Anda di halaman 1dari 7

Tugas Essay

Mata Kuliah : Kesehatan Global


Dosen : Riana Dewi Nugrahani, SKM, MPH, Ph.D
Tema : GLOBAL HEALTH ISSUES: THE PAST, THE PRESENT AND THE FUTURE

PENGENDALIAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SEBAGAI INDIKATOR


KESEJAHTERAAN DAN KESEHATAN GLOBAL

OLEH :
Dian Astirini Asikin
K012 171 045

KONSENTRASI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1
PENGENDALIAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN DAN
KESEHATAN GLOBAL

Kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap insan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak dapat
melakukan aktivitas dengan baik. Namun nyatanya sering kita temukan adanya gangguan kesehatan di
dalam masyarakat baik secara perorangan, kelompok maupun secara global. Wanita dan anak
merupakan populasi yang rentan terhadap gangguan kesehatan dimana angka kesakitan dan kematian
dari kedua kelompok ini memiliki jumlah yang cukup besar di seluruh dunia. Penilaian terhadap upaya
peningkatan kesehatan ibu dan anak sangat penting untuk dilakukan, dimana angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting yang menggambarkan kesejahteraan
masyarakat di suatu Negara. Kematian ibu dan bayi sudah tidak asing lagi terdengar bagi pegiat
kesehatan dan kemanusiaan di seluruh dunia. Hal ini telah menjadi suatu masalah klasik yang
seharusnya sudah lama dapat diberantas. Nyatanya, hingga hari ini masih banyak Negara yang memiliki
tingkat kematian ibu dan anak yang tinggi, termasuk Indonesia. Oleh karena itu sudah semestinya
dilakukan perbaikan yang mendasar serta peran serta dari Negara-negara di dunia untuk memberantas
terjadinya kematian ibu dan bayi.

Di Indonesia terdapat sekitar 390 orang ibu meninggal dunia per 100.000 kelahiran pada tahun
1991. Hal ini menunjukkan masih buruknya kesehateraan masyarakat pada waktu itu. Dan masalah ini
bukan hanya terjadi di Negara Indonesia namun hampir seluruh wilayah asia dan afrika. Penyebab
utama tingginya angka kematian ibu antara lain perdarahan pasca persalinan, hipertensi dalam
kehamilan (pre-eklampisia dan eklampsia), sepsis maupun infeksi. Kondisi ini bukan tidak mungkin
diatasi tetapi terdapat hambatan dalam penanggulangan kematian ibu akibat sulitnya akses ke fasilitas
kesehatan, buruknya pelayanan kesehatan, kurangnya informasi mengenai ketersediaan layanan
kesehatan, kepercayaan setempat dan kemiskinan.

Kondisi kematian anak di Indonesia pun tidak jauh berbeda. Sebagian besar kematian anak di
Indonesia terjadi pada masa baru lahir (neonatal) hingga bulan pertama kehidupan. Pada tahun 2012,
kemungkinan anak meninggal pada usia yang berbeda adalah 19 per seribu selama masa neonatal, 15
per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan 10 per seribu dari usia satu tahun hingga lima tahun.
Penyebab utama kematian pada neonatal antara lain kelahiran premature, komplikasi pasca persalinan
(misalnya asfiksia), dan infeksi serta penyebab kematian utama pada anak post neonatal antara lain
pneumonia, diare, injuri dan malaria.

Dengan kondisi demikian, maka Indonesia bekerja sama dengan Negara-Negara di berbagai
belahan dunia untuk bersama-sama memberantas kondisi yang memprihatinkan tersebut dalam bentuk
program Millenium Development Goals (MDG) pada tahun 2015 dan saat ini berlanjut menjadi
Sustainable Development Goals (SDG). Kerjasama secara global ini diharapkan mampu menekan angka

2
kematian ibu dan anak menjadi serendah-rendahnya dan meningkatkan derajat kesehatan menjadi
setinggi-tingginya. Hal ini dapat dilihat dari capaian target pada akhir masing-masing program.

Indikator untuk target SDG 3.1 dan 3.2 merupakan kelanjutan dari indikator MDG, yaitu angka
kematian ibu menjadi 70 jiwa per seratus ribu kelahiran dan angka kematian anak dibawah lima tahun
kurang dari 25 jiwa per 1000 kelahiran yang diharapkan dicapai pada tahun 2030. Pada akhir era MDG,
diperkirakan 216 orang ibu meninggal diseluruh dunia per seratus ribu kelahiran, dimana Afrika menjadi
daerah dengan tingkat kematian tertinggi. Diperkirakan 1 orang ibu di Afrika meninggal dunia akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan diantara 37 orang, dibandingkan Eropa dengan tingkat kematian 1
berbanding 3400 jiwa. Nilai AKI berkurang sebesar 44% selama era MDG. Hal ini didorong dengan
peningkatan persalinan yang dibantu oleh tenaga medis, yang secara global mecapai angka 73% di tahun
2013. Sayangnya, sekitar 40% kelahiran bayi di region Afrika dan Asia tenggara tidak dibantu oleh
petugas medis yang terlatih akibat perbedaan status sosial ekonomi yang terjadi. Diperkirakan 5,9 juta
balita meninggal pada tahun 2015 sehingga angka kematian balita secara global sekitar 42,5 per seribu
kelahiran di seluruh dunia.

Setiap hari terdapat 830 orang ibu yang meninggal akibat komplikasi selama kehamilan dan
persalinan. Saat ini, tingkat kematian ibu di dunia 216 jiwa per seratus ribu kelahiran yang ditargertkan
untuk turun ke kisaran 70 jiwa per seratus ribu kelahiran pada tahun 2030. Hal ini didukung oleh
tindakan persalinan yang dibantu oleh tenaga medis seperti bidan, perawat maupun dokter yang baru
mencapai angka 78%. Pada tahun 2016, 77% wanita pada usia reproduktif yang melaksanakan program
keluarga berencana dan menggunakan alat kontrasepsi, dimana 9 dari 10 wanita Eropa
melaksanakannya dengan baik. Namun, hanya separuh dari wanita Afrika yang melaksanakan program
tersebut. Akibatnya, angka persalinan bagi remaja wanita usia 15 sampai 19 tahun mencapai 44,1 jiwa
per 1000 kelahiran.

Menelaah data-data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa Negara-negara di
Afrika dan Asia Tenggara memiliki tingkat kematian ibu dan balita yang masih sangat tinggi dibandingkan
Negara-negara Eropa dan Negara maju lainnya. Hal ini jelas menunjukkan adanya keterkaitan antara
kondisi kesejahteraan suatu Negara, dimana Negara maju memiliki angka mortalitas lebih rendah.
Banyak factor yang mempengaruhi kejadian tersebut. Angka kematian ibu sebagai indikator yang
menunjukkan adanya kesenjangan yang besra antara penduduk kaya dan miskin serta daerah rural dan
urban. Faktor-faktor tersebut perlu diatasi agar kita dapat memproyeksikan kondisi ibu dan anak di
masa depan yang diharapkan semakin membaik.

Kebutuhan utama yang perlu dipersiapkan adalah akses yang baik bagi setiap wanita hamil
untuk memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas serta perawatan post partum. Hal ini perlu
didukung oleh kebijakan di Negara setempat dengan menerapkan kebijakan berupa pemerataan sarana
kesehatan dan meningkatkan kualitas layanan, pemberian informasi mengenai kesehatan seksual dan
reproduksi serta kesehatan ibu dan anak. Mengatasi penyakit-penyakit yang berkaitan dengan sistem
reproduksi dan memberikan sistem pelayanan yang mampu menarik perhatian masyarakat, memotivasi
pemberi layanan kesehatan, meningkatkan kualitas tenaga medis dan meningkatkan pencapaian

3
persalinan yang dibantu oleh tenaga medis. Hal ini sangat membutuhkan dukungan jangka panjang,
kesungguhan politik yang tinggi dan biaya yang memadai.

