Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Untuk itu obat sangat
diperlukan. Terkadang Obat tidak selamanya baik, kadang obat justru berbahaya, karena
takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit
atau gejala sakit.
Di era teknologi yang sudah maju saat ini, semua bisa kita dapatkan dengan cepat.
Apalagi dengan adanya internet, semua aktifitas sudah bisa dilakukan di internet. Mulai
dari kirim email, chatting, tele-confrence, dan bisnis. Demikian juga dengan obat, untuk
mendapatkan obat melalui internet sudah bisa di lakukan. Cukup anda ketikan kata "obat"
atau "toko obat" atau "informasi obat" di google, maka sudah terdapat puluhan toko obat
yang menyediakan pelayanan penjualan obat secara online.Permasalahannya adalah apakah
obat yang kita beli itu sesuai dengan apa yang tertulis atau tidak malahan sekarang harus
kita cari tahu apakah obat yang kita beli "asli dan palsu".
2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang menjadi pokokbahasan masalah
ini adalah:
1 Apa definisi dari abses perirenal?
2 Apa saja etiologi dari abses perirenal?
3 Bagaimana manifestasi dari abses perirenal?
4 Bagaimana pemeriksaan penunjang abses perirenal?
5 Bagaimana penatalaksanaan dari abses perirenal?
6 Bagaimana asuhan keperawatan abses perirenal?
3 Tujuan Penulisan
1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat memahami dan dapat mengerti tentang Jenis dan kegunaan
obat.
2
Tujuan Khusus :
Adapun tujuan khususnya dari pembuatan makalah ini yaitu :
1 Untuk mengetahui bentuk-bentuk sedian obat.
2 Untuk mengetahui klasifikasi penggolongan obat.
3 Untuk mengetahui cara penggunaan obat.
4 Untuk mengetahui cara penamaan obat.
4 Manfaat Penulisan
1

Bagi penulis menambah pengetahuan dan wawasan tentang apa itu abses perirenal dan
juga sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan serta menambah pengetahuan
dan wawasan juga bagi pembaca.

Bab 2
Tinjauan Teori
2.1 Bentuk-bentuk sedian obat

BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat, Sistem penghantaran obat
merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa, menghantarkan dan melepaskan obat pada
tempat aksi / tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian aman dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang tidak diinginkan
(adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya
menuju lokasi aksi/pelepasan.
Pengertian efektif dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari obat tersebut,
sedangkan efisien terkait dengan perhitungan dosis, frekuensi penggunaan obat dan lama
waktu terapi yang tepat, yang dapat memberikan imbas pada jumlah beaya terapi yang
ditimbulkan.
Hal-hal yang terkait dalam suatu sistem penghantaran obat adalah:
a.
b.
c.
d.

BSO (termasuk sifat fisikokimia zat aktif maupun excipient),


Jalur pemberian obat,
Mekanisme pelepasan zat aktif dari BSO,
Pertimbangan bioavailabilitas (bagaimana zat aktif dapat mencapai sirkulasi sistemik
dengan laju dan jumlah yang memadai).

Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu


melaksanakan fungsinya dengan baik. Sistem ini dikategorikan sebagai conventional delivery
system dan advanced delivery system. Dalam conventional delivery system, kondisi obat setelah
dilepaskan dari BSO tidak dimonitor, sedangkan dalam advanced system, pelepasan obat
dimanipulasi, dikendalikan bahkan diarahkan untuk dapat ditargetkan melepaskan zat aktif di
dalam sel (targeting drug delivery untuk pengobatan dengan menggunakan cancer
chemotherapy).
Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi sebagai akibat berjalannya
sistem penghantaran obat, dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu: efek local (setempat) dan efek
sistemik (terabsorpsi ke- atau langsung melalui peredaran darah, terdistribusi ke seluruh bagian
tubuh). Efek local dapat dicapai terutama dengan jalur pemberian topical (diaplikasikan pada
permukaan kulit dan atau selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar / ginggival
selama tidak terabsorpsi masuk ke pembuluh darah), sedangkan efek sistemik dapat dicapai
terutama dengan jalur oral (telan

zat aktif terabsorpsi melalui membrane dinding usus),

parenteral (intravascular atau ekstravaskular) atau transdermal.

Pada prinsipnya pembeda dari efek local ataupun sistemik adalah apakah zat aktif tersebut
diarahkan menuju ke pembuluh darah atau tidak. Selama obat tersebut tidak diberikan secara
intra vascular (langsung ke sirkulasi sistemik via pembuluh darah) atau terabsorpsi melewati
pembuluh darah, maka efek yang timbul adalah efek local.
a. Bentuk Sediaan Solid
Bentuk sediaan solid merupakan BSO yang memiliki wujud padat, kering, mengandung satu
atau lebih zat aktif yang tercampur homogen.
Bentuk sediaan solid memiliki suatu keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan
liquid, yaitu bahwa dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk sediaan tersebut
lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di dalamnya, sedangkan kelemahan dari bentuk sediaan
ini adalah: pada penggunaan oral (telan), pemberian bentuk sediaan ini pada beberapa pasien
terasa cukup menyulitkan, perlu disertai dengan cairan untuk dapat ditelan dengan baik.
Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan semisolid, dalam pemakaian topical, maka bentuk
sediaan solid ini memiliki keunggulan bahwa pemberiannya cukup ditaburkan pada kulit dengan
area permukaan yang luas, sedangkan kelemahannya adalah bahwa serbuk lebih cepat hilang dari
permukaan kulit / waktu tinggal pada permukaan kulit tidak lama.
Banyak ragam bentuk sediaan solid dalam dunia kefarmasian, antara lain: serbuk, tablet,
kapsul, pil, suppositoria.
1) Serbuk
Serbuk, dalam dunia kefarmasian, ada yang berfungsi langsung sebagai bentuk sediaan,
ada yang berfungsi sebagai bahan penolong bagi bentuk sediaan yang lain.
Yang berfungsi langsung sebaga bentuk sediaan, lebih dikenal dengan istilah sediaan
serbuk. Sediaan serbuk ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Pulveres / puyer serbuk terbagi
Pulveres biasa diberikan dalam suatu resep racikan. Pulveres merupakan sediaan
padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas dalam beberapa bungkus kertas
perkamen, sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep, biasa digunakan untuk
pemakaian oral. Dengan pulveres, dokter dapat lebih leluasa menentukan jenis dan
dosis obat yang dicampurkan. Suatu tanggungjawab bagi apoteker untuk
memastikan bahwa campuran tersebut tidak menunjukkan inkompatibilitas (ke-tak
tercampur-an) yang merugikan. Apoteker dapat menambahkan bahan inaktif
sebagai pengisi atau penyamar rasa pahit, seperti misalnya amylum, saccharum

lactis/lactose, atau saccharum album (gula halus). Namun, yang perlu diperhatikan
adalah sifat higroskopisitas dari saccharum album, mengingat syarat / kriteria
sediaan pulveres adalah : aman, kering, homogen, halus dan mudah mengalir (free
flowing).
Resep pulveres dapat dituliskan dalam 2 cara:
a) Dengan penambahan dtd pada permintaan pembuatan sediaan
Contoh: R/ A 40 mg
B
50 mg
Sacch.lact q.s
m.f. pulv dtd No XII
dtd merupakan singkatan dari pernyataan da tales doses yang berarti berikan
sesuai dengan takarannya.
Dengan demikian, berarti tiap bungkusnya terkandung 40mg A dan 50 mg B
b) Tanpa penambahan dtd pada permintaan pembuatan sediaan
Contoh: R/ A 500 mg
B
100 mg
Sacch.lact q.s
m.f. pulv No XII
Dengan pemberian ini maka 500 mg A dan 100 mg B dicampur homogen
bersama Sacch lactis secukupnya untuk kemudian dibagi sejumlah bungkus
yang diminta dalam resep.
Untuk mendapatkan suatu sediaan pulveres yang homogen, maka pencampuran
perlu dilakukan dalam mortar dan menggunakan stamper untuk menggilas dan
mencampur, terlebih-lebih apabila zat aktif tersebut ada dalam tablet-tablet
trituratio.
Untuk memudahkan pemberian kepada pasien, pulveres dapat dicampurkan
pada makanan atau sedikit air yang berasa manis (madu, sirup).
b. Pulvis serbuk tidak terbagi
Pulvis merupakan sediaan serbuk tidak terbagi, yang biasanya dimaksudkan
untuk pemakaian luar / ditaburkan (pulvis adspersorius=serbuk tabur).
Dalam suatu peresepan, hal utama yang dapat dijadikan ciri untuk membedakan
apakah resep tersebut untuk pulveres atau pulvis adalah pada ada tidaknya
No.(numero) pada permintaan pembuatan sediaan.
Kriteria dari serbuk tabur (pemberian topical) ini antara lain:
a) Aman tidak iritatif, tidak allergenic, tidak komedogenic/acnegenik
b) Homogen
c) Kerin
d) Halus (diayak dengan ayakan nomor 100)
e) Kering (tidak lembab/basah)
f) Melekat pada kulit dengan baik
5

Salah satu metode pencampuran yang dilakukan dalam skala peracikan


untuk pulvis adalah geometric dilution. Pada metode ini, bahan yang akan
dicampurkan diambil sama banyak dengan yang telah berada di mortar,
dicampur homogeny, demikian seterusnya sampai semua bahan dipindahkan
kedalam mortar.
Untuk keperluan menunjang pembuatan bentuk sediaan yang lain, serbuk
dikategorikan menjadi beberapa tingkat sesuai dengan ukuran serbuknya mulai
10 mm 1 micron1
Ukuran serbuk dinyatakan dengan bilangan yang biasanya diikuti dengan
mesh. Mesh merupakan ukuran pengayak dalam artian bahwa ukuran 100
mesh menunjukkan bahwa dalam 1 inchi (2,54 cm) panjang kawat pengayak
melintang memuat lobang ayakan sebanyak 100 buah.
Untuk serbuk dengan 2 bilangan ukuran (misal 40/60) maka diartikan bahwa
serbuk tersebut dapat melewati pengayak nomor 40 dan tidak lebih dari 40%
melewati pengayak nomor 60 2.
Dalam dunia kefarmasian dikenal pula serbuk yang bersifat higroskopis,
deliquescent dan serbuk efflorescent. Serbuk higroskopis merupakan serbuk
yang mampu menangkap uap air di lingkungan, sehingga serbuk menjadi basah.
Serbuk yang bersifat deliquescent adalah seperti serbuk higroskopis namun
kemampuan menyerap airnya sangat tinggi, sehingga sejumlah air yang
ditangkap justru melarutka serbuk tersebut. Serbuk efflorescent merupakan
serbuk dari senyawa yang memiliki air kristal, yang pada kondisi kelembaban
lingkungan yang rendah justru dapat melepaskan air kristal dari strukturnya,
sehingga serbuk menjadi basah 3.
Arti penting memahami sifat-sifat serbuk ini adalah apabila sekiranya kita
meracik suatu sediaan serbuk, kita harus pastikan sifat-sifat bahan yang kita
racik, karena jika bahan-bahan tersebut memiliki sifat seperti di atas, maka
dapat dipastikan kualitas sediaan kita kurang dapat terjaga dalam penyimpanan.
2) Tablet
Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau lebih zat
aktif, mempunyai bentuk tertentu, biasanya pipih bundar, yang dibuat melalui proses

pengempaan atau pencetakan. Kaplet merupakan modifikasi bentuk dari tablet yaitu
tablet yang berbentuk kapsular.
a. Menurut mekanisme disintegrasi (penghancuran) sediaan/pelepasan zat aktif,
maka tablet dapat dibedakan menjadi:
a) Fast disintegrating tablet
Tablet jenis ini mengalami disintegrasi dan pelepasan zat aktif yang sangat
cepat saat bersentuhan dengan cairan (saliva, jika diletakkan di atas lidah).
Tablet ini didesain untuk mengakomodasi pasien-pasien geriatric yang
mengalami kesulitan dalam menelan tablet biasa (immediate released
tablet).Biasa didesain dalam ukuran yang cukup kecil.
b) Chewable tablet (tablet kunyah)
Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah terlebih dulu sebelum ditelan, untuk
membantu mempercepat proses disintegrasi dalam lambung. Biasanya tablet
ini mengandung zat aktif dan atau eksipien dalam jumlah besar sehingga
tablet ini bervolume besar, sehingga tidak memungkinkan untuk ditelan
langsung tanpa dikunyah terlebih dulu. Tablet dipastikan tidak memiliki
kekerasan yang terlalu tinggi untuk memfasilitasi proses penguyahan
dengan mudah. Contoh : tablet antasida
c) Troches/Lozenges (tablet hisap)
Tablet ini dimaksudkan untuk terdisintegrasi pelan-pelan sehingga bertahan
lama dalam rongga mulut, sebagaimana halnya gula-gula. Contoh: tablet
hisap Vitamin C
d) Immediate released tablet
Tablet ini dimaksudkan untuk langsung ditelan dengan bantuan cairan atau
makanan. Tablet ini akan terdisintegrasi dalam lambung selama kurang dari
15 menit untuk dapat segera melepaskan zat aktifnya.
e) Sustained released tablet
Tablet ini juga dimaksudkan untuk lansung ditelan, namun diforumulasikan
sedemikian rupa sehingga dapat terdisintegrasi secara perlahan pada
lambung dan usus, sehingga dapat melepaskan zat aktif secara bertahap
dalam waktu yang cukup lama. Tablet ini dimaksudkan untuk memfasilitasi
pengurangan frekuensi minum obat dari pasien. Hal ini akan sangat
membantu treutama bagi pasien geriatric.
f) Delayed release tablet

Tablet ini juga langsung ditelan, namun didesain untuk memberikan


pelepasan zat aktif yang tertunda, contoh: enteric coated tablet dan pulsatile
released tablet
g) Dispersed tablet
Tablet ini dimaksudkan untuk didispersikan terlebih dulu dalam sejumlah
cairan, sebelum ditelan. Maksud didispersikan terlebih dulu adalah untuk
lebih memfasilitasi proses disintegrasi dan distribusi zat aktif terlarut dalam
cairan lambung maupun usus.
h) Effervescent tablets
Disintegrasi tablet ini difasilitasi oleh reaksi saturasi (pendesakan oleh gas
CO2 yang terjadi dari reaksi asam lemah (asam sitrat/asam tartrat/asam
fumarat) dan garam berkarbonat (NaHCO3/Na2CO3) yang ada dalam tablet,
saat bersentuhan dengan air). Untuk itu, effervescent tablet tidak boleh
langsung ditelan, namun harus di larutkan dulu dalam segelas air dingin.
Gas CO2 yang masih ada dalam larutan tersebut dapat berfungsi sebagai
penyegar (sebagaimana CO2 dalam soft drink) dan dapat menyamarkan rasa
pahit, sehingga effervescent tablet ini biasa digunakan untuk minuman tonik
yang mengandung vitamin atau suplemen makanan yang larut air
b. Menurut lokasi pelepasan zat aktif , tablet dapat dibedakan menjadi:
a) Tablet oral
Tablet oral adalah tablet yang dimaksudkan untuk ditelan, sehingga tablet
akan terdisintegrasi dalam saluran cerna
b) Tablet buccal
Tablet ini diletakkan pada rongga mulut, antara gusi dan mukosa pipi
(diaplikasikan

secara

topical

pada

selaput

mukosa

mulut)

untuk

mendapatkan onset yang cukup cepat dan mengingat bahwa zat aktif mudah
terdegradasi oleh asam lambung
c) Tablet sublingual
Tablet ini diletakkan di bawah lidah secara topical, dengan maksud yang
sama dengan aplikasi tablet buccal. Namun mengingat struktur sel yang
lebih renggang, maka absorpsi obat pada sublingual relative lebih cepat
daripada di daerah buccal, sehingga onset diperkirakan dapat lebih cepat.
Kelemahan dari penempatan di bawah lidah ini adalah kondisi anatomis
bawah lidah yang dapat mengakibatkan resiko cepat hilangnya zat aktif
sebagai akibat sekeresi dan mobilisasi saliva.
8

c. Berdasar keberadaan salut, tablet dapat dibedakan menjadi:


