itu garam jenis ini umumnya hanya digunakan untuk mengawetkan makanan,
tetapi jarang digunakan dalam proses memasak.

B. Saran
Sebaiknya konsumen lebih cermat dalam memilih garam untuk memasak atau mengolah
makanan. Garam yang mengandung iodium harus selalu digunakan dalam memasak agar terhindar
dari penyakit GAKI. Selain itu proses ataupun cara pengolahan juga harus diperhatikan untuk
meminimalkan kadar iodium yang hilang atau rusak selama proses pengolahan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Basset J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Djokomoeldjanto. 1993. Hipotiroid di Daerah Defisiensi Iodium. Kumpulan Naskah Simposium
GAKI. Hal. 35-46. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Prastyono. 2009. Pentingnya yodium bagi kehidupan. www.kbwa.akprind.ac.idRivai Harrizul.
1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI.
Siswono. 2003. Iodium cegah lost generation. www.gizi.net [21 November 2010].
Underwood,A.L.1990. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai