PENDAHULUAN
kategori utama. Pertama, benda mati seperti batu, tanah, dan tetes air. Kedua, benda
hidup seperti tanaman dan makhluk lainnya. Perbedaannya terletak pada potensi
untuk mengubah diri secara otonom. Benda mati hanya akan berubah jika mendapat
intervensi dari luar dirinya. Sementara benda hidup, mampu mengubah dirinya tanpa
adanya intervensi tersebut. Dalam benda hidup, yang dimaksud makhluk lainnya ini
memiliki subkategori, yaitu binatang dan manusia. Kedua jenis itu dibedakan dari
tumbuhan karena manusia dan binatang tidak hanya bisa menyerap makanan,
tumbuh, dan berkembang biak. Binatang dan manusia memiliki kemampuan untuk
memahami dunia yang mereka tempati dan bergerak sesuai dengan keinginannya
tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf
bawaan (Fromm, 1995: 22). Menurut KBBI (2004:540) insting merupakan pola
tingkah laku yang bersifat turun-temurun yang dibawa sejak lahir. Dalam hal ini,
insting berarti sesuatu yang mengarahkan binatang dan manusia untuk menjaga
1
dan sebagainya. Sumber-sumber terpenting dari energi insting adalah keperluan-
Di lain sisi, akal budi yang dimiliki manusia telah menjadi instrumen untuk
melampaui posisi binatang dalam “tangga alam” yang digambarkan Aristoteles. Akal
manusia memberikan peluang untuk bertahan hidup tidak hanya berdasarkan insting
semata. Selain itu, manusia juga dilengkapi oleh budi yang biasa kita sebut dengan
nurani. Singkatnya, akal budi merupakan keunggulan manusia dari binatang lain
sehingga memiliki pikiran sehat dan bisa menembus apa yang ada di balik
manusia sulit untuk bertahan hidup. Manusia yang lahir memerlukan waktu sekian
tahun untuk belajar berbagai hal untuk bertahan hidup. Proses belajar ini pun tidak
bisa ditangani oleh dirinya sendiri. Ia membutuhkan peranan orang tua sebagai
pembimbing. Pada titik terendah mereka beralih untuk mencari jalan keluar atas
2
menemukan akal budi. “Hidup menjadi sadar akan dirinya”, akan keterpisahannya
dari alam. Peristiwa penemuan ini merupakan babak baru bagi diri manusia. Piliang
menjelaskan bahwa:
Akal budi yang dimiliki oleh manusia menjadikan dirinya sadar akan
segala hal yang ada di luar dirinya. Ia belajar untuk memaknai, melakukan
tentang objek yang ada di luar dirinya. Pada satu titik mereka meleburkan dirinya
menjadi dua bagian, subjek sekaligus objek. Mereka menyelami seluk beluk
kebinatangan yang ada dalam diri manusia sebenarnya telah menjadi perdebatan sejak
zaman dahulu. Aristoteles, Spinoza, Karl Marx, adalah beberapa filsuf yang
3
nenek moyang manusia adalah kera. Dari temuan tersebut, konsepsi ini mulai
dikembangkan dalam ranah psikologi dan ilmu sosial lain. Freud, Jung, Adler,
Perdebatan pun berlanjut sampai ke penilaian manakah yang lebih superior antara
manusia dan binatang. Namun begitu, poin yang paling penting adalah sejauh mana
akal budi manusia dapat memanusiakan manusia dan menjinakkan sisi kebinatangan
dalam dirinya.
massal di Timor Timur, kasus korupsi yang tidak pernah tuntas, sampai peristiwa
hasrat yang manusia miliki. Peristiwa tersebut menjadi determinasi bahwa naluri
kebinatangan kita tetap ada dan malah bertambah parah. Dengan kondisi tersebut kita
memiliki hipotesis, bahwa akal merupakan insting yang dimodifikasi kegunaan dan
kualitasnya, karena, pada dasarnya kedua hal tersebut merupakan “instrumen” untuk
menciptakan norma sebagai pengekang dari hawa nafsu yang tidak terbatas.