a) Tablet tak bersalut (uncoated tablets)
Tablet ini tidak ada penyalutan sama sekali, sehingga hanya mengandalkan
kelicinan permukaan tablet hasil pengempaan. Jika zat aktif mudah larut air
dan berasa pahit, jika tablet kontak dengan saliva, rasa pahit tidak akan bisa
ditutupi. Hal ini menjadi tidak akomodatif untuk anak-anak.
b) Tablet bersalut gula (sugar coated tablets = dragee)
Dari istilahnya, dapat diketahui bahwa tablet tersebut disalut dengan gula
dengan desain dan proses penyalutan tertentu. Tujuan penyalutan gula lebih
pada untuk menyamarkan rasa dan bau, melindungi terhadap radiasi UV
matahari (yang dapat memberikan reaksi degrdasi pada zat aktif yang peka),
selain memberikan rasa manis dan warna yang menarik yang membantu
proses pemberian obat, terutama untuk anak-anak. Mengingat penyalutan
dilakukan berkali-kali, maka tablet salut gula terlihat bervolume sedikit
lebih besar, sebagai akibat tebalnya penyalutan gula tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tablet salut gula tidak sesuai jika diberikan
kepada pasien yang menderita diabetes maupun pada pasien yang
melakukan diet rendah gula. Selain itu sifat hiroskopisitas dari gula perlu
dipertimbangkan terutama dalam mendesain kemasan maupun memberikan
instruksi penyimpanan, agar terhindar dari lembab.
c) Tablet bersalut film (film coated tablets)
Saat ini mulai dikembangkan tablet bersalut film sebagai komplemen dari
salut gula. Film penyalut terbuat dari polymer yang aman dimakan (edible),
namun tidak berasa. Penyalutan dengan film menghasilkan tablet yang
mengkilap, licin, namun masih menunjukkan bentuk dan warna asli dari
tablet inti. Karena penyalutan tidak perlu berkali-kali, maka volume tablet
salut film tidak berbeda jauh dari tablet intinya. Tablet (atau kaplet) salut inti
sesuai diberikan untuk pasien diabetes maupun pasien dengan diet rendah
gula. Jika salut film transparan, maka penyalutan tidak dapat menghindarkan
tablet dari paparan UV matahari.
d) Tablet bersalut enterik (enteric coated tablets)
Tablet ini dimaksudkan untuk mengalami pelepasan zat aktif yang tertunda.
Zat aktif pada dasarnya tidak boleh terlepas pada saat tablet berada di
lambung, karena kemungkinan bahwa zat aktif tersebut mudah rusak oleh
9

asam lambung atau memberikan efek iritasi yang tidak dikehendaki pada
lambung. Salut enteric ini dibuat sedemikian rupa sehingga salut tersebut
tahan terhadap pH asam (di lambung), namun akan rusak terhadap pH basa
(di usus). Mengingat konsep ini, maka jika pasien akan mengkonsumsi
tablet jenis ini, perlu dipastikan bahwa pasien tersebut tidak mengkonsumsi
tablet ini bersamaan dengan makanan/minuman yang bersifat basa.
d. Menurut cara pembuatannya tablet dibedakan menjadi:
a) Tablet cetak
Pada tablet cetak, tablet dicetak dari massa bahan yang lembab, lalu
dikeringkan. Metode pembuatan tablet ini tidak melibatkan tekanan yang
tinggi. Metode ini sesuai untuk bahan yang tahan panas dan lembab, yang
dimaksudkan untuk skala kecil pentabletan. Tablet yang dihasilkan memiliki
tingkat kekerasan yang rendah.
b) Tablet kempa.
Untuk tablet kempa, tablet dikempa dari campuran bahan yang kering,
dikempa dalam suatu instalasi mesin pentabletan dengan tekanan kempa
yang cukup tinggi. Metode kempa ini memungkinkan untuk tablet dapat
diproduksi delam skala besar (industry) dengan cepat dan reproducible.
Tablet, terutama tablet kempa, memiliki keunggulan pada keakuratan dosis
yang dihasilkan, mengingat pembuatan tablet dilakukan secara otomatisasi
mesin. Selain itu, stabilitas zat aktif lebih terjaga terkait dengan
minimumnya kontak zat aktif dengan lingkungan/atmosfer. Bentuk dan
warna yang atraktif dari tablet memberikan ciri dan penampilan yang lebih
meyakinkan (contoh: tablet hisap vitamin untuk anak-anak yang berbentuk
berbagai macam binatang, dengan warna yang disukai anak-anak). Bentuk
yang kompak dan praktis juga memberikan keunggulan tersendiri untuk
tablet sehingga memudahkan dalam pengemasan maupun pengeluaran tablet
dari kemasan.
Adapun kelemahan dari sediaan tablet adalah tidak sesuai diberikan pada
pasien yang tidak kooperatif dalam menelan sediaan padat kompak
(kesulitan menelan sediaan padat kompak, keadaan pingsan), jika tablet
dimaksudkan untuk ditelan.

10

Pada pembuatan tablet kempa, beberapa sifat fisik campuran yang akan
ditablet perlu dipertimbangkan, yaitu:
Sifat alir
Kompresibilitas dan kompaktibilitas
Ketahanan terhadap panas, lembab atau tekanan tinggi
Dua metode dikenal dalam pembuatan tablet kempa, yaitu metode kempa
langsung dan granulasi. Industri cenderung memilih metode kempa langsung
karena kepraktisan dan kecepatannya. Namun, apabila sifat alir ataupun
kompresi-kompaktibilitas bahan campuran yang akan dikempa tidak baik,
maka memilih metode kempa langsung akan menjadi suatu kerugian. Dua
sifat utama campuran tersebut perlu dipastikan atau diusahakan.
Secara umum, eksipien yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah:
bahan pengikat (binder), dengan fungsi mendukung kekerasan tablet dan
kekuatan ikatan tablet bagian tepi (sebagai lawan dari kerapuhan) melalui
pengikatan antar partikel yang intensif contoh: muscilago amyli 10%,
larutan polyvynilpyrolidon (PVP)
Bahan penghancur (disintegrant), dengan fungsi mendukung disintegrasi
tablet saat bersentuhan dengan cairan lambung, contoh: amylum, Dicafos
Bahan penghancur perlu diberikan, untuk menjamin bahwa tablet tidak
hanya mampu membawa obat dalam bentuknya, namun mampu
melepaskan obat di lokasi pelepasan dengan baik.
bahan pengisi (filler/diluents), dengan fungsi menambah massa dan
volume tablet sehingga dapat dikempa dengan ukuran punch dan die yang
sudah ditentukan, contoh: lactose
Saat ini telah dikembangkan bahan pengisi yang juga berfungsi sebagai
pengikat, dengan sifat alir dan kompaktibilitas yang bagus, dikenal
sebagai filler-binder, sebagai eksipien yang mendukung proses kempa
langsung, contoh: Avicel PH 102
bahan pelicin (lubricant/anti adherent), berfungsi untuk memperlancar
proses pengeluaran tablet dari die contoh: Mg stearat, talk.

11

Yang perlu mendapat perhatian lebih adalah bahwa tidak semua bahan
penolong

tersebut

inert.

Formulator

perlu

mewaspadai

kejadian

inkompatibilitas yang mungkin terjadi antara eksipient dengan zat aktif.


Jika bahan-bahan yang akan dikempa ternyata memiliki sifat alir atau
kompaktibilitas yang tidak baik, maka jika mencari bahan lain ternyata justru
lebih mahal beaya produksinya, perlu dilakukan usaha untuk memperbaiki
sifat alir dan kompaktibilitas dengan cara melakukan suatu granulasi.
Granulasi yang dilakukan dapat berupa granulasi basah atau granulasi kering
(berdasarkan wujud bahan pengikatnya, apakah cair atau padat).
Granulasi kering pada prinsipnya dilakukan dengan cara melewatkan
campuran dengan bahan pengikat kering pada suatu roller compactor atau
slugger bertekanan sangat tinggi, untuk mendapatkan papan (compacted
materials) atau tablet besar hasil slugging (slugs), yang kemudian papan atau
slugs tersebut dihancurkan hingga mencapai granul ukuran tertentu.
Granulasi basah dapat dilakukan dengan metode tray, dengan cara
mencampur bahan-bahan yang akan digranul dengan bahan pengikat cair,
sehingga didapat massa yang lembab. Setelah itu massa dibentuk granul
dengan cara dilewatkan pada suatu granulator. Granul basah yang terbentuk
lalu ditimbang sesaat sebelum dikeringkan. Setelah granul mongering, granul
tersebut ditimbang untuk dapat menentukan proporsi penambahan bahanbahan lain sesuai dengan formula. Selain itu, granulasi basah juga dapat
dilakukan dengan metode fluid bed granulator dengan menyemburkan serbukserbuk bahan padat dari bagian bawah dan menyemprotkan bahan pengikat
cair dari bagian atas granulator, lalu dikeringkan secara simultan sehingga
didapat granul kering yang diinginkan. Metode ini sangat praktis dilakukan
dalam skala industry dengan memperhatikan antara lain kapasitas granulator,
setting tekanan penyemburan dan laju peneyemprotan, ukuran droplet bahan
pengikat, dan viskositas bahan pengikat.
Untuk menjaga kualitas fisik dari tablet kempa maka perlu dilakukan suatu
kontrol kualitas fisik tablet dalam hal:

12

Tampilan (bentuk, warna, kualitas permukaan) dan ukuran (ketebalan,

diameter)
Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Kekerasan tablet
Kerapuhan tablet
Waktu hancur tablet
Disolusi tablet

3) Kapsul
Yang menjadi ciri khas dari sediaan solid ini ini adalah adanya cangkang yang terbuat
dari gelatin atau selulosa, yang digunakan untuk mewadahi sejumlah serbuk zat aktif atau
cairan obat dan untuk menutupi rasa dan bau yang ditimbulkan oleh zat aktif.
Kapsul dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Kapsul keras
Cangkang kapsul keras terdiri dari dua bagian terpisah yaitu badan dan tutup,
yang dapat disatukan. Kapsul keras digunakan untuk memfasilitasi satu atau
lebih zat aktif dalam bentuk serbuk padat yang tercampur homogen dengan
eksipien, yang dibuat baik dalam skala racikan ataupun industry. Karena
cangkang kapsul keras kebanyakan terbuat dari gelatin maka penyimpanan
kapsul harus dihindarkan dari lembab, dan serbuk yang akan dikapsul perlu
dipastikan bukan serbuk yang higroskopis, atau deliquescent, atau efflorescent.
Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi mulai 00-0-1-2-3-4-5. Cangkang yang
paling besar ditunjukkan dengan ukuran 00. Untuk kapsul dengan satu jenis zat
aktif dalam jumlah < 200 mg, cangkang mulai nomor 2 sampai dengan 5 dapat
digunakan, sedangkan untuk keperluan peracikan, cangkang kapsul yang biasa
digunakan adalah 1, 0 atau 00.
b. Kapsul lunak
Kapsul lunak digunakan untuk mengakomodasi cairan-cairan non aqueous,
seperti misalnya: minyak, gliserin karena kapsul tersegel penuh dan tidak
terdiri dari bagian-bagian yang terpisah. Namun, kapsul lunak harus diproduksi
dalam skala industry (manufacturing scale) untuk menjamin kualitas integritas
penyegelan penuh (full sealing) pada kapsul lunak tersebut.
4) Pil
Pil merupakan sediaan solid yang berbentuk bulat dengan berat sekitar 100-500 mg,
biasanya 300 mg, mengandung satu atau lebih zat aktif. Sediaan padat bulat dengan
masaa < 100 mg dikenal dengan istilah granul, sedangkan yang lebih dari 500 mg dikenal
dengan istilah boli (untuk hewan ternak).
13

Sediaan pil masih digunakan dan dikembangkan dalam industri obat tradisional dalam hal
ini jamu dan obat herbal terstandar, serta makanan suplemen. Zat aktif yang dibuat pil
kebanyakan merupakan simplisia tanaman yang telah dihaluskan atau.sudah berwujud
ekstrak. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan pil ini adalah: bahan pengikat,
bahan pengisi, bahan penghancur dan bahan penyalut.
Kontrol kualitas sediaan pil juga dilakukan dengan aspek yang hamper sama dengan yang
dilakukan untuk sediaan tablet, yaitu penampilan dan ukuran, keseragaman bobot,
kekerasan dan waktu hancur.
5) Suppositoria
Suppositoria merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat yang larut ataupun terdispersi pada bahan pembawa, dimaksudkan untuk pemakaian
luar (pada rongga tubuh), berbentuk torpedo (per anal), atau elips (per vaginal) atau
batang (per urethral).
Suppositoria didesain untuk:
Terapi dengan efek lokal pada bagian anal (contoh: hemorrhoid) atau vaginal
(contoh: candidiasis)
Terapi dengan efek sistemik (suppositoria anal) sebagai alternative pengobatan
melalui anal bagi pasien yang tidak kooperatif terhadap pengobatan oral (keadaan
pingsan atau mengalami emesis)
Mekanisme pelepasan zat aktif dari suppositoria adalah dengan pelelehan
suppositoria pada suhu tubuh (jenis basis: oleum cacao, Witepsol) atau penglarutan
suppositoria pada cairan anal/vaginal (jenis basis: Polietilen glikol, gliserogelatin).
b. Bentuk Sediaan Liquid
Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang homogen
pada saat diaplikasikan.
Bentuk sediaan liquid dalam konsistensi cairnya, memiliki keunggulan terhadap
bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan
mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relative lebih akurat dan
pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar. Namun,
bentuk sediaan ini tidak sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil terhadap air. Dengan
kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk sediaan oral, maka tingkat
kepraktisan bentuk sediaan ini relative lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan solid.
14

Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika dibanding


bentuk sediaan solid maupun semisolid, terletak pada daya sebar dan bioadhesivitasnya,
selama viskositasnya optimum. Namun terkait daya lekat dan ketahanan pada
permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika dibanding bentuk
sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua
bentuk sediaan tersebut.
Ragam bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam modul ini adalah
larutan, emulsi dan suspensi.
1) Larutan
Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif
(solute) yang terlarut dalam medium/pelarut/solvent yang sesuai. Medium/pelarut/solvent
yang universal adalah air. Namun demikian, ada berbagai jenis solvent lain yang
digunakan, antara lain minyak dan etanol.
Kriteria yang berlaku untuk suatu sediaan larutan adalah bahwa sediaan tersebut harus:
Aman dalam penggunaannya (tidak toksik, tidak iritatif, tidak alergenik)
Homogen
Zat aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam medium
Dengan persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa semua komponen solute harus
terlarut, maka kelarutan (solubility) suatu bahan dalam medium memegang peranan
penting. Yang dimaksud dengan kelarutan (solubility) adalah ratio sejumlah solute yang
larut dalam pelarut yang sesuai.
Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang, atau mengendap pada sistem
larutan.
Viskositas dan daya sebar memungkinkan untuk penuangan maupun aplikasi dengan
mudah,
Dalam larutan oral, dikenal istilah sirup dan elixir. Istilah sirup terkait dengan
penggunaan gula dengan kadar 60-80%, sedangkan elixir terkait dengan keberadaan
etanol (dengan proporsi bervariasi) yang berfungsi sebagai cosolvent1.
Cosolvent merupakan bahan yang dapat membentu kelarutan suatu solute dalam medium
utamanya. Contioh cosolvent selain etanol yang sering digunakan adalah propylene
glycol, isopropyl alcohol. Penggunaan cosolvent selain mempertimbangkan kadar dan

15

kapasitas cosolvensinya, juga harus mempertimbangkan faktor keamanan pada


pemakaian (tidak toksik), halal/tidaknya solvent tersebut saat digunakan per oral (telan)
Sehubungan dengan pemakaian larutan oral, penggunaan sendok takar memegang
peranan penting, untuk memastikan kebenaran dosis sediaan yang dikonsumsi oleh
pasien. Sangat tidak dianjurkan untuk menggunakan sendok makan atau sendok teh
rumah tangga, mengingat volume yang belum tentu sesuai dengan volume yang tertara
sebagai sendok makan (15 mL) atau sendok teh (5 mL) pada standar peresepan. Di dalam
Farmakope Indonesia edisi IV (1995) untuk merujuk takaran sendok sudah digunakan
istilah sendok besar (15 mL) dan sendok kecil (5 mL).
Larutan tidak hanya digunakan untuk keperluan per oral saja, namun juga
parenteral dan topical. Larutan parenteral memerlukan tambahan criteria khusus yaitu
sterilitas dan bebas pyrogen.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain sediaan larutan, antara lain:
Tujuan terapi dan jalur pemberian.
Dalam tujuan terapi ini perlu dipastikan:
o Apakah dibutuhkan sediaan yang mampu memberikan onset cepat,
o Apakah perlu secara per oral atau parenteral.
o Zat aktif apa yang sekiranya memberikan efikasi dan keamanan dalam terapi
tersebut.
Zat aktif dan pemilihan medium,
o Kelarutan zat aktif terpilih dalam medium yang sesuai.
o Stabilitas zat aktif dalam medium.
o Kadar zat aktif yang akan diformulasikan.
o Kebutuhan peran viscocity enhancer atau cosolvent.
o Kebutuhan peran additives, seperti misalnya: gula/pemanis, flavoring agent,
coloring agent, preservative,antioksidant.
Desain kemasan baik primer (yang bersentuhan dengan produk) ataupun sekunder
(yang mengemas kemasan primer).

