Anda di halaman 1dari 39

1

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Seseorang dikatakan lanjut usia ketika
berumur diatas 56 tahun, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya
mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari
(Priyanto, 2012).
Menurut World Health Organisation (WHO) lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikatagorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau Proses Penuaan.
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia
65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho,
2018).

2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2

3. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang
dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).

4. Tahap Perkembangan lansia


Tahapan perkembangan lansia atau batas umur pada usia lanjut dari waktu ke
waktu berbeda. Menurut World Health Organisation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age ) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua ( very old) diatas usia 90 tahun
Berdasarkan dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI
(2006) lansia dikelompokkan menjadi :
3

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan


kematangan jiwa (usia 55-59)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative
(usia > 65 tahun)

5. Teori Penuaan
a. Teori Biologis
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah produk metabolism seluler yang merupakan
bagian molekul yang sangat aktif.Molekul ini memiliki muatan
ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi
dengan lipid yang berada dalam membrane sel, mempengaruhi
permeabilitas, atau dapat berkaitan dengan organel sel.
2) Teori cross-link
Teori cross-link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastic,
komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan rigiditas sel, cross – linkage diperkirakan akibat reaksi
kimia yang menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang
normal terpisah. Kulit yang menua merupakan contooh cross- linkage
jaringa ikat terikat usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang
dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter
& Perry, 2010)
3) Teori Imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan
pada jaringan tubuhh melalui autoagrasi atau imunodefisiensi (
penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
protein sendiri dengan protein asing, sistem imun menyerang dan
menghancurkan jaringan sendiri pada kecepatan yang meningkatkan
secara bertahap.
4

Dengan bertambahnya usia kemampuan sistem imun untuk


menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah, bahkan sistem ini
mungkin tidak tahan terhdap serangannya sehingga sel mutasi
terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun ini dioerkirakan
menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker,
diabetes dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry,
2010).

b. Teori Psiologis
1) Teori disengangement (pembahasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang
biasanya dan terkait pada aktivitas yang lebih intopeksi dan berfokus diri
sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu:
a) Individu yang menua dan masyarakat secara berasama salaing
menarik diri
b) Disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan
c) Disengangement adalah instrinsik dan tidak dapat diletakkan secara
biologis dan psikologis
d) Disengangement bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat
(Potter & Perry, 2010)
2) Teori aktivitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semnagat
dan kepuasaan hidup yang tinggi, penyesuaian kesehatan mental yang
lebihh positif dari pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter &
Perry, 2010)
3) Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa kepribadian
tetap sama den perilaku menjadi lenih mudah diprediksi seiring penuaan.
Kepribadian dan pola perilaku yang berkembnagan sepanjang kehidupan
menentukan derajat keterkaitan dan aktivitas pada masa lanjut usia (Potter
& Perry, 2010)
5

4. Masalah Yang Sering Terjadi Pada Lansia


a. Permasalah dari aspek fisiologis
Terjadi perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan, sosial, ekonomi dan medic. Perubahan tersebut akan terlihat
dalam jaringan dan organ dalamm tubuh seperti kulit menjadi kering dan
keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun, daya
penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena prose osteoporosis
yang berakibta badan menjadi bungkuk, tulang keropos, elastic paru
berkurang, napas menjadi pendek, adanya penurunan orang reproduksi,
terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat (Martono,
2011)
b. Permasalahan dari aspek psikologis
Menurut Martono (2011) beberapa masalah psikologis lansia antara lain :
1) Kesepian, yang mengalami oleh lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pada
pendengaran.
2) Duka cita, dimana pada priode duka cita ini merupakan periode yang
sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat,
atau bahkan hewan kesayangan bias meruntuhkan ketahanan jiwwa
yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya menicu
terjadinya ganguan fisik dan ksesehatannya
3) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan
kemampuan beradaptasi sudah menurun
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia,
gangguan panic, gangguan cemas umum. Pada lansia gangguan cemas
merupakan kelanjutandari dewasa muda dan biasanya berhubungan
dengan skunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat,
atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bias terjadi
pada lansia, baik sebagai kelnjutann keadaan dari dewasa muda atau
yang timbul pada lansia
6

c. Permasalahan dari aspek sosial budaya


Menurut Setiabudhi (2009). Permasalahan sosial budaya lansia secara
umum yaitu masih besarnya jumlah yang berada dibawah garis
kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.

5. Perubahan Sistem Pada Lansia


Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat
kesenggangan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi
sensoris yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari
persepsi sensoris.
a. Sistem Sensori Persepsi
1) Pengelihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di
antara iris dan sclera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya
ditemukan pada lansia. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang
dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan
kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat
penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak
(Suhartin, 2015).
Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual
dari indera penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke
susunan saraf pusat tentang posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan
di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga tubuh dapat
mempertahankan posisinya agar tetap tegak dan tidak jatuh.
2) Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis
dapatmempengaruhi kualitas hidup seseorang.Kehalangan pendengaran
pada lansia disebut dengan presbikusis. Presbikusis merupakan
perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat proses penuaan yaitu
7

telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini


terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini
adalah kehilangan pendengaran secara bertahap.Ketidakmampuan
untuk mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi (Chaccione, 2015).
Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timfani, pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot
dan ligamen.Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi pada
suara.Pada telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan
rambut, kulit menjadi lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan
keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen
sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara
Penuruan kemampuan telinga seperti diatas dapat berdampak
pulaterhadap komponen vestibular yang terletak di telinga bagian
dalam.Komponen vestibular ini berperan sangat penting terhadap
keseimbangan tubuh.Saat posisi kepala berubah maka komponen
vestibular aka merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi
tubuh agar tetap tegak.
3) Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mempersepsikan
rasapada kulit, ini terjadi karena penurunan korpus free nerve ending
pada kulit. Rasa tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh sehingga
terjadi penurunan dalam merasakan tekanan, raba panas dan dingin.
Gangguan pada indera peraba tentunya berpengaruh pada sistem
somatosensoris.
Somatosensoris adalah reseptor pada kulit, subkutan telapak kaki
dan propioceptor pada otot, tendon dan sendi yang memberikan
informasi tentang kekuatan otot, ketegangan otot, kontraksi otot dan
juga nyeri, suhu, tekanan dan posisi sendi. Pada lansia dengan semakin
menurunnya kemampuan akibat faktor degenerasi maka informasi yang
digunakan dalam menjaga posisi tubuh yang didapat dari tungkai,
panggul, punggung dan leher akan menurun (Chaitow, 2015). Hal ini
8

berdampak pada keseimbangan yang akan terganggu akibat dari


penurunan implus somatosensoris ke susunan saraf pusat.
b. Sistem Muskulokaletal
1) Otot
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada
menurunnya kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas
akan menyebabkan kelemahan serta atrofi dan mengakibatkan
kesuliatan untuk mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas
rutin pada individu tersebut. Perubahan pada otot inilah yang menjadi
fokus dalam penurunan keseimbangan berkaitan dengan kondisi
lansia.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih
disebabkan oleh disuse. Lansia yang aktif sepanjang umurnya,
cenderung lebih dapat mempertahankan massa otot, kekuatan otot dan
koordinasi dibanding mereka yang hidupnya santai (Rubenstein,
2016). Tetapi harus diingat bahwa olahraga yang sangat rutin pun
tidak dapat mencegah secara sempurna proses penurunan massa otot
(Lumbatobing, 2015).
Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat
padamenurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang
tubuh (trunk) akan berkurang kemampuannya dalam menjaga tubuh
agar tetap tegak. Respon dari otot-otot postural dalam
mempertahankan postur tubuh juga menurun.Respon otot postural
menjadi kurang sinergis saat bekerja mempertahankan posisi akibat
adanya perubahan posisi, gravitasi, titik tumpu, serta aligmen tubuh.
Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai seperti grup
otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis mengalami
penurunan kemampuan berupa cepat lelah, turunnya kemampuan, dan
adanya atrofi yang berakibat daya topang tubuh akan menurun dan
keseimbangan mudah goyah.
9

2) Tulang
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan
kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang.
Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia dua
puluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih
dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem
otot, proses penurunan massa tulang ini sebagai disebabkan oleh
faktor usia dan disuse (Wilk, 2016).
Dengan bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan
tulangmelambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen
pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang
trabekular menjadi lebih berongga, mikroarsitekur berubah dan sering
patah baik akibat benturan ringan maupun spotan.Implikasi dari hal
ini adalah peningkatan terjadinya resiko osteoporosis dan fraktur
(Suhartin, 2015).
3) Perubahan postur
Perubahan postur meningkatkan sejalan dengan pertambahan
usia. Hal itu dapat dihubungkan dengan keseimbangan dan resiko
jatuh.Gangguan keseimbangan lansia disebakan oleh degenerasi
progresif mekanoreseptor sendi intervertebra.Degenerasi karena
peradangan atau trauma pada vertebra dapat menggangu afferent
feedback ke saraf pusat yang berguna untuk stabilitas postural.Banyak
perubahan yang terjadi pada vertebra lansia, seperti spondilosis
servikal yang dimana 80% ditemukan pada orang berusia 55 tahun
keatas.Hal itu berpengaruh terhadap penurunan stabilitas dan
fleksibilitas pada postur (Pudjiastuti, 2015).
Perubahan yang paling banyak terjadi pada vertebra lansia
meliputi kepala condong ke depan (kifosis servikal), peningkatan
kurva kifosis torakalis, kurva lumbal mendatar (kifosis lumbalis),
penurunan ketebalan diskus intervertebralis sehingga tinggi badan
menjadi berkurang. Kepala yang condong ke depan seringkali
diartikan tidak normal, tetapi dapat dikatakan normal apabila hal itu
10

merupakan kompensasi dari perubahan postur yang lain. Kurva


skoliosis dapat timbul pada lansia karena perubahan vertebra,
ketidakseimbangan otot erctorspine dan kebiasaan atau aktivitas yang
salah.Pada anggota gerak, variasi perubahan postur yang paling
banyak adalah protraksi bahu dan sedikit fleksi sendi siku, sendi
panggul dan lutut. Adanyaperubahan permukaan dan kapsul sendi,
akan mengakibatkan kecacatan varus atau valgus dapat sendi panggul,
lutut atau pergelangan kaki.
Perubahan yang terjadi pada sistem saraf dan tulang
memungkinkan terjadinya penurunan kontrol terhadap postural secara
statis.Selanjutnya, perubahan otot, jaringan pengikat dan kulit dapat
mempengaruhi perubahan postur. Adanya trauma, gaya hidup atau
kebiasaan memakai sepatu hak tinggi juga memberi kontribusi pada
percepatan perubahan postur lansia. Perubahan postur ini tentunya
akan berpengaruh pada keseimbangan saat berdiri karena pusat
gravitasi pada tubuh juga turut berubah.
c. Sistem Persyarafan
1) Saraf pusat
Menurut Martono (2004) pada lansia akan terjadi penurunan
berat otaksebesar 10%. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran,
kemudian meningkatkanmenjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat
otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih
11% dari berat maksimal. Berat dan volumeotak berkurang rata-rata
5-10% selama umur 20-90 tahun.Otak mengandung 100juta sel
termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan
impulslistrik dari susunan saraf pusat.
Pada penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun. Neuron
dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200
mil/jam. Terjadi atrofi cerebal (berat otak menurun 10%) antar usia
30-70 tahun. Secara berangsurangsur tonjolan dendrit di neuron hilang
disusul membengkaknya batang dendrite dan batang sel. Secara
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel
11

terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di


sitoplasma, kemungkinan berasal dan lisosom atau mitokondria
(Suhartin, 2016).
2) Saraf perifer
Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan
(sarafmotorik) dan sensasi (saraf sensoris).Jaringan saraf ini
berhubungan dengan sistem sarat pusat (SSP) melalui batang otak dan
pada beberapa tempat sepanjang kord spinal.Ia menuju berbagai
bagian tubuh. Saraf perifer membentuk komunikasi antara otak dan
organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah otak akan dihantarkan
oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali ke otak oleh saraf
sensori.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan
respon motorik pada susunan SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada
usia lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia
berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan
lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan.Akson, dendrit
dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang yang hidup
banyak mengalami perubahan.Dendrit yang berfungsi untuk
komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan
kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan
10% sehingga gerakan menjadi lambat.Akson dalam medula spinalis
menurun 37%.Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan kognitif,
koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur
dan waktu reaksi (Sherwood, 2015).
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan
danpenyusutan neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang
diketahui pada usia 80 tahun. Secara fungsional terdapat suatu
perlambat reflek tendon, terdapat kecenderungan kearah tremor dan
langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki
melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu
reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya
12

hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan


trisep terutama karena pengurangan dendrit dan perubahan pada
sinaps, yang memperlambat konduksi (Suhartin, 2014).
Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh
pada keadaan postural dan kemampuan lansia dalam menjaga
keseimbangan tubuhnya terhadap bidang tumpu. Kondisi penurunan
kemampuan visual, vestibular dan somatosensoris tentunya akan
memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh akan mengalami
gangguan dalam mempersepsikan base of support atau landasan
tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal yang mengalami penurunan
juga berpengaruh pada keseimbangan otot dan postural.Perubahan
postur tersebut berpengaruh pada perubahan Center of Gravity (COG)
tubuh terhadap bidang tumpu. Otot-otot baik ekstremitas bawah
maupun atas akan mengalami penurunan kekuatan. Akibat dari
keadaan tersebut lansia sering mengalami gangguan keseimbangan
saat berdiri maupun saat beraktivitas dan rentan untuk jatuh.

