Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM BATUBARA

LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Batubara

Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari


batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba
dan menjadi padat disebabkan karena tertimbun lapisan di atasnya.
Pembatubaraan (coalifikasi) terjadi karena adanya tekanan dan temperatur
yang tinggi dan berlangsung dalam selang waktu yang sangat lama.
Perbedaan sifat batubara disebabkan adanya perbedaan sumber dan
materialnya (jenis tumbuhan purbanya), lingkungan sewaktu pengendapannya,
keadaan dan kondisi serta derajat perubahan dalam macam, jumlah serta
distribusi pengotornya (impuritisnya) (Sudarsono, 2003).
Eliot (1981), ahli geokimia batubara, berpendapat batubara
merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen
yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, serta oksigen sebagai
komponen unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan.
Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk ash (abu), tersebar sebagai
partikel zat mineral yang terpisah diseluruh senyawa batubara. Secara singkat,
batubara bisa didefinisikan sebagai batuan karbonat berbentuk padat, rapuh,
berwarna cokelat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terjadi akibat
perubahan tumbuhan secara kimia fisika.
Batubara berasal dari tumbuhan yang telah mati dan tertimbun dalam
cekungan yang berisi air dalam waktu sangat lama, mencapai jutaan tahun.
inilah yang membedakan batubara dengan minyak bumi, karena minyak bumi
berasal dari sumber hewani. Dalam proses pembentukkan batubara, banyak
faktor yang memengaruhi. Batubara secara geologi termasuk golongan batuan
sedimen organoklastik. Lingkungan pembentukan batubara sendiri harus
merupakan cekungan aneorob, yaitu tidak ada oksigen yang terlihat dalam
prosesnya. (Arif, 2014)

1.2. Teori Pembentukan Batubara

Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman


karbon yaitu sekitar 220 – 350 jt tahun yang lalu. Di indonesia batubara yang

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

ditemukan dan ditambang umurnya berumur jauh lebih muda, yaitu terbentuk
pada jaman tersier. Batubara tertua yang ditambang di indonesia berumur
Eosen (40-60 juta tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di indonesia
umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2-15 juta tahun yang lalu).
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :
1. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut proses
peatification.
2. Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses
coalification.
Pembentukan gambut (pengambutan). Tumbuhan yang tumbang atau
mati dipermukaan tanah umumnya akan mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna hingga setelah beberapa waktu sehingga tidak
terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada
dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen
dan aktifitas bakteri atau jasad renik lainnya. Daerah yang ideal pembentukkan
gambut misalnya delta sungai, danau dangkal. Meskipun oksigen tidak
tersedia dalam jumlah yang cukup, komponen utama pembentuk kayu akan
juga teroksidasi menjadi H2O, CH4, CO dan CO2. Umumnya gambut berwarna
kecokelatan sampai hitam merupakan padatan yang bersifat porous dan masih
memperlihatkan struktur tumbuhan asalnya.
Pembentukan batubara (pembatubaraan). Proses pembentukan
gambut akan berhenti misalnya karena penurunan cepat dasar cekungan. Jika
lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen,
maka tidak ada lagi bakteri anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi,
maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen selain
karena adanya lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan
meningkat dengan bertambahnya tebalnya lapisan sedimen. Tekanan yang
bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan suhu.

Teori pembentukan batubara ada dua teori tentang akumulasi gambut


baik mengenai ketebalannya maupun mengenai penyebarannya, yang
kemudian memungkinkan terjadinya lapisan batubara yang ditemukan dan
ditambang saat ini, yaitu :

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1. Teori insitu yang menyatakan bahwa lapisan gambut terbentuk dari


tumbuhan yang tumbang di tempat tumbuhnya, batubara yang terbentuk
disebut batubara autochtone.
2. Teori drift yang menyatakan bahwa lapisan gambut yang terbentuk berasal
dari bagian-bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran air (sungai) dan
terendapkan di daerah hilir (delta); batubara yang terbentuk disebut
batubara allochtone.
(Sudarsono, 2003)

1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara

Dikenal serangkaian faktor yang akan berpengaruh dan menentukan


terbentuknya batubara. Faktor-faktor tersebut antara lain posisi geoteknik,
keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses penurunan cekungan
sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuhan-tumbuhan, proses dekomposisi,
sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan metamorfosa
organik. Secara rinci, hal-hal tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Posisi Geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya
tektonik lempeng.
2. Keadaan Topografi Daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah
yang relatif tersedia air. Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai
topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah mengelilingnya.
3. Iklim Daerah
Di daerah beriklim tropis dengan curah hujan silih berganti
sepanjang tahun, di samping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu,
merupakan tempat yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. Di
daerah beriklim tropis hampir semua jenis tanaman dapat hidup dan
berkembang baik. Oleh karenanya di daerah yang mempunyai iklim tropis
pada masa lampau, sangat dimungkinkan didapatkan endapan batubara
dalam jumlah banyak. Sebaliknya daerah yang beriklim sub tropis
mempunyai penyebaran endapan batubara relatif terbatas.
4. Proses Penurunan Cekungan Sedimentasi

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis artinya


dasar cekungannya akan mengalami proses penurunan atau
pengangkatan.
5. Umur Geologi
Makin tua lapisan batuan sedimen yang mengandung batubara,
makin tinggi rank batubara yang akan diperoleh.
6. Jenis Tumbuh-tumbuhan
Makin tinggi tingkatan tumbuhan (dalam sistematika taksonomi) da
makin tua umur tumbuhan tersebut, apabila mengalami proses coalification,
akan menghasilkan batubara dengan kualitas baik.
7. Proses Dekomposisi
Pada tumbuhan merupakan bagian dari transformasi biokimia pada
bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang proses alterasi.
8. Sejarah Setelah Pengendapan
Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukkan batubara adalah
satu faktor diantaranya oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap
posisi geoteknik. Makin dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap posisi
geoteknik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan
batubara dan cekungan letak batubara berada.
9. Struktur Geologi Cekungan
Biasanya cekungan akan mengalami deformasi lebih hebat apabila
cekungan tersebut berada dalam satu sistem geantiklin atau geosinklin.
Proses perlipatan dan pensesaran tersebut akan menghasilkan panas.
Makin banyak perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan
sedimentasi yang mengandung batubara, secara teoritis akan
meningkatkan mutu batubara.
10. Metamorfosa Organik
Metamorfosa organik adalah proses pembentukan batubara yaitu
penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Selama proses ini terjadi
pengurangan air lembab, oksigen dan senyawa kimia lainnya. Dilain pihak
terjadi pertambahan persentase karbon (C), belerang (S) dan kandungan
abu. Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh faktor tekanan dan
waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal
atau karena tektonik.

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

(Sukandarrumidi, 2005)

1.4. Klasifikasi Batubara

Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas (grade) yang


secara umum diklasifikasikan menjadi empat kelas utama menurut standar
ASTM (Kirk-Othmer, 1979) atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut
sebagai jenis batubara yang paling muda.
1. Peat (gambut)
Peat (gambut) bisa juga disebut brown coal (batubara muda),
merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya, bersifat lunak,
dapat dilihat dari warna dan struktur (kayu), mudah pecah pada saat
pemanasan.
2. Liginite
Lignite yaitu jenis batubara di atas brown coal, namun kualitasnya
masih tergolong rendah. Jenis batubara ini relatif tinggi, dengan kandungan
kalor relatif rendah.
3. Sub-bituminous
Sub-bituminous sering juga disebut black lignite adalah jenis
batubara transisi antara lignite dan bituminous dengan kualitas sedang.
4. Bituminous
Bituminous yaitu jenis batubara yang termasuk kategori kualitas
baik, memiliki sifat lebih keras dari sub-bitumious, kandungan oksigen
rendah, sedangkan kandungan karbon cukup tinggi, zat mudah menguap
(volatile matter) dan kandungan oksigennya relatif rendah, pada saat
pembakaran tidak atau kurang menghasilkan asap.
5. Anthracite
Anthracite memiliki kandungan kalor tertinggi dengan kualitas
terbaik diantara jenis batubara yang telah disebutkan sebelumnya.
Anthracite yang paling keras, dengan struktur kompak tertinggi.
(Aladin, 2011)
1.5. Bentuk Lapisan Batubara
Beberapa lapisan batubara didapatkan sebagai lapisan ekstensif
lateral dengan ketebalan dan kualitas yang sama dalam suatu rangkaian yang
teratur. Beberapa lapisan tersebar secara tidak teratur, terdiri atas satuan

