Anda di halaman 1dari 9

NAMA : WILLY DERIZQI B.

NIM : 20144229A

TEORI : 4

BAB I

PARAMETER TOKSISITAS KUANTITATIF

1. DARAH

Darah terdiri dari plasma/cair dan padat. Zat padat terdiri dari sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit), dan platelet (trombosit). Plasma terdiri dari cairan dengan zat-zat
yang terlarut didalamnya seperti protein, gula, dan garam-garam tertentu. Eritrosit,
leukosit,dan platelet diproduksi disumsum tulang belakang, hati, dan limpa. Sel darah merah
bertanggung jawab terhadap transport oksigen. Anemia disebabkan karna kekurangan eritrosit
atau molekul pentranspor oksigen yaitu hemoglobin

2. GINJAL

Ginjal mempunyai bagian fungsional yang disebut nepron yang terdiri dari glomerulus,
tubulus proksimal, lengkung henle, dan tubulus distal serta kandung kemih. Fungsi ginjal
antara lain alat eksresi, mengatur jumlah cairan tubuh dan tekanan darah. Fungsi-fungsi
tersebut dapat dilakukan melalui proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi
tubulus serta melalui system rennin-angiotensin

3. JANTUNG

Untuk memenuhi fungsinya, dalam jantung terdapat sel otot yang mempunyai dua
kapasitas yaitu kuat dan cepat yang disebut miokardium. Sel serabut purkinje dijantung
bertanggung jawab terhadap konduksi impuls keseluruh otot jantung. Gas CO dan metana
dapat mengganggu ketersediaan oksigen sehingga mengganggu metabolismedan kerja
jantung.digoksin dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium sehingga dapat timbul
takikardia. Aktivasi elektrik dari pacemaker dikontrol oleh konsentrasi ion Na+, K+, dan Ca++,
pompa membrane, gate, dan permeabilitas dari ion-ion tersebut.

4. ORGAN HATI

Hati merupakan kelenjar yang paling besar dalam tubuh. Semua darah yang
didistribusikan ke saluran pencernaan kembali ke jantung melalui system portal hati untuk
menjalankan beberapa proses. Ada yang menyebabkan nekrosis seperti CCL4 dan uretan;
menyebabkan kolestatik seperti anabolic steroid, klorprosamin, dan diazepam. CCL4 , dimetil
nitrosamine, thioacetamid dapat merusak membran sel dan retikulo endoplasmic. Aflatoksin,
beryllium, galaktosamin, dan hidrazin dapat merusak nucleus. Banyak uji yang digunakan
untuk mengevaluasi kerusakan hepar. Protombin clot time untuk melihat kemampuan
memproduksi protombin. Tes albumin serum untuk melihat kemampuan memproduksi
albumin. Kadar bilirubin dan kecepatan kliren untuk mengetahui fungsi lever. Uji kadar enzim
tertentu dalam darah seperti aminotransferase dan alkali fosfatase untuk mengetahui adanya
sel hepar yang lisis.

