Anda di halaman 1dari 32

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SM
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kusumodilagan RT 04 RW 12
Nomor Rekam Medis : 01 42 1x xx
Status : Menikah
Pekerjaan : Penjahit
Masuk Bangsal : 10 Juni 2018 pukul 12.58
Tanggal Pemeriksaan : 13 Juni 2018 pukul 16.30
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Moewardi dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kanan dan wajah perot sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut
muncul secara mendadak setelah pasien menjenguk temannya di RSUD Dr Moewardi. Saat
tiba di IGD, pasien tetap sadar tetapi tidak dapat berbicara dan tidak dapat diajak
komunikasi. Selain itu, pasien juga mengalami muntah. Nyeri kepala, kejang, kesemutan,
dan demam semuanya disangkal. Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran. Buang air kecil dan buang air besar semuanya dalam batas normal
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (+) tidak terkontrol, jarang minum obat
Riwayat diabetes mellitus : Tidak diketahui
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat makan : Makan 3 kali sehari
Riwayat minum obat bebas : Disangkal
Riwayat minum jamu : Disangkal
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat olahraga : Jarang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan umur 62 tahun yang bekerja sebagai penjahit. Di rumah,
pasien tinggal bersama dengan suami, satu orang anak, dua orang menantu, dan dua orang
cucu. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Juni 2018
1. Status Generalis
a. Kondisi umum : Sakit sedang, GCS E3VxM6, kesan gizi berlebih
b. Tanda vital
Tekanan darah : 172/68
Denyut nadi : 76 kali/menit
Frekuensi napas : 18 kali/menit
Suhu tubuh : 36,7°C
c. Kepala dan Leher
Bentuk kepala : Mesocephalus, atrofi m. temporalis (-/-), rambut
rontok (-), massa (-)
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera icterus (-/-)
eksoftalmus (-/-), ptosis (-/-), pendarahan
subkonjunctiva (-/-), edema palpebrae (-/-),
strabismus (-/-)
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-), tinnitus (-), otorrhea (-)
Tenggorokan : Sulit dievaluasi
Wajah : Edema (-)
Leher : Struma (-), distensi v. jugularis (-), limfadenopati (-),
trakea di tengah, JVP R + 2 cm
d. Thoraks
Bentuk thoraks : Normochest, simetris, retraksi intercostae (-), sela iga
melebar (-), limfadenopati axilla (-/-), limfadenopati
supraclavicula (-/-), limfadenopati infraclavicula (-/-)
e. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan atas di SIC II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah di SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas di SIC II linea sternalis sinistra
Batas kiri bawah di SIC V linea miclavicularis sinistra
Batas jantung kesan melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, bising (-)
f. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil dada kanan-kiri normal
Pengembangan dada kanan-kiri simetris
Perkusi : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar di SIC VI
Auskulasi : Suara dasar vesikular (+/+), suara tambahan
wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki basah
halus (-/-)
g. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, striae (-),
ascites (-), luka (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus 16 kali/menit, suara tambahan (-)
Palpasi : Timpani, ascites (-)
h. Ekstremitas
Warna kulit : Warna kulit sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), petechiae (-), icterus (-)

Akral dingin Edema Eritema


- - - - - -
- - - - - -
2. Pemeriksaan Neurologi
a. Kesadaran dan Fungsi Luhur
Kesadaran : GCS E3VxM6
Fungsi Luhur : Sulit dievaluasi, kesan afasia motorik
b. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)
c. Pemeriksaan Nervi Craniales
1) N. I
Sulit dievaluasi
2) N. II
Sulit dievaluasi
3) N. III, IV, VI
Kanan Kiri
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)
Gerakan bola mata : Sulit dievaluasi
Doll’s eye movement : Intact
4) N. V
Kanan Kiri
Sensorik V1 – V3 : Sulit dievaluasi
M. masseter dan m. temporalis : Sulit dievaluasi
Refleks kornea : (+) (+)
5) N. VII
Kanan Kiri
Lipatan dahi : Tidak ada Ada
Tinggi alis : Lebih rendah Lebih tinggi
Memejamkan mata : Tidak bisa Normal
Lipatan nasolabial : Hilang Normal
Meringis : Deviasi ke kiri
Simpulan : Paralisis N. VII dextra tipe LMN
6) N. VIII
Sulit dievaluasi
7) N. IX dan N. X
Refleks muntah (+)
8) N. XI
Sulit dievaluasi
9) N. XII
Kanan Kiri
Atrofi lidah : Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada Tidak ada
Posisi lidah saat diam : Deviasi ke kiri
Posisi lidah saat dijulurkan : Deviasi ke kanan
Simpulan : Paralisis N. XII dextra tipe UMN
d. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
e. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Sulit dievaluasi
f. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Refleks biceps : +3 +2
Refleks triceps : +3 +2
Refleks patella : +3 +2
Refleks Achilles : +3 +2
g. Pemeriksaan Refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman : - -
Trommer : - -
Babinski : + -
Chaddock : + -
Oppenheim : + -
Schaeffer : + -
Rossolimo : - -
Mendel B : - -
h. Pemeriksaan Fungsi Otonom
Miksi dan defekasi semuanya dalam batas normal
i. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi
Sulit dievaluasi
j. Pemeriksaan Fungsi Columna Vertebralis
Laseque : (-)
Contra Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
k. Skor Siriraj
= (2,5  Kesadaran) + (2  Muntah) + (2  Nyeri kepala) + (0,1  Diastole) – (3 
Atheroma) – 12
= (2,5  0) + (2  1) + (2  0) + (0,1  130) – (3  0) – 12
= 0 + 2 + 0 + 13 – 0 – 12
= 3 (Stroke hemorrhagic)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
a. Tanggal 10 Juni 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,2 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 39 % 33 – 45
Leukosit 11,5 ribu/L 4,5 – 11,0
Trombosit 270 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,33 juta/L 4,10 – 5,10
Indeks Eritrosit
MCV 89 /m 80,0 – 96,0
MCH 30,4 pg 28,0 – 33,0
MCHC 34,2 g/dL 33,0 – 36,0
RDW 13,7 % 11,6 – 14,6
MPV 8,1 fl 7,2 – 11,1
PDW 16 % 25 – 65
Hitung Jenis dan Golongan Darah
Neutrofil 68,50 % 55,00 – 80,00
Limfosit 27,20 % 22,00 – 44,00
Mono, Eos, Bas 4,30 % 0,00 – 12,00
Golongan Darah B
Hemostasis
PT 11,7 detik 10,0 – 15,0
APTT 24,8 detik 20,0 – 40,0
INR 0,870 detik -
Kimia Klinik
Glukosa darah sewaktu 123 mg/dL 60 – 140
SGOT 24 /L < 31
SGPT 25 /L < 34
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 30 mg/dL < 50
Elektrolit
Natrium darah 142 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 3,3 mmol/L 3,7 – 5,4
Ion calsium 1,20 mmol/L 1,17 – 1,29
Serologi
HBsAg rapid Nonreactive Nonreactive

b. Tanggal 11 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HbA1c 5,8 % 4,8 – 5,9
Glukosa darah puasa 90 mg/dL 70 – 110
Glukosa 2 jam PP 99 mg/dL 80 – 140
Asam urat 5,8 mg/dL 2,4 – 6,1
Kolesterol total 227 mg/dL 50 – 200
Kolesterol LDL 163 mg/dL 100 – 224
Kolesterol HDL 37 mg/dL 38 – 92
Trigliserida 245 mg/dL < 150

c. Tanggal 15 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,1 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 40 % 33 – 45
Leukosit 26,7 ribu/L 4,5 – 11,0
Trombosit 240 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,53 juta/L 4,10 – 5,10
Indeks Eritrosit
MCV 87,4 /m 80,0 – 96,0
MCH 28,9 pg 28,0 – 33,0
MCHC 33,1 g/dL 33,0 – 36,0
RDW 12,2 % 11,6 – 14,6
MPV 9,2 fl 7,2 – 11,1
PDW 17 % 25 – 65
Hitung Jenis
Eosinofil 0,30 % 0,00 – 4,00
Basofil 0,20 % 0,00 – 2,00
Neutrofil 87,10 % 55,00 – 80,00
Limfosit 8,2 % 22,00 – 44,00
Monosit 4,20 % 0,00 – 7,00
Kimia Klinik
Kreatinin 1,1 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 71 mg/dL < 50

d. Tanggal 16 Juni 2018


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,2 gram/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 42 % 33 – 45
Leukosit 4,9 ribu/L 4,5 – 11,0
Trombosit 188 ribu/L 150 – 450
Eritrosit 4,63 juta/L 4,10 – 5,10
Hemostasis
PT 13,3 detik 10,0 – 15,0
APTT 28,3 detik 20,0 – 40,0
INR 1,030 detik -
Kimia Klinik
Kreatinin 0,9 mg/dL 0,6 – 1,2
Ureum 58 mg/dL < 50
Elektrolit
Natrium darah 135 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 4,5 mmol/L 3,7 – 5,4
Ion calsium 1,16 mmol/L 1,17 – 1,29
Analisis Gas Darah
pH 7,430 7,310 – 7,420
-0,6 mmol/L -2 – +3
CO2 34,0 mmHg 27,0 – 41,0
76,0 mmHg 80,0 – 100,0
50 % 37 – 50
HCO3 23,4 mmol/L 21,0 – 28,0
Total CO2 24,5 mmol/L 19,0 – 24,0
O2 saturasi 96,0 % 94,0 – 98,0
Laktat
Arteri 4,80 mmol/L 0,36 – 0,75

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thoraks PA
1) Cor : Ukuran dan bentuk membesar CTR 65%
2) Pulmo tak tampak infiltrat di kedua lapang paru. Corakan bronchovascular normal
3) Sudut costophrenicus kanan kiri tajam
4) Hemidiaphragma kanan kiri normal
5) Trachea di tengah
6) Sistema tulang baik
Kesimpulan
1) Cardiomegaly
2) Paru tak tampak kelainan
b. CT Scan Kepala tanpa Kontras
1) Tampak lesi hiperdens densitas darah (61 – 80 HU) ukuran 3,34  1,95  3,08 cm
(volume : ± 10 cc) disertai perifocal edema di lobus temporoparietalis kiri
2) Tampak lesi hiperdens densitas darah (70 HU) di ventrikel lateralis kiri
3) Tampak midline shifting ke kanan sejauh 0,25 cm
4) Sulci dan gyri normal
5) Pons, cerebellum, dan cerebellopontine angle tidak tampak kelainan
6) Orbita, mastoid, dan sinus paranasalis kanan kiri tidak tampak kelainann
7) Craniocerebral space tak tampak kelainan
8) Calvaria intact
Kesimpulan
1) ICH lobus temporoparietalis kiri disertai perifocal edema yang menyebabkan
herniasi subfalcine ke kanan sejauh 0,25 cm
2) IVH ventrikel lateralis kiri
E. Assessment
Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dextra UMN, paresis
N. XII dextra UMN
Topis : Subcortex sinistra
Etiologis : Intracerebral hemorrhage (ICH)
F. Plan
1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm nasal canul
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi citicolin 250 gram/12 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Infus manitol 100 ml/12 jam
7. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolac 30 gram/12 jam
9. Paracetamol tab 1 gram/12 jam
10. Aspar K 3  1 tab
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipine 10 gram
G. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
BAB II
FOLLOW UP

10 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan


16.00 O : GCS E4VxM5 RR : 24 kali/menit
DPH 0 TD : 160 / 130 mmHg T : 36,70C
Onset 1 HR : 98 kali/menit SpO2 : 99%
Fungsi luhur kesan afasia global
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. XII : Sde
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 + -
Babinski
Fungsi koordinasi : Sde
Fungsi sensorik : Sde
Fungsi otonom : BAB dan BAK dbn
Fungsi columna vertebralis : Sde
A : Klinis : Lateralisasi motorik dextra, paresis N. VII UMN dextra,
afasia global
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke hemorrhagic, hipokalemia ringan
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 2 – 3 lpm
3. Infus Ringer laktat 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/6 jam tappering off, masuk pukul 17.00
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi metoklopramid 50 mg/12 jam prn muntah
7. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
8. Aspar K 300 mg/8 jam
Plan : Cek lab GDP, GD2PP, HbA1c, profil lipid, asam urat
Konsultasi ke rehabilitasi medis
Pindah ke unit stroke jika ada tempat
Edukasi keluarga
Awasi tanda – tanda peningkatan TIK
Monitoring kondisi umum dan tanda vital per 6 jam
11 Juni 2018 S: Kelemahan anggota gerak kanan
16.00 O : GCS E4VxM6 RR : 20 kali/menit
DPH 1 TD : 186 / 110 mmHg T : 36,50C
Onset 2 HR : 84 kali/menit SpO2 : 99%
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+3 / +2 +2 / +2 + -
B, O, C

Fungsi koordinasi : Sde


Fungsi sensorik : Sde
Fungsi otonom : BAB dan BAK dbn

Kolesterol total : 227 mg/dL (lebih dari normal)


Kolesterol HDL : 37 mg/dL (kurang dari normal)
Trigliserida : 245 mg/dL (lebih dari normal)
HbA1c, glukosa darah puasa, glukosa 2 jam PP, dan asam urat semuanya
dalam batas normal
A : Klinis : Lateralisasi dextra, paresis N. VII UMN dextra, kesan
afasia motorik
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 2 – 3 lpm
3. Infus Ringer laktat 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/6 jam tappering off 100 ml/8 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi metoklopramid 50 mg/12 jam prn muntah
8. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
9. Aspar K 300 mg/8 jam
10. Pindah ke Unit Stroke apabila ada tempat
12 Juni 2018 S: Penurunan kesadaran (somnolen)
06.00 O : GCS E3V4M5 RR : 20 kali/menit
DPH 2 TD : 186 / 110 mmHg T : 36,50C
Onset 3 HR : 84 kali/menit
Fungsi luhur sde kesan disartria berat / afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
Normal Normal

Normal Normal
Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+2 / +2 +2 / +2 - -
+2 / +2 +2 / +2 + -
B, O, C

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Lateralisasi dextra, paresis N. VII UMN dextra, kesan
disartria berat / afasia motorik
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 4 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/8 jam
5. Injeksi perdipin kecepatan 10 ml/jam dosis titrasi
6. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
7. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
8. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
9. Injeksi metoklopramid 10 mg/12 jam prn muntah
10. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
11. Aspar K 300 mg/8 jam
12. Atorvastatin 1  20 gram
13 Juni 2018 S:
06.00 O : GCS E3VxM6 RR : 18 kali/menit
DPH 3 TD : 172 / 68 mmHg T : 36,70C
Onset 4 HR : 76 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Doll’s eye movement intact
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII UMN
dextra, paralisis N. XII UMN dextra
Topis : Cortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/12 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
9. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
10. Aspar K 300 mg/8 jam
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 10 gram

14 Juni 2018 S:
DPH 4 O : GCS E3VxM6 RR : 12 kali/menit
Onset 5 TD : 185 / 68 mmHg T : 36,50C
HR : 102 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XII : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Infus manitol 100 ml/24 jam
5. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
7. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
8. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
9. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
10. Aspar K 300 mg/8 jam
11. Atorvastatin 1  20 gram
12. Amlodipin 1 10 gram
Injeksi perdipin dalam NaCl 100 ml dengan kecepatan 5 ml/jam
15 Juni 2018 S:
DPH 5 O : GCS E4VxM6 RR : 24 kali/menit
Onset 6 TD : 114 / 69 mmHg T : 36,50C
HR : 72 kali/menit
Fungsi luhur kesan afasia motorik
Meningeal sign (-)

Nervi Craniales
N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+)
N. III, IV, VI : Gerakan bola mata normal
N. V : Refleks kornea (+/+)
N. VII : Paresis dextra UMN
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XII : Paresis dextra UMN
Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus
1/1/1 5/5/5 Normal Normal
1/1/1 5/5/5 Normal Normal

Refleks Fisiologis Refleks Patologis


+3 / +3 +2 / +2 + +
+3 / +3 +2 / +2 + -
B, O, C, S

Fungsi sensorik : Sde


Fungsi otonom : Dipasang NGT dan DC

Hitung leukosit : 26,7 ribu/L


PDW : 17%
Neutrofil : 87,10%
Limfosit : 8,20%
Ureum : 71 mg/dL
A : Klinis : Hemiparesis dextra, afasia motorik, paresis N. VII dan N.
XII UMN dextra
Topis : Subcortex sinistra
Etiologi : Stroke ICH
P : 1. Head up 300
2. Oksigen 3 lpm
3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
4. Injeksi mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi ranitidin 50 gram/12 jam
7. Injeksi ketorolak 30 gram/12 jam
8. Parasetamol 1 gram/12 jam prn nyeri kepala
9. Aspar K 300 mg/8 jam
10. Atorvastatin 1  20 gram
11. Amlodipin 1 10 gram
12. Ampisilin-sulbaktam 1,8 gram/8 jam
13. Stop manitol dan perdipin
14. Cek darah rutin dan urine, kultur darah
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Pendarahan Intraserebral


Stroke adalah gangguan neurologi fokal atau global yang muncul secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan disebabkan oleh gangguan vaskular
(WHO, 2005). Stroke pendarahan adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di parenkim otak dan/atau di antara piamater dengan arachnoid (WHO, 2005)
1. Etiologi
a. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan arteriosklerosis pembuluh darah, terutama pada cabang a.
cerebri media di dalam ganglia basalis dan capsula interna. Pembuluh – pembuluh
darah tersebut menjadi lemah sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada tunica
intima, hyalinisasi tunica media, dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang disebut
mikroaneurisma Charchot-Bouchard. Hal yang sama juga dapat terjadi pada pembuluh
darah di pons dan ceebellum. Pecahnya salah satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan pendarahan ke substansia otak (Gilroy, 2000; Ropper dkk., 2014)
b. Cerebral Amyloid Angiopathy
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan usia lanjut, pendarahan intraserebral
dapat disebabkan oleh cerebral amyloid angiopathy. Akumulasi protein beta-amyloid
di dalam dinding arteri menggantikan kolagen dan elemen – elemen kontraktil sehingga
arteri menjadi rapuh dan lemah. Penurunan elemen – elemen kontraktil disertai
vasokonstriksi dapat menimbulkan pendarahan masif yang dapat meluas ke ventrikel
atau ruang subdural. Selanjutnya, penurunan kontraktilitas meningkatkan
kecenderungan terjadi pendarahan di kemudian hari (Gilroy, 2000; Ropper dkk., 2014)
c. Arteriovenous Malformation (AVM)
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena.
Meskipun rupture aneurisma Berry menjadi penyebab pendarahan subarachnoid, tetapi
pendarahan secara langsung pada parenkim otak dapat menyebabkan pendarahan
intraserebral. Selain AVM, malformasi vaskular lain yang berhubungan dengan
pendarahan intraserebral adalah hemangioma cavernosa, dural arteriovenous fistula,
malformasi vena, dan capillary telenangiectasis (Carhuapoma dkk., 2010)
d. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan dapat meningkatkan risiko terjadinya pendarahan intraserebral
terutama pada pasien dengan trombosis vena, emboli paru, transient ischemic attack,
atau katub jantung prostetik. Pada beberapa eksperimen, warfarin sebagai terapi
fibrilasi atrium dan infark myocard merupakan penyebab paling banyak dari
anticoagualant-associated intracerebral hemorrhage (AAICH). Selain warfarin,
antikoagulan lain, trombolitik, dan antiplatelet seperti aspirin juga meningkatkan risiko
pendarahan intraserebral (Carhuapoma dkk., 2010)
e. Gangguan Koagulasi
Koagulopati dapat bersifat herediter atau akuisita. Penyakit hati kronis
meningkatkan risiko pendarahan karena penurunan sekresi trombopoietin, gangguan
distribusi trombosit, dan defisiensi faktor koagulasi. Kondisi lain yang dapat
meningkatkan risiko pendarahan adalah trombositopenia, vaskulitis, koagulasi
intravaskular diseminata, hemofilia, leukemia, anemia sel sabit, dan defisiensi faktor
koagulasi herediter (Suroto, 2014)
f. Penyalahgunaan Obat
Penyalahgunaan alkohol, amfetamin, dan kokain dapat meningkatkan risiko
pendarahan intraserebral (Walker dkk., 2014)
2. Patofisiologi
Pendarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam parenkim otak. Pendarahan kecil
hanya dapat menyela di antara akson substansia alba tanpa merusaknya. Absorpsi darah
akan diikuti oleh kembalinya fungsi neurologi. Sedangkan pendarahan luas dapat
menyebabkan destruksi otak, peningkatan tekanan intrakranial, bahkan yang lebih berat
adalah herniasi otak (Smeltzer & Bare, 2005)
Peningkatan tekanan intrakranial akan menurunkan aliran darah ke otak sehingga
menurunkan cerebral perfusion pressure (CPP). Elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade ischemia akibat penurunan CPP menyebabkan neuron di daerah hematoma
semakin tertekan. Jika volume darah lebih dari 60 ml, maka risiko kematian sebesar 93%
pada pendarahan dalam dan 71% pada pendarahan lobar. Sedangkan pendarahan
cerebellum dengan volume 30 – 60 ml memiliki risiko kematian sebesar 75%. Pendarahan
sebesar 5 ml di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999)

