Trauma Abdomen Fix
Trauma Abdomen Fix
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu kematian tertinggi akibat kecelakaan adalah akibat trauma
abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan salah satu penyebab trauma tumpul
abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan
olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian. Trauma abomen akibat dari
penganiayaan ini disebabkan oleh senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal
tersebut mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ –
organ di dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah
dalam rongga abdomen. Penumpukan darah di abdomen dapat berakibat
kematian.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi
Trauma abdomen juga didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk.
Di Rumah Sakit, data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi.
Dalam kasus ini, dibutuhkan suatu penanganan yang professional yaitu cepat,
tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi
sampai tindakan definitif di rumah sakit.
Tindakan definitif dengan jalan pembedahan sangat penting
dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien,
keluarga pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun
merupakan Team Work dalam melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus
memberikan Asuhan Keperawatan.
1
Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam
memberikan pelayanan membantu klien mengatasi permasalahan yang
dirasakan baik dari aspek psikologis maupun aspek fisiologi secara
komprehensif. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana melakukan asuhan
keperawatan untuk menangani kasus trauma abdomen
B. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi organ-organ yang berada di abdomen
2. Mengetahui pengertian trauma abdomen.
3. Mengetahui etiologi trauma abdomen.
4. Mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
5. Mengetahui manifestasi klinis trauma tumpul abdomen.
6. Mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen.
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen.
C. Metode
Makalah ini dibuat dengan metode kajian pustaka.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Abdomen dibagi empat bidang atau garis imajiner, dua vertikal dan dua
horizontal, menjadi sembilan daerah. Dengan demikian organ-organ di dalam
dapat dijelaskan letaknya. Apakah organ-organ itu terletak dalam satu bagian
atau menempati beberapa bagian dari satu atau lebih daerah.
a) Hepar
3
Hepar (hati) merupakan kelenjar aksesori yang terbesar di dalam tubuh,
berwarna cokelat, dan memiliki berat ±1000-1800 gram. Hepar terletak di
dalam rongga abdomen hsebelah kanan atas dan dibawah diafragma, lebih
tepatnya di bagian hipokardiak kanan dan epigastrium (uluhati). Untuk orang
dewasa yang memiliki badan kurus bagian tepi bawah hati mungkin teraba
satu jari di bawah tepi kosta. Hati dibagi menjadi beberapa lobus, terdiri dari :
1. Lobus sinistra, terletak sebelah kiri dari bidang median.
2. Lobus dekstra, di sebelah kanan dari bidang median.
3. Lobus kaudatus, sebelah bawah bagian ekor
4. Lobus kuadratus, di belakang berbatas dengan pars pilorika,
ventrikula, dan duodenum superior.
4
bercabang masuk kandung empedu arteri sistika dan A. hepatika sinistra
masuk ke dalam hepar. Aliran pembuluh balik hepar dikumpulkan dalam vena
hepatika yang keluar dari permukaan belakang di sebelah kranial hepar
bermuara ke depan vena cava inferior.
5
Dari beberapa fungsi hepar yang sangat banyak diatas bisa disimpulkan
bahwa organ ini merupakan salah satu yang sangat penting sehingga apabila
mengalami suatu masalah, mengalami kerusakan, bahkan mengalami trauma
tembus atau tidak tembus dapat mengganggu fisiologis tubuh manusia.
b) Gaster (ventrikulus)
6
4. Karvatura minor : sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
kardia sampai ke pylorus. Karvatura minor dihubungkan ke hepar oleh
omentum minor, lipatan ganda dari peritoneum.
5. Karvatura mayor : terbentang pada sisi kiri ostium kardia melalui
fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai pilorus inferior, lebih
panjang dari karvatura minor, dihubungkan dengan kolon transversum
oleh omentum mayor lipatan ganda dari peritoneum.
6. Ostium kardia : merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk
ke dalam lambung.pada bagian ini terdapat orifisium pilorus, tidak
mempunyai sfingter khusus hanya berbentuk cincin membuka atau
menutup. Dengan kontraksi dan relaksasai, osteum dapat tertutup oleh
lipatan membrane mukosa dan serat otot pada dasar esophagus.
Lapisan lambung dari dalam ke luar :
a. Lapisan selaput lender (mukosa), apabila lambung dikosongkan
lapisan ini berlipat-lipat yang disebut rugae.
b. Lapisan otot melingkar (M.aurikularis), merupakan jaringan otot yang
kuat.
c. Lapisan otot miring (M.oblig) mempunyai otot yang bergaris miring.
d. Lapisan otot panjang (M.longitudinal), susuan lapisan otot lambung
yang panjang.
e. Jaringan ikat (peritoneum) atau serosa, melapisi lambung bagian luar.
Fungsi lambung :
1. Fungsi penampung makanan yang masuk melalui esophagus,
menghancurkan, dan menghaluskan makanan dengan gerakan
peristaltic lambung dan getah lambung.
a. Mekanis : menyimpan, mencampur dengan secret lambung, dan
mengeluarkan kimus ke dalam usus.. pendorongan makanan secara
gerakan peristaltik setiap 20 detik.
b. Kimiawi : bolus dalam lambung akan dicampur dengan asam
lambung dan enzim-enzim berganung jenis makanan enzim yang
dihasilkan antara lain:
7
Pepsin: memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton)
HCL : mengasamkan makanan sebagai antiseptic dan desinfektan
serta activator pepsinogen jadi pepsin.
Renin: mengendapkan susu memebentuk kasein.
Lapisan lambung : memecah lemak dan sekresi getah lambung.
2. Fungsi bakterisid : oleh asam lambung.
3. Membantuk proses pembentukan eritrosit: lambung menghasilkan zat
faktor intrinsic bersama faktor ekstrinsik dari makanan, membentuk
zat yang disebut anti-enemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit
yang disimpan di hepar.
c) Usus Halus
8
1. Tunika mukosa: banyak terdapat lipatan-lipatan membentuk flika
sirkularis dan vili intestinal (jonjot) yang selalu bergerak, vili ini
banyak mengandung pembuluh darah dan limfe.
2. Tunika propia : bagian dalam dari tunika mukosa terdapat jaringan
limfoid noduli limpatisi dalam bentuk sendiri-sendiri dan berkelompok.
Tipe kelompok lebih kurang 20 noduli limpatisi. Pada penyakit thypus
abdominalis plak penyeri sering meradang karena inveksi kurang kuman
salmonnela typhosa.
3. Tunika submukosa: terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf
merupakan anyaman saraf simpatis.
4. Tunika muskularis : terdiri dari dua lapisan yaitu otot sirkuler dan otot
longitudinal diantara keduanya terdapat anyaman serabut saraf yang
disebut fleksus mesentrikus auerbachi.
5. Tunika serosa: meliputi seluruh jejunum dan ileum.
9
terdapat lubang yang disebut orifisium ileosekali. Ileum diperkuat oleh
sfingter dan dilengkapi oleh sebuah katup valvula sekalis (valvula
bauchini) yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon ascenden
masuk kembali ke dalam ileum.
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat penting dari
saluran pencernaan karena di sini terjadinya proses pencernaan yang terbesar
dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh absorbsi. Fungsi usus halus
adalah sebagai berikut.
1. Menyekresi cairan usus: untuk menyempurnakan pengolahan zat
makanan di usus halus.
2. Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus kholedukus dan
duktus pankreatikus.
3. Mencerna makanan: getah usus dan pankreas mengandung enzim
pengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa,
lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dengan bantuan garam empedu
nutrisi masuk ke duodenum. Oleh kontraksi kelenjar empedu pencernaan
makanan disempurnakan. Zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk
yang lebih sederhana yang dapat diserap melalui dinding usus halus ke
dalam aliran darah dan limfe.
4. Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monosakarida. Makanan yang telah diserap
tersebut akan dikumpulkan di dalam vena-vena halus kemudian
berkumpul dalam vena yang besar bermuara ke dalam vena porta
langsung dibawa ke hati. Di samping itu melaui sistem saluran limfe,
dari seluruh masing-masing limfe yang besar (duktus torasikus) masuk
ke dalam vena jugularis.
5. Menggerakkan kandungan usus: sepanjang usus halus oleh kontraksi
segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan
usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.
10
d) Kolon
11
1. Sekum: kantog lebar terletak pada fosa iliaka dekstra. Ilium emasuka
fossa iliaka sisi kri ostium iliosekalis. Pada bagian bawah sekum
terdapat apendiks vermiformis. Bentuknya seperti cacing, disebut umbai
cacing yang panjangnya ±6cm. Muara apendiks pada sekum ditentukan
oleh titik yaitu daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah
garis yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).
Sekum seluruhnya ditutupi oleh peritonium, mudah bergerak walaupun
tidak mempunya mesenterium dan dapat diraba melalui dinding
abdomen. Ilium bermuara pada sekum membentuk sebuah katup yang
dinamakan valvula koli (bauchini). Titik McBurney merupakan tempat
projeksi muara ileum ke dalam sekum. Titik potong tapi lateralis M.
rektus abdominus dekstra dengan gari penghubung (SIAS) kanan
dengan pusat kira-kira 1/3 lateral garis minro (garis menghubungkan
SIAS dengan pusat). Pada waktu peradangan apendiks (apendiksitis)
daerah ini sangat sakit tertekan, kadang-kadang perlu dibuang
(apendktomi).
2. Kolon ascenden: memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai
sebeah kanan abdomen, panjangnya 13 cm, terletak di bawah hepar,
membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (flexura
koli dekstra) dilanjutkan dengan kolon transversum.
3. Kolon transversum: panjangnya kira-kira 38 cm, membujur dari kolon
asenden sampai ke kolon desenden. Berada di bawah abdomen sebelah
kanan tempat belokan yang disebut fleksura lienalis (flexura coli
sinistra) mempunyai mesenterium melekat pada permukaan posterior,
terdapat tirai disebut omentum mayus.
4. Kolon dencenden: panjangnya lebih kurang 25cm, terletak di bawah
abdomen bagian kiri dari atas ke bawah, dari depan fleksudra lenalis
sampai di depan ilium kiri, bersambung dengan sigmoid dan di belakang
peritonium (retroperitonial).
5. Kolon sigmoid : lanjutan dari kolon descenden. Panjangnya 40 cm.
Terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S.
Ujung bawahnya daam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk S. Ujung
12
bawahnya berhubungan dengan rektum, berakhir setinggi vertebrae
sakralis 3-4. Kolon sigmoid ditunjang oleh mesenterium yang disebut
mesokolon sigmoideum.
Fungsi kolon meliputi :
1. Menyerap air dan elektrolit untuk kmudian sisa massa membentuk feses.
2. Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri dari sisa
makanan, serat-serat selulosa, sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi
(lambung, kelenjar nterstism, hati, pankreas). Magnesium fosfat dan Fe.
3. Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan
fungsi pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan penyimpanan.
e) Rektum
13
dan jaringan otot membentuk lipatan disebut kolumna rektalis. Bagian
bawah kolumna rektalis terdapat V. Rektalis (V. Hemoroidalis superior,
V. Hemoroidalis inferior). Sering terjadi pelebaran atau varises yang
disebut hemoroid (wasir).
B. Pengertian
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi
ini memberikan gambaran superfisial dari respons fisik terhadap cedera.
Trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataanya,
trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan
hilangnya produktifitas seseorang. Trauma lebih kompleks sekadar suatu
cedera. (Sjamsuhidajat, 2010)
C. Patofisiologi
Bentuk trauma yang mengenai abdomen dapat disebut sebagai trauma
tumpul atau tembus yang merupakan trauma kecelakaan atau disengaja, yang
menyebabkan cedera internal. Kebanyakan trauma abdomen tumpul
disebabkan oleh kecelakaan mengendarai mobil atau kecelakaan pejalan kaki,
sedangkan kebanyakan trauma tembus disebabkan oleh luka tembak atau
tikaman.
D. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi.
2. Penyebab trauma non penetrasi. (Barokah, 2012)
14
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan Laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
15
, sering dapat diidentifikasi dengan skan CT. Namun, skan CT tidak dapat
terlalu diandalkan dalam mendeteksi pada organ-organ berongga. (Hudak &
Gallo, 1996).
H. Penatalaksanaan Kedaruratan
Penatalaksanaan kedaruratan cedera tembus abdomen menurut Smeltzer &
Bare (2001)
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan; gerakan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
b. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar-x leher didapatkan.
c. Gunting baju dari luka.
d. Hitung jumlah dari luka.
e. Hitung jumlah luka.
f. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera
abdomen, khususnya jika hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka
dada.
b. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c. Perhatikan kejadian syok setelah respons awal terhadap terapi
transfusi; ini sering merupakan tanda adanya perdarahan internal
d. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
16
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah kekeringan visera.
a. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protrusi lanjut.
b. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vita, haluaran urine,
pembacaan tekanan vena sentral pasien (biladiindikasikan), nilai
hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium
pada kasus luka tusuk.
a. Jahitan dilakukan di sekeliling luka.
b. Lateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c. Agens kontras dimasukkan melalui kateter, sinar-x menunjukkan
apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas sesuai ketentuan untuk mencegah infeksi.
Trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier
mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver
diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial)
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas di bawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.
17
1. Mulai prosedur resusitasi (sesuai indikasi) dan evaluasi pasien secara
simultan.
2. Lakukan pengkajian fisik terus menerus: inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi abdomial. Perubahan yang telihat pada pemeriksaan lanjut dapat
menunjukkan cedera abdomen yang tidak terdeteksi.
a. Hindarkan memindah pasien sampai pengkajian awal selesai. Gerakan
dapat memecah bekuan dalam pembuluh darah besar dan membuat
hemoragi masif.
b. Dapatkan berbagai tanda dan gejala yang diakibatkan dari kehilangan
darah, memar dan robekan organ padat, dan kebocoran sekresi dari
ruang visera abdomen.
c. Awasi cedera dada, khususnya fraktur iga bawah.
d. Inspeksi bagian depan tubuh, pinggang, dan punggung untuk adanya
perubahan warna kebiruan, asimetri, abrasi, dan kontusi.
e. Evaluasi tanda dan gejala perdarahan, yang sering mengikuti cedera
abdomen, khususnya jika hati dan limpa mengalami trauma.
Perdarahan intraperitonium masif yang berhubungan dengan syok.
f. Catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan, dan
spasme. Nyeri lepas dikaji sebagai berikut:
1) Tekan daerah nyeri tekan maksimal (minta pasien menunjuk area
luka)
2) Angkat jari dengan cepat: nyeri pada daerah yang dicurigai
menandakan iritasi peritonium.
g. Observasi terhadap peningkatan distensi abdomen. Ukur lingkar
abdomen setinggi umbilikus pada saat masuk; ini bertindak sebagai
data dasar dimana adanya perubahan dapat ditentukan.
h. Tanya tentang nyeri yang menyebar. Ini membantu dalam mendeteksi
cedera intraperitonium. Nyeri pada bahu kiri dapat dialami pada pasien
yang mengalami perdarahkan karena ruptur limpa; nyeri pada bahu
kanan dapat diakibatkan dari laserasi hati.
i. Auskultasi bising usus. (bising usus menghilang menyertai iritasi
peritonium)
18
j. Catat hilangkan bunyi pekak di atas organ padat (hati atau limpa), yang
menandakan adanya udara bebas. (bunyi pekak di atas region yang
normalnya mengandung gas menunjukkan adanya darah).
3. Bantu pemeriksaan rektal atau vaginal untuk diagnosis cedera pada pelvis,
kandung kemih, dan dinding usus.
4. Hindari memberikan narkotik selama periode observasi karena agens ini
dapat menutupi gambaran klinis.
5. Pantau tanda vital dengan sering dan hati-hati. Ini dapat menunjukkan
tanda perdarahan intraabdomen.
6. Siapkan pasien untuk prosedur diagnostik.
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1) Urinalisis: sebagai pedoman untuk kemungkinan infeksi saluran
urinasi (hematuria).
