Disusun Oleh:
Gina Annisa
P1337420116089
2A2
5. B. ETIOLOGI
6. a. Makanan
7. Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang
sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidak mampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses.
Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan
pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan
waktu,respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan
polaaktivitas peristaltik di colon.
8. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
9. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran
contohnya urine,muntah yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di
sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chime di sepanjang
intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime
10. c. Meningkatnya stress psikologi
11. Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada
collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga
bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang
depresi bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi
12.
13.
14. d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
15. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan
gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga
feses mengeras. Obat-obatan beberapa obat memiliki efek samping
yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer
tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,
menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang
aktivitas usus danmemudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses,mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu
seperti
16. dicyclominehydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
17. e. Usia
18. Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan
pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung.
Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari
otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus
dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami
penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat
berdampak pada prosesdefekasi
19. f. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus,
kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
20. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi
kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika
dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ani
21.
22. C. BATASAN KARAKTERISTIK
23. 1.Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
24. Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di
kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena
terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
25. 2.Gaya hidup.
26. Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluargadapat mempengaruhi tingkah laku.
27. 3. Stress
28. psikologi Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena
meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
29. 4. Tingkat perkembangan.
30. Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetusatau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua
terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan
peristaltik intestinal
31. 5.Kondisi Patologis.
32. Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
33. 6.Obat-obatan,
34. Diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapatterjadi
retensi urine.
35.
36. D. PATOFISIOLOGI
37. Gangguan Eliminasi Fekal
38. Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang
sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali per
minggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
39. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refle
ksdefekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum,
pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar
melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang
ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar.Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis.
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal
cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk
ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan
sendirinya.Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut
dandiaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan
refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi
duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja
dengan mengkontraksikan muskulusspingter eksternal, maka rasa
terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum
meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan fesesdi absorpsi
sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
40.
41. E. INTERVENSI
42. a. Kurang volume cairan b.d seringnya buang air besar dan encer
43. Tujuan
44. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang
ditandai dengan:
45. · Pengeluaran urin sesuai
46. · Pengisian kembali kapiler kurang dari 2 detik
47. · Turgor kulit elastis
48. · Membran mukusa lembab
49. · Berat badan tidak menunjukkan penurunan
Criteria hasil
· Anak mendapatkan cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang
hilang
· Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat ditandai dengan
membrane
mukosa lembab, turgor kulit baik, mata normal, TTV DBN.