BAB II

PRINSIP TERAPI ANTIDOTUM

A. DEFINISI TERAPI ANTIDOTUM


Terapi antidotum adalah sebagai tata cara yang ditunjukkan untuk membatasi
intensitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya sehinga bermanfaat dalam
mencegah timbulnya bahaya selanjutnya. Efek toksik suatu suatu zat kimia atau
menyembuhkannya sehingga bermanfaat dalam mencegah timbulnya bahaya selanjutnya.
Efek toksik suatu zat kimia dapat terjadi jika kadar zat toksik melampaui kadar toksik
minimal (KTM nya) dalam sel sasaran. Untuk mencapai KTMnya, untuk zat yang masuk
melalui oral atau topikal harus melalui beberapa tahap : tahapan tersebut adalah absorbs
masuk ke sirkulasi sistemik lalu mengalami distribusi menuju tempat kerjanya. Kedua
proses diatas (absorbsi dan distribusi) menyebabkan meningkatnya kadar obat dalam sel
sasaran.
B. TERAPI NON SPESIFIK
Terapi non spesifik adalah suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada
semua kasus, melalui cara-cara seperti memacu muntah, bilas lambung, dan memberikan
zat absorben. Cara lain adalah mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan
urin atau hemodialysis.
1. Menghambat absorbsi zat racun
Menghambat absorbs racun dapat dilaksanakan dengan beberapa cara antara lain
dengan membersihkan atau mencuci kulit yang terkontaminasi zat toksik,
mengeluarkan racun dalam lambung, mencegah absorbsi, dan memberikan pencahar.
Zat toksik yang sudah masuk kedalam lambung dapat dilakukan dengan pemberian
norit (arag aktif), memuntahkan atau memberi pencahar atau bilas lambung.
a. Pemberian arang aktif (norit)
Arang aktif diberikan pada kasus keracunan karna dapat mengabsorpsi zat racun
atau toksin dalam saluran pencernaan. Norit masih efektif selama 2 jam dari racun
tertelan dan lebih lama lagi pada keracunan obat sediaan lepas lambat atau
keracunan obat-obat yang bersifat kolinergik.
b. Mengeluarkan racun dari lambung
Pengeluaran zat racun dari lambung harus mempertimbangkan zat yang tertelan,
tingkat keracunan dan berapa lama zat racun tertelan. Pengosongan lambung tidak
berguna jika resiko dari keracunan kecil atau pasien sudah datang terlambat. Karena
bahaya bilas lambung adalah teraspirasinya isi lambung, karna itu tidak boleh
dilakukan pada pasien yang mengantuk atau koma kecuali jika reflek batuk sangat
baik atau saluran napas dapat dilindungi dengan pipa endotrakea. pipa lambung
tidak boleh dimasukan pada keracunan zat korosif
c. Pemberian katartik/pencahar
Pencahar digunakan untuk mempercepat pengeluaran zat racun dari saluran
gastrointestinal (GI) terutama untuk racun yang sudah mencapai usus halus.
Pemberian sorbitol direkomendasikan pada penderita yang tidak ada gangguan
jantung, dan magnesium sulfat dapat digunakan pada penderita yang tidak ada
gangguan ginjal.
2. Mempercepat eliminasi
Kecepatan eliminasi akan mempengaruhi jumlah obat yang berada di sel sasaran dalam
melampaui nilai KTM nya. Percepatan eliminasi dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan eksresi melalui pengasaman atau pembasaan urin dan diuresis
paksa.pengasaman urin (menurunkan pH urin) dengan memberikan zat seperti
ammonium klorida atau vitamin C akan mengurangi reabsorbsi zat atau obat yang
bersifat basa lemah seperti amfetamin. Dan sebaliknya pembasaan urin melalui
pemberian natrium bikarbonat akan mengurangi reabsorbsi pada obat/zat yang bersifat
asam lemah seperti aspirin dan phenobarbital.