B. Konsep Dasar Reumatik


1. Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi,
hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan
proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2011 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai
usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson
dalam Budi Darmojo, 2009).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam
membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 2009).
13

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama


mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan
(Diane C. Baughman, 2010).

2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan
adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan
akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda
dengan eprubahan pada osteoartritis.
b. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-
laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih
sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
c. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku
bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk
menderita penyakit ini.
14

e. Kegemukan dan penyakit metabolik


Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang
menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis
yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat
faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
f. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang
sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko
osteoartritis yang lebih tinggi.
g. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya oateoartritis paha pada usia mudah
h. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko
timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih
padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima
oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek.
15

3. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


a. Anatomi Fisiologi Rangka

Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal


(tulang).Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari
tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya
otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206
tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun
rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat
dilengkapi dengan kartilago.Rangka digolongkan menjadi rangka aksial,
rangka apendikular, dan persendian.
1) Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan
torso.
a) Kolumna vertebra
b) Tengkorak
Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ
panca indera.
16

Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.


Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
2) Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan
tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat
melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
3) Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.

b. Fungsi Sistem Rangka :


1) Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat
melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga
memberi bentuk pada tubuh.
2) Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak, adanya persendian.
3) Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
4) Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5) Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow
marrow).

c. Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek,
panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak
beraturan.Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon
misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki
sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya. Bagian tulang tumbuh
secara longitudinal,bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan
dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi.Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan
total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri
menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan
tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh
17

darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem


harvest.
Persarafan.Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik)
mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis
sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

4. Jenis Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
a. Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik
sendi (reumatik artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang
paling sering ditemukan yaitu:
b. Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang
tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di
luar persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan
struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa
persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang
selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan
pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan
dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi).Penyebab Artritis
Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan karena
mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti.
Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi
autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah
ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak
yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya.
Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi)
dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan
kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang
menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus
18

dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan


dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan akan merusak
sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
c. Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang
belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan
keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan
sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk
tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan
ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi
mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan
ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak
diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis
kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit
metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga, kelainan pertumbuhan,
kepadatan tulang, dan lain-lain.
d. Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat
darah (hiperurisemia) . Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang
pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga dapat
menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal
monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini
menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout
akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan
faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan
karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout
sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat
karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang
tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam
19

nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino,
unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena
penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol,
obatobat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas
(kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada
penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar
benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi.
Benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut
meninggi.
e. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di
luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar
sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering
ditemukan yaitu:
1) Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan
anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia
lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan
2) Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri
lokal di tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada
sarung pembungkus tendon.
3) Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang.
Entesis ini dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati.
Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya secara
berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
4) Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon
atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh
reumatik gout dan pseudogout.
5) Back Pain
20

Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses


degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan
fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang salah sewaktu berjalan,
berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat proses
peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.
6) Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah
mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah
(lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan
kaki.
7) Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal
lengan atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan
bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau
digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi
terbatas.

5. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula
terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat.
Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran
sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan
krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan,
mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan
yang lain.
21

b. Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti
duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan
yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar
f. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau
panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan
fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian
pasien yang umumnya tua (lansia).

6. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.
Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub
chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
22

Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama
yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan
akan menjadi kronis yang progresif.
23

7. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan
awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
b. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
c. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
d. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,
produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit,
penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
e. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
g. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen

8. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai
analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses
patologis
b. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit.
c. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
24

d. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera


e. Dukungan psikososial
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang
tepat
g. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
h. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
i. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
j. Diet rendah purin:

Golongan bahan Makanan yang boleh Makanan yang tidak


makanan diberikan boleh diberikan
Karbohidrat Semua –
Protein hewani Daging atau ayam, ikan tongkol, Sardin, kerang, jantung,
bandeng 50 gr/hari, telur, susu, hati, usus, limpa, paru-
keju paru, otak, ekstrak daging/
kaldu, bebek, angsa,
burung.
Protein nabat Kacang-kacangan kering 25 gr –
atau tahu, tempe, oncom
Lemak Minyak dalam jumlah terbatas. –
Sayuran Semua sayuran sekehendak Asparagus, kacang polong,
kecuali: asparagus, kacang kacang buncis, kembang
polong, kacang buncis, kembang kol, bayam, jamur
kol, bayam, jamur maksimum 50 maksimum 50 gr sehari
gr sehari.

Buah-buahan Semua macam buah -

Minuman Teh, kopi, minuman yang Alkohol


mengandung soda
Bumbu, dll Semua macam bumbu Ragi
25

Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat
dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam
batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada
penderita osteoartritis:

9. Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
d. Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih
dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah
akan meningkat.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Rematoid Atritis


1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
26

c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
a) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
b) Catat bila ada krepitasi
c) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
d) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
3) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
4) Ukur kekuatan otot
5) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
6) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
d. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris.
2) Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
3) Tanda : Malaise
4) Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada
sendi.
e. Kardiovaskuler
1) Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
2) Integritas ego
3) Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
4) Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
5) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).
27

f. Makanan/ cairan
1) Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
2) Kesulitan untuk mengunyah
3) Tanda : Penurunan berat badan
4) Kekeringan pada membran mukosa.
g. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
h. Neurosensori
1) Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.
2) Gejala : Pembengkakan sendi simetris
i. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
j. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran
mukosa.
k. Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
l. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
28

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri,
ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh atau perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
29

2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management


 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak menyenangkan dan  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang muncul Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
secara aktual atau potensial kerusakan dan faktor presipitasi
jaringan atau menggambarkan adanya  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
Internasional): serangan mendadak atau menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
pelan intensitasnya dari ringan sampai nonfarmakologi untuk mengurangi untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi dengan nyeri, mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon
akhir yang dapat diprediksi dan dengan  Melaporkan bahwa nyeri nyeri
durasi kurang dari 6 bulan. berkurang dengan menggunakan  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
Batasan karakteristik :  Mampu mengenali nyeri (skala, lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda masa lampau
- Laporan secara verbal atau non nyeri)
verbal  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
 Menyatakan rasa nyaman setelah dan menemukan dukungan
- Fakta dari observasi nyeri berkurang
- Posisi antalgic untuk menghindari  Kontrol lingkungan yang dapat
 Tanda vital dalam rentang normal mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri
- Gerakan melindungi pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati-hati  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Muka topeng  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak (farmakologi, non farmakologi dan inter
capek, sulit atau gerakan kacau, personal)
menyeringai)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
30

- Fokus menyempit (penurunan  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri


persepsi waktu, kerusakan proses  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
berpikir, penurunan interaksi  Tingkatkan istirahat
dengan orang dan lingkungan)  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
- Tingkah laku distraksi, contoh : keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
jalan-jalan, menemui orang lain  Monitor penerimaan pasien tentang
dan/atau aktivitas, aktivitas manajemen nyeri
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan Analgesic Administration
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
- Perubahan autonomic dalam tonus dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
otot (mungkin dalam rentang dari  Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
lemah ke kaku) dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku ekspresif (contoh :  Cek riwayat alergi
gelisah, merintih, menangis,  Pilih analgesik yang diperlukan atau
waspada, iritabel, nafas kombinasi dari analgesik ketika pemberian
panjang/berkeluh kesah) lebih dari satu
- Perubahan dalam nafsu makan dan  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
minum dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Faktor yang berhubungan :  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
psikologis) pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
31

2 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :


Definisi : Exercise therapy : ambulation
 Joint Movement : Active  Monitoring vital sign sebelum/sesudah
Keterbatasan dalam kebebasan untuk  Mobility Level latihan dan lihat respon pasien saat latihan
pergerakan fisik tertentu pada bagian  Self care : ADLs  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas  Transfer performance rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :  Bantu klien untuk menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
- Postur tubuh yang tidak stabil  Klien meningkat dalam aktivitas  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
selama melakukan kegiatan fisik tentang teknik ambulasi
rutin harian  Mengerti tujuan dari peningkatan  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Keterbatasan kemampuan untuk mobilitas  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
melakukan keterampilan  Memverbalisasikan perasaan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
motorik kasar dalam meningkatkan kekuatan  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
- Keterbatasan kemampuan untuk dan kemampuan berpindah dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
melakukan keterampilan  Memperagakan penggunaan alat  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
motorik halus Bantu untuk mobilisasi (walker)  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
- Tidak ada koordinasi atau dan berikan bantuan jika diperlukan
pergerakan yang tersentak-
sentak
- Keterbatasan ROM
- Kesulitan berbalik (belok)
- Perubahan gaya berjalan (Misal
: penurunan kecepatan berjalan,
kesulitan memulai jalan,
langkah sempit, kaki diseret,
goyangan yang berlebihan pada
posisi lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk
32

