PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yanng dimaksud
untuk digunakan untuk dalam menetepakn diagnosis,mencegah ,mengurangkan
,menghilangkan .menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit ,luka atau kelainan
badanila dan rohaniah pada manusia.bahan aktif obat agar digunakan nyaman
,aman ,efisiendan optimal dikemas dalam bentuk sediaan obat (BSO) atau disebut
faramsi.
Bentuk sediaan obat (BSO) dapat mengandung satu atau lebih komponen
bahan aktif .Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat. Bentuik obat
menentukan rute obat. Misalnya, kapsul diberikan peroral dan larutan diberikan
perintravena. Komposisi obat dibuat untuk meningkatkan absorpsi dan
metabolisme didalam tubuh.
1.2 Tujuan
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti tentang farmasi
kedokteran gigi berupa bentuk-bentuk sediaan obat,cara pemberian obat dan
bagaimana menulis resep yang baik
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini ,terutama bagi mahasiswa kedokteran gigi saat
dilapangan dan memperaktekannya dengan baik penulisan resep
1|
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Sisi belajar farmokologi dan farmasi kedokteran gigi dan sediaannya . Sisi
( 20 tahun ) merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi yang sedang
mempelajari mata kuliah Farmakologi dan farmasi mengenai obat obatan yang
dipakai di kedkteran gigi . Sisi diajarkan mengenai bentuk bentuk sediaan obat
dan dia baru mengetahui cara pemakaian obat itu berbeda masing masingnya .
Dibuku dijelaskan bahwa obat harus diminum sesuai dengan dosis dan aturan
karena setiap obat mempunyai bioavailibilitas yang berbeda . Obat yang diberikan
kepada pasie pun harus mempertimbangkan interaksi suatu obat dengan obat
dengan obat lain . Hal lain yang juga penting adalah farmakokinetik dan
farmakodinamik oabt . Untuk itu seorang dokter gigi perlu memiliki pengetahuan
yang baik tentang obat dan mampu meresepkan obat secara rasional .
2.2 STEP 1
Identifikasi kata/kalimat yang asing dan sulit :
Farmakologi
cair .
Bioavailibilitas
membuat
dalam tubuh .
2|
Dosis
mempengaruhinya ?
Bagaimana cara interaksi obat ?
Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik suatu obat ?
Hal apa saja yang perlu di perhatikan sebelum meresepkan obat ?
Bagaimana cara meresepkan obat ?
2.4 STEP 3
Analisis Masalah
1. A. Padat
a. Kapsul : sediaan yang diliputi cangkang yang berbahan gelatin /
pati. Cocok digunakan pada pasien yang tidak tahan terhadap bau
obat .
b. Tablet : sedian yang terdiri dari campuran berbagai bahan obat .
c. Pil
: sediaan yang terdiri dari campuran berbagai jenis obat .
d. Serbuk : sediaan yang terdiri dari beberapa jenis obat . Cocok
digunakan pada pasien yang sukar menelan .
B. Setengah Padat
a. Pasta
b. Cream : berupa emulsi .
c. Salep : bentuknya emulsi dan campuran minyak .
d. Lotion : bentuknya emulsi dan campuran minyak .
C. Cair
3|
a. Intravena
b. Intramuskular
c. Sirup : cocok untuk pasien yang tidak tahan rasa pahit . Umumnya
untuk anak anak .
2. A. Sistemik
Kerjanya langsung ke peredaran darah .No index entries found.
a. Oral : sublingual dan bukal .
b. Injeksi : intravena , intramuksular
B. Lokal
a. Inhalasi
b. Topical
3. Usia dan Berat Badan
Untuk usia dibawah 8 tahun
n
n+2
x dosis dewasa
n
x dosis dewasa
20
4. A. Sediaan Obat
B. Enzim pencernaan
5. PR
6. Farmakokinetik terdiri dari 4 tahap :
a. Absorbsi : - pasif : berupa disfusi dari konsentrasi tinggi ke rendah
- aktif : membutuhkan pembawa ( karier )
- pinositosis : dengan penelanan
4|
( paraf )
( identitas pasien )
2.5 STEP 4
Kerangka Konsep
FARMAKOLOGI
BENTUK
SEDIAAN
DOSIS
FARMAKOKI
NETIK
CARA
PEMAKAIAN
FARMAKOD
INAMIK
ABSORBSI
5|
INTERA
KSI
OBAT
PENULISAN
RESEP
DISTRIBUSI
METABOLISME
EKSKRESI
2.6STEP 5
Identifikasi sasaran belajar
1.
2.
3.
Dosis obat
4.
2.7 STEP 6
Belajar Mandiri
Pada step ini, kami melakukan pembelajaran mandiri secara individu dan
kelompok serta mencari jawaban learning objective dari berbagai referensi.
Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam
maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan
untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap
suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Zat aktif
tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja, sebagai obat terlebih
dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul
sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salap dan lain-
lain.
Obat jadi yaitu suatu obat yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan.
Bentuk sediaan obat adalah sediaan farmasi dalam bentuk tertentu
sesuai kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam
yang
diberikan
http://you-sehat.blogspot.co.id/2015/05/bentuk-sediaan-obatfarmasi-lengkap.html
Serbuk adalah obat-obat baik tunggal ataupun merupakan
campuran obat-obat yang halus, terbagi rata, kering dan digunakan
baik untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar. Penggunaan
Serbuk harus halus, homogen dan kering. Serbuk terdiri atas :
8|
.
http://you-sehat.blogspot.co.id/2015/05/bentuk-sediaanobat-farmasi-lengkap.html
c. Tablet
Sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap. Dalam pembuatannya dosis obat diteliti dan
rasa dan iritasi pada lambung dapat dihindari juga praktis dalam
penggunaan dan penyimpanan. Contohnya adalah Tablet Kunyah
yang memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut,
9|
mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak,
terutama formulasi multivitamin dan antasida. Tablet Berbuih
(Tablet Efervesen) adalah kombinasi antara senyawa asam yakni
asam sifrat atau asam tartat ataupun kombinasi dari keduanya
dengan senyawa basa yakni Natrium Bikarbonat. Tablet efervesen
sebelum ditelan dilarutkan dalam air, sehingga menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) contohnya adalah Vitamin CDR.
d. Suppositoria
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.
Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistematik
contohnya pada penyakit hemoroid yang obatnya dapat langsung
diserap oleh membran mukosa dalam rektum yang terdapat banyak
pembuluh kapiler dan dapat langsung masuk dalam saluran darah
dan berefek lebih cepat daripada penggunaan peroral. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah dapat diberikan pada pasien muntahmuntah dan tidak sadar, dapat menghindari kerusakan oleh enzim
pencernaan, dapat menghindari biotrasformasi dihepar juga lebih
sesuai untuk digunakan oleh pasien dewasa, anak-anak dan bayi
yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat. Kerugian dapat
terjadi iritasi odidaerah tersebut.
10 |
http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalanbentuk-bentuk-sediaan.html
2. BSO CAIR
a. Solutiones (Larutan)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang larut, terdapat zat kimia yang terlarut seperti
solud (zat yang terlarut) dan solvent (pelarut) biasanya dilarutkan
dalam air. Sediaan ini dapat digunakan untuk pemakaian dalam dan
pemakaian luar. Contoh larutan obat luar adalah Collutoria =
kolutorium = obat cuci mulut, dan Gargarisma = Gargle = Obat
kumur dan betadine. Contoh Obat dalam adalah
Sirup yang
11 |
dalam bentuk sediaan cair sehingga akan rusak bila disimpan lebih
lama juga bisa terjadi reaksi penggumpalan dalam penyimpanan
yang agak lama.
Sirup dan suspensi kering adalah sediaan obat yang dalam
perdagangan berada dalam keadaan kering (powder), bila hendak
diberikan kepada pasien harus ditambahkan aquadest sampai garis
tanda kalibrasi yang diinginkan.
Setelah menjadi sirup atau suspensi cair, waktu penggunaan
amat terbatas yaitu 7-10 hari. Kalau waktu pemakaian lebih lama
potensi obat menurun atau hilang.
3. BSO Semi-Padat
a. Salep
Sediaan dengan konsistensi kuat yang jika dioleskan diatas kulit
akan melunak dan membentuk suatu lapisan penutup pada
permukaan kulit.
b. Cream
Sediaan yang banyak mengandung air tidak kurang dari 60%,
mempunyai konsistensi lebih lembut dan halus dari salep asli,
mudah dicuci dengan air dan biasanya digunakan pada daerah yang
terangsang dan sensitif.
c. Pasta
Sediaan kental kaku, biasanya tidak meleleh pada suhu tubuh,
membentuk lapisan pelindung
didaerah yang
dioleskan dan
http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalan-bentukbentuk-sediaan.html
12 |
d. Gel
Berbentuk seperti jelly, mencair ketika terkena suhu tubuh,
dipergunakan terutama pada membran mukosa sebagai pelicin.
(Ansel,1989)
Gambar 1
Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan
obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian
obat yang utama, enteral dan parenteral.
A. Enteral
1. Oral : memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat
yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang
paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di
lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke
sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar.
Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum
disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau
13 |
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Minum obat
bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan
makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung
sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau
tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam
lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari
lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung
pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan
preparat lepas lambat.
2. Sublingual : penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut
berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai
keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak
diinaktivasi oleh metabolisme.
(Harvey . 2009)
B. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna.
Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar
dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1. Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral
yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering
tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan
oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar
obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti
14 |
obat
dapat
memasukkan
bakteri
melalui
kontaminasi,
15 |
keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena
obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2. Intranasal : ini merupakan rute pemberian obat secara langsung ke dalam
hidung.
3. Topikal : Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam
bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis
dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi
pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.
4. Transdermal : Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan
pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu transdermal patch.
Kecepatan absorbsi sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit
pada tempat pemberian. Cara pemberian obat ini paling sering digunakan
untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina,nitrogliserin.
5. Rektal : 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal;
jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal
mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh
enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga
berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah.
(Harvey . 2009)
16 |
a. Umur
Umur pasien merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan dosis
obat. Dosis yang diperuntukan bagi pediatrik merupakan pecahan dari dosis
orang dewasa. Kebanyakan fungsi fisiologis tubuh mulai berkurang pada
usia dewasa. Penurunan fungsi ginjal dan hati dapat memperlambat
hilangnya obat dari tubuh bahkan meningkatkan kemungkinan akumulasi
dari obat dalam tubuh dan menimbulkan keracunan.
b. Berat badan
Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran tubuh
mempengaruhi konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Rasio antara jumlah
obat yang digunakan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentarsi obat
pada tempat kerjanya. Untuk itu dosis obat memerlukan penyesuaian dari
dosis biasa untuk orang dewasa ke dosis yang tidak lazim, pasien kurus atau
gemuk, penentuan dosis obat untuk pasien yang lebih muda, berdasarkan
berat badan lebih tepat diandalkan dari pada yang mendasarkan kepada
umur sepenuhnya.
Dosis obat berdasarkan kepada berat badan, dinyatakan dalam
milligram (obat) perkilogram (berat badan).
c. Status Patologi
Efek obat-obatan tertentu dapat dimodifikasikan oleh kondidi
patologi pasien dan harus dipertimbangkan dalam penentuan obat yang akan
digunakan dan juga dosisnya yang tepat. Obat-obat yang memiliki potensi
berbahaya tinggi pada suatu situasi terapentik tertentu hanya boleh dipakai
apabila kemungkinan manfaatnya melebihi kemungkinan resikonya
terhadap pasien, dan bila sudah tidak ada lainnya yang cocok dan
kemungkinan keracunannya lebih rendah.
d. Terapi dengan obat yang diberikan secara bersamaan.
17 |
salah
satu
obat
tersebut..
Efek
dari
interaksi
Cara
perhitungan
dosis
anak-anak
didasarkan
pada
perhitungan
n
Dd ( mg ) (untuk anak <8 tah un)
n+12
-
Rumus Dilling
n
Da= Dd ( mg ) (untuk anak >8 ta h un)
20
Keterangan :
Da
Dd
n
4
dosis dewasa
5
3
dosis dewasa
4
18 |
2
dosis dewasa
3
:
1
dosis dewasa
2
c. Metabolisme
Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut
melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai
darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau
sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil
perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, dimana proses
ini disebut proses diaktivasi atau bio- inaktivasi (pada obat dinamakan first
pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat farmakologinya justru
diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam
hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim
yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi
enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat
diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan
efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga
berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang
dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh alkohol dan
barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme
karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin
memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz,
2005).
Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang
dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus
dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang
mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa
usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005).
20 |
d. Ekskresi
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan
oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi
berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang
utuh. Tapi adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat,
paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada
kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan
21 |
kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma halflife eliminasi (waktu paruh) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam
plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Kecepatan
eliminasi obat dan plasma t -nya tergantung dari kecepatan
biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half lifenya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi
atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t -nya
panjang (Waldon, 2008).