Gambar 4.1 Mekanisme kerusakan neuron karena pendarahan intraserebral


(McCance & Huether, 2014)

3. Gejala Klinis
Gejala klinis pada stroke pendarahan terdiri dari gejala peningkatan tekanan
intrakranial dan gejala neurologi fokal. Gejala peningkatan tekanan intrakranial adalah
nyeri kepala, muntah proyektil tanpa mual, papilledema yang menyebab gangguan
penglihatan, dan penurunan kesadaran. Sedangkan gejala neurologi tergantung dari lokasi
pendarahan (McCance & Huether, 2014)
4. Neuroimaging
Computed Tomography (CT) Scan dapat membantu menentukan lokasi, luas, dan
volume pendarahan. Estimasi volume darah dapat dihitung dengan rumus :
A×B×C
2
A adalah ukuran diameter paling besar dari pendarahan, B adalah ukuran diameter yang
tegak lurus dengan A, dan C adalah tinggi pendarahan yang dihitung dari perkalian antara
jumlah irisan yang memiliki lesi pendarahan dengan ketebalan irisan. Ketiga komponen
tersebut dinyatakan dalam cm sehingga diperoleh estimasi volume pendarahan dalam
satuan cm3 (Kothari dkk., 1996)
5. Terapi Spesifik
a. Pengendalian Tekanan Darah
1) Jika tekanan systole > 200 mmHg atau MAP > 150 mmHg, maka tekanan darah
diturunkan dengan antihipertensi IV secara kontinu dengan monitoring tekanan
darah setiap 5 menit
2) Jika tekanan systole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai gejala
peningkatan tekanan intrakranial, maka tekanan darah diturunkan dengan
antihipertensi IV secara kontinu atau intermittent dengan monitoring tekanan
perfusi otak ≥ 60 mmHg
3) Jika tekanan systole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala
peningkatan tekanan intracranial, maka tekanan darah diturunkan dengan
antihipertensi IV secara kontinu atau intermittent dengan monitoring tekanan darah
setiap 15 menit sampai MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg
4) Pada tekanan systole 150 – 220 mmHg, penurunan tekanan darah masih cukup
aman sampai tekanan systole 140 mmHg. Setelah operasi kraniotomi, target MAP
adalah 100 mmHg
(Perdossi, 2011)
b. Evakuasi Hematoma
1) Pada sebagian besar pasien dengan pendarahan intrakranial, kegunaan tindakan
operasi masih belum pasti
2) Pasien dengan pendarahan intraserebral yang mengalami perburukan neurologi,
atau terdapat kompresi batang otak, dan/atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnya. Tata laksana awal
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikular saja tanpa evakuasi bekuan darah
tidak direkomendasikan
3) Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terletak 1 cm dari
permukaan, evakuasi pendarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi
standar dapat dipertimbangkan
4) Saat ini tidak terdapat bukti yang mengindikasikan pengangkatan segera dari
pendarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatkan keluaran fungsional
atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena meningkatkan
risiko pendarahan berulang
(Perdossi, 2011)
6. Prognosis
Prediksi outcome mortalitas dalam waktu 30 hari dapat ditentukan dengan
intracerebral hemorrhage (ICH) score. ICH score terdiri dari lima komponen yaitu nilai
Glasgow coma scale (GCS), volume pendarahan, umur, pendarahan intraventrikular, dan
pendarahan infratentorial
Tabel 4.1 Intracerebral Hemorrhage (ICS) Score (Hemphill dkk., 2001)
ICH Score Skor
Nilai GCS
3–4 2
5 – 12 1
13 – 15 0
Volume pendarahan
≥ 30 cm3 1
< 30 cm3 0
Pendarahan intraventricular
Ya 1
Tidak 0
Sumber pendarahan dari infratentorial
Ya 1
Tidak 0
Umur
≥ 80 tahun 1
< 80 tahun 0