perubahan gerak (peningkatan


perhatian untuk aktivitas lain,
mengontrol perilaku, fokus
dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :

- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan
usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk memulai
gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
33

3 Gangguan Citra Tubuh NOC : NIC :


 Body image Body image enhancement
Definisi : Konfusi dalam gambaran  Self esteem  Kaji secara verbal dan non verbal respon
mental tentang diri-fisik individu Kriteria Hasil : klien terhadap tubuhnya
 Body image positif  Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Batasan Karakteristik  Mampu mengidentifikasi  Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kekuatan personal kemajuan dan prognosis penyakit
- Perilaku mengenali tubuh  Mendiskripsikan secara faktual  Dorong klien mengungkapkan perasaannya
individu perubahan fungsi tubuh  Identifikasi arti pengurangan melalui
- Perilaku menghindari tubuh  Mempertahankan interaksi sosial pemakaian alat bantu
individu  Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
- Perilaku memantau tubub kelompok kecil
individu
- Respon nonverbal terhadap
- Perubahan aktual pada tubuh
(mis; penampilan, struktur,
fungsi)
- Respon nonverbal terhadap
persepi perubahan pada tubuh
(mis; penampilan, struktur,
fungsi)
- Mengungkapkan perasaan yang
mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh
individu ( mis; penampilan,
struktur, fungsi)
- Mengungkapkan persepsi yang
mencerminkan perubahan
individu dalam penampilan

Faktor Yang Berhubungan:


- Biofisik, Kognitif
34

- Budaya, Tahap
perkembangan
- Penyakit, Cedera
- Perseptual, Psikososial,
Spiritual
- Pembedahan, Trauma
- Terapi penyakit
4 Resiko Jatuh NOC NIC

Definisi : Peningkatan kerentanan untuk  Trauma Risk For Fall Prevention


jatuh yang dapat menyebabkan bahaya  Injury Risk For  Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik
fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi
Kriteria Hasil : jatuh dalam lingkungan tertentu
Faktor Resiko : Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
Dewasa  Keseimbangan : kemampuan
untuk mempertahankan mempengaruhi risiko jatuh
- Usia 65 tahun atau lebih  Mengidentifikasi karakteristik lingkungan
- Riwayat jatuh ekuilibrium
 Gerakan terkoordinasi : yang dapat meningkatkan potensi untuk
- Tinggal sendiri jatuh (misalnya, lantai yang licin dan tangga
- Prosthesis eksremitas bawah kemampuan otot untuk bekerja
sama secara volunter untuk terbuka)
- Penggunaan alat bantu (mis,  Sarankan perubahan dalam gaya berjalan
walker, tongkat) melakukan gerakan yang
bertujuan kepada pasien
- Penggunaan kursi roda  Mendorong pasien untuk menggunakan
 Perilaku pencegahan jatuh :
Anak tindakan individu atau pemberi tongkat atau alat pembantu berjalan
asuhan untuk meminimalkan  Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur,
- Usia dua tahun atau kuran atau brankar selama transfer pasien
faktor resiko yang dapat memicu
- Tempat tidur yang terletak
jatuh dilingkungan individu  Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien
didekat jendela
 Kejadian jatuh : tidak ada  Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
- Kurangnya penahan/pengekang meminimalkan cedera
kejadian jatuh
kereta dorong
 Pengetahuan : pemahaman  Memantau kemampuan untuk mentransfer
- Kurangnya/longgarnya pagar dari tempat tidur ke kursi dan demikian pula
pencegahan jatuh
pada tangga sebaliknya
 Pengetahuan : keselamatan anak
35