2) Seri kadar hematokrit: cenderung menggambarkan ada atau
tidaknya perdarahkan.
3) Hitung darah lengkap (HDL): jumlah sel darah putih meningkat
pada trauma adalah umum
4) Penentuan amilase serum: peningkatan kadar menandakan cedera
pankreas atau perforasi saluran gastointestinal.
b. Pemeriksaan sinar-x:
1) Pemindaian tomografi komputer (CT): memungkinkan evaluasi
detil tentang isi abdomen dan pemeriksaan retroperitoneal.
2) Sinar-x dada dan abdomen: menunjukkan udara bebas di bawah
diafragma, yang menunjukkan ruptur viskus berongga (organ
interior besar).
7. Siapkan lavase peritonium diagnostik untuk menguji perdarahan
intraperitonela; laserasi atau perdarahan didiagnosa dengan pemeriksaan
lengkap dan mikroskopik terhadap aliran balik cairan stelah lavase
peritonium.
8. Bantu pemasangan selang nasogastrik untuk mencegah muntah dan
aspirasi. Ini juga membantu dalam membuang cairan dan udara dari
saluran gastrointestinal.
19
9. Komplikasi
a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b. Lambat: infeksi
20
e) Kecenderungan perdarahan
f) Penyakit dan medikasi terbaru
g) Riwayat imunisasi, dengan perhatian pada tetanus
h) Alergi
2) Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi,
spasium ketiga
b. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan trauma
pembedahan dan prosedur-prosedur invansif.
c. Risiko penurunan perfusi perfusi jaringan jantung yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi, penurunan
pertukaran gas
d. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan trauma,
prosedur invansif.
21
5. Kaji parameter
hermodinamik: TDKP,
TVS, curah jantung.
6. Ukur berat badan setiap
hari.
7. Berikan oksigen sesuai
kebutuhan.
8. Patau elektrolit, HSD,
faktor-faktor koagulasi.
9. Kaji tipe dan jumlah
drainase: tandai balutan
jika ada indikasi.
10. Jika ada indikasi:
siapkan dan pastikan
fungsi peralatan
autotransfusi.
11. Siapkan untuk
pembedahan, sesuai
keperluan.
22
drainase yang
mengiritasi
6. Pantau cairan aspirasi
lambung terhadap
keasaman atau
perdarahan.
7. Berikan antasid,
antagonis histamin
sesuai perintah
8. Tingkatkan nutrisi yang
adekuat.
Risiko penurunan perfusi Mempertahankan 1. Kaji fungsi rgan: tanda-
perfusi jaringan jantung fungsi organ yang tanda vital, haluaran
yang berhubungan adekuat. urine, sensorium, curah
dengan penurunan curah jantung, indeks jantung.
jantung, penurunan 2. Pantau gas-gas darah
oksigenasi, penurunan arteri dan vena
pertukaran gas. campuran, pengiriman
(Nanda ed. 10 2015- oksigen, konsumsi
2017, hal 251) oksigen, pemirauan
3. Pantau BUN, kreatinin,
bilirubin, dan uji fungsi
hepar.
4. Kaji terhadap ikterik.
5. Siapkan untuk dialisis
jika diperlukan
6. Berikan agen-agen
inotropik, sesuai
perintah.
7. Pertahankan
keseimbangan cairan
yang optimal
23
8. Sedasikan pasien,
sesuai perintah untuk
menurunkan kebutuhan
metabolik
24
pembedahan sesuai
keperluan.
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. (Brooker, 2001).
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bentuk trauma abdomen dapat dibagi menjadi dua yaitu trauma tumpul
dan trauma tembus yang masing-masing memiliki spesifikasi luka yang
berberda-beda. Tanggap dan terampilnya seorang perawat menjadi salah satu
tolak ukur pada penanganan trauma abdomen.
B. SARAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. (2006). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: EGC.
Lea, Analizza Ina. (15 April 2011). Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
Diunduh 4 Oktober 2017 dar http://lizzanurse.blogspot.co.id/2011/04/trauma-
abdomen.html
27