Anda di halaman 1dari 17

JOURNAL READING

Aspek baru Melasma

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Evelyn Meiliani Panji Putri 22010117220038

Pembimbing
dr. Liza Afriliana, Sp.KK

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Abstrak

Melasma adalah masalah kosmetik umum dan derajatnya keparahannya berkisar dari
pigmentasi ringan selama kehamilan yang sembuh secara spontan, sampai kondisi kronis yang
dapat meninggalkan noda yang mengganggu .Saat ini, terdapat berbagai modalitas pengobatan
melasma yang memberikan tingkat keberhasilan yang berbeda. Kebutuhan pengobatan
melasma yang efektif menjadi semakin signifikan, hal ini mungkin disebabkan oleh gaya hidup
saat ini yang mengalami peningkatan paparan sinar UV, penggunaan luas hormon kontrasepsi
dan terapi penggantian hormon, serta meningkatnya permintaan dari bidang estetika.
Pengobatan utama adalah penggunaan rutin tabir surya bersama dengan obat topikal untuk
menekan melanogenesis. Ulasan ini merangkum kemajuan terbaru dalam memahami
patofisiologi melasma dan implikasi untuk strategi pengobatan baru..

Kata kunci
Melanosis; Agen dermatologi; hydroquinon; Agen tabir surya; Preparat pencerah kulit; Terapi
Laser; Diagnosis, Diferensial

Pengantar
Melasma adalah kondisi hipermelanosis yang bersifat umum, didapat dan terbatas pada
wajah, kadang- kadang terdapat pada leher dan lengan yang secara signifikan berdampak
terhadap kualitas hidup. Chloasma berasal dari istilah Yunani yaitu “bintik hijau” dan
menggambarkan melasma selama kehamilan atau disebut juga “topeng kehamilan”
Meskipun penyakit ini dapat mempengaruhi ras apapun, melasma jauh lebih umum
(1).
pada individu berkulit gelap (tipe kulit IV sampai VI) Beberapa studi prevalensi melasma
telah dilaksanakan dan didapatkan bukti bahwa prevalensi penyakit ini berbeda antara
kelompok etnis yang berbeda. Melasma lebih umum ditemui pada orang dari ras Hispanik,
(2).
Oriental dan Asia Prevalensi melasma yang dilaporkan berkisar dari 8% pada orang latin
di Amerika Serikat, 30% pada populasi Asia Tenggara. Melasma lebih umum terjadi pada
wanita, terutama selama masa reproduksi, dengan puncak usia antara 20 dan 30 tahun.
(3).
Melasma jarang dilaporkan pada populasi yang belum memasuki masa pubertas Melasma
ekstra-fasial lebih banyak terjadi pada wanita pasca menopause.
Etiologi dan patogenesis
Etiopatogenesis melasma adalah multifaktorial dan masih belum jelas. Faktor genetik
dan hormonal dan paparan radiasi UV adalah faktor klasik yang mempengaruhi. Ada banyak
faktor lain yang mungkin berperan dalam etiologi melasma, seperti bahan-bahan dalam
kosmetik, phototoxic dan obat anti-kejang, gangguan endokrin (seperti gangguan ovarium atau
disfungsi tiroid), disfungsi hati, parasitosis, dan kekurangan gizi. Penting untuk diketahui
bahwa sebagian besar kasus melasma pada pria dan sekitar sepertiga dari kasus pada wanita
(5).
adalah idiopatik Paparan ultraviolet adalah pemicu utama dan faktor yang mempemberat
penyakit melasma, karena memiliki kemampuan untuk merangsang proliferasi melanosit,
(1).
migrasi, dan melanogenesis Hiperpigmentasi yang disebabkan oleh UV biasanya pulih
secara spontan, sedangkan melasma tidak. Dewasa ini, Kim et al. mendeteksi down-regulation
gen H19 pada analisis microarray dari kulit yang mengalami hiperpigmentasi dan normal
pigmentasi pada pasien dengan melasma (6).
Melasma umumnya dilaporkan terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
estrogen-progesteron, terapi penggantian hormon untuk pencegahan osteoporosis, dan pada
laki-laki yang menggunakan derivat estrogen untuk pengobatan kanker prostat. (7) Mekanisme
induksi melasma oleh estrogen mungkin terkait dengan kehadiran reseptor estrogen pada
melanosit yang merangsang sel-sel untuk memproduksi lebih banyak melanin (8, 9). Satu studi
melasma pada pasien yang belum pernah hamil atau menggunakan terapi hormon, melaporkan
peningkatan konsentrasi serum luteinizing hormone (LH)(10). Sawney dan Anand menemukan
prevalensi tinggi penyakit radang panggul kronis pada wanita dengan melasma (11). Temuan ini
dapat menyangkut- pautkan disfungsi ovarium ringan sebagai kemungkinan penyebab
melasma idiopatik.
Namun, banyak tinjuan mengarah pada peran faktor genetik. kejadian melasma yang
secara familial telah dilaporkan bervariasi dari 20% sampai 70% dalam studi yang berbeda
(12).
Karakteristik klinis melasma adalah hiperpigmentasi simetris dan distribusi berkaitan
dengan saraf trigeminal, yang memberi kesan bahwa keterlibatan saraf mungkin memiliki
peran dalam patogenesis pigmentasi. Bak dkk. menemukan kadar neural endopeptidase lebih
tinggi pada lesi melasma dan memberi kesan bahwa molekul neuroactive, termasuk faktor
pertumbuhan saraf, merupakan faktor penting dalam patogenesis melasma (13).
Masih belum diketahui mengapa terdapat daerah-daerah tertentu dari wajah yang
memiliki kecenderungan untuk terjadinya melasma, sementara yang lain tidak. Selain faktor
saraf dan reseptor hormon, pembuluh darah mungkin memiliki peran. Melanosit manusia dapat
merespon faktor angiogenik karena melanosit normal manusia mengekspresikan reseptor
fungsional Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) (14). Pada beberapa jenis melasma,
telangiektasis eritema terbatas pada kulit yang mengalami melasma telah diamati. Selain itu,
peningkatan vaskularisasi adalah salah satu temuan histologis utama melasma. (15) Temuan ini
dapat menjelaskan efek dari injeksi lokal asam traneksamat plasmin inhibitor, dan kemanjuran
terapi yang baik dari laser vaskular dalam pengobatan melasma (16).