C. TERAPI SPESIFIK
Terapi antidotum spesifik adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu.
Cukup banyak antidotum spesifik telah digunakan dalam klinik. Antidotum spesifik
dikelompokkan menjadi : antidotum yang bekerja secara kimiawi, bekerja secara
farmakologi dan yang bekerja secara fungsional.
1. Antidotum yang bekerja secara kimiawi
Contoh antidotum jenis ini adalah penggunaan zat pembentuk kelat. Penggunaan
antidotum jenis ini akan menyebabkan terjadinya reaksi antara antidotum dengan zat
toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik dan mudah dieksresikan.
a. Zat-zat pembentuk kelat
Zat pembentuk kelat biasanya mengandung dua atau lebih gugus elektonegatif yang
membentuk ikatan kovalen komplek stabil dengan logam-logam berat untuk
berikatan dengan tempat kerjanya sehingga mudah tereliminasi. Contoh zat-zat
chelator adalah:
1. Dimercaprol (British anti- Lewisite, atau BAL)
 Zat mirip minyak, tidak berwarna, bau tidak enak. Pemberian melalui
injeksi IM 10% dalam minyak kacang
 Bereaksi dengan logam-logam berat sehingga mencegah inaktivasi
enzim-enzim yang mengandung gugus SH.
2. EDTA (etilendiamin tetraasetat)
 EfektiF untuk logam-logam transisi, oleh karna itu EDTA juga
membentuk kelat dengan Ca tubuh.
 Dieksresikan melalui filtrasi glomerulus
 Digunakan terutama pada keracunan Pb (lead
3. Penisilamin (cuprin)
 Sangat baik diabsorbsi pada saluranpencernaan
 Toksik pada sumsum tulang belakang dan ginjal adlaah efek yang paling
merugikan
b. Fab Fragment
Fab fragment adalah suatu antibodi monoclonal dapat mengikat digoksin dan
mempercepat eksresinya melalui filtrasi glomerulus.
c. Dikobaltedetat dan Hidrokobalamin
Cobalt edetat diberikan melalui injeksi IV 300 mg (20 ml) dalam 1 menit (5 menit
jika kondisi tidak berat) disusul dengan 50 ml infus glukosa 50% jika tidak
menunjukkan perbaikan yang memadai. Jika tidak ada perbaikan setelah 5 menit
boleh diberikan dosis ke 2. Pemberian Na-nitrit yang diikuti dengan pemberian Na-
tiosulfat juga dapat digunakan untuk keracunan sianida.
d. Detoksifikasi enzimatik
Detoksifikasi enzimatik dapat dilakukan dengan 2 jalur, yang memberikan
kosubtrat pada reaksi yang terjadi dan memberikan enzim dari luar untuk
mempercepat metabiolisme zat racun.
2. Antidotum Yang bekerja secara farmakologi
Antidotum farmakologi adalah suatu antidotum yang bekerja mirip dengan zat toksi,
bekerja pada reseptor yang sama atau berbeda.
a. Nalokson Hidroklorida
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis opioid yang bekarja pada reseptor yang
sama sehingga berkompetisi dalam memperebutkan reseptor opioid. Dosis
pemberian injeksi IV adalah 0,8-2 mg dapat diulang setiap 2-3 menit sampai dosis
maksimal 10 mg.
b. Flumazamin
Flumazamin adalah suatu antagonis benzodiazepine sebagai obat tunggal (besar)
dapat menyebabkan mengantuk, ataksia, disatria, dan kadang-kadang depresi.
c. Oksigen
Karbon monoksida dapat menyebabkan keracunan karena kemampuannya dalam
mengikat hemoglobin (Hb) dan membentuk zat komplek yang tidak dapat berfungsi
mengikat oksigen lagi.
3. Antidotum yang bekerja sebagai antagonis fungsional
Antidotum antagonis fungsional dapat juga digolongkan sebagai antidotum non
spesifik karena berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagonis beberapa jenis
zat toksik. Sebagai contoh penggunaan diazepam untuk menghambat konvulsi (kejang)
dan fasciculasi yang disebabkan zat seperti organofosfat, karbamat dan stimulant

BAB III

PRINSIP UMUM TOKSIKOLOGI

Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bervariasi, tergantung
dari zat, target organ, mekanisme aksi, dan besarnya dosis. Semua efek toksik yang terjadi
dimulai adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik atau metabolit aktifnya dengan
bagian tertentu dari makhluk hidup dan reseptornya.bagian tertentu itu seperti enzim,
protein, lemak, asam nukleat, organel sel, membrane sel atau bahkan berupa jaringan.
Interaksi biokimiawi dapat bersifat non spesifik seperti zat-zat korosif yang dapat merusak
kulit atau jaringan ketika terjadi kontak. tetapi toksisitas lebih sering terjadi melalui
interaksi zat toksik dengan struktur spesifik atau dengan reseptornya.
Pada toksikologi modern dikenal beberapa cabang toksikologi, sebagai berikut :
1. Farmakotoksikologi
2. Toksikologi makanan
3. Toksikologi oeotisida
4. Toksikologi militer
5. Toksikologi forensik
6. Toksikologi medis
BAB IV

UJI TOKSIKOLOGI

A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan efek yang
tidak diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang berbahaya terhadap
tubuh manusia.