B.Farmakodinamik
22 |
C. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah sebagai kerja atau efek obat yang berubah, atau
mengalami modifikasisebagai akibat interaksi dengan satu obat atau lebih.
Interaksi obat:
1. Interaksi farmakodinamik
Interaaksi farmakodinamik adalah perubahan yang terjadi pada absorpsi,
distribusi, metabolisme, atau biotransformasi, atau ekskresi dari satu obat
atau lebih.
I.
Interaksi dalam absorbsi obat
Ketika seseorang memakai dua obat atau lebih pada waktu yang
bersamaan , maka laju absorbsi dari salah satu atau kedua obat itu
23 |
III.
IV.
Ekskresi
Obat-obat dapat meningkatkan atau menurunkan ekskresi ginjal
dan mempunyai efek terhadap ekskresi dari obat- obat lain.
Perubahan pH urin mempengaruhi ekresi obat.
2. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah hal- hal yang menimbulkan efek- efek
obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau anatagonis. Jika 2 obat yang
mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan, maka efek
kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif (efek dua kali lipat),
24 |
sinergis ( lebih besar dari dua kali lipat), atau ( antagonis (efek dari salah
satu atau kedua oabat itu menurun).
Contoh antagonis, bila perangsang adrenergik beta isoproterenol dan
penghambatreseptor beta, propranolor deberikan bersama- sama.
3. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisika-kimia yang terjadi pada saat
obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat digunakan oleh
penderita.
Contoh: obat ditambah infus akan terjadi pengendapan
2.7.5 Teknik Penulisan Resep
Resep ditulis dalam bahasa latin, karena :
- Bahasa universal, bahasa mati, bahasa medical science
- Menjaga kerahasiaan
- Menyamakan persepsi (dokter dan apoteker)
Ketentuan resep:
-
Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker
wajib menanyakan kepada penulis resep.
25 |
Dokter gigi diberi izin untuk menulis segala macam obat dengan cara
parenteral (injeksi) atau cara-cara pemakaian lain, khusus untuk mengobati
penyakit gigi dan mulut.
Resep p.p /pro paupere (resep untuk orang miskin), dimaksud agar apotek
dapat meringankan harga obat atau bila dapat diberi gratis.
Pada resep asli yang diberi tanda n.i/ne iteratur (tidak boleh diulang),
maka apotek tidak boleh mengulangi penyerahan obat atas resep yang
sama
26 |
R/
2. Presciptio
Terdiri dari nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, cara
pembuatan (kalau racikan).
Contoh penulisan prescriptio :
Paracetamol tab 500 mg No. X
Eritromisin tab 500 mg No.XXX
3. Signatura
Terdiri dari cara pemakaian obat, jumlah obat, serta waktu minum
obat.
Contoh penulisan signatura :
S 3 dd tab. I p.c.
Artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet, sesudah
makan
4. Pro
Terdiri dari nama pasien, umur, serta alamat pasien (jika obat
mengandung narkotika)
5. Subscriptio
Terdiri dari paraf atau tanda tangan (kalau obatnya mengandung
narkotika)
Untuk setiap resep ditutup dengan garis dan kemudian dibubuhi paraf atau tanda
tangan kemudian baru dilanjutkan ke resep kedua.
27 |
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat adalah zat aktif berasal dari
maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk
preventif,rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada
manusia maupun hewan. Zat aktif tersebut tidak dapat
dipergunakan
begitu saja, sebagai obat terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan.
Bentuk-bentuk sedian obat berupa sediaan padat yaitu kapsul ,tablet
,serbuk dan suppositoria,sedia semi padat yaitu cream,salep gel dan pasta
dan sedian cair yaitu Solutiones (Larutan) dan suspensi
Dan cara pemberain obat dengan enteranl terdiri dari oral dan sub
limgual ,parental terdiri dari intervena.intramuskular dan subkutan
dan
28 |
3.2 Saran
Agar mahasiswa lebih mempelajari lagi tentang farmasi kedokteran agar tidak
melakukan kesalahan saat dipraktiknya
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr.
Widji Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.
Harvey .A,Champe.C.(2009).Farmakologi Ulasan Bergambar.Edisi ke-4.Penerbit
EGC.
Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany
: Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology,
Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D-91054
Erlangen.
29 |
30 |