Patologi
Beberapa penelitian menyelidiki perubahan histologis pada lesi melasma.
Dibandingkan dengan kulit tanpa lesi melasma, daerah hiperpigmentasi menunjukkan
peningkatan deposisi melanin pada epidermis dan dermis, serta pembesaran melanosit dengan
dendrit menonjol (17).

Gambaran klinis
Secara klinis, melasma tampak sebagai makula pigmentasi yang terdistribusi secara
simetris dengan batas tidak teratur, yang memiliki varian warna mulai dari coklat muda hingga
coklat tua atau coklat keabuan. Jumlah lesi hiperpigmentasi dapat berkisar dari satu lesi tunggal
hingga beberapa bercak yang terletak di dahi, pipi, dorsum hidung, bibir bagian atas, dagu,
kadang-kadang pada daerah “V-neck” dan lengan. Pigmentasi dapat berbentuk guttata atau
seperti confetti, linear, atau konfluen; berkembang perlahan-lahan selama beberapa minggu
atau tahun. Bercak hiperpigmentasi seringkali memudar pada musim dingin dan lebih buruk
pada musim panas.
Menurut distribusi lesi, ada tiga pola klinis melasma: sentrofacial (65%), malar (20%),
dan mandibula (15%). Pola sentrofacial melibatkan dahi, pipi, bibir atas, hidung, dan dagu;
pola malar melibatkan pipi dan hidung, dan ramus mandibula rahang bawah (18) (Gambar 1).
Lampu Wood (320-400 nm) digunakan untuk menentukan kedalaman melanin di kulit.
Lampu Wood juga dapat berfungsi sebagai panduan prognostik dalam pengobatan melasma,
sebab jenis epidermis melasma merespon lebih baik terhadap agen depigmentasi topikal.
Alasan umum kegagalan diagnostik terdapat pada petrolatum topikal dan asam salisilat, serat
dan residu sabun karena dapat berpendar di bawah lampu Wood (19). Berdasarkan pemeriksaan
(20)
lampu Wood, Sanchez dkk. mengklasifikasi melasma menjadi empat jenis klinis utama,
yang menunjukkan korelasi yang baik dengan kedalaman pigmen melanin:
1. Melasma epidermis berwarna coklat muda. Kontras warna meningkat dengan
pemeriksaan lampu Wood.
2. Melasma dermis berwarna coklat atau abu-abu kebiruan dengan cahaya tampak;
di bawah lampu Wood tipe ini memperlihatkan perbatasan yang kurang jelas,
tanpa peningkatan pigmentasi.
3. Melasma tipe campuran berwarna coklat tua; peningkatan pigmentasi tampak
di bawah lampu Wood di beberapa daerah, tetapi tidak di semua.
4. Melasma tipe Indeterminate atau melasma tanpa gejala ditemukan pada
individu dengan warna kulit coklat tua.

Lampu Wood tidak dapat melokalisasi pigmen. Diagnosis dan pengobatan pasien dengan
Melasma epidermis yang tidak nyata masih tergolong sulit sebab deposisi melanin dermis
mungkin saja tidak dikenali di bawah lampu Wood, (21).

Gambar 1. Perbedaan pola melasma

Hasil secara klinis


Melasma Area and Severity Index (MASI) adalah pengukuran hasil yang umum
digunakan untuk menilai pasien melasma. Tingkat keparahan melasma di masing-masing
empat daerah (dahi, daerah malar kanan, daerah malar kiri dan dagu) dinilai berdasarkan tiga
variabel: persentase dari total area yang terlibat (A), kegelapan (D), dan homogenitas (H) (22).
Melasma memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas kesehatan terkait
kualitas hidup pasien, dan sangat mempengaruhi kehidupan sosial, kesejahteraan emosional,
dan kesehatan fisik (23). Beberapa instrumen telah dikembangkan untuk mengevaluasi kualitas
hidup pada pasien melasma. instrumen tersebut perlu menjalani terjemahan, validasi dan
adaptasi budaya (24).
Diagnosis
Diagnosis secara klinis dan harus dilakukan upaya terhadap setiap pasien untuk
mendeteksi faktor risiko individu dan pemicunya. Namun, sejumlah kondisi lain dapat
menyerupai melasma (Tabel 1).