2) Emulsi
Emulsi dan suspensi tergolong dalam sistem dispersi, yang artinya bahwa bahan
tidak larut dalam medium, namun hanya tersebar merata dalam medium.
Emulsi merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif, yang
berada dalam 2 atau 3 jenis cairan yang tidak saling menyatu, namun terdispersi
16

homogen, yang distabilkan oleh suatu emulgator. Zat aktif dalam sediaan ini dapat berupa
minyak, atau solid yang terlarut dalam salah satu fase dalam sistem dispersi ini.
Sediaan emulsi ini didesain dalam dunia kefarmasian untuk memfasilitasi
penghantaran zat aktif yang berupa minyak, atau zat aktif yang larut minyak. Jika hanya
diberikan dalam bentuk minyak saja, maka tingkat penerimaan pasien akan cenderung
rendah.
Emulgator adalah suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki bagian yang
lyofilik maupun lyofobik, yang mampu mengakomodasi droplet-droplet cairan yang tidak
saling campur, untuk dapat terdispersi dengan stabil.
Contoh dari emulgator adalah: Pulvis Gummi Arabicum (PGA), Tween, dan Span
HLB (hydrophyl-lipophyl balance) merupakan suatu tingkat keseimbangan bagian
hidrofil dan bagian lipofil dari suatu emulgator dalam membentuk emulsi yang stabil.
Untuk mendesain suatu emulsi, seorang formulator perlu memahami HLB dari emulgator
atau campuran emulgator yang akan digunakan, untuk menstabilkan emulsi sesuai tipe
emulsi

yang

dikehendaki.

Lebih

daripada

itu,

beberapa

fase

minyak

juga

mengindikasikan kebutuhan HLB (required HLB) yang harus dipunyai oleh emulgator
untuk menstabilkan emulsi pada dua jenis tipe emulsi.
Kriteria emulsi yang baik adalah:
Aman
Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapi
Merupakan disperse homogen antara minyak dengan air
Stabil baik secara fisik maupun khemis dalam penyimpanan
Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu menjaga stabilitas dalam
penyimpanan, serta dapat dituangkan dengan mudah
Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas obat
Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada dua jenis tipe
emulsi secara umum, yaitu:
a. Tipe air/minyak (A/M)
Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak (medium)
b. Tipe minyak/air (M/A)
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air (medium)
Secara khusus dikenal pula tipe air/minyak/air dan tipe minyak/air/minyak.
Untuk membedakan tipe emulsi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
Pemberian pewarna yang larut pada salah satu fase, kemudian dilakukan pengamatan
secara mkiroskopis terhadap kondisi emulsi yang telah terwarnai salah satu fasenya.
17

Contoh: semisal digunakan methylen blue yang larut air, apabila diamati melalui
mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe A/M, begitu
juga sebaliknya
Jika digunakan Sudan III yang larut minyak, apabila diamati melalui mikroskop, yang
terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis pewarna tersebut
Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu fase. Jika cairan untuk
mengencerkan tersebut bercampur dengan emulsi, maka dapat dipastikan bahwa cairan
tersebut berperan sebagai medium pendispersi.
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis cairan tersebut
Sistem emulsi merupakan sistem dispersi yang diupayakan untuk memanipulasi
dalam waktu tertentu, dua cairan yang secara alami tidak saling menyatu, sehingga suatu
saat fase-fase dalam sistem tersebut dapat memisah sesuai dengan kealamiannya (by
nature). Fenomena ketidakstabilan emulsi dapat diamati sebagai berikut:
Creaming
Creaming merupakan peristiwa pemisahan fase yang terjadi sementara, yang dapat
didispersikan kembali dengan penggojogan ringan
Cracking
Cracking merupakan peristiwa pemisahan fase yang permanen, yang tidak dapat
didispersikan kembalI
Inversi
Inversi merupakan persitiwa perubahan fase sekonyong-konyong sebagai akibat dari
perubahan temperature yang ekstrim. Inversi ini dapat berimbas pada penurunan tingkat
penerimaan pasien.
3) Suspensi
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel zat aktif solid
yang memiliki kelarutan yang rendah pada medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan
suspensi adalah bahwa sistem terdistribusi homogen saat digunakan.
Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi adalah:
Aman
Efektif dan efisien
Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh cepat mengendap, kalaupun mengendap
dapat diredispersikan kembali dengan penggojogan ringan
Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak pada dasar botol yang tidak
dapat diredispersikan kembali)
Partikel solid tidak mengapung (floating)
18

Suspensi didesain dalam dunia kefarmasian untuk mengakomodasi penghantaran zat


aktif solid yang perlu dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki kelarutan yang
rendah terhadap medium.
Dalam suspense dikenal dua sistem yaitu:
Sistem flokulasi
Dalam sistem ini, saat tidak dilakukan intervensi mekanik apa pun, partikelpartikel solid saling bergabung perlahan membentuk flok dengan ikatan yang lemah.
Dengan

terbentuknya

flok

ini,

maka

flok

akan

cepat

mengendap

dan

supernatant/medium akan tampak relatif jernih. Namun dengan adanya kerenggangan


dalam struktur flok ini, apabila sistem digojog, maka partikel akan mudah terdispersi
kembali.
Sistem deflokulasi
Dalam sistem ini, partikel-partikel solid tidak membentuk flok, dan sebagai akibat
gravitasi, mengendap perlahan pada dasar. Berhubung partikel tersebut mengendap
perlahan, maka terjadi suatu penataan partikel di dasar botol yang cenderung
membuat endapan menjadi kompak dan keras (terbentuk cake) yang relative sulit
untuk didispersikan kembali dengan penggojogan ringan.
Kedua sistem tersebut bukan merupakan suatu pilihan. Formulator perlu
mengakomodasi kebaikan dari dua sistem tersebut untuk sediaan suspensi yang
berkualitas

(lama mengendap, sekalipun mengendap dapat diredispersikan kembali

dengan mudah, sehingga dalam pemakaian/penggunaan obat dapat memberikan sejumlah


partikel yang terdistribusi homogen dalam medium) dalam penyimpanan waktu yang
dikehendaki.
Komposisi dari sediaan suspensi adalah:
Zat aktif dengan kelarutan yang rendah pada medium
Medium suspensi yang diharapkan (dapat berupa air atau minyak)
Wetting agent surface active agent
Solid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam medium cenderung memiliki
tegangan permukaan yang tinggi. Keperluan menyertakan wetting agent disini adalah
agar tegangan permukaan solid dapat diturunkan, sehingga solid dapat terbasahi dengan
baik, dapat berada dalam medium, tidak terjadi pengapungan partikel (floating)
Viscocity enhancer
19

Viscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk struktur pembawa (structured


vehicle) yang mampu menahan laju pengendapan partikel. Semakin kental sistem,
maka laju pengendapan partikel akan semakin rendah (salah satu intepretasi dari
Hukum Stokes)
Agen pemflokulasi
Agen pemflokulasi dibutuhkan untuk menstimulasi partikel-partikel membentuk
flok, sehingga resiko terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu diperhatikan
penambahan agen pemflokulasi ini, diarahkan untuk flokulasi yang terkendali
(controlled flocculation)
Additives
Sebagai additives disini dapat digunakan: gula (yang juga dapat berfungsi sebagai
viscocity enhancer) atau pemanis, pewarna, antioksidant, pengawet (yang
kesemuanya harus larut pada medium)
Suspensi juga dapat digunakan secara oral, topical, maupun parenteral. Namun
hal yang perlu diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar
solid, ukuran partikel solid (micro or nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris),
selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free. Demikian juga dengan penggunaan topical
yang ditujukan pada mata (ophthalmic suspension), perlu juga melihat ukuran dan
bentuk partikel, sealing sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi pyrogen
free tidak dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara topical.
c. Bentuk Sediaan Semisolid
Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid,
dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis). Bentuk
sediaan semisolid biasanya digunakan secara topical, yaitu diaplikasikan pada permukaan
kulit atau sleput mukosa. Namun demikian sediaan topical tidak harus semisolid.
Bentuk sediaan semisolid jika dibandingkan dengan bentuk sediaan solid dan
liquid, dalam pemakaian topical, memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas sediaan
sehingga memberikan waktu tinggal yang relative lebih lama.Selain itu fungsi
perlindungan terhadap kulit lebih nampak pada penggunaan sediaan semisolid. Namun,
sediaan semisolid tidak umum diaplikasikan dalam area permukaan kulit yang luas,
sebagaimana halnya sediaan solid maupun liquid. Kemudahan pengeluaran dari kemasan
primer juga menjadi pertimbangan yang harus diantisipasi dalam desain sediaan
semisolid, terutama semisolid steril (contoh: salep mata), terkait dengan viskositas yang
dimiliki oleh sediaan tersebut.
20

Variasi sediaan semisolid yang umum dalam dunia kefarmasian adalah: salep
(unguenta), cream, gel dan pasta.
1) Salep
Salep merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
larut atau terdispersi dalam basis salep yang sesuai.
Salep memiliki kriteria sebagai berikut:
Aman (tidak toksik, tidak iritatif)
Efektif dan efisien
Stabil dalam penyimpanan
Basis salep mampu membawa zat aktif dan melepaskannya pada tempat aksi
Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga mudah dikeluarkan
dari kemasan dan mudah dioleskan secara merata
Basis salep yang umum digunakan dalam pembuatan salep adalah:
Basis salep hidrokarbon
Basis ini merupakan basis dengan karakteristik berminyak, dapat berasal dari mineral
alam, ataupun dihasilkan oleh serangga (lebah) atau tanaman
Contoh: vaselinum album (White petrolatum), vaselinum flavum (yellow petrolatum),
paraffin, cera alba (white wax), cera flava (yellow wax)
Basis salep serap
Basis ini merupakan basis yang mampu menyerap sejumlah air dengan tetap
menunujukkan stabilitas sediaan.
Contoh: adeps lanae, lanolin
Basis salep emulsi
Basis ini merupakan basis dengan sistem emulsi, dimana merupakan sistem disperse air
dan minyak yang ditabilkan dengan emulgator. Sering dikenal sebagai basis tercuci air
(water washable base)
Contoh : cold cream (tipe A/M);vanishing cream (tipe M/A)
Basis salep larut air
Basis ini merupakan basis yang larut dalam aiR
Contoh: Polietilen glikol
Pada pembuatan salep, dikenal kaidah pembuatan salep yang merupakan warisan dari
Farmakope Belanda edisi V, yaitu:
Zat aktif yang larut dalam basis, dilarutkan dalam basis, jika perlu dengan pemanasan
rendah
Zat aktif yang larut dalam air, dilarutkan dalam air sebanyak yang dapat diserap oleh
basis sale
Zat aktif yang tidak larut dalam air maupun basis, diayak dengan ayakan ukuran 100
sebelum didispersikan dalam basis
21

Basis yang dibuat dengan cara peleburan, harus diaduj sampai dingin.

2) Cream
Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat
bertipe A/M ataupun M/A, dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak mengandung zat
aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan sediaan semisolid karena jika
dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis emulsi, cream lebih
menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan, kelunakan, dan bahwa cream
relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy) jika dibanding salep dengan basis
bukan basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream juga lebih baik jika dibanding salep,
karena mengandung air yang dapat membantu proses hidrasi pada kulit, sehingga kulit
akan terlembabkan dan obat dapat terpenetrasi dengan baik.
Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka kriteria
cream sama dengan kriteria untuk sediaan emulsi.
Basis cream biasanya terdiri dari:
Asam lemak, contoh : asam steara2. Basa kuat, contoh : triethanolamin
Emulgator eksternal, contoh: tween, span
Humektan, contoh: gliserol, sorbitol, propilen glikol
Antioksidan, contoh: BHA, BHT
Pengawet, contoh: Nipagin, Nipasol
Humektan merupakan bahan yang higroskopis, mampu mempertahankan kandungan
air dalam sediaan (mencegah kekeringan sediaan) serta mendukung hidrasi kulit,
sehingga kondisi kelembaban kulit dapat terjaga.
Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi, yaitu:
Reaksi penyabunan
Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi
cream yang direaksikan dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun
yang terjadi, merupakan emulgator internal yang digunakan dalam reaksi selanjutnya
Reaksi emulsifikasi
Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak
tersabunkan, dengan air, dalam kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu
emulsi yang distabilkan oleh sabun sebagai emulgator internal. Dalam sediaan cream

22

ini juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih menjamin stabilitas fisik
dari cream tersebut.
3) Gel
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang terperangkap dalam
suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang mengembang.
Gel dapat dikategorikan menurut:
a. Jenis gelling agent
a) Gel organic
Merupakan gel dengan gelling agent yang memiliki rantai atom C, atau merupakan
suatu polymer dengan kemampuan mengembang setelah bersentuhan dengan
cairan. Biasanya terbentuk satu fase, tidak ada batasan antara gelling agent dengan
cairan
Contoh: gel dengan gelling agent CMC-Na, Carbopol
b) Gel inorganic
Merupakan gel dengan gelling agent suatu bahan inorganic. Biasanya nampak
batas antara gelling agent dengan cairaContoh: bentonit magma, Veegum
b. Jenis cairan yang terperangkap
a) Organogel
Organogel atau oleaogel merupakan gel dengan cairan berwujud minyak.
b) Hydrogel
Merupakan gel dengan cairan berupa air.
Hydrogel sangat umum diaplikasikan dalam desain sediaan semisolid dengan
keunggulannya yang samasekali tidak menimbulkan kesan berminyak (greasy),
dapat memberikan daya tarik sehubungan dengan kejernihan sediaan (namun
tidak semua htdrogel jernih, sangat tergantung dengan bahan lain, apakah terlarut
atau terdispersi dalam gel), kehalusan dan kelembutan sediaan, dan bahwa saat
diaplikasikan, meninggalkan lapisan tipis transparan yang elastic pada permukaan
kulit.
c) Emulgel
Merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan
minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi

o
o
o
o
o
o

kesan berminyak dalam aplikasinya.


Suatu gel dapat mengandung komponen:
Zat aktif
Gelling agent bahan pembentuk ge
Cairan untuk hidrogel berupa air, yang mengembangkan gelling agent
Humektan
Pengawet
Antoksidan
23

4) Pasta
Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid yang
terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi (pasta gigi,
yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan intermediet pembuatan salep,
sebelum dicampurkan dengan basis yang lain (contoh: pembuatan pasta ZnO dengan
minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide ointment, sesaat sebelum disatukan dengan
white ointment dengan metode levigasi).
2.2 Klasifikasi Penggolongan Obat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia
tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan
atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita
dapatkan.
Ilmu Farmasi : Penggolongan obat secara luas dibedakan berdasarkan beberapa hal, diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Penggolongan obat berdasarkan jenisnya


Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat
Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian
Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian
Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan
Penggolongan obat berdasarkan daya kerja atau terapi
Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya

1. Penggolongan obat berdasarkan jenis


Penggolongan obat berdasarkan jenis telah saya bahas secara lengkap pada artikel
sebelumnya, antara lain :
1) obat bebas
2) obat bebas terbatas
3) obat keras
4) obat psikotropika dan narkotika.
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat, dibagi menjadi 5 jenis penggolongan
antara lain :
1) obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau
mikroba, contoh antibiotik
2) obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit contoh vaksin, dan
serum.
3) obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, meredakan nyeri contoh analgesik

