DISUSUN OLEH :
1. WISKY AMARTA (20144246A)
2. WILLY DERIZQI B.S (20144229A)
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketidakstabilan beberapa obat dalam saluran cerna atau akibat adanya pengaruh
enzim pencernaan yang mengganggu peruraian obat membuat sebagian diantaranya
tidak dapat dibuat dalam sediaan peroral. Salah satu jenis sediaan yang dapat
dimungkinkan dalam mengatasi permasalahan tersebut yakni pembuatan obat dalam
bentuk sediaan transdermal. Proses penghantaran transdermal dimana obat digabung
dengan suatu sistem terapetik transdermal atau pets, tetapi obat dapat digabung dalam
suatu salap. Penggunaan transdermal biasanya untuk absorpsi obat sistemik (Shargel,
Wu-pong, & Yu B.C, 2005).
Penghantaran obat secara transdermal memberikan keuntungan yaitu pelepasan
kontinyu obat pada selang wakrtu tertentu, klirens presistemik yang rendah dan
kepatuhan pasien baik. Selain itu dengan pemberian secara transdermal akan
menghindari masalah terkait dengan absorpsi di saluran cerna, mencegah efek lintas
pertama (meminimalkan dosis obat yang masuk), dapat menghantarkan obat dengan
indeks terapi sempit. Sistem pelepasan transdermal mudah digunakan untuk obat yang
larut lemak dengan dosis dan BM (bobot molekul) rendah (Agoes, 2008; Shargel et al.,
2005).
Penghantaran obat secara transdermal memiliki berbagai pemasalah mulai dari
keterbatasan permeabilitas obat pada kulit, kemungkinan menimbulkan reaksi iritasi
atau hipersensitifitas dan variasi permeabilitas kulit. Dengan berbagai permasalah
tersebut perlu diperhatikan beberapa aspek mulai dari anatomi fisiologi kulit sampai
pengaruh dari sifat fisikokimia obat agar dapat terabsorpsi secara baik pada kulit.
Sehingga, dalam makalah ini akan dibahas topik yang terkait dengan sistem
penghantaran obat melalui rute pemberian secara transdermal.
B. TUJUAN
a. Mengetahui apa itu transdermal.
b. Mengetahui eksipien transdermal.
c. Jenis eksipien
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit,
namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat;
dermal = kulit). Umumnya penggunaan transdermal adalah pada obat-obatan hormon,
misalnya estrogen. Yang paling umum ditemui mungkin koyo untuk menghilangkan
kecanduan rokok, atau menghilangkan nafsu makan (berfungsi sebagai pelangsing).
Bentuk transdermal menjadi pilihan terutama untuk obat-obat yang apabila diberikan
secara oral bisa memberi efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya efek
penggumpalan darah akibat estrogen oral, atau iritasi lambung pada obat-obat
antiinflamasi non steroid dan aspirin/asetosal(Lucida, 2008).
B. EKSIPIEN TRANSDERMAL
Eksipien adalah bahan yang tidak aktif yang dibuat bersamaan dengan bahan
aktif dari suatu obat-obatan yang bertujuan untuk meningkatkan volume (bulking up)
bahan aktif tersebut. Eksipien disebut juga dengan pelarut (diluent) atau "pengisi"
(filler). Dengan meningkatkan volume obat tanpa menambah dosis bahan aktifnya
memungkinkan obat untuk dikonsumsi lebih mudah. Eksipien tertentu juga berfungsi
untuk melarutkan bahan aktif obat yang sukar untuk dilarutkan sehingga mempermudah
penyerapan di dalam tubuh.[1] Fungsi lainnya dari eksipien yaitu mempermudah
penanganan obat (terutama jika bahan aktif sukar untuk mengalir atau bersifat lengket
terhadap kemasan atau mesin pembuat obat), meningkatkan ketahanan terhadap
perubahan temperatur lingkungan sehingga mencegah denaturasi, dan memperpanjang
usia simpan. Jenis eksipien sangat tergantung dengan jenis bahan aktifnya dan cara obat
dikonsumsi.
C. Jenis eksipien
1. Anti-adherent
Antiadherent digunakan untuk mengurangi adhesi antara dua bahan aktif yang
berbeda, yang berbentuk bubuk atau granular, dan antara obat dengan kemasannya.
2. Disintegran
Disintegran membuat bahan aktif terlepas dari tablet dan pecah dengan mudah
begitu tersentuh oleh cairan tubuh (misal air ludah atau enzim) dan melepaskan
bahan aktifnya.
3. Lapisan pelindung
Lapisan pelindung (coating) tablet berfungsi melindungi bahan aktif yang ada di
dalam tablet dari kelembaban udara luar dan mempengaruhi rasa dari tablet yang
ditelan. Beberapa jenis lapisan pelindung seperti enteric coating berfungsi untuk
mempertahankan bahan aktif obat hingga ia siap dilepaskan di bagian tubuh
tertentu, misal di usus besar.
4. Pelumas
Pelumas, mirip dengan anti-adheren, mencegah bahan aktif menempel satu sama
lain (kohesi) dan menempel ke alat medis maupun mesin pemroses. Fungsi spesifik
pelumas yaitu untuk mengurangi gaya gesekan ketika obat diinjeksikan di mesin
maupun di alat medis.
5. Pengawet
Pengawet digunakan untuk memperpanjang usia simpan obat.
6. Pengikat
Pengikat digunakan untuk menyatukan berbagai bahan aktif di dalam obat. Pengikat
mempermudah pembuatan obat sehingga gaya yang diperlukan oleh suatu mesin
untuk membentuk obat bisa berkurang (ekstruder, pengaduk, dan sebagainya).
Pengikat dalam bentuk cair misalnya digunakan untuk menyatukan air dan alkohol.
7. Pengisi
Bahan pengisi untuk meningkatkan volume sehingga bahan aktif obat dapat ditakar
dengan mudah sesuai dengan konsentrasinya. Pengisi juga menjadikan obat lebih
praktis untuk dikonsumsi, terutama untuk obat yang memiliki bahan aktif yang
sangat sedikit.
8. Penyerap
Penyerap digunakan untuk menyerap kelembaban dan air dari dalam obat maupun
dari lingkungan dan mencegah kelembaban dan air menyentuh bahan aktif.
Penyerapan bisa secara absorpsi maupun adsorpsi.
9. Perasa
Perasa memberikan rasa tertentu untuk menyembunyikan rasa yang tidak enak dari
bahan aktif obat. Perasa dapat berupa bahan alami seperti ekstrak buah, maupun
perasa buatan.
10. Pewarna
Pewarna makanan digunakan untuk mengubah penampilan dari obat dan untuk
identifikasi jenis obat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., Popovich, N. G., & Ansel, H. C. (2014). Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Oba. Jakarta: EGC.
Agoes, G. (2008). Seri farmasi industri 3 : Sistem penghantaran obat pelepasan terkendali.
Bandung: Penerbit ITB.
Allen, L. V., Popovich, N. G., & Ansel, H. C. (2014). Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem
Penghantaran Oba. Jakarta: EGC.
Barrier, S., Prausnitz, M. R., Elias, P. M., Franz, T. J., Schmuth, M., & Tsai, J. (2012). Stratum
Corneum Structure and Organization. Medical Therapy, 2065–2073.
Ernest, M. (1999). Dinamika Obat, Penerjemah: Mathilda B, Widianto dan Anna Setiadi Ranti.
(Edisi V). Bandung: Penerbit ITB.