Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ORAL DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN PENYAKIT


DENTOMAKSILOFASIAL
SKENARIO 3
KLINIK PROSTODONSIA

KELOMPOK TUTORIAL VI :
KETUA

: Alfin Tiara S.

(131610101007)

SCRIBER MEJA

:Dessy Fitri W

(131610101086)

SCRIBER PAPAN

:Roni Handika

(131610101068)

ANGGOTA

1. Zhara Hafzah Audilla

131610101003

2. Ria Dhini Musyarofah

131610101004

3. Catur Putri Kinasih

131610101005

4. Dewi Muflikhah

131610101012

5. Adriano Joshua

131610101065

6. Alfin Ananda S

131610101066

7. Nektara Titan D

131610101082

8. Emastari Rosyda A

131610101086

9. Safira Niza Ulfita

131610101087

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2014/2015

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
1.1 Latar
Belakang
...................................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah
...................................................................................................................
1.3 Tujuan
Pembelajaran
...................................................................................................................
BAB
II
Tinjauan
Pustaka
.................................................................................................................................
2.1 Diagnosa
...................................................................................................................
2.1.1 Definisi
...............................................................................................................
2.1.2 Proses
Penegakan
Diagnosa
Secara
Umum
...............................................................................................................
2.2 Prosthodonsia
...................................................................................................................
BAB III Pembahahasan...........................................................................................
SKENARIO
..........................................................................................................................
STEP
I
Klarifikasi
Istilah
.............................................................................................................................
STEP
II
Identifikasi
Masalah
.............................................................................................................................
STEP
III
Brainstorming
.............................................................................................................................
STEP
IV
Mapping
.............................................................................................................................
STEP
V
Learning
Objective
.............................................................................................................................

STEP
VII
Pembahasan
.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

KATA PENGANTAR
Pertama, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas segala bimbingan dan petunjuk-Nya , serta berkat rahmat, nikmat,
dan karunia-Nya sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan
tutorial dengan skenario III prostodonsia.
Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai salah satu sarana untuk lebih
mendalami materi tentang oral diagnose dan rencana perawatan penyakit
dentomaksilofasial. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. drg. Dewi Kristiana, M. Kes. yang telah memberi kami kesempatan dan
bimbingan untuk lebih mendalami materi dengan pembuatan laporan
tutorial ini.
2. Teman-teman kelompok tutorial I yang telah berperan aktif dalam
pembuatan laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak
kekurangan,baik dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon
maaf jika ada kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami
juga berharap laporan tutorial ini yang telah kami buat ini dapat bermanfaat
untuk pendalaman pada blok ini.

Jember, 10 April 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prostodonsia adalah ilmu kedokteran gigi yang mempelajari metode
rehabilitasi dan pemeliharaan fungsi rongga mulut, kenyamanan, penampilan
dan kesehatan pasien dengan pembuatan restorasi gigi asli dan atau penggantian
gigi hilang beserta jaringan lunak rongga mulut dan maksilofasial dengan bahan
pengganti buatan. Berdasarkan jumlah gigi yang hilang dan diganti dengan gigi
tiruan, maka prostodonsia dibagi menjadi dua bagian yaitu : gigi tiruan lengkap
(full denture) dan gigi tiruan sebagian (partial denture). Gigi tiruan sebagian
(partial denture) dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan sebagian lepasan
(removable

prosthodontics)

dan

gigi

tiruan

sebagian

cekat

(fixed

prosthodontics). Gigi tiruan lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang dibuat untuk
menggantikan semua gigi asli beserta bagian jaringan gusi yang hilang, karena
apabila seseorang telah hilang semua gigi geliginya, maka dapat menghambat
fungsi pengunyahan, fungsi fonetik, fungsi estetik dan dapat mempengaruhi
keadaan psikis.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang kedokteran
gigi serta banyaknya kasus-kasus saat ini yang memerlukan penanganan khusus
di bidang prostodonsia, maka diperlukan profesional dokter gigi yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang lebih. Pengetahuan yang dimiliki akan
sangat membantu dokter gigi untuk melakukan penanganan atau perawatan yang
sesuai dengan diagnosis yang sebelumnya telah ditegakkan. Adapun yang
disebut dengan diagnosis adalah penetapan suatu keadaan yang menyimpang
atau keadaan normal melalui dasar pemikiran dan pertimbangan ilmu
pengetuahuan. Setiap penyimpangan dari keadaan normal ini dikatakan sebagai
suatu keadaan abnormal / anomali / kelainan. Diagnosis merupakan kesimpulan
dari pemeriksaan, baik itu pemeriksaan subyektif maupun pemeriksaan obyektif.
Dalam penegakan diagnosis perlu dilakukan prosedur penegakan diagnosis
secara sistematis. Pemeriksaan yang cermat perlu dilakukan untuk mendapatkan

diagnosis yang tepat. Kesalahan dalam mendiagnosis menyebabkan perawatan


yang tidak tepat, yang dapat merugikan pasien dan dokter gigi sendiri.
Penegakan diagnosis di bidang prostodonsia dilakukan
pemeriksaan

subyektif

dan

pemeriksaan

obyektif

telah

setelah

dilaksanakan.

Pemeriksaan subyektif meliputi keluhan utama pasien, riwayat medis, riwayat


pengobatan, dan riwayat penyakit keluarga. Sedangkan pemeriksaan obyektif
meliputi pemeriksaan klinis seperti pemeriksaan sistem tubuh, pemeriksaan
ekstraoral maupun intraoral, dan pemeriksaan penunjang seperti radiologis.
Sehingga, apabila dengan hasil pemeriksaan tersebut seorang praktisi telah dapat
mendiagnosis dengan tepat, maka praktisi tersebut dapat merencanakan
perawatan yang tepat pula, misal perawatan berupa pembuatan gigi tiruan seperti
yang telah dibahas sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penegakan diagnosis di bidang prostodonsia?
2. Bagaimana diagnosis dan rencana perawatan yang tepat sesuai dengan
skenario?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan diagnosis di bidang
prostodonsia.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang
tepat sesuai dengan skenario.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosa
2.1.1 Definisi
Diagnosis berasal dari bahasa Yunani yakni Dia berarti melalui dan
Gnosis berarti Ilmu pengetahuan. Jadi diagnosis merupakan penetapan suatu
keadaan yang menyimpang atau keadaan normalmelalui dasar pemikiran dan
pertimbangan ilmu pengetuahuan. Setiap penyimpangan darikeadaan normal ini
dikatakan sebagai suatu keadaan abnormal / anomali / kelainan.Untuk dapat
menetapkan suatu diagnosis secara tepat diperlukan ilmu pengetahuan
/pengalaman empirik yang luas mengenai :
a. Keadaan normal / standar normal, beserta variasi-variasinya yang masih
ditetapkansebagai keadaan normal.
b. Bermacam-macam bentuk penyimpangan dari keadaan normal yang
dikatakan sebagai keadaan abnormal.
Atas dasar ilmu pengetahuan tersebut di atas kemudian informasi
dikumpulkan melaluiprosedur pemeriksaan secara teliti dan sistematis agar
didapatkan seperangkat data yanglengkap dan tepat. Melalui data yang telah
dikumpulkan ini kemudian diagnosisditetapkan. Makin lengkap dan akurat data
yang dikumpulkan akan makin mudah dan tepatdiagnosis ditetapkan, kemudian
penyusunan rencana perawatan dan tindakan perawatanselanjutnya diharapkan
dapat dilakukan secara benar.
2.1.2 Proses Penegakan Diagnosa Secara Umum
Proses penegakan diagnosis dimulai dengan melakukan pemeriksaan
subjektif yakni anamnesis. Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti
suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya
adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah,
agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga
berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang
membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari :
1. Data umum pasien
7

2.
3.
4.
5.
6.

Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat penyakit Keluarga
Riwayat Kebiasaan/Sosial
Setelah

pemeriksaan

subjektif

telah

dilaksanakan,

selanjutnya

pemeriksaan klinis seperti kondisi umum, ekstraoral, dan intraoral dapat


dilakukan. Kondisi umum meliputi kondisi fisik pasien dan tanda-tanda vital.
Sedangkan ekstraoral meliputi pemeriksaan bentuk wajah, kepala dan leher,
kelenjar limfe, kelenjar saliva, dan sendi temporomandibular. Serta pemeriksaan
intraoral yang meliputi OHI-S, pemeriksaan gigi, jaringan periodontal, dan
jaringan lunak lain di sekitarnya.
Setelah pemeriksaan klinis telah dilaksanakan, maka diagnosa akan dapat
ditegakkan, dan prognosis dapat diperkirakan, serta rencana perawatan yang
tepat dapat ditentukan. Namun apabila setelah melakukan pemeriksaan klinis
diagnosis belum dapat ditegakkan, maka pemeriksaan penunjang seperti
radiologi, mikroskopik, dan lain-lain dapat dilakukan terlebih dahulu.
2.2 Prostodonsia
Prostodonsia adalah ilmu kedokteran gigi yang mempelajari metode
rehabilitasi dan pemeliharaan fungsi rongga mulut, kenyamanan, penampilan
dan kesehatan pasien dengan pembuatan restorasi gigi asli dan atau penggantian
gigi hilang beserta jaringan lunak rongga mulut dan maksilofasial dengan bahan
pengganti buatan. Berdasarkan jumlah gigi yang hilang dan diganti dengan gigi
tiruan, maka prostodonsia dibagi menjadi dua bagian yaitu : gigi tiruan lengkap
(full denture) dan gigi tiruan sebagian (partial denture). Gigi tiruan merupakan
protesa yang dibuat untuk menggantikan gigi yang hilang, dan didukung oleh
jaringan pendukung baik lunak maupun keras dalam rongga mulut. Pada pasien
yang kehilangan gigi, pemakaian gigi tiruan dapat membantu proses mastikasi
(pengunyahan), estetika, dan fonasi, serta mempertahankan keadaan jaringan
rongga mulut.
a. Gigi Tiruan Lengkap
Gigi tiruan lengkap (Full denture) adalah alat yang menggantikan seluruh
gigi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. GTL perlu digunakan untuk
mencegah pengkerutan tulang alveolar, berkurangnya dimensi vertikal

disebabkan turunnya otot-otot pipi karena tidak adanya penyangga, dan


hilangnya oklusi sentrik. Pada orang yang kehilangan seluruh giginya, dimensi
vertikal oklusi alami akan hilang dan mulut cendurung overclosure. Hal ini akan
menyebabkan pipi berkerut dan masuk ke dalam, serta membentuk commisure.
Selain itu, lidah sebagai kumpulan otot yang sangat dinamis karena hilangnya
gigi akan mengisi ruang selebar mungkin sehingga lidah akan membesar dan
nantinya dapat menyulitkan proses pembuatan gigi tiruan lengkap. Selama
berfungsi rahang bawah berusaha berkontak dengan rahang atas sehingga
dengan tidak adanya gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah akan menyebabkan
hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi protrusi dan hal ini
menyebabkan malposisi temporo-mandibular joint.
Indikasi pembuatan GTL adalah sebagai berikut :
1. Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.
2. Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena
kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
3. Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu
keberhasilannya.
4. Keadaan umum dan kondisi mulut pasien sehat.
5. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang akan
diperoleh.
Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam
keberhasilan gigi tiruan lengkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi
GTL:
1. Faktor fisis: Peripherial seal, efektifitas peripherial seal sangat
mempengaruhi efek retensi dari tekanan atmosfer. Posisi terbaik
peripherial seal adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada permukaan
bukal

gigi

tiruan

atas,

pada

permukaan

bukal

gigi

tiruan

bawah.Peripherial seal bersambung dengan Postdam pada rahang atas


menjadi sirkular seal. Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara
dari luar tidak dapat masuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting surface)

dan mukosa sehingga tekanan atmosfer di dalamnya tetap terjaga.


Apabila pada sirkular seal terdapat kebocoran (seal tidak utuh/terputus)
maka protesa akan mudah lepas. Hal inilah yang harus dihindari dan
menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan dalam pembuatan protesa
gigi tiruan lengkap.Postdam, diletakkan tepat disebelah anterior garis
getar dari palatum molle dekat fovea palatina.
2. Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut. Ketepatan
kontak antara basis gigi tiruan dengan mukosa mulut, tergantung dari
efektivitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan kohesi, yang bersama-sama
dikenal sebagai adhesi selektif.
3. Perluasan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting surface).
Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi
oleh basis gigi tiruan.
4. Residual Ridge, karena disini tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai
sebagai pegangan terutama pada rahang atas.
5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang di bawahnya untuk
menghindari rasa sakit dan terlepasnya gigi tiruan saat berfungsi
b. Gigi Tiruan Sebagian
Menurut Applegate (1959), gigi tiruan sebagian adalah salah satu alat
yang berfungsi untuk mengembalikan beberapa gigi asli yang hilang dengan
dukungan utama jaringan lunak di bawah plat dasar dan dukungan tambahan
adalah

gigi

asli

yang

masih

tertinggal

dan

terpilih

sebagai

pilar.

Gigi geligi dalam rongga mulut berperan penting dalam berbagai fungsi, antara
lain mastikasi, fonasi, dan estetika. Kehilangan elemen gigi baik sebagian atau
seluruhnya dapat mengurangi keseimbangan fungsi dalam rongga mulut, oleh
karena itu kehilangan gigi geligi hendaknya segera dibuatkan gigi tiruan
pengganti.
Indikasi gigi tiruan sebagian lepasan adalah :
1.
2.

Hilangnya satu atau lebih sebagian gigi


Gigi yang tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat

3.

sebagai gigi pegangan


Keadaan processus alveolaris masih baik

10

4.
5.

Kesehatan umum dan kebersihan mulut pasien baik


Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan

Kennedy mengklasifikasikan Gigi Tiruan Sebagian berdasarkan letak


sadel dan free end :
1. Kelas I, yaitu daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi
yang masih ada dan berada pada kedua sisi rahang (Bilateral Free End
atau ujung bebas pada dua sisi).
2. Kelas II, yaitu daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi
yang masih ada, berada hanya pada satu sisi rahang saja (Unilateral Free
End atau ujung bebas pada satu sisi).
3.

Kelas III, yaitu keadaan tak bergigi paradental dengan kedua gigi

tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan kepada protesa secara


keseluruhan.
4. Kelas IV, yaitu daerah tak bergigi terletak di anterior gigi-geligi yang
masih ada dan melewati median line.
5.

Kelas V, yaitu daerah tak bergigi paradental dimana gigi yang

tertinggal gigi anterior tidak dapat dipakai sebagai gigi penahan.


6.

Kelas VI daerah tak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga

dapat dipakai sebagai gigi penahan.


Klasifikasi gigi tiruan sebagian berdasarkan letak klamer menurut Miller
ditentukan sebagai berikut:
1. Klas I, menggunakan dua buah klamer dimana klamer-klamer tersebut
lurus berhadapan dan tegak lurus median line.
2.

Klas II, menggunakan dua buah klamer yang letaknya saling

berhadapan dan membentuk garis diagonal serta melewati median line.


3.

Klas III, menggunakan tiga buah klamer yang letaknya sedemikian

rupa sehingga apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis,


merupakan suatu segitiga yang terletak di tengah gigi tiruan.
4. Klas IV, menggunakan empat buah klamer yang letaknya sedemikian
rupa sehingga apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis
lurus, merupakan suatu segi empat yang terletak di tengah gigi tiruan.
11

Dalam menentukan desain dari gigi tiruan sebagian lepasan, perlu


diperhatikan beberapa faktor, yaitu :
a. Retensi, yaitu kemampuan gigi tiruan untuk melawan gaya pemindah yang
cenderung memindah protesa ke arah oklusal. Yang dapat memberikan retensi
adalah : lengan retentive, klamer, oklusal rest, kontur dan landasan gigi,
oklusi, adhesi, tekanan atmosfer, dan surface tension.
b. Stabilisasi, yaitu perlawanan atau ketahanan terhadap perpindahan gigi tiruan
dalam arah horisontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berfungsi
kecuali bagian terminal/ujung lengan retentive. Stabilisasi terlihat bila dalam
keadaan berfungsi. Gigi yang mempunyai stabilisasi pasti mempunyai retensi,
sedangkan gigi yang mempunyai retensi belum tentu mempunyai stabilisasi.
c. Estetika
1. Penempatan klamer harus sedemikian rupa sehingga tidak terlihat dalam
posisi bagaimanapun juga
2. Gigi tiruan harus pantas dan tampak asli bagi pasien, meliputi warna gigi
dan inklinasi/ posisi tiap gigi
3. Kontur gingiva harus sesuai dengan keadaan pasien
4. Perlekatan gigi di atas ridge

12

BAB III
PEMBAHASAN
SKENARIO III
Pak Suyatno, 59 tahun, wiraswasta, dating ke RSGM UJ, ingin dibuatkan
gigi tiruan untuk mengganti gigi tiruannya, karena gigi yang hilang bertambah.
Pasien merasa tidak nyaman untuk makan karena susah pada saat mengunyah
dan malu saat berbicara. Pencabutan terakhir gigi belakang rahang atas karena
berlubang.Ada juga gigi lepas sendiri tanpa pencabutan.Tipependerita exacting.
Kesehatan umum : mempunyai sakit hipertensi. Pemeriksaaan intra oral : gigi
goyang 3 dan resesi gingiva : 12 13 32 37 42 48 , karies profunda 23, sisa akar
24, ( semua gigi tersebut indikasi pencabutan ). Gigi hilang 11 14 15 16 17 18 21
22 25 26 27 31 33 34 35 36 38 ( memakai gigi tiruan lepasan ) gigi yang terdapat
kalkulus. Foto rontgen : pada gigi 12 13 32 37 42 48 resorbsi tulang alveolar, 23
terdapat gambaran radiolusent bagian apikal. Vestibulum post RA dalam,
tubermaxilla besar, retromyolihyod dalam, torus palatinus flat. Kemudian dokter
gigi menegakkan diagnosis dan rencana perawatan untuk pasien tersebut.
STEP I KLASIFIKASI ISTILAH
1. Tipe Pasien Exacting :
- Tipe psikologi pasien yang terlalu hati-hati dan lebih kriitis pada
-

dokter gigi
Kemungkinan pernah dirawat oleh dokter gigi yang hasilnya buruk

dan akhirnya menjadikan pasien lebih hati-hati


- Rasa khawatir pasien terlalu akan perubahan tampilan
2. Gigi goyang 3
Kegoyangan gigi lebih besar dari 1 mm pada segala arah dan atau gigi
dapat ditekan kearah apikal.

13

STEP II RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengaruh pencabutan terakhir dengan dental denture?
2. Bagaimana pengaruh gambar anatomi rongga mulut (vestibulum,
tubermaxila, retromilohyoid, torus palatinus) dengan perawatan
prostodonsia ?
3. Adakah pengaruh penyakit hipertensi terhadap rencana perawatan?
4. Bagaimana diagnosis dan rencana perawatan yang tepat?
STEP III BRAIN STORMING
1. Seorang dokter gigi harus tahu kapan pencabutan terakhir dilakukan pada
pasien sebelum dilakukan perawatan prostodonsia. Hal ini berkaitan dengan
proses penutupan atau penyembuhan luka. Waktu penyembuhan luka antara
orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Selain itu dapat mengetahui
bagaimana proses healing pasien tergolong bagus ataukah ada kelainan.
Informasi ini juga berguna untuk melihat apakah ada migrasi dari gigi geligi
karena jika pencabutan dilakukan sudah lama biasanya terjadi migrasi gigi
geligi dan perlu dilakukan perawatan ortodonsia terlebih dahulu.
2. Gambar anatomi rongga mulut (vestibulum, tubermaxila, retromilohyoid,
torus palatinus) memiliki pengaruh terhadap retensi dan kestabilan gigi
tiruan di dalam rongga mulut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan
gambaran antomi tersebut sebelum dilakukan prostodonsia.
a. Vestibulum, merupakan celah di antara mukosa bergerak dan tidak
bergerak. Vestibulum berfungsi sebagai retensi dan stabilisasi gigi
tiruan. Vestibulum yang dalam menyebabkan retensi dan stebalisasi
semakin baik. Pemeriksaannya dilakukan menggunakan kaca mulut no.3
b. Tubermaxila, bentuk tubermaxila yang besar berfungsi sebagai retensi
gigi tiruan rahang atas. Bentuk tubermaxila yang paling menguntungkan
yaitu besar hanya di satu sisi sehngga retensi lebih baik.
c. Retromilohyoid, merupakan perlekatan otot di daerah antara M2 dan M3
bagian

lingual.

Retromilohyoid

berfungsi

sebagai

retensi.

Retromilohyoid yang dalam maka retensinya akan lebih baik.


d. Torus palatinus, merupakan penonjolan tulang pada garis tengah
palatum. Adanya torus palatinus akan mengganggu retensi dan
stabilisasi gigi tiruan. Oleh karena itu dibuatkan relief of chamber.

14

3. Hubungan hipertensi dengan obat yaitu terjadinya xerostomia sehingga


mengakibatkan retensi yang buruk dan sukar untuk perlekatan pada geligi
tiruan. Saliva berfungsi sebagai retensi gigi tiruan karena memiliki daya
adhesi dan kohesi. Pada saliva, glikoprotein yang satu berikatan deengan
yang lain (kohesi) dan glikoprotein saliva juga berikatan dengan gigi tiruan
sehingga terjadi retensi gigi tiruan.
4. Diagnosa
- 11 13 32 37 42 48
: periodontitis
- 23
: abses periapikal
- 24
: nekrosis pulpa totalis
- Edentulous ridge gigi 31 32 33 34 35 36 37 38
- Edentulous ridge rahang atas
Rencana perawatan
- 41 43 44 45 46 47
: scalling
- 12 13 24 32 37 42 48
: ekstraksi
- 31 32 33 34 35 3637 38 42 48 : GTSL
- GTL Rahang atas

15

STEP IV MAPPING

16

STEP V LEARNING OBJECTIVE


PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan diagnosa
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa dan rencana perawatan
STEP VII PEMBAHASAN

SUSAH MENGUNYAH MALU SAAT BICARA

1) Prosedur Penegakan Diagnosa


A. Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani, anamneses yang artinya
mengingat kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan
PEMERIKSAAN OBJEKTIF

oleh seorang dokter maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian


wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu
dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
PEMERIKSAAN
KLINIS
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
dan dasar-dasar
pengetahuan yang
ada di balik terjadinya
suatu penyakit
serta

bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis pertanyaan yang
akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan
bergantung pada beberapa faktor. Adapun tujuan dari anamnesis yakni
sebagai berikut :

PEMERIKSAAN INTRA ORAL


PEMERIKSAAN EKSTRA
PEMERIKSAAN
ORAL
RADIOGRAFI

a. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang


dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan
dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga
bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis
saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum
DIAGNOSA

sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat


ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
b. Membangun hubungan yang baik antara seorang dokter, perawat, dan
RENCANA
pasiennya.
Umumnya
seorang PERAWATAN
pasien yang baru pertama kalinya
TIPE PASIEN

bertemu dengan dokter maupun perawatnya akan merasa canggung,


tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang
dokterlah

untuk

PROGNOSA

mencairkan

hubungan

tersebut.

Pemeriksaan

anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun


hubungan

dokter,

perawat,

17

dan

pasiennya

sehingga

dapat

mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahaptahap pemeriksaan selanjutnya.
Ditinjau dari cara penyampaian, anamnesis dikenal ada 2 macam:
a. Auto

Anamnesis:

cerita

mengenai

keadaan

penyakit

disampaikan sendiri oleh pasien


b. Allo Anamnesis: cerita mengenai keadaan pasien tidak disampaikan
oleh pasien melainkan melalui bantuan orang lain
Dari segi inisiatif penyampaian:
a. Anamnesis pasif: pasien sendiri yang menceritakan keadaannya
kepada pemeriksa
b. Anamnesis
aktif:

penderita

perlu

dibantu

pertanyaan-

pertanyaan dalam menyampaikan ceritanya.


Hal-hal yang akan ditanyakan pada saat melakukan anamnesis yaitu
sebagai berikut :
a. Nama Penderita: Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seorang
penderita dari yang lainnya,di samping mengetahui asal suku atau
rasanya.Hal terakhir ini penting,karena ras antara lain berhubungan
dengan penyusunan gigi dpan.Contohnya,orang Eropa (ras Kaukasus)
mempunyai profil yang lurus,sedangkan orang Asia (Mongoloid)
cembung.
b. Alamat: Dengan mengetahui alamatnya,penderita dapat dihubungi
segera bila terjadi sesuatu yang tak diharapkan,umpamanya kekeliruan
pemberian obat,juga untuk memudahkan pemanggilan kembali pasien
dan

informasi mengenai latar belakang lingkungan hidup pasien

sehingga dapat diketahui status sosialnya.


c. Pekerjaan: modifikasi jenis perawatan mungkin diperlukan karena
factor jenis pekerjaan,seperti seorang pembuat roti / kue,yang secara
rutin harus mencicipi makanan yang sudah terbakar,pada hal insidensi
kariesnya tinggi.
d. Jenis kelamin: Secara jelas sebetulnya tidak terdapat karakteristik
konkrit yang berlaku untuk pria dan wanita.Namun demikian hal-hal
berikut

ini

sebaiknya

diperhatikan

.Wanita

cenderung

lebih

memperhatikan faktor estetik disbanding pria. Sebaliknya pria

18

membutuhkan protesa yang lebih kuat,sebab mereka menunjukkan


kekuatan mastikasi yang lebih besar.Pria juga lebih mementingkan
rasa nyaman,disamping factor fungional geligi tiruan yang dipakai.
e. Usia: proses menua mempengaruhi toleransi jaringan kesehatan
mulut, koordiasi

otot,

mengalirnya

saliva,

ukuran pulpa gigi,

panjang mahkota klinis. Usia juga menentukan bentuk, warna serta


ukuran gigi seseorang.
f. Pencabutan terakhir gigi : lama jangka waktu anatara pencabutan
terakhir dengan saat dimulainya pembuatan geligi tiruan akan
mempengaruhi hasil perawatan.
g. Pengalaman memakai gigi tiruan: Adaptasi akan lebih mudah
dan cepat pada orang yang sudah pernah memakai gigi tiruan.
h. Tujuan pembuatan gigi tiruan: penderita perlu ditanyai mengenai
apakah ia lebih memntingkan pemenuhan
fungsional.Biasanya

konstruksi

disesuaikan

factor

estetik atau

degan

kebutuhan

penderita.
i. Keterangan lain: Penderita ditanya apakah mempunyai kebiasaan
buruk, dsb.
B. Pemeriksaan Status Umum
Riwayat penyakit umum ditanyakan kepada pasien dengan mengajukan
pertayaan-pertanyaan. Penderita

sebaiknya

ditanya

apakah

ia

sedang

berada dalam perawatan seorang dokter umum dan bila demikian, obatobat apa saja yang sedang diminum. Hal ini perlu diketahui, karena penyakit
dan pengobatan tertentu dapat mempengaruhi jaringan yang terlibat dalam
perawatan

dental,

seperti

diabetes

melitus,

penyakit

kadiovaskular,

tuberculosis,anemia,depresi mental, kecanduan alkohol, dan sebagainya.

a. Diabetes Mellitus
Pada penderita diabetes mellitus,suatu kombinasi infeksi dan penyakit
pembuluh darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di
dalam mulut,seperti jaringan mukosa yang meradang,cepat berkembangnya
penyakit periodontal yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara
menyolok dan mudah terjadi abses periapikal.Infeksi monilial,berkurangnya

19

saliva,bertambahnya pembentukan kalkulus merupakan hal yang khas dari


penyakit diabetes yang tak terkontrol.Hal pertama yang harus dilakukan
adalah menyehatkan kembali rongga mulut.
Dalam lingkungan mulut yang sehat kembali.pembuatan protesa dapat
dilakukan dengan saran-saran tambahan sebagai berikut :
Hindari tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin
dilakukan
Menggunakan bahan cetak yang dpat mengalir bebas dan buat desain
rangka geligi tiruan yang terbuka dan mudah dibersihkan,serta
distribusikan beban fungsional pada semua bagian yang dapat
memberikan dukungan
Lalu menyusun oklusi yang harmonis
Bila dibutuhkan,rangsanglah pengaliran saliva dengan obat hisap yang
bebas karbohidrat
Menekankan pada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan kesehatan
mulut
Menentukan kunjungan ulang penderita setiap 6 bulan sekali untuk
mempertahankan kesehatan mulut
b. Penyakit Kardiovaskuler
Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pencabutan gigi.Hindari
pemakaian

anastetikum

yang

mengandung

vasokonstriktor

seperti

adrenalin,oelh karena bahan ini dapat mempengaruhi tekanan darah.


c. Tuberkulosis
Terjadinya gangguan metabolism pada penderita dan dapat menyebabkan
resopsi berlebihan pada tulang alveolar.
d. Anemia
Penderita anemia biasanya menunjukkan resopsi tulang alveolar yang
cepat.Untuk kasus ini sebaiknya gunakan elemen gigi tiruan yang tidak ada
tonjolannya (cusp)
e. Depresi Mental
Penderita biasanya diberi pengobatan dengan obat yang mempunyai efek
mengeringkan mukosa mulut.Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya
retensi geligi tiruan.Maka perawatan dalam bidang prostodontik sebaiknya
ditunda dahulu sampai perawatan terhadap depresi mentalnya dapat diatasi.

20

f. Alkoholisme
Sebagai pemakai geligi tiruan sebagian lepasan,pecandu alcohol biasanya
mengecewakan.Tanda-tanda penderita semacam ini antara lain napasnya
berbau

alcohol,tremor,mata

dan

kulit

pada

bagian

tengah

wajah

memerah,gugup dan kurus.


Dalam upaya menutupi rasa rendah dirinya,penderita alkoholik menuntut
factor estetik yang tinggi untuk protesa yang akan dibuat.Keyakinan dirinya
serta kerjasama dengan penderita ini dapat dikembangkan,bila hal tadi dapat
kita penuhi.Sebaliknya,bila hal ini gagal,bisa membawa akibat buruk.
Perawatan gigi untuk alkoholik umunya dihindari hingga kebutuhan ini
sudah sangat mendesak,supaya pembuatan protesa dapat berhasil dalam
jangka waktu yang panjang.
g. Hipertensi
Obat-obatan antihipertensi mempunyai dampak pada sekresi saliva yang
dihasilkan.Penderita dapat mengalami xerostomia sehingga mengurangi
perlekatan geligi tiruan denagn rongga mulut pasien.
h. Asma
Penyakit asma sendiri memiliki 2 tipe yang berbeda (bronkiale dan
kardiale) yang memiliki obat yang berbeda pula.Obat untuk penderita asma
dapat mempunyai pengaruh vasokonstriktor maupun vasodilasator tergantung
pada jenis asma yang diderita,sehingga akan mempunya dampak pada
anastesi yang akan diberikan .

C. Pemeriksaan Status local


a. Luar Mulut (Ekstra Oral)
1. Kepala
Cara pemeriksaan kepala dilakukan dengan meminta penderita
duduk tegak, kemudian dilihat dari arah belakang atas.Perhatikan
bentuk kepala sampai batas trichion. Dikenal macam-macam bentuk
kepala yaitu, persegi atau square, lonjong atau oval, dan lancip atau
tapering. Biasanya bentuk kepala sesuai dengan bentuk rahang atas
serta bentuk gigi insisiv sentral dilihat dari arah permukaan labial.
2. Muka
21

a. Bentuk Wajah
Leon Wiliam menyatakan adanya hubungan antara bentuk muka
dengan bentuk gigi insisiv sentral atas. Permukaan labial gigi ini
sesuai dengan bentuk muka dilihat dari depan dalam arah terbalik.
Muka penderita harus diperiksan terhapap kemungkinan adanya
abnormalitas seperti asimetris, pembengkakan, hemiatropi dan lainlain.
b. Profil
Bentuk muka penderita dilihat dari arah samping atau sagital
meripakan indikasi hubungan rahang atas dan rahang bawah.Dikenal 3
macam profil muka, yaitu lurus atau straight, cembung atau kenveks,
dan sekung atau konkaf. Bentuk profil ini perlu diketahui untuk
penyesuaian bentuk labial gigi depan dilihat dari arah proksimal.
3. Mata
Pemeriksaan mata dilakukan pada saat penderita duduk tegak
dengan mata memandang lurus kedepan, lalu dilihat adanya keadaan
simetris atau tidak. Selanjutnya, bila bola mata penderita dapat
mengikuti gerakan sebuah instrument yang kita gerakkan ke segala
arah, hal ini disebut movable in all direction bila hal ini tidak
terlaksaan, keadaan ini disebut unmovable in all direction.
Guna pemeriksaan ini :
a. Garis interpupil, yang dipakai untuk menentukan tinggi gigit secara
Sorenson dan kesejajaran galangan gigit rahang atas bagian
anterior.
b. Bidang horizontal frankfur yaitu, bidang yang melalui titik-titik
infraorbital dan tragus. Bidang ini penting untuk proses pencetakan
rahang dengan bahan cetak yang cair. Pada penderita yang sensitive
dan mudah mual, garis ini hendaknya diatur sejajar lantai.
c. Garis tragus cantus, yang jadi panduan letak kondil rahang yang
terletak lebih kurang setengah inchi di depan tragus pada garis ini.
d. Garis tengah wajah penderita
4. Hidung
Dari pernafasan penderita yang diperiksa sesaat sebelum
pencetakan rahang, dapat diketahui apakah ia bernafas melalui hidung
atau mulut. Pasien yang bernafas melalui mulut biasanya mempunyai
palatum dalam.Selain itu, mukosa mulutnya relative lebih kering,
sehingga pada waktu pencetakan harus kumur-kumur lebih dahulu
22

supaya

hasil

cetakannya

baik.