Pendekatan Terapi
Tujuan pengobatan melasma adalah untuk menghilangkan pigmentasi yang sudah ada
dan untuk memblokir pigmentasi de novo. Banyak pilihan pengobatan yang saat ini tersedia
untuk melasma. Pilihan pengobatan kombinasi terutama bergantung pada jenis melasma,
(25).
efektivitas pengobatan sebelumnya, dan harapan pasien Rejimen baru bertujuan untuk
mempersingkat dan mempermudah pengobatan. Kesulitan dalam pengobatan melasma
disebabkan:

1. Melasma sering tidak merespon pengobatan


2. Kecenderungan tinggi untuk kambuh / muncul kembali
3. Risiko efek samping
4. Keberhasilan pengobatan membutuhkan kepatuhan pasien
jangka panjang, karena efek terapi biasanya tampak jelas
setelah 1-2 bulan
5. Biaya Pengobatan

Prinsip-prinsip dasar pengobatan melasma meliputi: penghambatan proliferasi melanosit,


penghambatan pembentukan melanosom, dan peningkatan degradasi melanosom.

Perlindungan dari paparan sinar matahari


Melanosit di melasma mudah dirangsang tidak hanya oleh sinar UVB, tetapi juga tapi
sinar UVA dan sinar tampak. Dalam rangka mempertahankan hasil pengobatan yang baik dan
untuk mencegah kekambuhan, pasien harus melakukan perubahan gaya hidup . Berjemur
merupakan kontraindikasi mutlak, sebab hanya dengan beberapa menit berjemur dapat
menghilangkan manfaat dari terapi yang sudah dijalani. Tabir surya harus diaplikasikan
setiap hari, selama dan setelah pengobatan ,sepanjang musim panas hingga jangka waktu
yang tidak terbatas (18). Tabir surya sangat penting sebagai perlindungan matahari, sehingga
penggunaan tabir surya mineral yang mengandung titanium dioksida atau seng oksida,
dengan sun protection factor (SPF) 30 atau lebih adalah wajib.
Penyakit/ Kondisi Membedakan tanda/ gejala

Hiperpigmentasi pasca inflamasi Distribusi erupsi, riwayat inflamasi


Cosmetic dermatitis (Riehl’s melanosis) Pigmen coklat kemerahan, pola retikularis
Coklat kemerahan, pola retikular, atrofi,
telangitaeksias
Poikiloderma of Civatte
Distribusi (leher anterior, regio submental)
Nevus Hori Pigmentasi Abu-abu kebiruan, distribusi
makula
Fenotiazin, tetrasiklin, fenitoin, antimalaria
Drug induced facial pigmentation*
obat sitotoksik, amiodaron
Actinic lichen planus Lesi papular, histologi
 Hiperpigmentasi bersifat reversibel namun butuh waktu hingga 1 tahun untuk kembali
seperti semula setelah penghentian konsumsi obat.

Agen pemutih
Pencerahan kulit atau pemutihan kulit adalah suatu praktek menggunakan substansi
kimia dalam rangka mencerahkan warna kulit atau memberikan corak warna yang rata. Agen
pemutih berperan pada berbagai tingkatan produksi melanin di kulit. Beberapa berperan
sebagai inhibitor tirosinase kompetitif, enzim penyebab melanogenesis. Sedangkan yang lain
menginhibisi maturasi dari enzim tersebut atau transpor melanosom dari melanosit menuju
(26).
keratinosit sekitar Indikasi medis terpenting dalam penggunaan agen pencerah adalah
melasma dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, juga kondisi depigmentasi seperti pada kasus
vitiligo.
Ada tiga kategori yang berbeda dari agen pemutih: senyawa fenolik, senyawa non-
fenolik, dan kombinasi formula (Tabel 2) (27). Beberapa ekstrak herbal, flavonoid, kumarin, dan
derivat lainnya adalah agen hipopigmentasi ternama(Tabel 2). Klasifikasi sulit dikarenakan
(28).
sejumlah besar produk dan berbagai mekanisme aksi Dalam praktek klinis, reflectance
chromameters mengukur tidak hanya warna kulit, dan pigmentasi yang diinduksi oleh sinar
UV, tetapi efek pemutihan agen depigmentasi
Tabel 2. Pilihan terapi untuk melasma
Kategori Agen pemutih
Hydroquinone (HQ)
Senyawa fenolik 4-hydroxyanisole (Mequinol)
N-asetil-4-Scystaminylphenol (4-S-CAP)
asam azelat (AZA)
Retinoid topikal
Senyawa Non-fenolic
Asam L-ascorbat (vit.C)
Asam koji
asam alpha-hydroxy (AHA)
asam beta-hidroksi (BHA)
Chemical peeling
Jessner’s original and modified solutions
asam trikloroasetat
Intense pulsed light
Device-Based Therapies laser
microdermabrasion
Arbutin, ekstrak licorice, aloesin, oregonin, kedelai, teh
hijau
Ekstrak tumbuhan / agen yang
ekstrak anggrek, asam coumoric, asam ellagic, liquirtin,
aktif
gentisic
asam, hesperidin, licorice, niacinamide, derivat ragi
Lainnya Merkuri, indometasin, ZnSO4, kortikosteroid topikal

Hydroquinone (HQ)
Hydroquinone (C6H6O2) adalah agen pemutih yang paling umum digunakan dan
standar baku untuk pengobatan melasma. HQ menghambat konversi 3,4-
dihydroxyphenylalanine (DOPA) menjadi melanin dengan inhibisi tirosinase, dan juga
(27).
menghambat sintesis RNA dan DNA dalam sel melanosit, dan mendegradasi melanosom
Sejak tahun 2001, HQ telah dilarang di Uni Eropa sebagai bahan dalam kosmetik (29) Keputusan
Uni Eropa didasarkan pada efek samping jangka menengah, terutama exogenous ochronosis
dan leukoderma-en-confetti (30). Selama dekade terakhir, kekhawatiran terhadap keamanan HQ
meningkat. Penggunaannya berhubungan dengan toksisitas dan mutagenisitas, dan
(31).
peningkatan insiden exogenous ochronosis Meskipun studi pada hewan menunjukkan
toksisitas dan / atau efek mutagenik, namun hal tersebut belum terbukti pada manusia (32). Pada
tahun 2009, Food and Drug Agency (FDA) memperbaharui permintaan penelitian tambahan
mengenai keamanan HQ. Permintaan untuk evaluasi berfokus untuk mengungkap risiko
gangguan kulit, kanker, dan mutasi genetik dari paparan HQ pada manusia (33)
Meskipun demikian, HQ dengan kadar lebih dari 2% hanya dapat diresepkan oleh
dokter. Efektivitas HQ berhubungan dengan konsentrasi dari preparat, sarana yang digunakan
dan stabilitas kimia produk. Konsentrasi HQ bervariasi dari 2% hingga mencapai 10%.
Beberapa formulasi umumnya diresepkan oleh spesialis kulit untuk mencapai konsentrasi HQ
yang diinginkan. HQ mudah teroksidasi, oleh karena itu, antioksidan seperti 0,1% natrium
(34).
bisulfat dan asam askorbat 0,1% sebaiknya digunakan Formula berikut dapat diresepkan:
HQ 3-10% dalam larutan hydroalcoholic (bagian yang sama dari propilen glikol dan etanol
absolut) atau salep hidrofilik atau sebagai gel yang mengandung 10% α- hydroxy acids (AHA)
dengan asam askorbat 0,1% sebagai pengawet. Efek samping dari HQ sebagian besar termasuk
dermatitis kontak iritan dan jarang terjadi alergi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi. Efek
samping ini bersifat sementara dan hilang setelah penghentian HQ. Komplikasi yang sangat
jarang terjadi pada penggunaan HQ adalah exogenous ochronosis, terutama pada fototipe gelap
(34).

Kombinasi formula
Efek pencerahan kulit dari HQ dapat ditingkatkan dengan menambahkan berbagai agen
topikal seperti tretinoin dan kortikosteroid (Tabel 3). Tretinoin mempercepat pergantian sel,
dan memfasilitasi penetrasi epidermis dari HQ, terlebih lagi dapat menekan atrofi steroid, dan
mencegah oksidasi HQ. Kortikosteroid menekan produksi melanin, dan menghilangkan iritasi
yang disebabkan oleh HQ dan tretinoin (34).

Tabel 3. Kombinasi formula yang sering digunakan


Formula Ulasan
Kligman’s and Willis formula* Depigmentasi mulai dalam waktu 3 miggu
(5% HQ, 0.1% tretinoin, 0.1% setelah penggunaan dua kali sehari.
dexamethasone) dalam etaol dan propilen Digunakan maksimum 5-7 minggu
glikol 1:1 atau dalam ointment hidrofilik
Pathak’s formula Penggunaan steroid disarankan ditambahkan
(2% HQ, 0.05–0.1% tretinoin) hanya jika terdapat iritasi dari penggunaan
HQ atau tretinoin
Westerhof’s formula** Formula ini memutihkan secara signifikan
(4.7% N-acetylcystein, 2% HQ, 0.1% dalam waktu 4 hingga 8 minggu
triamcinolone acetonide)
Katsambas’s formula*** Formula ini harus dimasukkan dalam botol
(HQ 4%, tretinoin 0.05%, hydrocortisone berwarna gelap volume 25 ml dengan
acetate 1%) dalam etanol dan propilen glikol dengan sekrup tutup kedap udara dan
1:! Atau dalam ointment hidrofilik disimpan di kulkas suhu 2-4°C

 Formula tidak diawetkan dengan antioksidan,oleh karena itu tidak boleh disimpan lebih
dari 30 hari; HQ, hydroquinone; **, Aksi dari N-asetilsistein dapat dikaitkan dengan
peningkatan konsentrasi glutathione interselular yang merangsang pheomelanin alih –
alih sintesis eumelanin; ***, Dengan menurunkan konsentrasi tretinoin dan
penggunaan steroid non-fluorinated, tujuannya adalah untuk meminimalisir iritasi yang
disebabkan oleh tretinoin dan menghilangkan efek samping steroid lokal

Asam azelat
Asam azelat (AZA) adalah produk tambahan alami dari metabolisme Pityrosporum
ovale dan berhubungan dengan hypomelanosis yang terlihat pada penyakit panu. Secara In
vitro, asam azelat menghambat aktivitas tirosinase secara reversibel dan juga dapat
mengganggu aktivitas oksidoreduktase mitokondria. Asam azelat tidak muncul untuk
mempengaruhi melanosit normal, tetapi memiliki efek antiproliferatif pada melanosit
abnormal. AzA memiliki aktifitas antibakteri dan anti-keratinisasi. Pada konsentrasi 10-20%,
penggunaan dua kali sehari dapat mengobati melasma dengan efek samping yang minimal;
kebanyakan pasien melaporkan iritasi ringan tetapi bersifat sementara pada awal pengobatan.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa penggunaan krim asam azelat 20% dua kali sehari
mungkin lebih efektif daripada penggunaan hydroquinone 4% dalam mengurangi melasma
ringan (35).

Asam Kojic
Asam Kojic adalah metabolit jamur yang menghambat aktivitas catecholate tirosinase,
yang digunakan pada basis krim 1-4%, sendiri atau kombinasi dengan tretinoin, HQ, dan / atau
kortikosteroid. Meskipun penggunaan asam kojic sendiri kurang efektif dibandingkan HQ 2%,
(36) apabila dikombinasikan dengan asam glikolat 10% dan HQ 2%, tampaknya memiliki aksi
yang sinergis (37).

Asam L-askorbat (vitamin C)


Beberapa bentuk topikal vitamin C digunakan untuk mengobati melasma dalam
konsentrasi 5 % sampai 10 % dan dapat di formulasikan dengan agen depigmentasi lain, seperti
HQ. Keuntungan lain dari vitamin C termasuk efek antioksidan dan sifat fotoprotektif.
Kelemahan asam askorbat adalah ketidakstabilan kimia dan sifat hidrofilik membatasi
penetrasi kulit. Magnesium ascorbyl phosphate, ascorbyl palmitate dan natrium ascorbyl
phosphate adalah derivat asam askorbat yang stabil. Iontophoresis telah digunakan untuk
meningkatkan penyerapan vitamin C perkutan ke dalam kulit (38).

Retinoid topikal
Retinoid topikal merangsang regenerasi sel dan mempercepat hilangnya melanin
melalui epidermopoiesis. Perubahan di stratum korneum yang diinduksi oleh retinoid
memfasilitasi penetrasi agen depigmentasi di epidermis, yang menyebabkan peningkatan
depigmentasi (39).
Tretinoin digunakan pada konsentrasi 0.05 - 0,1%, digunakan sekali setiap malam, bisa
efektif sebagai terapi tunggal, tetapi membutuhkan 20 sampai 40 minggu masa pengobatan.
Efek samping yang paling umum termasuk rasa terbakar, eritema dan scaling. Dermatitis
retinoid dapat menyebabkan hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada individu berkulit
(40).
gelap Adapalene 0,1% terbukti sebagai monoterapi aman dan efektif dalam pengobatan
melasma epidermis dengan potensi terjadi iritasi kulit yang lebih rendah dibandingkan dengan
(41).
tretinoin Sebuah studi menegaskan bahwa efisiensi peeling dengan tretinoin 1% mirip
dengan penggunaan asam glikolik 70%, dengan efek samping yang sangat jarang (42).

Chemical peeling
Agen superfisial chemical peeling yang bermanfaat dalam pengelolaan melasma
epidermis dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan pengobatan melasma lain. Larutan
peeling dipilih sesuai dengan kebutuhan , jenis kulit dan sensitifitas pasien. Karena
tindakannya bersifat superfisial, superfisial chemical peeling dapat digunakan pada hampir
semua jenis kulit (1).
Peeling dengan kedalaman medium dapat menjadi alternatif pengobatan pada melasma
refrakter berat. Semua jenis chemical peeling, terutama asam alpha-hydroxy, asam beta-
hydroxy, asam salisilat, Jessner’s original and modified solutions ,dan asam trikloroasetat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen depigmentasi lainnya. Perlu ditekankan
bahwa respon dari melasma terhadap chemical peeling tidak dapat diduga dan ada
kecenderungan perubahan dalam pigmentasi setelah chemical peeling, terutama pada individu
berkulit gelap. chemical peeling tetap menjadi pengobatan alternatif untuk pasien dengan
melasma (34).

Terapi laser dan cahaya


Berdasarkan bukti aktual, terapi laser dan cahaya menunjukkan respon terbaik pada
pasien berkulit terang, dan dianggap sebagai agen lini ketiga. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
tetap menjadi efek samping yang paling penting. Kekambuhan umum terjadi dan terlihat pada
sampai dengan 50% kasus(1).
Melanosom merupakan target utama dari kerusakan yang diinduksi oleh penggunaan
laser, dan melanin adalah kromofor utama. Oleh karena itu penting untuk memilih panjang
gelombang antara 630 nm dan 1100 nm yang lebih diserap oleh melanin, dan pulse duration
antara 40 ns dan 750 ns (43).
Melasma epidermis dapat diobati dengan laser ablatif, seperti laser karbon dioksida
(CO2) dan laser erbium (Er): YAG. terapi laser fraksional Non-ablatif 1.550 nm telah
(1).
dilaporkan dapat meningkatkan melasma Q-switched (QS) laser menyalurkan energi
mereka di nanosecond pulses, mereka secara selektif menargetkan melanosom. Laser 1064
nm QS-Nd: YAG yang paling banyak digunakan untuk melasma. Jumlah perawatan bervariasi
dari 5 sampai 10 pada interval 1 minggu. hasil yang baik telah diamati dalam pengobatan
(44).
melasma dermis dengan menggunakan sebuah laser fraksional novel QS 694-nm ruby
Pengobatan melasma dengan pulsed dye laser dan antiangiogenic lasers (laser tembaga
bromida) didasarkan pada teori bahwa melasma terjadi karena interaksi antara pembuluh darah
kulit dan melanosit. Laser ini dapat digunakan pada pasien dengan melasma dan telengiectasis
yang tegas (45).
Kombinasi laser dapat bermanfaat bagi melasma dermis. Laser ablatif mengangkat
epidermis; dapat diikuti dengan penggunaan Q switched pigment selective yang mencapai
lapisan yang lebih dalam dari dermis (melanophages dermal) tanpa menyebabkan efek samping
yang serius.
Intense pulsed light
Intense pulsed light (IPL) adalah sumber cahaya broadband yang dapat menargetkan
berbagai struktur kulit, termasuk pigmentasi lebih dalam dan pembuluh darah (46). Sebuah studi
oleh Figueiredo Souza dkk, menemukan bahwa satu sesi dari IPL dikombinasikan dengan dosis
tetap stabil kombinasi tiga pengobatan merupakan pengobatan yang aman dan efektif untuk
melasma tipe campuran refrakter dan melasma dermis (47). Sebuah jenis baru dari IPL dengan
pulsein-pulse (PIP) dapat menjadi pengobatan melasma yang aman dan menjanjikan (48).

Pengobatan baru dan eksperimental


Beberapa agen baru sedang diselidiki dalam pengobatan melasma dikarenakaaan
(49)
meningkatnya kekhawatiran terhadap terapi HQ . Selain ekstrak tanaman, termasuk
merkuri, indometasin, seng sulfat (ZnSO4) dan turunan fenolik yang lebih baru. Saat ini, tidak
ada studi terkontrol yang menyelidiki kemanjuran dan keamanan dari senyawa ini. Meskipun
data menunjukkan efek menguntungkan seng terhadap melasma, studi terbaru mengkonfirmasi
bahwa terapi seng topikal tidak terlalu efektif dalam mengurangi tingkat keparahan
melasma(50).
Dalam beberapa tahun terakhir, industri pemutih kulit telah menggunakan campuran
bahan yang menargetkan mekanisme yang berbeda seperti ekspresi tirosinase, transfer
melanosom, antioksidan dan efek antiinflamasi. Produk pemutih yang berbeda
mengandung beberapa bahan natural (glutathione; leukocyte extracts), khususnya bahan
herbal, walaupun informasi tentang beberapa formulasi tidak selalu jelas(51): Paper mulberry (
Broussonetia kazinoki); Mitracarpe ( Mitracarpus hirtus) - bahan aktif harounoside; bearberry
(Arctostaphylos uva-ursi) - bahan aktif arbutin; yellow dock ( Rumex crispus); Akar licorice
(Glycyrrhiza glabra) - bahan aktif Glabridin); yohimbe ( Pausinystalia Yohimbe); Cang Zhu
(Atractylodes lancea), Bai Xian Pi ( Dictamnus albus); Hu Zhang ( Fallopia japonica);Gao
Ben ( Rimpang Ligusticum); Chuanxiong ( Rhizoma ligustici); dan Fang Feng (Radix sileris
juga ledebouriella Radix). Tabel 4 menunjukkan terapi melasma, dan hasil menurut Rendon
dkk. (52).
Tabel 4. Gradasi terapi melasma, karena tingkat bukti. menurut Rendon dkk.

Tingkat * Agen Terapi


1 4% HQ + 0.05% RA + 0.01% fluocinolone acetonide
2 4% HQ
3 0.1% tretinoin
4 4% HQ + 10% GA
5 20% Azelaic acid
6 20%-30% GA + 4% HQ
7 70% GA
8 Adapalene
9 2% HQ + 0.05% tretinoin + 0.1% dexamethasone (modified
Kligman) + 30%-40% GA peel
10 2% HQ

 Menurun dari nomor 1 sampai 10; HQ, Hydroquinone; RA, asam retinoid; GA, asam
glikolat

Kesimpulan
Saat ini, tidak ada pengobatan yang efektif secara universal untuk melasma.
Pengobatan andalan adalah penggunaan tabir surya bersama dengan obat topikal yang
menekan melanogenesis. Hydroquinone topikal sendiri atau dalam kombinasi tiga terapi
topikal dosis stabil adalah lini pertama pengobatan, chemical peeling dianggap sebagai terapi
lini kedua untuk kasus melasma refrakter, dan terapi laser dan cahaya dianggap sebagai
pengobatan lini ketiga. Saat ini, tidak ada studi terkontrol yang menyelidiki kemanjuran dan
keamanan beberapa agen novel dan experimental.
Daftar pustaka

1. Rivas S, Pandya AG. Treatment of melasma with topical agents, peels and lasers: an
evidence-based review. Am J Clin Dermatol. 2013 Oct;14(5):359-76.
2. Ho SG, Chan HH. The Asian dermatologic patient: review of common pigmentary disorders
and cutaneous diseases. Am J Clin Dermatol. 2009;10(3):153-68.
3. Tamega Ade A, Miot LD, Bonfietti C, Gige TC, Marques ME, Miot HA. Clinical patterns
and epidemiological characteristics of facial melasma in Brazilian women. J Eur Acad
Dermatol Venereol. 2013; 27(2):151-6.
4. Hexsel D, Lacerda DA, Cavalcante AS, Machado Filho CA, Kalil CL, Ayres EL, et al.
Epidemiology of melasma in Brazilian patients: a multicenter study. Int J Dermatol.
2014;53(4):440-4.
5. Wu IB, Lambert C, Lotti TM, Hercogová J, Sintim-Damoa A, Schwartz RA. Melasma. G
Ital Dermatol Venereol. 2012 Aug;147(4):413-8.
6. Kim NH, Lee CH, Lee AY. H19 RNA downregulation stimulated melanogenesis in
melasma. Pigment Cell Melanoma Res. 2010 Feb;23(1):84-92.
7. Perez-Bernal A, Munoz-Perez MA, Camacho F. Management of acial
hyperpigmentation. Am J Clin Dermatol. 2000;1(5):261-8
8. Kim NH, Cheong KA, Lee TR, Lee AY. PDZK1 upregulation in estrogen-related
hyperpigmentation in melasma. J Invest Dermatol. 2012 Nov;132(11):2622-31.
9. Lieberman R, Moy L. Estrogen receptor expression in melasma: results from facial skin of
affected patients. J Drugs Dermatol. 2008 May;7(5):463-5.
10. Perez M, Sanchez JL, Aguilo F. Endocrinologic profile of patients with idiopathic
melasma. J Invest Dermatol. 1983;81(6):543-5.
11. Sawhney M, Anand R. Chronic pelvic inflammatory disease and melasma in women. Indian
J Dermatol Venereol Leprol. 2003;69(3):251-2.
12. Ortonne JP, Arellano I, Berneburg M, Cestari T, Chan H, Grimes P, et al. A global survey
of the role of ultraviolet radiation and hormonal influences in the development of melasma. J
Eur Acad Dermatol Venereol. 2009 Nov;23(11):1254-62.
13. Bak H, Lee HJ, Chang SE, Choi JH, Kim MN, Kim BJ. Increased expression of nerve
growth factor receptor and neural endopeptidase in the lesional skin of melasma. Dermatol
Surg. 2009 Aug;35(8):1244-50.
14. Kim EJ, Park HY, Yaar M, Gilchrest BA. Modulation of vascular endothelial growth factor
receptors in melanocytes. Exp Dermatol. 2005;14(8):625–33.
15. Kim EH, Kim YC, Lee ES, Kang HY. The vascular characteristics of melasma. J Dermatol
Sci. 2007;46(2):111–6.
16. Lee JH, Park JG, Lim SH, Kim JY, Ahn KY, Kim My, et al. Localized intradermal
microinjection of tranexamic acid for treatment of melasma in Asian patients: a preliminary
clinical trial. Dermatol Surg. 2006;32(5):626–33.
17. Grimes PE, Yamada N, Bhawan J. Light microscopic, immunohistochemical, and
ultrastructural alterations in patients with melasma. Am J Dermatopathol. 2005;27(2):96-101.
18. Katsambas A, Antoniou C. Melasma: classification and treatment. J Eur Acad Dermatol
Venereol. 1995;4(3):217-23.
19. Gupta LK, Singhi MK. Wood’s lamp. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2004;70(2):131-
5.
20. Sanchez NP, Pathak MA, Sato S, Fitzpatrick TB, Sanchez JL, Mihm Mc Jr. Melasma: a
clinical, light microscopic, ultrastructural, and immunofluorescence study. J Am Acad
Dermatol. 1981:4(6):698-710.
21. Sheth VM, Pandya AG. Melasma: a comprehensive update: part I. J Am Acad Dermatol.
2011 Oct;65(4):689-97.
22. Kimbrough-Green CK, Griffiths CE, Finkel LJ, Hamilton TA, Bulengo-Ransby SM, Ellis
CN, et al . Topical retinoic acid (tretinoin) for melasma in black patients. A vehicle-controlled
clinical trial. Arch Dermatol. 1994;130(6):727-33.
23. Pawaskar MD, Parikh P, Markowski T, McMichael AJ, Feldman SR, Balkrishnan R.
Melasma and its impact on health-related quality of life in Hispanic women. J Dermatolog
Treat. 2007;18(1):5-9.
24. Cestari TF, Hexsel D, Viegas ML, Azulay L, Hassun K, Almeida Ar, et al. Validation of
a melasma quality of life questionnaire for Brazilian Portuguese language: the MelasQoL-BP
study and improvement of QoL of melasma patients after triple combination therapy. Br J
Dermatol. 2006 Dec;156 Suppl 1:13-20.
25. Prignano F, Ortonne JP, Buggiani G, Lotti T. Therapeutical approaches in melasma.
Dermatol Clin. 2007 Jul;25(3):337-42.
26. Smit N, Vicanova J, Pavel S. The hunt for natural skin whitening agents. Int J Mol Sci.
2009 Dec 10;10(12):5326-49.
27. Katsambas AD, Stratigos AJ. Depigmenting and bleaching agents: coping with
hyperpigmentation. Clin Dermatol. 2001 Jul-Aug;19(4):483-8.
28. Solano F, Briganti S, Picardo M, Ghanem G. Hypopigmenting agents: an updated review
on biological, chemical and clinical aspects. Pigment Cell Res. 2006 Dec;19(6):550-71.