Pengekangan yang pada mulanya bermaksud baik, di lain pihak nyatanya melahirkan
persoalan baru. Konsepsi-konsepsi yang dibentuk sebagai pembeda dan ukuran itulah
yang pada akhirnya menyudutkan manusia untuk bergerak. Karena binatang tidak
memiliki pikiran, mereka tidak terpenjara dalam bingkai pikiran. Mereka tidak
terpenjara dalam bahasa, simbol, etika, keyakinan, ideologi, dan norma. Mereka
4
bebas untuk melakukan tindakan yang diinginkan tanpa harus memperhatikan
anggapan sekitarnya. Manusia secara sadar dan tidak sadar telah mengotak-ngotakkan
dirinya sendiri pada sebuah dunia yang mereka buat, sebuah dunia alternatif dari
Dengan kapasitas yang dimiliki, akal budi tidak pernah berhenti dalam suatu
titik. Selalu ada pemecahan, atau mungkin pelarian dari sebuah masalah baru yang
lahir dari pemecahan sebelumnya, karena kesadaran yang manusia miliki telah
menjerumuskan manusia pada dialektika, tentang suatu hal yang bertentangan dan
melahirkan hal lain kembali. Karya sastra sebagai media katarsis merupakan produk
lain dari akal budi. Sebagai wadah untuk menuangkan gagasan apa pun, karya sastra
memiliki elastisitas untuk masuk ke dalam problem manusia dalam kehidupan. Naluri
binatang yang tidak disadari atau disadari oleh manusia dapat dijelaskan melalui
Hujan Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri merupakan cerpen yang
membahas naluri binatang dalam diri manusia. Kecenderungan tersebut tersirat dari
percakapan antartokoh dan latar tempat, serta beberapa aspek lainnya yang mesti
dikaji lebih jauh lagi. Hal yang paling menarik adalah dalam cerpen ini Sutardji
bertahan hidup. Naluri binatang itu adalah hal yang paling murni, yang tidak perlu
dikekang. Norma itu tidak perlu digunakan ketika manusia terdesak untuk
menyambung hidup. Selain itu, pada cerpen ini terdapat fragmen yang terputus-putus.
Pembaca dimasukkan dalam sebuah ruang teka-teki dari satu peristiwa ke peristiwa
yang lain. Dari Sembilan cerpen yang ada, terdapat empat cerpen yang paling
5
dominan memiliki unsur kebinatangan, yakni “Di Kebun Binatang”, “Tahi”, “Ayam”,
menulis karyanya. Hal tersebut merupakan salah satu kunci untuk menafsirkan teks
yang dibuatnya, mengingat cara Sutardji dalam memperlakukan teks dengan tidak
biasa.
baginya lepas dari makna. Ketetapan makna merupakan penjara dari kata itu sendiri.
Selama berkarir di dunia sastra, ia lebih dikenal sebagai penyair. Ia membuat puisi-
membentuk makna lain dan menjadi sebuah tipografi. Dalam kredonya yang ditulis
mengantarkan pengertian. Dia bukan pipa yang menyalurkan air. Kata adalah
pengertian itu sendiri. Dia bebas (Sutardji, 2007: 3). Baginya, kreativitas akan
berhenti bila dibenturkan dengan pengertian dan ide. Dengan pembebasan kata dari
makna, akan ada suatu yang kreatif dan tidak terduga. Dalam hal ini, ada
kecenderungan yang sama dari dekonstruksi makna yang dilakukan Sutardji dengan
menolak logosentrisme. Segala kebakuan dan ketetapan yang ada dalam suatu entitas
6
dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan
puisi Sutardji. Di awal kariernya, ia juga membuat cerpen yang memiliki gaya
sebuah antologi yang berjudul Hujan Menulis Ayam. Pada bagian kata pengantar
pengungkapan yang ringan. Seni sama halnya dengan teknologi, tujuannya adalah
Penelitian ini akan membahas naluri kebinatangan dalam cerpen Sutardji yang
berjudul “Di Kebun Binatang”, “Tahi”, “Ayam”, dan “Pada Terangnya Bulan”.
Cerpen tersebut mendobrak norma sebagai pengekang. Misalnya saja pada petikan
Kebun binatang itu luas dan bagian belakang kebun binatang itu
juga luas dan tenang, tapi jerit dan keluh-keluh binatang selalu
dapat kedengaran pada bagian belakang kebun binatang, dan
angin selalu membawakan juga bau binatang, dan mereka yang
berpasangan menjadi terangsang karenanya dan ingin bersatu
dengan alam dan binatang. (hlm. 10)
muncul ketegangan yang perlu dituntaskan melalui hubungan intim. Seperti yang
dikatakan oleh Freud, penuntasan insting ini merupakan prinsip kesenangan. Bagian
akhir kalimat di atas menegaskan titik setara dari manusia, alam, dan binatang.
7
Menurut Freud, peradaban bisa tercipta karena manusia mampu untuk
mengekang hasrat seksualnya yang tak terbatas. Manusia primitif sehat dan bahagia
berbudaya. Manusia yang telah beradab lebih aman, menikmati seni dan ilmu
dengan binatang. Pakaian adalah produk dari akal yang memberikan jarak kepada
manusia dengan binatang. Konsekuensi dari produk tersebut adalah rasa malu yang
Pada cerpen kedua yang berjudul “Tahi”, indikasi kebinatangan muncul dalam
potongan berikut:
Soalnya adalah tahi. Ah, tahi! Perut yang bau ini lebih banyak
keluarnya daripada diisi. Siang-siang pula lagi. Bukan WC yang
salah. Wc tua itu sudah lama mati. Jadi, sianglah yang kumaki.
Kalau malam, di belokan jalan sana ada parit. Dan tiang listrik
8
berlampu mati. Jadi, aman bertengger di parit menekur-nekur
sambl mengantarkannya pergi. Ah, siang! (hlm. 29)
melanggar norma kesopanan. Siang yang menjadi keterangan waktu dalam cerita di
atas, menandakan bahwa norma dan rasa malu manusia itu tidak akan digunakan
sebagai acuan jika tindakan yang dilakukan oleh seseorang tersebut tidak dilihat oleh
orang lain. Dalam hal ini, fungsi norma hanya menjadi tameng seseorang menyangkut
penilaian sesamanya.
membuang bangkai ayam ke kali. Namun ada sekumpulan orang yang memaksa
meminta bangkai ayam itu. Karena keluarga ini memiliki nurani dan sadar, bahwa
tersebut.
Tindakan memakan bangkai ini merupakan suatu hal yang tidak wajar bagi
manusia. Di alam binatang, bangkai adalah hal lumrah untuk dimakan. Misalnya saja,
burung pemakan bangkai dan komodo adalah beberapa spesies binatang yang
sebagai objek dari penelitian ini. Cerpen tersebut bercerita tentang seorang
9
perempuan yang selalu mengikuti tiga lelaki yang bermain gitar. Ada permainan
simbol dalam cerpen ini. Diksi bulan yang berarti setting waktunya adalah malam,
lagu dan nyanyian menjadi hal yang paling menonjol. Hipotesis yang ada ialah
seksualitas menjadi tema utama dalam cerpen tersebut. Namun, Sutardji memasukkan
unsur alam yang disimbolkan oleh bulan sehingga muncul tanda mengenai
animalitas. Penyatuan dengan alam inilah dengan tindakan seksual menjadi indikasi
naluri kebinatangan.
menggunakan semiotika Pierce pada tahap awalnya untuk membukakan jalan bagi
Semiotika berasal dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan
poetika. Akar kata semiotika berasal dari Yunani, yakni “semeion”. Semiotika pada
hal ini tidak dapat digabungkan dengan mengomunikasikan. Memaknai berarti bahwa
terstruktur dari tanda (Kurniawan, 2001: 53). Sejak kemunculan Saussure dan Pierce,
maka semiotika menitikberatkan dirinya pada studi tentang tanda dan segala yang
10
berkaitan dengannya. Saussure merupakan ahli bahasa, sedangkan Pierce merupakan
ahli filsafat dan logika. Konsep Semiotika Saussure membuat semacam dikotomi
mengenai adanya penanda dan petanda, parole dan langue, sintagmatik dan
bermakna. Kedua, Saussure dengan konsep diadiknya cenderung melihat objek atas
dasar objek lain sehingga terjadi pemahaman pusat dan non pusat, sedangkan Peirce
menawarkan konsep triadik sehingga terjadi jeda antara oposisi biner di atas (Ratna,
2007:100).
Menurut Peirce (dalam Zoest, 1992: 1), logika harus mempelajari bagaimana
makna pada apa yang ditampilkan oleh semesta. Dalam teori Pierce ikon, indeks, dan
(Budiman, 2005:56). Itu sebabnya, dalam penelitian ini akan ditekankan pada ketiga
“kemiripan”. Ikon dapat diidentifikasikan sebagai suatu tanda yang (1) menggantikan
sesuatu yang lain semata-mata karena ia mirip dengannya; (2) mengambil bagian
11
membangkitkan sensasi-sensasi analog di dalam benak lantaran kemiripannya
(Budiman, 2011:82).
atau kausal antara penanda dan denotatumnya. Contohnya adalah asap ada sebagai
indeks api, bunyi bel adalah indeks kedatangan tamu, jalan becek adalah indeks
tertentu tanpa motivasi. Simbol terbentuk melalui konvensi atau kaidah. Contohnya
adalah jari tengah yang diacungkan untuk menyatakan perseteruan atau pertikaian.
Setelah terbukanya jalan bagi wacana animalitas yang muncul dalam cerpen
Di Kebun Binatang, Tahi, Ayam, dan Pada Terangnya Bulan karya Sutardji Calzoum
Bachri, pada tahap kedua akan digunakan psikoanalisis Sigmund Freud untuk
yang berisi id, ego, dan superego dan dinamika kepribadian yang berisi energi
rohaniah, naluri, alam sadar dan tak sadar, serta kecemasan tentang kenyataan,
kecemasan neurotis, dan kecemasan moral. Pemilihan psikoanalisa Freud ini didasari
oleh keterhubungan topik animalitas yang menitikberatkan insting atau naluri sebagai
dorongan. Selain itu, struktur kepribadian yang dipaparkan oleh Freud yakni id, ego,
dan superego bisa menjadi pembeda antara manusia dan binatang. Id yang berfungsi
sebagai penyaluran prinsip kesenangan ini dimiliki oleh manusia dan hewan.
12
Sedangkan, ego dan supergo hanya dimiliki oleh manusia karena berhubungan
Naluri atau insting memiliki sumber, maksud, tujuan dan dorongan (Hall,
2000: 36). Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kenikmatan dan
perwujudan psikologis dari sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak
dari mana hasrat muncul disebut kebutuhan. Freud membagi naluri menjadi dua,
rohaniah dari segala keperluan jasmaniah yang perlu dipuaskan untuk kelangsungan
merusak, agresi yang berakar pada libido. Naluri-naluri penghidupan dan kematian
dan kelanjutannya dapat bergabung satu sama lain, menetralisasi masing-masing atau
Tahi, Ayam, dan Pada Terangnya Bulan karya Sutardji Calzoum Bachri?
Kebun Binatang, Tahi, Ayam, dan Pada Terangnya Bulan karya Sutardji
Calzoum Bahcri?
13
1.3 Tujuan Penelitian
cerpen Di Kebun Binatang ,Tahi, dan Tangan karya Sutardji Calzoum Bachri.
fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Analisis di sini tidak hanya sebatas
wacana yang berada dalam cerpen Di Kebun Binatang, Tahi, Ayam, dan Pada
Terangnya Bulan karya Sutardji Calzoum Bachri, yakni animalitas, kemudian hasil
Data yang dianalisis dalam penelitian ini bersumber pada kumpulan cerpen
Hujan Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri yang diterbitkan oleh
Indonesiatera pada tahun 2001. Cerpen-cerpen yang dimuat dalam buku tersebut
14
sebenarnya telah beredar di media massa sekitar akhir tahun 60-an, tepatnya sebelum
Penelitian ini terdiri dari empat bab: (1) Pendahuluan, (2) landasan teori, (3)
analisis, (4) simpulan. Pendahuluan berisi tentang pemaparan latar belakang masalah,
penulisan, dan tinjauan pustaka. Pada landasan teori berisi pemaparan teori yang
digunakan dalam penelitian: teori semiotika Charles Sanders Pierce, teori psikologi,
teori psikoanalisis Sigmund Freud yang membahas mengenai struktur dan dinamika
objek penelitian. Dalam bab ini penulis menggunakan empat cerpen Sutardji yang
yang ada dalam diri manusia. Bab terakhir ialah simpulan dan hasil penelitian yang
Berikut adalah beberapa karya ilmiah memiliki persamaan dengan kajian yang penulis
temukan untuk tinjauan pustaka dan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini:
1. Puisi di antara Humanitas dan Animalitas: Chairil Anwar dan Dunia Kita
sosial asal Indonesia, pendiri Yasraf Amir Piliang Institute, sebuah lembaga
15
rangka mengenang Chairil Anwar tahun 2013. Makalah tersebut membahas
animalitas dalam puisi Aku Ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar dan
dan yang tertutup. Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
dalam kumpulan Hujan Menulis Ayam. Selain itu, penulis juga menggunakan
and Men Karya John Ernest Steinbeck: Telaah Skeptis Naturalisme Dengan
Analisis Sosiologi Sastra oleh Yovita Mumpuni Hartini. Sebuah tesis program
kebinatangan dalam novel Of mice And Men karya John Ernest Steinbeck dan
kehidupan para buruh migran dan tuan tanahmya dalam Of Mice and Man
16
Daftar Pustaka
Dahler, Franz dan Eka Budianta. 2005. Pijar Peradaban Manusia Denyut Harapan
Fromm, Erich. 1995. Masyarakat yang Sehat. Terj. Thomas Bambang Murtianto.
Yogyakarta: Tarawang.
Zoest, Aart van. 1993. Semiotika Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita
17
Lampiran
Ragangan Skripsi
Lembar Pengesahan………………………………………………………..
Abstrak…………………………………………………………………….
Abstract……………………………………………………………………..
Kata Pengantar………………………………………………………………
Daftar Isi…………………………………………………………………….
Bab I Pendahuluan
2.1 Semiotika……………………….……………………………………..
18
2.1.3.1 Ikon ………………………………………………..
2.1.3.2 Indeks……………………………………………..
2.1.3.3 Simbol…………………………………………….
2.2.3.2 Naluri
2.2.3.3.1 Id………………………………………………….
2.2.3.3.2 Ego………………………………………………..
2.2.3.3.3 Superego…………………………………………..
2.2.3.5 Kecemasan…………………………………………………..
Bab III Naluri Binatang Pada Kumpulan Cerpen “Hujan Menulis Ayam”
3.1 Analisis Struktur Kepribadian Tokoh dalam Cerpen “Di Kebun Binatang”
3.1.1 Id ……………………………………………………………….
3.1.2 Ego………………………………………………………………
3.1.3 Superego………………………………………………………...
19
3.2 Analisis Struktur Kepribadian Tokoh dalam Cerpen “Tahi”
3.2.1 Id………………………………………………………………..
3.2.2 Ego…………………………………………………………….
3.2.3 Superego………………………………………………………
3.3.1 Id………………………………………………………………
3.3.2 Ego…………………………………………………………….
3.3.3 Superego……………………………………………………….
Bulan”
3.4.1 Id……………………………………………………………….
3.4.2 Ego..…………………………………………………………….
3.4.3 Superego………………………………………………………...
4.1 Simpulan………………………………………………………………….
4.2 Saran………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………….
20