Mulut

yang

kering

kurang

menguntungkan dari segi retensi bagi geligi tiruan yang akan dipakai.
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan meletakkan sebuah kaca
mulut didepan lubang hidung penderita. Dengan mulut dalam keadaan
tertutup, ia diminta menarik nafas, lalu menghembuskannya. Bila kaca
mulut menjadi buram, berarti ia bernafas melalui hidung.
5. Telinga
Telinga diperiksa simetri atau tidak. Peranan telingan dalam proses
pembuatan geligi tiruan adalah
a. Untuk menentukan garis camper

yaitu,

garis

lurus

yang

menghubungkan tragus dengan alamasi atau sayap hidung. Garis ini


berguna pada penectakan rahang yang menggunakan bahan cetak yang
tidak cair, seperti impression compound harus sejajar lantai.

b. Dalam Mulut (Intra Oral)


Pemeriksaan Intraoral
a. Status umum merupakan data pemeriksaan secara umum ( gigi hilang,
sisa akar, rotasi, dll ), yang berhubungan dengan rencana terapi
b. Vestibulum merupakan celah antara mukosa bergerak dan mukosa
tidak bergerak.
Cara pemeriksaan, diperiksa menggunakan kaca mulut nomer 3.
Apabila kaca mulut terbenam lebih dari setengah diameter kaca mulut
maka dikatakan vestibulum dalam, dan apabila kaca mulut terbenam
kurang dari setengah diameter kaca mulut dikatakan vestibum dangkal
c. Tuber maksilaris
Bentuk tuber yang besar berguna untuk retensi gigi tiruan di
daerah undercut . Apabila tuber maksilaris besar hanya satu sisi tidak
berpengaruh karena dapat diatasi dengan mencari arah pasang geligi
tiruannya
d. Eksostosis
Adalah tonjolan tulang pada procesus alveolaris, bentuknya :
membulat seperti torus palatinus, torus mandibula tajam akibat
pencabutan gigi, bila diraba terasa sakit, tidak dapat digerakkan.

23

Cara pemeriksaan dengan melakukan palplasi, bila ada eksostosis


dan mengganggu fungsi gigi tiruan maka dilakukan tindakan
pembedahan (alveoltektomi)
Fungsi pemeriksaan adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
tulang menonjol dan terasa sakit akibat pencabutan yang tidak
beraturan dan dapat mempengaruhi pemakaian gigi tiruan
e. Torus
Adalah tonjolan pada rahang dari mukosa mulut yang tidak
berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang
berlebihan, radiopaque dan dapat terjadi di beberapa tempat dari
tulang rahang.
Torus Palatinus
Torus yang terdapat pada garis tengah palatum.Ukuran torus besar /
sedang / kecil.Pemeriksaanya memakai burniser, dengan menekan
beberapa tempat sehingga dapat dirasakan perbedaan kekenyalan
jaringan.
f. Frenulum
Frenulum yaitu lipatan jaringan lunak yang menahan pergerakan
organ yang dapat bergerak, termasuk lidah.Frenulum labialis terdapat
pada rahang atas dan bawah sedangkan frenulum lingualis pada
rahang bawah yang struktur perlekatannya sering kali dekat dengan
puncak residual ridge. Perlekatan ini akan menggangu penutupan tepi
(seal) dan stabilitas geligi tiruan.
Letak perlekatan frenulum dapat digolongkan menjadi :
Tinggi
: bila perlekatan hamper sampai ke puncak ridge
Sedang
: bila perlekatannya kira-kira ditengah antara ridge puncak
ridge dan fornix.
Rendah
: bila perlekatannya dengan fornix.
g. Rongga Retromylohioid
Merupakan perlekatan otot didaerah antara M2 dan M3 sebelah
lingual.Daerah ini penting untuk retensi gigi tiruan.Kaca mulut yang
terbenam lebih setengahnya menunjukkan daerah retro yang
dalam.Retro

dangkal,

kaca

mulut

terbenam

kurang

dari

setengahnya.Retro sedang, kaca mulut terbenam kira kira setengah


diameter kaca mulut.
h. Bentuk ridge

24

Ridge merupakan puncak tulang alveolar. Ridge ini terdapat 4


bentuk yaitu square, ovoid, tapering, flat.
i. Bentuk dalam palatum
Cara pemeriksaannya dilihat pada model

studi dari arah

transversal. Bentuk dalam palatum dibagi menjadi 4 yaitu : square,


j.

ovoid, tapering dan flat.


Torus Mandibula
Torus yang berada region lingual premolar bawah yang tumbuh di
atas garis mylohyoid dari kaninus sampai molar pertama.

k. Sendi Temporomandibula
Apabila terdapat kelainan pada sendi temporomandibula terdapat
beberapa bunyi yang dapat didengar, antara lain :
KLIKING
Kliking adalah gejala yang paling sering menandakan adanya
TMD yang dislokasi discus artikularis.Bunyi Kliking muncul saat
rahang ditutup atau dibuka umumnya hanya didengar oleh penderita.
Tetapi jika bunyi tersebut menjadi lebih keras dapat didengar oleh
orang lain didiskripsikan sebagai suara yang berbunyi klik

KREPITUS
Krepitus adalah bunyi mengerat atau menggesek yang terjadi

selama pergerakan mandibula. Terutama gerakan dari sisi yang satu ke


sisi yang lain. Bunyi lebih sering diketahui dengan perabaan daripada
pendengaran.

DEVIASI
Deviasi adalah gangguan oklusal atau terjadi premature kontak

yang menyebabkan deviasi pada rahang sehingga TMJ menyesuaikan


posisinya pada saat rahang mencapai posisi oklusi.
l. Lidah
Ukuran Lidah

Lidah Normal
Cukup besarnya tidak berlebihan. Mengisi dasar mulut dengan
unjungnya berada sedikit di bawah tepi insisal gigi anterior rahang

25

bawah tepi lateral lidah normal biasanya berkontak dengan permukaan


gigi

belakang.

Besar

dan

posisi

lidah

seperti

ini

paling

menguntungkan untuk menutupi tepi protesa.

Makroglosia
Menutupi dasar mulut dan juga prosesus alveolar yang telah
ditinggalkan gigi.Pada rahang bawah yang masih bergigi makroglosia
mudah dikenal karena adanya identasi gigi pada permukaan lateral
lidah.Pencetakan sukar dilakukan pada penderita lidah tipe seperti ini.
Stabilisasi protesa sulit pula dicapai, karena lidah yang besar akan
cenderung menggerakkan gigi tiruan pada setiap geraknya.