Hubungan antara ICH score dengan mortalitas 30 hari dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.2 Hubungan ICH Score dengan Mortalitas 30 Hari (Hemphill dkk., 2001)
Nilai Total ICH Score Prediksi Mortalitas 30 hari
0 0%
1 13%
2 26%
3 72%
4 97%
5 100%
6 100%

B. Analisis Kasus
1. Analisis Gejala Klinis
a. Anamnesis
Seorang perempuan umur 62 tahun datang ke IGD RSUD Dr Moewardi dengan
keluhan kelemahan anggota gerak kanan dan wajah perot sejak 30 menit yang lalu.
Letak kelainan yang mungkin adalah di tractus corticospinal dan corticobulbar pada
cortex dan/atau subcortex di atas medulla. Lesi pada pons dapat dihilangkan karena
kelumpuhan terjadi pada sisi wajah dan ekstremitas yang sama (hemiparesis tipikal).
Kelainan tidak mungkin di medulla oblongata atau medulla spinalis karena kelainan di
lokasi tersebut tidak melibatkan bagian wajah. Selain itu, kelainan juga tidak mungkin
pada saraf tepi karena kelumpuhan tidak sesuai dengan distribusi saraf tertentu
(Blumenfeld, 2010)
Pada lesi di cortex motorik, biasanya terdapat perbedaan tingkat kelumpuhan antara
lengan dengan kaki. Hal tersebut disebabkan oleh cortex motorik mendapatkan
vaskularisasi dari dua arteri, yaitu a. cerebri anterior dan a. cerebri media. A. cerebri
anterior memvaskularisasi sebagian besar aspek medial, dimana terdapat pemetaan
homunculus untuk extremitas inferior. Sedangkan, a. cerebri media memvaskularisasi
sebagian besar aspek lateral yang terdapat pemetaan homunculus untuk extremitas
superior. Lesi pada cortex motorik sering melibatkan daerah lain di sekitarnya. Maka
dari itu, biasanya juga muncul gejala lain seperti hipestesia, gangguan berbahasa,
dan/atau gangguan fungsi luhur lainnya (Mardjono & Sidharta, 2010)
Lesi di capsula interna menyebabkan kelumpuhan pada derajat yang sama antara
lengan dengan kaki. Hal tersebut karena semua akson dari cortex motorik sudah
bergabung di capsula interna. Berbeda dengan lesi di cortex, lesi di capsula interna
jarang disertai gangguan sensorik dan gangguan fungsi luhur. Maka dari itu,
kelainannya sering disebut dengan pure motor hemiparesis (Daroff dkk., 2016)
Keluhan muncul secara mendadak setelah pasien menjenguk temannya. Hal
tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan vaskular, yaitu stroke.
Penyebab neoplasma dapat dihilangkan karena gejala klinis neoplasma bersifat
progresif, tidak muncul secara mendadak. Penyebab infeksi juga dapat dihilangkan
karena pasien tidak demam. Keluhan tidak disebabkan oleh trauma atau penggunaan
obat karena pasien sebelumnya tidak mengalami trauma dan tidak mengonsumsi obat
– obatan (Campbell, 2013). Penyebab metabolik belum dapat disingkirkan sebelum
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Contoh gangguan metabolik yang dapat
menyebabkan kelemahan anggota gerak adalah hipoglikemia, hipokalemia,
hiponatremia, dan hiperkalsemia (Mount, 2015)
Pasien ini mengalami hemiparesis dextra yang muncul secara mendadak. Tidak
diketahui apakah disertai gangguan sensorik karena pasien sulit diajak komunikasi.
Kesulitan komunikasi dapat disebabkan oleh afasia motorik dan/atau disartria akibat
paralisis N. XII. Jadi dari anamnesis, pasien kemungkinan mengalami lesi di cortex
motorik atau capsula interna karena gangguan vaskular (stroke). Menurut
penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke ischemic karena obstruksi
pembuluh darah dan stroke hemorrhagic karena pecahnya pembuluh darah. Menurut
letak pendarahannya, stroke hemorrhagic dibagi lagi menjadi pendarahan intraserebral
dan pendarahan subarachnoid (Walker dkk., 2014)
Pasien juga mengalami muntah, yang merupakan salah satu tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Hal tersebut mengarah pada stroke hemorrhagic jenis pendarahan
intraserebral, dimana hematoma pada otak menyebabkan lesi desak ruang sehingga