Terdapat 5,9 juta balita meninggal dunia pada tahun 2015 dengan tingkat kematian global
sebesar 42,5 per seribu kelahiran. Dari data tersebut 45% diantaranya adalah bayi baru lahir. Dimana
Afrika kembali menjadi wilayah dengan tingkat kematian tertinggi. 1 dari 12 anak di sub Sahara Afrika
meninggal sebelum usia lima tahun, posisi kedua ditempati oleh Asia selatan dengan tingkat kematian 1
berbanding 19 jiwa. Angka ini sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan Negara-negara Eropa dan
Amerika. Di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia, angka kematian balita mencapai 27,2 jiwa dari
1000 kelahiran. Posisi tertinggi di region tesebut dipegang oleh Timor Leste dengan total 52,6 jiwa per
1000 kelahiran. Penyebab kematian utama bagi balita ialah prematuritas, pneumonia, komplikasi
intrapartum, sepsis, anomali kongenital, diare serta malaria. Capaian pengurangan angka kematian
balita antara tahun 2000 hingga tahun 2015 sekitar 3,9%. Diperlukan peningkatan yang lebih baik untuk
dapat mencapai target SDG yang telah ditetapkan. Sebanyak 79 sampai 83 negara telah memenuhi
target tersebut namun sekitar 24 negara lainnya sangat jauh dari target bahkan memiliki tingkat
kematian tiga kali lebih besar dibandingkan tingkat kematian balita secara internasional. Strategi
kesehatan wanita, anak dan remaja WHO untuk mencapai target SDG adalah dengan mengedepankan
pentingnya menjaga kesehatan di segala usia, terutama meningkatkan prioritas tindakan-tindakan
spesifik bagi keberlangsungan pelayanan. Menurunkan angka kematian neonatus sangat memerlukan
prevensi dan manajemen pada bayi premature, pelayanan suportif bagi bayi-bayi kecil dan sakit,
manajemen untuk infeksi berat serta promosi asuhan metode kangguru.

Pola kematian anak di Indonesia maupun Negara-negara lainnya kurang lebih memiliki
persamaan. Dimana pada daerah perkotaan maupun di pedesaan tetap menunjukkan angka kematian
yang tinggi. Walaupun memang kenyataannya angka kematian pada daerah pedesaan memiliki jumlah
lebih tinggi. Angka kematian yang tinggi di perkotaan disebabkan oleh arus ubanisasi yang cepat dan
mendorong terjadinya kepadatan penduduk yang tinggi, akibatnya sanitasi menjadi buruk, dan
meningkatnya jumlah penduduk miskin di perkotaan. Kondisi seperti ini juga disertai dengan minimnya
fasilitas kesehatan bagi warga miskin di perkotaan. Kemiskinan memang sejalan dengan peningkatan
angka kematian bayi akibat akses menuju layanan kesehatan dan latar pendidikan yang kurang
memadai. Anak-anak yang lahir dari ibu dengan tingkat pendidikan rendah, memiliki potensi
peningkatan angka kematian dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang memiliki pendidikan lebih
baik. Perbedaan ini ditunjukkan dari kesadaran akan kesehatan yang lebih baik pada ibu-ibu
berpendidikan. Daerah misikin, lokasi pedesaan dan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah
meningkatkan potensi kematian balita 1,5 sampai 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang
lebih kaya.

Pada Negara maju, angka kematian ibu dan bayi secara global jauh lebih rendah dibandingkan
dengan target capaian internasional. Namun, tren yang berbeda terjadi di Negara maju. Angka kematian
ibu dan anak justru mengalami peningkatan. Pada tahun 1982, rasio kematian ibu di Amerika serikat 7,5
kematian per 100.000 kelahiran, meningkat menjadi 13,2 kematian per 100.000 kelahiran di tahun 2004,
meningkat lagi menjadi 15,1 kematian per 100.000 kelahiran di tahun 2005. Angka kematian ibu bagi
4
wanita Afro-amerika memiliki rasio yang sangat tinggi yaitu sebesar 36,5 kematian dari seratus ribu
kelahiran. Dengan kata lain, rasio kematian ibu di Amerika lebih tinggi lima kali lipat dibandingkan nilai
yang seharusnya dan sepuluh kali lipat bagi wanita Afro-amerika. Survei lain menunjukkan bahwa angka
kematian ibu di Amerika meningkat lebih dari dua kali lipat dari 9,8 kematian per seratus ribu kelahiran
pada tahun 2000 menjadi 21,5 kematian pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa kematian ibu
tetaplah menjadi ancaman global, tidak hanya bagi Negara miskin dan Negara berkembang. Namun
Negara maju pun masih memerlukan upaya yang serius untuk mengatasi masalah ini. Penyebab utama
kematian ibu di Negara maju, pada umumnya sama yaitu, perdarahan pasca kehamilan, hipertensi,
thromboembolisme, infeksi dan sebagainya. Di samping itu, angka kematian akibat prosedur medis juga
memberikan sumbangsih tinggi terhadap kematian ibu. Komplikasi dari anestesi dan kematian post
operasi Caesar menjadi salah satu penyumbang kematian ibu tertinggi di berbagai Negara bagian
Amerika. CDC mengakui bahwa mereka memiliki pencatatan yang kurang lengkap mengenai angka
kematian ibu di amerika, dan hasil yang ditampilkan dalam laporannya tidak mencakup dua per tiga dari
seluruh kematian ibu.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat bahwa untuk dapat mencapai penurunan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi yang signifikan harus dimulai dari penguatan dari tingkat dasar
sampai ke skala global. Pertama, perlunya peningkatan informasi kepada ibu dan calon ibu mengenai
kesehatan reproduksi, kehamilan, persalinan, hingga pengasuhan bayi serta memberikan informasi yang
optimal mengenai ketersediaan layanan kesehatan yang memadai mulai dari tingkat terendah yang
dapat dijangkau oleh masyarakat dan memiliki tenaga kesehatan yang ahli dan terampil untuk
menurangi kejadian persalinan yang tidak ditolong petugas. Kedua, diperlukan perbaikan dalam
pencegahan dan penegakkan diagnosis bagi penyakit-penyakit berkaitan dengan mortalitas ibu dan anak
seperti pre-eklampisa, eklampisa, sepsis, pneumonia, diare, dan sebagainya. Ketiga, perlunya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Keempat,
perlunya pemerataan penduduk agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial. Terwujudnya hal ini tentu
memerlukan koordinasi dan kerjasama yang sinergis antara masyarakat, tenaga medis, dan pemerintah.
Peran serta pemerintah dalam memberikan kebijakan mengenai kesehatan ibu dan anak baik dalam
peraturan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah akan memberikan sumbangsih yang
besar bagi kesehatan ibu dan anak. Alokasi dana yang cukup untuk sektor kesehatan serta tersedianya
jaminan kesehatan yang memadai dan paripurna turut menjadi penentu keberhasilan melawan
kematian ibu dan bayi.