B. ISTILAH-ISTILAH DALAM TOKSIKOLOGI

Beberapa istilah penting yang biasa digunakan dalam bahasan toksikologi


diantaranya sebagai berikut:

 Toksin
Toksin atau racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif sedikit telah dapat
menimbulkan bahaya atau gangguan bagi kesehatan atau system biologic
 Dosis
Dosis adalah jumlah xenobiotic yang masuk kedalam tubuh. Satuan dosis adalah mg/kg
berat badan.
 Xenobiotik
Xenobiotik adalah sebutan untuk semua bahan yang asing bagi tubuh
 Toksisitas
Toksisitas suatu zat adalah kemampuan zat tersebut untuk menimbulkan kerusakan
pada organisme hidup.
 Keracunan/intoksikasi
Keracunan/intoksikasi adalah keadaan tidak normal akibat racun. Keadaan tidak
normal tersebut dapat berupa perubahan morfologi, fisiologi, pertumbuhan dan
perkembangan tubuh, ataupun pengurangan usia hidup suatu organisme dan
mengakibatkan kerusakan kapasitas fungsi atau gangguan kemampuan bertahan
terhadap racun ataupun meningkatkan kerentanan organisme terhadap zat racun
tersebut
 LD50 (Lethal Dose 50)
LD50 suatu zat adalah dosis zat yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatang
percobaan dari suatu grup spesies yang sama. Dalam menetapkan LD50 perlu dijelaskan
tentang cara-cara pemberian zat (melalui mulut/per oral, kulit, dll). LC50 atau LC50
(Lethal Concentration 50)
LC50 suatu zat adalah kadar/konsentrasi (ppm) zat tersebut yang dapat menyebabkan
kematian pada 50% binatang percobaan dari suatu grup spesies setelah binatang-
binatang percobaan tersebut terpapar (melalui inhalasi) oleh zat kimia tersebut dalam
waktu tertentu.
 ED50 (Effective Dose 50)
ED50 suatu zat adalah dosis zat tersebut yang dapat menimbulkan efek spesifik selain
kematian pada 50% binatang percobaan.
 EC50 (Effective Concentration 50)
EC50 suatu zat adalah kadar/konsentrasi (ppm) zat tersebut yang dapat menimbulkan
efek spesifik selain kematian pada 50% binatang percobaan.

C. JENIS UJI TOKSIKOLOGI

Obat sebelum dipasarkan atau digunakan harus menjalani serangkaian uji untuk
memastikan keamanan, efektivitas dan mutunya. Uji diawali dari skrining untuk mencari
senyawa aktif, lalu dilanjutkan uji efektivitas atau selektivitas dan mekanisme kerjanya
pada hewan coba atau mikroba. Setelah dinyatakan oke atau mempunyai aktivitas
farmakologi tertentu, zat akan mengalami serangkaian test keamanan pada hewan coba
yang meliputi:

1. Uji toksisitas akut, yaitu untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih
dapat ditoleransi oleh binatang percobaan, yang hasilnya akan ditranformasi pada
manusia.
2. Uji toksisitas sub akut, adalah suatu uji untuk menentukan organ sasaran (organ yang
rentan) atau tempat kerjanya.
3. Uji toksisitas kronik, adalah suatu uji yang tujuannya hampir sama dengan uji toksisitas
sub akut, menggunakan hewan rodent dan non rodent selama 6 bulan atau lebih. Uji ini
diperlukan jika obat nantinya akan digunakan dalam waktu yang cukup panjang
4. Uji efek pada organ reproduksi, suatu uji untuk melihat perilaku yang berkaitan dengan
reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kalainan janin, proses kelahiran, dan
perkembangan janin setelah dilahirkan.
5. Uji karsinogenik, adalah uji untuk mengetahui apakah suatu zat jika dipakai dalam
jangka panjang akan dapat menimbulkan kanker. Uji dilakukan selama 2 tahun pada 2
spesies hewan. Uji ini dilakukan jika obat ini nantinya akan digunakan dalam jangka
panjang.
6. Uji mutagenik, adalah suatu uji untuk melihat adanya perubahan gen jika zat digunakan
jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai