Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN PENYAKIT STROKE

Pengertian stroke

Stroke adalah cedera vascular akut pada otak yang bersifat mendadak atau
tiba-tiba. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah,
penyempitan pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai ke otak. Stroke
mungkin menampakkan gejala, mungkin tidak (silent stroke),

Patofisiologi Stroke

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika
tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau rupture.

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu malnutrisi.


Prevalensi malnutrisi pada stroke akut yaitu 8 – 34%.7,8 Penelitian yang
dilakukan oleh Mosselman MJ dkk membuktikan bahwa kejadian malnutrisi
dan risiko malnutrisi pada pasien stroke rawat inap yang dievaluasi selama
10 hari menunjukkan peningkatan hasil dari 9% menjadi 65%.9 Risiko
malnutrisi signifikan meningkatkan angka kematian, lama rawat dan biaya
rawat pasien stroke.8 Malnutrisi terjadi karena adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan energi yang meningkat dengan asupan energi dan protein
yang tidak adekuat.7 Rekomendasi The American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition (ASPEN) kebutuhan energi harian pasien stroke yaitu ≥25
kkal/kgBB pasien nonobese dan <25 kkal/kgBB pasien overweight/obese,
sedangkan kebutuhan protein >1 g/kgBB.10 Berdasarkan The European
Society for Clinical Nutrition and Metabolism The Life Long Learning
(ESPEN LLL) 2016 kebutuhan energi pasien stroke yaitu 20-30 kkal dengan
kebutuhan proteinnya sebesar 1 g/kgBB/hari.11

Asupan energi yang tidak adekuat dapat disebabkan karena gangguan


hemodinamik, gangguan menelan (disfagia), mual, muntah, danpenundaan
pengosongan lambung.12,13,14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Chai J dkk mendapatkan angka malnutrisi pasien stroke di rumah sakit
Hongkong sekitar 8,2%.15 Perbaikan disfagia pada pasien geriatri dengan
stroke terjadi 56,3% selama pasien rawat inap lebih dari 3 minggu sehingga
terjadivperbaikan asupan.7 Penelitian dilakukan oleh Foley N dkk tentang
kecukupan energi dan protein pada pasien stroke dengan disfagia yang
dinilai pada sewaktu awal masuk dan selama rawat inap didapatkan hasil
capaian energi 19,4-22,3 kkal/kg/hari sebanyak 80,3

Penelitian Poels, et al. (2006) (dalam jurnal Siregar, et al ) melaporkan


bahwa 73% pasien stroke mengalami malnutrisi. Berdasarkan laporan
penelitian, pasien pasca stroke dengan undernutrition memiliki risiko
meninggal lebih tinggi dibandingkan pasien pascastroke dengan nutrisi yang
baik (Martineau et al., 2005). Hingga saat ini, perbedaan asupan dan status
gizi pada pasien stroke hemoragik dan stroke non hemoragik yang
menjalani rawat jalan di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo .

Pada hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo


dengan hasil menunjukan tidak adanya perbedaan tingkat asupan energi,
protein, dan lemak pada pasien stroke hemoragik dan non hemoragik
dikarenakan tidak terdapat perbedaan kebutuhan asupan gizi antara stroke
hemoragik dan non hemoragik apabila memiliki faktor resiko yang sama,
serta responden tidak mematuhi diet yang seharusnya dijalani oleh masing-
masing responden. Pemberian diet pada pasien stroke disesuaikan dengan
faktor resiko

penyebab stroke yang dimiliki oleh setiap pasien stroke, baik stroke
hemoragik maupun stroke non hemoragik (Lim dan Choue, 2013), dimana
pada penelitian ini lebih dari 50% responden memiliki penyakit penyerta
hipertensi. Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension),
direkomendasi untuk menurunkan tekanan darah dan asupan lemak jenuh
pada pasien stroke, dimana pada diet ini konsumsi buah-buahan, sayuran,
dan produk susu rendah lemak ditingkatkan (Goldstein et al., 2011). Sekitar
80-85% stroke non hemoragik yang terjasi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri Atherosklerosis menjadi salah satu penyebab tersering
yang terjadinya stroke non hemoragik (Price, 2014). Perlu adanya
pembatasan asupan kolesterol dan lemak, terutama lemak jenuh dalam

Penatalaksanaan Okupasi

Okupasi Terapi berperan dalam beberapa hal, sebagai berikut :


Meningkatkan dan Mengembangkan Fungsi Kemandirian. Fungsi
kemandirian menggambarkan kemampuan pasien untuk melakukan tugas
dengan sedikit bantuan dari orang lain. Untuk pasien dengan kecacatan
fisik, meningkatkan fungsi kemandirian dilakukan dengan melibatkan
latihan penguatan, dan teknik yang dimodifikasi. Okupasi Terapi dalam
meningkatkan dan mengembangkan terdapat pada kasus dimana pasien
dengan gangguan fungsi difokuskan

Terapi pada Kasus Stroke Okupasi Terapi sebagai tenaga professional


kesehatan bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya seperti Dokter,
Perawat, Fisioterapi, Terapi Wicara, dan Pekerja Sosial dalam membantu
mengatasi permasalahan stroke. Stroke membuat seseorang mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas yang diinginkan. Kesulitan ini
mencakup masalah fisik, memori atau pemusatan perhatian, sensasi, dan
emosi seperti kecemasan atau depresi. Okupasi Terapi mengatasi kesulitan
yang ada dengan memberikan latihan untuk membantu pasien dalam
melakukan sesuatu dengan cara yang baru atau dengan menggunakan
bantuan alat. Okupasi Terapi menetapkan tujuan yang akan dipecah menjadi
tujuan yang lebih kecil untuk dilakukan dalam proses terapi sesuai dengan
kebutuhan pasien. Okupasi Terapi dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
Memberikan penilaian limitasi pasien dan mejelaskannya kepada pasien dan
keluarganya. Memberikan saran aktivitas yang dapat meningkatkan
kemampuan dan kemandirian pasien. Menyesuaikan aktivitas sehari-hari
sebagai bagian dari rehabilitasi. Mengajarkan strategi dan teknik untuk
mengatasi kesulitan. Menyediakan alat bantu. Melakukan kunjungan ke
rumah pasien dengan mencocokkan kondisi pasien. Memberikan saran
tentang cara dan waktu .

Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanan stroke menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah:
a. Penatalaksanaan Umum
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral dekubitus
bila disertai muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamik stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan
oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil AGD.
3) Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh.
4) Kontrol tekanan darah dipertahankan normal.
5) Suhu tubuh harus dipertahankan, apabila demam kompres dan berikan
antipiretik sesuai indikasi.
6) Nutrisi peroral hanya boleh di berikan setelah tes fungsi menelan baik
bila terdapat gangguan menlan atau pasien yang kesadaran menurun
dianjurkan pasang NGT
7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontra indikasi
b. Penatalaksanaan Medis
1) Trombolitik (Streptokinase)
2) Antiplatelet atau antitrombolitik (Acetosal dan Ticlopidin)
3) Antikoagulan (Heparin)
4) Hemorhagea (Pentoxyfilin)
5) Antagonis serotonin (Naftidrofuryl)
6) Antagonis calcium (Nifedipine dan Piracetam)
c. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi
1) Atasi kejang
2) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi,
stroiddll)
3) Atasi dekompresi (Kraniotomi)
d. Penatalaksanaan Faktor Risiko
1) Atasi hipertensi
2) Atasi hiperglikemia
3) Atasi hiperurisemia

Anda mungkin juga menyukai