PENDAHULUAN
Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua
atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro
orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan
lekopenia.
Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasusu demam dengue dengan
kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasm.Demam berdarah
dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai
dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan.
Demam Berdarah Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan
genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas
penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis.
Di setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman
berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.
Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada
penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis.
Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan
berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat
penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan tidak
ditanggulangi secara dini dan adekuat. Dasar penangani renjatan DBD ialah volume
replacement atau penggantian cairan intravascular yang hilang, sebagai akibat dari
kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga
mengakibatkan plasma leakage. 6 Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan
yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang.
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam
berdarah.Oleh itu, pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan
atau mengurangi vector nyamuk demam berdarah.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile
illness ), demam dengue, demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah
dengue disertai syok ( dengue shock syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi klinis
yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD dan DSS
sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang
kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent dengue
infection dan demam dengue ) merupakan dasarnya. (Sumarno S., Herry G., Sri
Rezeki H.H:2002)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi
kasus ini.pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa
melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida
yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi
kedua metode tersebut sampai sekarang belum memeperlihatkan hasil yang
memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam berdarah oleh
masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (Sri Rezeki
H.H., Hindra Irawan. 2000)
Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada
kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,
dengue shock syndrome( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan
resusitasi yang tepat dan adekuat pada fase awal syok merupakan dasar utama
pengobatan DSS.(Whosea:25)
Prognosis kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan yang
tepat segera dan pemantauan ketat syok.Oleh karena itu peran dokter sangat
membantu untuk menurunkan angka kematian.(Sri Rezeki H,Hindra Irawan. 2000)
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953.Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok.
Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di
beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh tahun 1970.Di
Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan
berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972).
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-
laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara distribusi umur memperlihatkan
proporsi kasus terbanyak dari golongan anak berumur (Behrman R., Kliegman R.,
Jenson HB. 2000)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Dengue Hemoragic Fever (DHF)
1. Pengertian
Dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susilaningrum dkk, 2013).
Dengue hemoragic fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh karena virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti betina. (Hidayat, 2008).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit ini lebih dikenal
dengan sebutan Demam Berdarah (DBD). Infeksi virus yang
menimbulkan demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan yang
bertendensi menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian
(Sunyataningkamto,2009).
Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue
hemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragic (Suhendro dkk, 2007).
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada
penderita dengue haemoragic fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) (sumarmo dkk ,2008).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue
disertai dengan gejalan kegagalan sirkulasi syok renjatan. Dengue
Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
Dari beberapa pendapat pengertian diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa dengue haemoragic fever adalah suatu penyakit yang
disebabkan virus dengue golongan arbovirus yang ditularkan oleh gigitan
nyamuk aedes aegypti dan dapat mengakibatkan kematian.
2. Etiologi
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe1,
tipe 2, tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-
nyong dari genus Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus,
yang mengakibatkan gejala demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo,2011).
a) Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 2012).
b) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &
Suprohaita, 2009).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 2012).
c) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).
(Suhendro et. Al, 2007) DBD ini harus dibedakan dengan Demam Dengue
(DD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD
Tabel 2.2 Perbedaan DD dengan SSD
Jenis Ada/tidak Ada/tidak
Tipe Demam
Penyakit perdarahan Syok
DD Ada (kadang) Tidak Suhu naik-turun- sembuh
atau Tidak
DBD Ada Tidak Suhu naik-turun-syok
Suhu naik-turun-tanda
SSD Ada Ada
syok (belum syok)
(Dublish and Ira, 2009)
4. Diagnosis.
a. Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a) Nyeri kepala.
b) Nyeri retro-orbital.
c) Mialgia / Atralgia.
d) Ruam kulit.
e) Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
f) Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.
2. Fase Kritis (berlangsung 24-48 jam), sekitar hari ke-3 sampai dengan hari
ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat
makan dan minum oleh karena anoreksia atau dan muntah.
1) Tatalaksana umum
a) Rawat di bangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga pasien
mudah diawasi. Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan
dalam lembar khusus.
b) Berikan oksigen pada kasus dengan syok.
c) Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat.
3) Tatalaksana cairan
Indikasi pemberian cairan intravena:
a) Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat
makan dan minum melalui oral.
b) Syok.
Jenis cairan pilihan:
a) Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya: ringer laktat
dan ringer asetat terutama pada fase syok)
b) Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau
syok berkepanjangan)
Jumlah Cairan:
a) Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan
rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi
sedang.
b) Pasien dengan berat badan (BB) lebih dari 40kg, total
cairan intravena setara dengan 2 kali rumatan.
c) Pada pasien obesitas,perhitungkancairan intravena
berdasar atas BB ideal.
Tetesan:
a) Pada kasus non syok
BB < 15 kg 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15-40 kg 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg 3-4 ml/kgBB/jam
b) Pada kasus DBD derajat III mulai dengan tetesan 10
ml/kgBB/jam.
c) Pada kasus DBD derajat IV, untuk resusitasi diberikan
cairan RL 10 ml/kgBB dengan tetesan lepas secepat
mungkin (10-15 menit) kalau perlu dengan tekanan
positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur,
kemudian turunkan sampai 10 ml/kgBB/jam.
4) Pemantauan
Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-
2 jam setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat
dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil
(tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum
teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal 10 ml/ kgBB/jam.
Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa
diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka
perlu dicurigai adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini
diberikan transfusi darah segar.
Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu
masuk rumah sakit nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan
kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai Ht
harus lebih sering.
Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar,
koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila terjadi asidosis,
cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate.
Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah
dan nadi merupakan parameter penting untuk pemberian cairan
selanjutnya. Akan tetapi kemudian, semua parameter sekaligus
harus diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan
diberikan.
Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah :
a) Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu
makan dan kemampuan minum pasien.
b) Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas.
c) Hematokrit.
d) jumlah urine
Indikasi transfusi darah adalah :
a) Perdarahan saluran cerna berat (melena).
b) Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total.
(Total volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai
kebutuhan. Apabila packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat
diberikan sediaan darah segar.
c) Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan
tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti
dengan volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah
segar 10 ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kgBB/kali
indikasi transfusi trombosit adalah :
a) Hanya diberikan pada perdarahan masif. Dosis: 0.2
μ/kgBB/dosis
5) Fase penyembuhan
Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam
fase maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman
timbul keadaan “overload” cairan. Sehingga pemberian cairan
intravena harus diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah
cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke
dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan
distres pernafasan yang berakibat fatal.
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa
komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien
masuk ke dalam fase penyembuhan adalah :
a) Keadaan umum membaik.
b) Meningkatnya nafsu makan
c) Tanda vital stabil
d) Ht stabil dan menurun sampai 35-40%.
e) Diuresis cukup
6) Indikasi Pulang
a) 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik
b) secara klinis tampak perbaikan
c) Nafsu makan baik
d) Nilai Ht stabil
e) Tiga hari sesudah syok teratasi
f) Tidak ada sesak nafas atau takipnea
g) Trombosit ≥ 50.000/μl.
d) Plasma darah
7. Patofisiologi
Arbovirus (melalui
Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)
nyamuk aedes
DIC
Resikosyok (hipovolemik)
Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler
Ketidakseimbangan Nutrisi
Nyeri Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
10. PemeriksaanPenunjang
Menurut Susalaningrum R. (2013) pada pemeriksaan darah pasien
DHF akan dijumpai sebagai berikut.
a. Hb dan PCV meningkat (>20%).
b. Trmbisitopenia (<100.000/ml).
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig.D denguepositif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, hiponatremia.
f. Urin dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik: pCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
11. Pencegahan
13. KonsepKeperawatan
Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes
RI.
Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Nusirwan Acang. 2009. Pemberian Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Sub Bagian Petri,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand/RS Dr. M. Djamil Padang. Available from:
http://papdiplg.multiply.com/journal (Accessed: 2010, Februari 16).
Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan AnakInfeksi dan Penyakit
Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.
Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics Emergences. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108.
Sarwono W., A.Muin R., LA Lesmana. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi III.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 417-420.
Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of Pediatrics Jilid 1.16th
Edition.USA : Saunders Company. Page 1005-1007.
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm
http://www.emr.asm.org/cgi/content/full/11/3/480
http://health.allrefer.com/health/dengue-hemorrhagic-fever-info.html
http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletin-volume-25-chg.pdf