29. Twenty-fourth directive 2000/6/EG Publication nr L 056, European Union; 2000.
30. Westerhof W, Kooyers TJ. Hydroquinone and its analogues in dermatology – a potential
health risk. J Cosmet Dermatol. 2005 Jun;4(2):55-9.
31. Enguita FJ, Leitão AL. Hydroquinone: environmental pollution, toxicity, and microbial
answers. Biomed Res Int. 2013;2013:542168.
32. Gillner M, Moore GS, Cederberg H. International Programme on Chemical Safety Panel
of Experts. Environmental Health Criteria 157: Hydroquinone. Available from: http://www.
inchem.org/documents/ehc/ehc/ehc157.htm
33. U.S. Food & Drug Administration, Department of Health and Human Services. Nomination
Profile: Hydroquinone [CAS 123-31-9]. Supporting Information for Toxicological Evaluation
by the National Toxicology Program 21 May 2009. Available from:
http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/noms/support_ docs/hydroquinone_may2009.pdf
34. Katsambas AD, Stratigos AJ, Lotti TM. Melasma. In: Katsambas AD, Lotti TM, editors.
European handbook of dermatological treatments. 2nd ed. Berlin: Springer; 2003. p. 336–41.
35. Farshi S. Comparative study of therapeutic effects of 20% azelaic acid and hydroquinone
4% cream in the treatment of melasma. J Cosmet Dermatol. 2011 Dec;10(4):282-7.
36. Monteiro RC, Kishore BN, Bhat RM, Sukumar D, Martis J, Ganesh HK. A Comparative
study of the efficacy of 4% hydroquinone vs 0.75% Kojic acid cream in the treatment of facial
melasma. Indian J Dermatol. 2013 Mar;58(2):157.
37. Deo KS, Dash KN, Sharma YK, Virmani NC, Oberai C. Kojic acid vis-a-vis its
combinations with hydroquinone and betamethasone valerate in melasma: a randomized, single
blind, comparative study of efficacy and safety. Indian J Dermatol. 2013 Jul;58(4):281-5.
38. Taylor MB, Yanaki JS, Draper DO, Shurtz JC, Coglianese M. Successful short-term and
long-term treatment of melasma and postinflammatory hyperpigmentation using vitamin C
with a full-face iontophoresis mask and a mandelic/malic acid skin care regimen. J Drugs
Dermatol. 2013 Jan;12(1):45-50.
39. Ortonne JP. Retinoid therapy of pigmentary disorders. Dermatol Ther. 2006 Sep-
Oct;19(5):280-8
40. Gold M, Rendon M, Dibernardo B, Bruce S, Lucas-Anthony C Watson J. Open-label
treatment of moderate or marked melasma with a 4% hydroquinone skin care system plus
0.05% tretinoin cream. J Clin Aesthet Dermatol. 2013 Nov;6(11):32-8.
41. Dogra S, Kanwar AJ, Parsad D. Adapalene in the treatment of melasma: a preliminary
report. J Dermatol. 2002 Aug;29(8):539-40.
42. Faghihi G, Shahingohar A, Siadat AH. Comparison between 1% tretinoin peeling versus
70% glycolic acid peeling in the treatment of female patients with melasma. J Drugs Dermatol.
2011 Dec;10(12):1439-42.
43. Brazzini B, Hautmann G, Ghersetich I, Hercogova J, Lotti T. Laser tissue interaction in
epidermal pigmented lesions. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2001 Sep;15(5):388-91.
44. Lee DB, Suh HS, Choi YS. A comparative study of lowfluence 1064-nm Q-switched
Nd:YAG laser with or without chemical peeling using Jessner’s solution in melasma patients.
J Dermatolog Treat. 2014 Dec;25(6):523-8.
45. Lee HI, Lim YY, Kim BJ, Kim MN, Min HJ, Hwang JH, et al. Clinicopathologic efficacy
of copper bromide plus/yellow laser (578 nm with 511 nm) for treatment of melasma in Asian
patients. Dermatol Surg. 2010 Jun;36(6):885-93.
46. Zaleski L, Fabi S, Goldman MP. Treatment of melasma and the use of intense pulsed light:
a review. J Drugs Dermatol. 2012 Nov;11(11):1316-20.
47. Figueiredo Souza L, Trancoso Souza S. Single-session intense pulsed light combined with
stable fixed-dose triple combination topical therapy for the treatment of refractory melasma.
Dermatol Ther. 2012 Sep-Oct;25(5):477-80.
48. Chung JY, Choi M, Lee JH, Cho S, Lee JH. Pulse in pulse intense pulsed light for melasma
treatment: a pilot study. Dermatol Surg. 2014 Feb;40(2):162-8.
49. Rendon M, Berneburg M, Arellano I, Picardo M. Treatment of melasma. J Am Acad
Dermatol. 2006 May;54(5 Suppl 2):S272-81.
50. Draelos ZD. Skin lightening preparations and the hydroquinone controversy. Dermatol
Ther. 2007 Sep-Oct;20(5):308-13.
51. Yousefi A, Khani Khoozani Z, Zakerzadeh Forooshani S, Omrani N, Moini AM, Eskandari
Y. Is topical zinc effective in the treatment of melasma? A double-blind randomized
comparative study. Dermatol Surg. 2014 Jan;40(1):33-7.
52. Zhu W, Gao J. The use of botanical extracts as topical skinlightening agents for the
improvement of skin pigmentation disorders. J Investig Dermatol Symp Proc. 2008
Apr;13(1):20-4.

Anda mungkin juga menyukai