24

4) obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi fungsi zat yang kurang, contoh
vitamin dan hormon.
5) pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif, khususnya
pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit. contoh aqua pro
injeksi dan tablet placebo.
6) Selain itu dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, seperti obat
antihipertensi, kardiak, diuretik, hipnotik, sedatif, dan lain lain.
3. Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian, dibagi menjadi 2 golongan :
1) obat dalam yaitu obat obatan yang dikonsumsi peroral, contoh tablet antibiotik,
parasetamol tablet
2) obat luar yaitu obat obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian luar, contoh sulfur,
4. Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian, dibagi menjadi beberapa bagian, seperti :
1) oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh tablet, kapsul,
serbuk, dll
2) perektal : obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada pasien yang tidak
bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan terhindar dari pengaruh pH
lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di dalam tubuh
3) Sublingual : Sublingual : pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah., masuk
ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contoh obat hipertensi : tablet hisap, hormonhormon
4) Parenteral : obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah. baik secara intravena,
subkutan, intramuskular, intrakardial.
5) langsung ke organ, contoh intrakardial
6) melalui selaput perut, contoh intra peritoneal
5. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan, dibagi menjadi 2 :
1) sistemik : obat/zat aktif yang masuk kedalam peredaran darah.
2) lokal : obat/zat aktif yang hanya berefek/menyebar/mempengaruhi bagian tertentu tempat
obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit.
6. Penggolongan obat berdasarkan daya kerja atau terapi, dibagi menjadi 2 golongan :
1) farmakodinamik : obat obat yang bekerja mempengaruhi fisilogis tubuh, contoh hormon
dan vitamin
2) kemoterapi : obat obatan yang bekerja secara kimia untuk membasmi parasit/bibit
penyakit, mempunyai daya kerja kombinasi.
7. Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya, dibagi menjadi :

25

1)
2)
3)
4)
5)

Alamiah : obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral)
tumbuhan : jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung) dll
hewan : plasenta, otak menghasilkan serum rabies, kolagen.
mineral : vaselin, parafin, talkum/silikat,
Sintetik : merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-reaksi kimia,
contohnya minyak.

2.2.1 Cara Penggunaan


1. Umum
Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk penggunaan obat
bebas dan obat bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan yang ringan.
Waktu minum obat , sesuai dengan waktu yang dianjurkan :
Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul 07.00 - 08.00 WIB
Siang, berarti obat harus diminum antara pk12.00 -13.00 WIB
Sore, berarti obat harus diminum antara pukul.17.00-18.00 WIB
Malam, berarti obat harus diminum antara pukul 22.00-23.00 WIB
Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus di patuhi. Bila tertulis :

1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum waktu pagi hari atau malam hari,
tergantung dari khasiat obat tersebut.

2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pagi dan malam hari
3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pada pagi, siang dan malam hari
4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus diminum pada pagi, siang, sore dan malam
hari.

Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya obat
antiotika.

Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk penggunaan
secara terus menerus.

Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau menimbulkan halhal
yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.
Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah
Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut tercantum cara
penggunaan obat dan informasi lain yang penting.
26

Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah tanggal
kadaluarsa.

Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

Tanyakan kepada apoteker di apotek atau petugas kesehatan di poskesdes untuk


mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap.

2. Khusus
1) Obat Oral (Obat Dalam)
Pemberian obat oral (melalui mulut) adalah cara yang paling praktis, mudah dan
aman. Yang terbaik adalah minum obat dengan air matang.
Obat oral terdapat dalam beberapa bentuk sediaan yaitu tablet, kapsul, puyer dan
cairan.
1.1. Petunjuk Pemakaian Obat Oral Untuk Dewasa Sediaan Obat Padat
Obat oral dalam bentuk padat, sebaiknya diminum dengan air matang
Hubungi tenaga kesehatan apabila sakit dan sulit saat menelan obat
Ikuti petunjuk tenaga kesehatan kapan saat yang tepat untuk minum obat apakah pada
saat perut kosong, atau pada saat makan atau sesudah makan atau pada malam hari
sebelum tidur.
Misalnya : obat antasida harus diminum saat perut kosong, obat yang merangsang
lambung, harus diminum sesudah makan, obat pencahar diminum sebelum tidur.
1.2 Sediaan obat larutan
Gunakan sendok takar atau alat lain (pipet, gelas takar obat) jika minum obat dalam
bentuk larutan/cair. Sebaiknya tidak menggunakan sendok rumah tangga, karena
ukuran sendok rumah tangga tidak sesuai untuk ukuran dosis.
Hati-hati terhadap obat kumur. Jangan diminum. Lazimnya pada kemasan obat kumur
terdapat peringatan Hanya untuk kumur, jangan ditelan
Sediaan obat larutan biasanya dilengkapi dengan sendok takar yang mempunyai tanda
garis sesuai dengan ukuran 5.0 ml, 2,5 ml dan 1,25 ml.
Apabila dalam etiket tertulis :

27

1.3 Petunjuk Penggunaan Obat Oral Untuk Bayi / Anak Balita


Sediaan cairan untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya. Gunakan sendok takar yang
tersedia didalam kemasannya.
Berikan minuman kesukaan anak setelah minum obat yang terasa pahit/ kurang enak
2) Obat Luar
Sediaan Kulit Beberapa bentuk sediaan obat untuk penggunaan kulit, yaitu bentuk
bubuk halus (bedak), cairan (lotion), setengah padat (krim, salep). Untuk mencegah
kontaminasi (pencemaran), sesudah dipakai wadah harus tetap tertutup rapat.
Cara penggunaan bubuk halus (bedak ) :
Cuci tangan
Oleskan/taburkan obat tipistipis pada daerah yang terinfeksi.
Cuci tangan kembali untuk membersihkan sisa obat.
Sediaan ini tidak boleh diberikan pada luka terbuka dan gunakan sampai sembuh,
atau tidak ada gejala lagi.
2.1 Sediaan Obat Mata
Terdapat 2 macam sediaan untuk mata, yaitu bentuk cairan (obat tetes mata) dan
bentuk setengah padat (salep mata). Dua sediaan tersebut merupakan produk yang
pembuatannya dilakukan secara steril (bebas kuman) sehingga dalam penggunaannya
harus diperhatikan agar tetap bebas kuman.
Apabila mengalami peradangan pada mata (glaukoma atau inflamasi), petunjuk
penggunaan harus diikuti dengan benar.
28

Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran), hindari ujung wadah obat tetes mata
terkena permukaan benda lain (termasuk mata) dan wadah harus tetap tertutup rapat
sesudah digunakan..
Cara penggunaan :
Cuci tangan.
Tengadahkan kepala pasien; dengan jari telunjuk tarik kelopak mata bagian bawah.
Tekan botol tetes atau tube salep hingga cairan atau salep masuk dalam kantung mata
bagian bawah .
Tutup mata pasien perlahanlahan selama 1 sampai 2 menit.
Untuk penggunaan tetes mata tekan ujung mata dekat hidung selama 1-2 menit; untuk
penggunaan salep mata, gerakkan mata ke kiri-kanan, ke atas dan ke bawah
Setelah obat tetes atau salep mata digunakan, usap ujung wadah dengan tisu bersih,
tidak disarankan untuk mencuci dengan air hangat.
Tutup rapat wadah obat tetes mata atau salep mata.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
PERHATIAN

2.2 Sediaan Obat Hidung


Terdapat 2 macam sediaan untuk hidung, yaitu obat tetes, hidung dan obat semprot hidung.
Cara penggunaan obat tetes hidung :

Cuci tangan.
Bersihkan hidung
Tengadahkan kepala
Teteskan obat dilubang hidung
Tahan posisi kepala selama beberapa menit agar obat masuk ke lubang hidung.
Bilas ujung obat tetes hidung dengan air panas dan keringkan dengan kertas tisu

kering.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
Cara penggunaan obat semprot hidung :
Cuci tangan.
Bersihkan hidung dan tegakkan kepala.
Semprotkan obat ke dalam lubang hidung sambil tarik napas dengan cepat.
29

Untuk posisi duduk : tarik kepala dan tempatkan diantara dua paha
Cuci botol alat semprot dengan air hangat (jangan sampai air masuk ke dalam botol)
dan keringkan dengan tissue bersih setelah digunakan.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

2.3 Sediaan Tetes Telinga


Hindarkan ujung kemasan obat tetes telinga dan alat penetes telinga atau pipet terkena
permukaan benda lain (termasuk telinga), untuk mencegah kontaminasi
Cara penggunaan obat tetes telinga :

Cuci tangan
Bersihkan bagian luar telinga dengan cotton bud
Kocok sediaan terlebih dahulu bila sediaan berupa suspensi.
Miringkan kepala atau berbaring dalam posisi miring dengan telinga yang akan ditetesi

obat, menghadap ke atas.