- Kurangnya penghalang tau tali fisik  Gunakan teknik yang tepat untuk
pada jendela  Pengetahuan : keamanan pribadi mentransfer pasien ke dan dari kursi roda,
- Kurang pengawasan orang tua  Pelanggaran perlindungan tingkat tempat tidur, toilet, dan
- Jenis kelamin laki-laki yang kebingungan Akut Sebagainya
berusia < 1 tahun  Tingkat Agitas  Menyediakan toilet ditinggikan untuk
- Bayi yang tidak diawasi saat  Komunitas pengendalian risiko : memudahkan, transfer
berada dipermukaan yang tinggi Kekerasan  Menyediakan kursi dari ketinggian yang
(mis.,tempat tidur/meja)  Komunitas tingkat kekerasan tepat, dengan sandaran dan sandaran tangan
 Gerakan Terkoordinasi untuk memudahkan transfer
Kognitif  Kecenderungan risiko pelarian  Menyediakan tempat tidur kasur dengan tepi
untuk kawin yang erat untuk memudahkan transfer
- Penurunan status mental  Kejadian Terjun  Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan
Lingkungan  Mengasuh keselamatan fisik tinggi untuk mencegat jatuh dari tempat
remaja tidur, sesuai kebutuhan
- Lingkungan yang tidak  Mengasuh : bayi / balita  Memberikan pasien tergantung dengan
terorganisasi keselamatan fisik sarana bantuan pemanggilan (misalnya, bel
- Ruang yang memiliki  Perilaku Keselamatan pribadi atau cahaya panggilan) ketika pengasuh
pencahayaan yang redup  Keparahan cedera fisik tidak hadir
- Tidak ada meteri yang antislip  Pengendalian risiko  Membantu ke toilet seringkali, interval
dikamar mandi  Pengendalian risiko : penggunaan dijadwalkan
- Tidak ada materi yang antislip alkohol, narkoba  Menandai ambang pintu dan tepi langkah,
ditempat mandi pancuran  Pengendahan risiko: pencahayaan sesuai kebutuhan
- Pengekangan sinar matahari  Hapus dataran rendah perabotan (misalnya,
- Karpet yang tidak rata/terlipat  Deteksi Risiko tumpuan dan tabel) yang menimbulkan
- Ruang yang tidak dikenal  Lingkungan rumah Aman bahaya tersandung
- Kondisi cuaca (mis, lanta basah,  Aman berkeliaran  Hindari kekacauan pada permukaan lantai
es)  Zat penarikan keparahan  Memberikan pencahayaan yang memadai
 Integritas jaringan : kulit & untuk meningkatkan visibilitas
Medikasi membran mukosa  Menyediakan lampu malam di samping
 Perilaku kepatuhan visi tempat tidur
- Penggunaan alcohol  Menyediakan pegangan tangan terlihat dan
- Inhibitor enzyme pengubah memegang tiang
36

angiotensia  Menyediakan lajur anti tergelincir,


- Agen anti ansietas permukaan lantai nontrip/tidak tersandung
- Agens anti hipertensi  Menyediakan permukaan nonslip/ anti
- Deuretik tergelincir di bak mandi atau pancuran
- Hipnotik  Menyediakan kokoh, tinja curam nonslip/
- Narkotik/opiate anti tergelincir untuk memfasilitasi
- Obat penenang jangkauan mudah
- Antidepresan trisiklik  Pastikan pasien yang memakai sepatu yang
pas, kencangkan aman, dan memiliki sol
Fisiologis tidak mudah tergelincir
 Anjurkan pasien untuk memakai kacamata,
- Sakit akut sesuai, ketika keluar dari tempat tidur
- Anemia  Mendidik anggota keluarga tentang faktor
- Arthritis risiko yang berkontribusi terhadap jatuh dan
- Penurunan kekuatan ekstremitas bagaimana mereka dapat menurunkan resiko
bawah tersebut
- Diare  Sarankan adaptasi rumah untuk
- Kesulitan gaya berjalan meningkatkan keselamatan
- Vertigo saat mengekstensikan  Instruksikan keluarga pada pentingnya
leher pegangan tangan untuk kamar mandi,
- Masalah kaki tangga, dan trotoar
- Kesulitan mendengar  Sarankan atas kaki yang aman
- Gangguan keseimbangan  Mengembangkan cara untuk pasien untuk
- Gangguan mobilitas fisik berpartisipasi keselamatan dalam kegiatan
- Inkontinensia rekreasi
- Neoplasma (mis., Ietih/mobilitas  Lembaga program latihan rutin fisik yang
terbatas) meliputi berjalan
- Neuropati  Tanda-tanda posting untuk mengingatkan
- Hipotensi ortostatisk staf bahwa pasien yang berisiko tinggi untuk
- Kondisi postoperative jatuh
- Perubahan gula darah  Berkolaborasi dengan anggota tim
postprandial kesehatan lain untuk meminimalkan efek
37