Upaya tersebut juga mesti dibarengi dengan pencatatan kasus yang benar, sehingga tidak terjadi
kesenjangan data dari kenyataan yang terjadi di lapangan. Dengan demikian upaya yang dilakukan dapat
berhasil maksimal dan tepat sasaran serta tepat guna. Pencatatan kasus yang baik juga dapat membantu
kita sampai tingkat internasional dimana belahan dunia lainnya menjadi tahu dan memberikan bantuan
kepada sasaran yang tepat. Pencatatan yang baik juga menjadi tolak ukur perbaikan yang terjadi di
masyarakat. Saat ini, Amerika tengah memperbaiki sistem pencatatan kematian ibu dan anak dengan
menambahkan kehamilan ke dalam ceklis sertifikat kematian. Inggris telah menerapkan hal tersebut
terlebih dahulu. Diharapkan agar Negara-negara lain juga semakin memperbaiki sistem pencatatan

5
kematian ibu dan anak agar diperoleh data yang lebih akurat dan memberikan penatalaksanaan yang
lebih baik.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah saat ini, kematian ibu dan anak masih menjadi masalah
global yang belum dapat dituntaskan baik di Negara miskin, berkembang, maupun Negara maju.
Diperlukan kerja sama yang baik dari masyarakat, petugas kesehatan dan pemerintah dalam
memberikan edukasi, pelayanan kesehatan yang memadai, pencegahan komplikasi tindakan medis,
perbaikan akses ke sarana kesehatan, peraturan perundangan dan komiten politik yang tinggi,
penguatan pendanaan bagi layanan kesehatan ibu dan anak, serta perbaikan sistem pencatatan
kematian ibu dan anak. Dengan demikian dapat diwujudkan perlindungan yang paripurna bagi
kesehatan ibu dan anak di seluruh dunia.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Unicef Indonesia. Kesehatan Ibu dan Anak. Ringkasan Kajian Unicef Indonesia. 2012
2. Kementerian Kesehatan RI. Info Datin: Mother’s Day. Pusat data dan informasi
Kementrerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014
3. WHO. World health statistics 2016: Monitoring health for the SDGs. 2016
4. WHO. World health statistics 2017: Monitoring health for the SDGs. 2017
5. MacDorman M, Declercq E, Cabral H, Morton C. Is the United States Maternal Mortality
rate increasing? Disentangling trends from measurement issues short title: U.S. Maternal
Mortality Trends. Obstet Gynecol. 2016 September ; 128(3): 447–455.
doi:10.1097/AOG.0000000000001556.
6. Gaskin IM. Maternal Death in the United States: A Problem Solved or a Problem Ignored?. Journal
of Perinatal Education, 17(2), 9–13, doi: 10.1624/105812408X298336

Anda mungkin juga menyukai