Tarik telinga keatas dan ke belakang (untuk orang dewasa) atau tarik telinga kebawah dan

ke belakang (untuk anak-anak)


Teteskan obat dan biarkan selama 5 menit.
keringkan dengan kertas tisu setelah digunakan
Tutup wadah dengan baik.
Jangan bilas ujung wadah dan alat penetes obat.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

2.4 Sediaan Supositoria


Cara penggunaan supositoria :

Cuci tangan
Buka bungkus aluminium foil dan basahi supositoria dengan sedikit air.
Pasien dibaringkan dalam posisi miring
Dorong bagian ujung supositoria ke dalam anus dengan ujung jari.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan .
Jika supositoria terlalu lembek, sehingga sulit untuk dimasukkan kedalam anus, maka
sebelum digunakan sediaan supositoria ditempatkan di dalam lemari pendingin
selama 30 menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum membuka bungkus
kemasan aluminium foil.

2.5 Sediaan Krim/Salep Rektal


30

Cara penggunaan krim/salep rektal :


1.

2.

Tanpa aplikator
Bersihkan dan keringkan daerah rektal,
Masukkan salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan
Dengan menggunakan aplikator
Hubungkan aplikator dengan wadah krim/salep yang sudah dibuka.
Masukkan kedalam rektum
Tekan sediaan sehingga krim/salep keluar.
Buka aplikator, cuci bersih dengan air hangat dan sabun.
Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.

2.6 Sediaan Ovula /obat vagina


Cara penggunaan sediaan ovula denganmenggunakan aplikator :

Cuci tangan dan aplikator dengan sabun dan air hangat, sebelum digunakan
Baringkan pasien dengan kedua kaki direnggangkan
Ambil obat vagina dengan menggunakan aplikator
Masukkan obat kedalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan
Biarkan selama beberapa waktu
Cuci bersih aplikator dan tangan dengan sabun dan air hangat setelah digunakan.

2.2.2 Cara Penamaan Obat


Cara penamaan obat di Indonesia dapat dibagi menjadi :

Nama Latin
Dengan beberapa pengecualian, nama latin ditulis dalam bentuk tunggal dan
diperlakukan sebagai kata benda netral deklinasi kedua. Contoh : Barbitalum Natricum.
Nama Generik
Yaitu obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan
INN ( Internasional Non-proprietary Names ) WHO untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Contoh : Asetaminofen
31

Nama Dagang
Obat nama dagang ( = paten ) , atau obat spesialite, brand name menggunakan nama
dagang tergantung pabrik yang memproduksi, walaupun jenis obatnya sama.
Kemasannya dibuat mewah untuk menarik pembeli dan tiap pabrik mempromosikannya
dengan nama dagang masing-masing secara gencar melalui berbagai cara. Contoh :

Sanmol ( Sanbe Farma )


Nama Kimia
Pemberian nama obat berdasarkan stuktur kimia zat berkhasiat yang dikandungnya.
Contoh : Ampilisina
Golongan obat
1. ANALGETIK (Antinyeri)

Jenis obat
Narkotik

Nama generic
Fentanil
Morfin
Pethidine
Tramadol HCl

Non Narkotik

Acetosal
Ibuprofen
Natrium diklofenak
Parasetamol
Asam mefenamat

Antipirai

Metampiron

Antipirai (NSAID)

Allopurinol
Meloksikam
Peroksikam
Ketoprofen
Keterolac
Indometasin
Kolsikin
Fenilbutazon

2.Antiemetik

Dimenhidrinat

(Antimual/muntah)

Metoklopramid
Domperidon
32

3. Anestesi

Ondansetron
Buvikain

Anestesi local

Lidokain
Anestesi umum&oksigen

Ketamin
Midazolam
Tiopental
Diazepam

4. Antiepilepsi

Fenitoin
Phenobarbital
Karbamazepin
Asam Valproat
Triheksifenidil

5. AntiParkinson

Levodopa + Karbidopa
Benserazid + levodopa
6. Psikofarmaka

Antiansietas

&

Bromokriptin
anti Diazepam

insomnia

Alprazolam
Amitriptilin

Antidepresi & anti mania

Fluoksetin
Imipramin
Sertralin
Flufenasin

Antipsikosis

Haloperidol
Klorpromazin
Risperidon
Klozapin
Piracetam
Hidrokortison

7. Kortikosteroid

Metil Prednisolon
Prednison
Triamsinolon
Vit A

8. Vitamin

Vit B1
33

Vit B6
Vit C
Vit E
Calcitrol
Ca Laktat
Sianokobalamin
9. Batuk

Antitusif (batuk kering)

Ca karbonat
Dextrometorfan (DMP)

Ekspektoran

Gliseril guaiakolat (GG)


Ambroxol
Bromhekin

10. Antasida dan antiulkus

Antagonis reseptor H2

Ranitidin
Simetidin

Antihiperasiditas

Magnesium Hidroksida
Alumunium Hidroksida
Ca Karbonat
Antasida

PPI

Omeprazol
Lansoprazol

Sukralfat

Sukralfat
Bisakodil
Gliserin
Laktulosa
Atropin
Ekstrak Belladon

11. Larutan elektrolit

Oral

Na bikarbonat
Oralit

Parenteral

Ca glukonat
Larutan KCl
Na bikarbonat

34

Dextrosa
12. Antispasmodik

Atropin

13. Antidiare

Ekstrak Belladon
Kaolin dan pectin
Loperamid Hcl
Attapulgit
Bisakodil

14. Laksativ (pencahar)

Gliserin
15. Antidot/obat lain utk Khusus

Laktulosa
Nalokson

keracunan

Protamin sulfat
Deferoksamin
Kalsium folinat
Umum

Mg Sulfat
Karbon Aktif

16. Antialergi

Cetirizin
Loratadin
Klorfeniramin
Difenhidramin
Ketotifen

17. Diuretik

Furosemida
Manitol
Spironolakton

18. Kardiovaskuler

AntiHiperlipidemia

HCT
Simvastatin
Fenofibrat

Antihipertensi

Nifedipin
Amlodipin
Valsartan
Losartan

35

Nicardipin
Reserpin
Antiaritmia

Propanolol
Verapamil
Digoksin
Amiodaron

19. Kulit

20. Mata

Anti acne

Asam Retinoat

Anti fungi

Mikonazol

Miotik & anti glaukoma

Asetazolamid
Pilokarpin
Glibenklamid

21. Antidiabetes

Metformin
Acarbose
Pioglitazon
22.

Produk

darah

Insulin
Dekstran 70

dan

pengganti plasma

HES
Pengganti plasma DOEN

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat, Sistem penghantaran obat
merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa, menghantarkan dan melepaskan obat pada
tempat aksi / tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian aman dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang tidak diinginkan
(adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya
menuju lokasi aksi/pelepasan. Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga
diharapkan mampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Sistem ini dikategorikan sebagai
conventional delivery system dan advanced delivery system. Dalam conventional delivery
36

system, kondisi obat setelah dilepaskan dari BSO tidak dimonitor, sedangkan dalam advanced
system, pelepasan obat dimanipulasi, dikendalikan bahkan diarahkan untuk dapat ditargetkan
melepaskan zat aktif di dalam sel (targeting drug delivery untuk pengobatan dengan
menggunakan cancer chemotherapy).
Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi sebagai akibat
berjalannya sistem penghantaran obat, dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu: efek local (setempat)
dan efek sistemik (terabsorpsi ke- atau langsung melalui peredaran darah, terdistribusi ke seluruh
bagian tubuh). Efek local dapat dicapai terutama dengan jalur pemberian topical (diaplikasikan
pada permukaan kulit dan atau selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar /
ginggival selama tidak terabsorpsi masuk ke pembuluh darah), sedangkan efek sistemik dapat
dicapai terutama dengan jalur oral (telan zat aktif terabsorpsi melalui membrane dinding usus),
parenteral (intravascular atau ekstravaskular) atau transdermal. Obat adalah bahan atau zat yang
berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat
harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan. Bagi masyarakat supaya lebih mengetahui dan dapat mengetahui bentukbentuk kesedian obat, dan cara pencegahan dari penggunaannya tersebut.

12

37

Anda mungkin juga menyukai