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

batubara dengan jenis berbeda dan mengandung hamparan dari pecahan atau
lensa material bukan batubara. Lapisan batubara tunggal dapat menebal,
menipis, atau menyempit dengan berbagai cara, atau terbagi dan bergabung
satu sama lain akibat adanya aktifitas pengendapan.
Mencermati berbagai bentuk lapisan batubara, dikenal beberapa tipe
antara lain bentuk horse back, pinch, clay vein, burried hill, fault dan fold yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
1. Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan
sedimen yang menutupinya melengkung kearah atas, akibat adanya gaya
kompresi. Tingkat pelengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya
kompersi. Makin kuat gaya kompresi yang berpengaruh, makin besar
tingkat pelengkungannya. Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi
air tanah, akan mengakibatkan sebagian dari butiran batuan sedimen
yang terletak di atasnya, bersama air tanah akan masuk diantara rekahan
lapisan batubara. Kejadian ini akan mengakibatkan apabila batubara
tersebut ditambang, batubara mengalami pengotoran (kontaminasi) dalam
bentuk butiran-butiran batuan sedimen sebagai kontaminan anorganik,
sehingga batubara menjadi tidak bersih.

Gambar 1.1
Bentuk Horse Back

2. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara yang menipis di bagian
tengah. Pada umumnya bagian bawah dari lapisan batubara bentuk ini
merupakan batuan yang plastis, sedang bagian atas dari lapisan batubara
secara setempat-setempat ditutupi oleh batupasir, yang secara lateral
merupakan pengisian suatu alur.

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 1.2
Bentuk Pinch
3. Bentuk Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian (secara lateral)
endapan batubara terdapat urat lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi
pada satu seri endapan batubara yang mengalami patahan di antara 2
bidang patahan tersebut ialah rekahan terbuka yang terisi oleh lempung
atau pasir.

Gambar 1.3
Bentuk Clay Vein

4. Bentuk Burried Hill


Bentuk ini terjadi apabila di daerah batubara terbentuk, terdapat
suatu kulminasi, seolah-olah lapisan batubaranya seperti terintrusi. Sangat
dimungkinkan lapisan batubara pada bagian yang terintrusi menjadi
menipis atau hampir hilang sama sekali.

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 1.4
Bentuk Burried Hill
5. Bentuk Fault (Patahan)
Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara mengalami
beberapa seri patahan. Apabila hal ini terjadi akan mempersulit dalam
melakukan perhitungan cadangan batubara.

Gambar 1.5
Bentuk Fault
6. Bentuk Fold (Perlipatan)
Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami
proses tektonik hingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut
dimungkinkan masih dalam bentuk sederhana.

Gambar 1.6
Bentuk Fold
(Sukandarrumidi, 2006)

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1.6. Manfaat Batubara

Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi tiga


golongan, yakni :
1. Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal,
fuel coal atau energy coal).
Batubara dapat dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap di
dalam suatu ketel uap atau boiler PLTU, untuk membakar bahan pembuat
klinker di pabrik semen dan sebagai bahan bakar di industri-industri kecil.
Pada hakikatnya, semua batubara itu dapat dibakar, tetapi dalam
pemanfaatan sebagai bahan bakar tertentu perlu dipenuhi berbagai
persyaratan tertentu pula. Misalnya sebagai bahan bakar PLTU diperlukan
batubara halus dapat didesain agar bisa membakar batubara dengan
kandungan ash lebih kecil dari 30%.
2. Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas (coking
coal).
Kokas ialah residu padat yang tertinggal bila batubara dipanaskan
tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya hilang.
Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai
suhu cukup tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilisasi, mengembang dan
memadat kembali membentuk material yang porous. Material ini merupakan
padatan kaya karbon yang disebut kokas. Kebanykan kokas digunakan
dalam pembuatan besi dan baja karena memberikan energi panas dan
sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi (reductor) terhadap bijih besi
yang dikerjakan di dalam tanur suhu tinggi atau tungku pembakaran (blast
furnace).
3. Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara
konversi (conversion coal).
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan tidak sebagai
bahan bakar padat, tetapi energi yang dikandungnya disimpan dalam
bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat dilakukan
memalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi
(gasification) dan pencairan batubara atau likuifaksi (coal liquefacition).
Dalam proses gasifikasi, semua zat organik dalam batubara diubah
kebentuk gas, teruama karbon monoksida, karbon dioksida dan hidrogen.
Gas-gas ini kemudian dapat pula diubah menjadi bahan-bahan kimia,
seperti pupuk dan metanol.

Kelompok II
PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

(Muchjidin, 2006)

Kelompok II

Anda mungkin juga menyukai