Mikroglosia
Lidah kecil juga tidak memberikan penutupan tepi yang memadai
untuk protesa rahang bawah. Aktifitas lidah diperiksa dengan cara
menyentuh sebuah alat ke salah satu bagian. Pada lidah aktif,
setntuhan ringan saja sudah akan menyebabkan gerakan yang aktif.
Aktifitas lidah biasanya mempengaruhi retensi gigi tiruan.

m. Saliva
Dapat dicatat kental atau cair juga jumlahnya dapat dicatat
banyak atau sedikit.Air ludah yang cair dalam jumlah yang banyak
dapat membasahi permukaan anatomis geligi tiruan sehingga
mempertinggi daya permukaan.Air ludah yang banyak dan kental
mudah melepaskan gigi tiruan dan menyulitkan pada saat mencetak
rahang bawah.Untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah air
ludah yang banyak ialah dengan meminta pasien berkumur sebeum
percetakan rahang dilakukan.
n. Oklusi
Oklusi merupakan keadaan di mana gigi-gigi pada rahang atas
dan gigi pada rahang bawah bertemu, pada saat rahang atas dan
rahang bawah menutup. Oklusi dari gigi gigi bukanlah suatu keadaan
yang statis, karena mandibula dapatbergerak dalam berbagai posisi,

26

sehingga oklusi dapat berupa oklusi sentrik, mesial, distal, labial supra
dan infraklusi.
Oklusi Statis, hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah
dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah kunyah gigi geligi tidak
berfungsi atau statik.
a. Relasi Gigi Anterior
Overjet (jarak gigit) adalah jarak horizontal insisal insisiv rahang

atas terhadap labial insisiv rahang bawah.


Overbite (tumpang gigit) adalah jarak vertikal insisal insisiv

rahang atas terhadap labial insisiv rahang bawah


b. Relasi Gigi Posterior
Relasi gigi posterior cusp to marginal ridge : cusp fungsional gigi
rahang atas dan rahang bawah saling bersandar pada marginal

ridge gigi posterior bawahnya.


Relasi gigi posterior cusp to fossa : cusp fungsional gigi rahang
atas dan rahang bawah saling bersandar pada fossa gigi posterior
bawahnya.

Sebelum dilakukan perawatan prostodonsia seorang dokter gigi juga harus


mengetahui tipe dari pasiennya. Menurut penelitian, faktor psikologi sangat
berperan dalam penerimaan pasien terhadap protesa yang akan dipakainya.
Dimana adanya hubungan timbal balik antara dokter gigi dan pasiennya.
Hubungan yang dimaksud misalnya dalam pembuatan protesa secara teknis
sudah dikatakan baik, tapi bisa saja protesa tersebut gagal karena faktor manusia.
Faktor manusia yang dimaksud yaitu dalam hal psikolog atau mentalnya,
kemungkinan ada komunikasi yang kurang baik antara dokter gigi dan
pasiennya. Sebaliknya, protesa yang secara teknis kurang baik, bahkan tidak
memenuhi syarat, tetapi dalam batas tidak mengganggu toleransi fisiologik
jaringan mulut, dapat diterima oleh pasien karena ada komunikasi dan hubungan
yang baik dengan dokter giginya. Oleh karena itu, penting sekali kiranya bagi
dokter gigi untuk mengetahui tipe-tipe pasien prostodontik dan memanfaatkan
potensi yang berkaitan dengan tingkah laku pasien.

27

M.M. House (1937) membagi pola psikologik pasien prostodontik


berdasarkan pandangannya terhadap perawatan dan terhadap gigi tiruan menjadi
4 kelas, yaitu:
a) Philosophical Mind
Sifat orang yang termasuk kelompok ini sikap mentalnya seimbang,
rasional, dan tenang.Dia percaya terhadap kemampuan dokter gigi.Oleh
karena itu prognosisnya untuk pasien tipe filosofikal baik.Sikap mental
pasien yang demikianlah jangan disia-siakan karena bisa membantu
keberhasilan perwatan.
b) Exacting or Critical Mind
Kelompok orang tipe ini serba teratur, terlalu hati-hati, ingin segala
sesuatu secara tepat, banyak menuntut, dan kadang kesehatannya
jelek.Kelompok orang ini sukar menerima nasihat, bahkan ingin ikut terlibat
dalam mengatur perawatan. Seperti misalnya ketika dinyatakan bahwa
giginya harus dicabut, pasien tipe ini sangat keberatan dan khawatir akan
berubahnya penampilan bila harus memakai gigi tiruan. Perlu diperhatikan
pasien tipe ini biasanya tidak mudah percaya akan kemampuan yang dimilik
dokter gigi dalam perawatan. Bahkan ada yang sampai meminta jaminan
tertulis atau minta ongkosnya kembali jika perawatan tidak berhasil.
Prognosisnya pada kelompok ini bisa baik bila tendensi ingin
sempurna dan sikap kritisnya sepadan dengan pengertian dan kecerdasan
dokter

gigi

dalam

menanganinya.Jadi

dokter

gigi

harus

mampu

menunjukkan bahwa dia memang punya kemampuan merawat dengan


cermat dan tepat.Perlu diperhatikan pula, orang tipe ini amat peka terhadap
hal-hal yang menurut keyakinannya tidak baik, bahkan untuk hal sepel
sekali pun.
c) Hysterical Mind
Kelompok tipe ini sikap dan tingkah lakunya biasanya gugup dan
kesehatan mulutnya buruk.Dalam mengambil keputusan terkesan ragu.Tipe
ini juga tidak kooperatif dan sulit menerima alasan. Tipe ini takut dengan
perawatan kedokteran gigi, menolak pencabutan gigi dan dia berkeyakinan
bahwa pemasangan gigi tiruan akan berakhir dengan kegagalan.

28

Dalam hal ini, pribadi dan kemampuan dokter gigi lah yang amat
berperan untuk meyakinkan pasien.Pada kasus-kasus ini kesuksesan yang
dicapai hanyalah sesuatu yang relatif, karena si pasien cenderung mengeluh
dan mencari-cari kesalahan orang yang merawatnya.
d) Indifferent Mind
Pasien tipe ini tidak peduli terhadap penampilan dirinya dan tidak
merasakan pentingnya masalah mastikasi.Mereka tidak ulet dan tidak mau
merepotkan diri sendiri dalam hal membersihkan protesa.Upaya dokter gigi
dalam merawatnya bahkan kurang dihargai.Karena itu orang tipe ini
sesungguhnya tidak merasa perlu untuk pemasangan gigi tiruan.Dietnya
biasanya buruk, mungkin peminum dan kalupun dia mau datang ke dokter
gigi karena atas dorongan kawannya atau anggota keluarganya.
Prognosis perawatan biasanya tidak menguntungkan, kecuali bila
penerangan dan instruksi yang diberikan kepada pasien berhasil baik.
2) Diagnosa dan Rencana Perawatan
Dapat disimpulkan diagnosa dari skenario:
- 11 13 32 37 42 48
: periodontitis
- 23
: abses periapikal
- 24
: nekrosis pulpa totalis
- Edentulous ridge gigi 31 32 33 34 35 36 37 38
- Edentulous ridge rahang atas
Rencana perawatan
- 41 43 44 45 46 47
: scalling
- 12 13 24 32 37 42 48
: ekstraksi
- 31 32 33 34 35 3637 38 42 48 : GTSL
- GTL Rahang atas

a. Desaign pembuatan gigi tiruan ?