- Deficit proprioseptif samping dari obat yang berkontribusi


- Ngantuk terhadap jatuh (misalnya, hipotensi
- Berkemih yang mendesak ortostatik dan kiprah goyah)
- Penyakit vaskuler  Memberikan pengawasan yang ketat dan /
- Kesulitan melihat atau perangkat menahan (misalnya, bayi
kursi dengan sabuk
pengaman) ketika menempatkan bayi /
anak-anak muda pada permukaan
ditinggikan (misalnya, meja dan kursi
tinggi)
5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
Teaching : disease Process
Definisi :  Kowlwdge : disease process  Berikan penilaian tentang tingkat
 Kowledge : health Behavior pengetahuan pasien tentang proses
Tidak adanya atau kurangnya informasi Kriteria Hasil :
kognitif sehubungan dengan topic penyakit yang spesifik
spesifik.  Pasien dan keluarga menyatakan  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
pemahaman tentang penyakit, bagaimana hal ini berhubungan dengan
Batasan karakteristik : kondisi, prognosis dan program anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
memverbalisasikan adanya masalah, pengobatan tepat.
ketidakakuratan mengikuti instruksi,  Pasien dan keluarga mampu  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
perilaku tidak sesuai. melaksanakan prosedur yang muncul pada penyakit, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat
Faktor yang berhubungan : keterbatasan  Pasien dan keluarga mampu  Gambarkan proses penyakit, dengan cara
kognitif, interpretasi terhadap informasi menjelaskan kembali apa yang yang tepat
yang salah, kurangnya keinginan untuk dijelaskan perawat/tim kesehatan  Identifikasi kemungkinan penyebab,
mencari informasi, tidak mengetahui lainnya. dengna cara yang tepat
sumber-sumber informasi.  Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
 Hindari jaminan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
38

tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat.
39

Daftar Pustaka

Ahern, Wilkinson. 2002. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 9. Penerbit


Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Herdman, T.H. 2002.Diagnosis Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:


EGC.

International NANDA. (2012).Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi2012-2014.Jakarta : EGC.

Nugroho Taufan, dkk, 2010. Kamus Pintar Kesehatan.Yogyakarta : Nuha Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


&Suddarth.Edisi 8.Volume 3.Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson.2007. Patologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen20 halaman
    Bab Iii
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pre Eklamisa
    Laporan Kasus Pre Eklamisa
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus Pre Eklamisa
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen10 halaman
    Bab Iv
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Fix
    Abstrak Fix
    Dokumen1 halaman
    Abstrak Fix
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab II Konsep Dasar
    Bab II Konsep Dasar
    Dokumen15 halaman
    Bab II Konsep Dasar
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen11 halaman
    Bab Iv
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Post Partum
    Laporan Pendahuluan Post Partum
    Dokumen24 halaman
    Laporan Pendahuluan Post Partum
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen24 halaman
    Bab Ii
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Seminar DHF
    Seminar DHF
    Dokumen26 halaman
    Seminar DHF
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • LP DBD
    LP DBD
    Dokumen9 halaman
    LP DBD
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Sab Menebak Gambar
    Sab Menebak Gambar
    Dokumen6 halaman
    Sab Menebak Gambar
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Ronde Bab 1-5
    Ronde Bab 1-5
    Dokumen30 halaman
    Ronde Bab 1-5
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Sab Menebak Gambar
    Sab Menebak Gambar
    Dokumen6 halaman
    Sab Menebak Gambar
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan NANDA NIC NOC
    Kumpulan Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan NANDA NIC NOC
    Dokumen47 halaman
    Kumpulan Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan NANDA NIC NOC
    Rahmat Bugis
    89% (9)
  • Sab Menebak Gambar
    Sab Menebak Gambar
    Dokumen6 halaman
    Sab Menebak Gambar
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Laporan Dispepsia
    Laporan Dispepsia
    Dokumen6 halaman
    Laporan Dispepsia
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Ronde Bab 1-5
    Ronde Bab 1-5
    Dokumen30 halaman
    Ronde Bab 1-5
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat
  • Sab Menebak Gambar
    Sab Menebak Gambar
    Dokumen6 halaman
    Sab Menebak Gambar
    Anonymous 6fVnBzM
    Belum ada peringkat