Keterangan :
warna merah : plat akrilik
warna biru : -

Gigi diarsir : gigi yang hilang yang sudah dicabut


Gigi yang di silang : gigi yang tidak ada secara fisiologis

29

Seorang dokter gigi juga harus memperhatikan bahan untuk pembuatan


gigi tiruan yang sesuai dengan keinginan dan kondisi pasien. Basis Protesa Sejak
pertengahan tahun 1940-an, kebanyakan basis protesa dibuat dengan
menggunakan resin poli(metal metakrilat). Resin-resin tersebut merupakan
plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metal
metakrilat multipel. Poli(metal metakrilat) murni adalah tidak berwarna,
transparan dan padat. Untuk mempermudah penggunaannya dalam kedokteran
gigi, polimer diwarnai untuk mendapatkan warna dan derajat kebeningan. Warna
serta sifat optik tetap stabil di bawah kondisi mulut yang normal; dan sifat-sifat
fisiknya telah terbukti sesuai untuk aplikasi kedokteran gigi. Satu keuntungan
poli(metal metakrilat) sebagai bahan basis protesa adalah relatif mudah
pengerjaannya. Bahan basis protesa poli (metal metakrilat) biasanya dikemas
dalam sistem bubuk-cairan. Cairan mengandung metal metakrilat tidak
terpolimer dan bubuk mengandung resin poli (metal metakrilat) pra-polimerisasi
dalam bentuk butir-butir kecil. Bila cairan dan bubuk diaduk dengan proporsi
yang tepat, diperoleh massa yang dapat dibentuk. Kemudian bahan dimasukkan
ke dalam mould (rongga cetakan) dari bentuk yang diinginkan serta
dipolimerisasi. Setelah proses polimerisasi selesai, hasil protesa dikeluarkan dan
dipersiapkan untuk dipasangkan pada pasien.
Lebih dari 60% elemen gigi tiruan yang sudah jadi yang dijual di
Amerika Serikat dibuat dari resin akrilik atau resin vinil akrilik. Seperti diduga,
kebanyakan elemen gigi tiruan resin memiliki basis dengan susunan linier
poli(metal metakrilat). Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi
yang telah banyak diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan,
pelat ortodonsi, sendok cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan
dengan hasil memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya.
Resin akrilik adalah jenis resin termoplastik, di mana merupakan senyawa
kompon non metalik yang dibuat secara sintesis dari bahan-bahan organik. Resin
akrilik dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis, dan mengeras
apabila dipanaskan. Pengerasan terjadi oleh karena adanya reaksi polimerisasi
adisi antara polimer dan monomer. Akrilik berasal dari bahasa latin yaitu
acrolain yang berarti bau yang tajam. Bahan ini berasal dari Asam Acrolain atau
30

gliserin aldehida.Secara kimia dinamakan polymetil metakrilat yang terbuat dari


minyak bumi, gas bumi atau arang batu.Bahan ini disediakan untuk kedokteran
gigi berupa cairan (monomer) monometil metakrilat dan biasanya bahan ini di
kemas dalam bentuk bubuk (polimer) polimetil metakrilat. Penggunaan resin
akrilik ini biasa dipakai sebagai bahan denture base, landasan pesawat
orthodontik (orthodontik base), basis gigi tiruan, pembuatan anasir gigi tiruan
(artificial teeth) dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti gigi yang
rusak.Resin akrilik adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon
non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organik. Resin ini dapat
dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan
karena tejadi reaksi polimerisasi adisi antara polimer dan monomer. Kebanyakan
untuk pembuatan bahan elemen gigi untuk anterior adalah porselen, sedangkan
untuk posteriornya dapat berupa akrilik. Untuk pembuatan basis dapat berupa
metal atau akrilik.
Pada design full denture pada skenario digunakan basis berupa akrilik,
anasir elemen gigi juga menggunakan akrilik. Hal ini dikarenakan pertimbangan
pasien yang pekerjaannya sebagai pensiunan PNS dan bahan akrilik selain
murah juga mudah didapatkan.

31

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Prostodonsia adalah ilmu kedokteran gigi yang mempelajari metode
rehabilitasi

dan

pemeliharaan

fungsi

rongga

mulut,

kenyamanan,

penampilan dan kesehatan pasien dengan pembuatan restorasi gigi asli dan
atau penggantian gigi hilang beserta jaringan lunak rongga mulut dan
maksilofasial dengan bahan pengganti buatan.
b. Berdasarkan jumlah gigi yang hilang dan diganti dengan gigi tiruan,
prostodonsia dibagi menjadi dua bagian yaitu,
1. Gigi tiruan lengkap (full denture)
2. Gigi tiruan sebagian (partial denture).
c. Sebelum menentukan diagnose dari suatu penyakit seorang dokter gigi
melakukan beberapa tahap-tahap pemeriksaan, antara lain :
1. Anamnesis,
Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh
seorang dokter maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien.
2. Pemeriksaan Status Umum
Merupakan pemeriksaan

yang

dilakukan

dengan

cara

mewawancarai pasien terkait tentang riwayat oenyakit umum yang


diderita oleh pasien. Selain itu, pasien juga ditanyai apakah ia sedang
dalam perawatan seorang dokter umum dan bila demikian, obat-obat apa
saja yang sedang diminum.
3. Pemeriksaan Status Lokal
Merupakan pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh seorang
dokter kepada pasiennya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan ekstra oral maupun intraoral.
d. Sebelum melakukan pemeriksaan serta perawatan, seorang dokter gigi harus

mengetahui tipe-tipe pasien yang akan ditangani. Beberapa tipe pasien


yaitu :
a. Philosophical Mind
b. Exacting or Critical Mind
c. Hysterical Mind
d. Indifferent Mind

32

33

DAFTAR PUSTAKA
Gunadi, Haryanto A, dkk. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian
Lepasan Jilid I. Jakarta: Hipokrates
Kristiana Dewi, dkk. 2014. Buku Petunjuk Praktikum Ilmu Gigi Tiruan. Jember
Kristiana, Dewi, dkk. 2013. Buku Petunjuk Skill lab Ilmu Gigi Tiruan Lepasan.
Jember
Pujiastuti, Peni, dkk. 2015. Buku Panduan Pengisian Kartu Status Blok Oral
diagnosis dan rencana perawatan penyakit dentomaksilofaisal. Jember
Watt, David M. 1992. Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap (Desaigning
Complete Denture). Alih bahasa : Soelistijani. Ed 2. Jakarta: Hipokrates

34

Anda mungkin juga menyukai