lama – kelamaan akan meningkatkan tekanan intrakranial (McCance & Huether, 2014).
Kecurigaan stroke hemorrhagic diperkuat dengan serangan yang muncul saat aktivitas
(setelah pasien menjenguk temannya) dan Skor Siriraj lebih dari satu. Meskipun
demikian, tetap harus dilakukan pemeriksaan CT scan kepala untuk memastikan
apakah terdapat pendarahan di otak atau tidak
Menurut doktrin Monro-Kelli, cranium merupakan ruangan yang rigid dan tidak
dapat mengembang. Volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% darah,
dan 10% liquor cerebrospinal (LCS) yang jumlahnya selalu konstan. Jika terdapat
penambahan salah satu volume, maka akan diikuti oleh pengurangan volume yang lain.
Namun lama – kelamaan, mekanisme kompensasi akan gagal sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko stroke, baik ischemic maupun hemorrhagic (Pandey dkk., 2016).
Pada pasien ini, hipertensi kemungkinan menyebabkan stroke hemorrhagic jenis
pendarahan intraserebral karena terdapat gangguan neurologi fokal disertai tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Hipertensi kronis menyebabkan berbagai perubahan
pada dinding arteri seperti nekrosis fibrinoid, lipohyalinosis, dan pembentukan
mikroaneurisma Charchot-Bouchard. Semua perubahan tersebut menyebabkan dinding
arteri menjadi mudah rupture sehingga terjadi pendarahan. Semakin tinggi tekanan
darah, maka risiko pendarahan intraserebral juga semakin tinggi (Kumar, 2017)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan Fungsi Luhur
Pasien tampak sadar penuh tetapi sulit diajak berbicara sehingga komponen
verbal tidak dapat dinilai. Karena pasien tampak sadar penuh, berarti tidak terdapat
gangguan pada substansia reticularis diencephalon (Mardjono & Sidharta, 2010)
Pada pemeriksaan fungsi luhur diperoleh kesan afasia motorik karena pasien
tampak kesulitan berbicara (labored speech) serta kata – kata yang diucapkan hanya
sedikit dan kurang jelas (nonfluent). Tetapi saat diminta untuk mengangkat alis,
pasien dapat melakukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien mengerti apa
yang dibicarakan orang lain tetapi tidak dapat mengucapkan kata – kata yang
dipikirkan. Afasia motorik disebabkan oleh lesi pada area Broca yang
divaskularisasi oleh r. superior a. cerebri media sinistra. Area Broca terletak di
gyrus frontalis inferior, di dekat fissura lateralis, pada hemispherium dominan
(Daroff dkk., 2016). Karena pasien menggunakan tangan kanan untuk aktivitas
sehari – hari, maka hemispherium yang dominan adalah hemispherium sinistra. Jadi
pada pasien ini, afasia motorik disebabkan oleh lesi di gyrus frontalis inferior
sinistra. Untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan kepala
2) Rangsang Meningeal
Pemeriksaan rangsang meningeal semuanya negatif. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat iritasi meninges, baik karena infeksi atau benda asing di ruang
subarachnoid (Campbell, 2013). Maka dari itu, diagnosis meningitis dan
pendarahan subarachnoid dapat disingkirkan
3) Nervi Craniales
Pada pemeriksaan nervi craniales, ditemukan paresis N. VII dextra tipe LMN
karena kerutan dahi sebelah kanan tidak tampak saat pasien diminta untuk
mengangkat alis. Pasien juga tidak dapat menutup mata kanan dengan kuat, yang
ditandai dengan pemeriksa dapat membuka mata kanan pasien secara mudah
(Bickley, 2017). Pada lesi di cortex atau subcortex, paresis N. VII seharusnya
adalah paresis tipe UMN. Namun pada pasien ini, paresis yang ditemukan adalah
paresis tipe LMN. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh gangguan lain di n.
facialis, misalnya Bell’s palsy
Selain itu, juga ditemukan paresis N. XII dextra tipe UMN karena saat
dijulurkan, lidah menyimpang ke kanan tanpa disertai atrofi dan fasikulasi. Deviasi
lidah ke kanan disebabkan oleh kontraksi m. geniglossus sinistra yang mendorong
lidah ke kanan
Pada lesi di cortex atau subcortex, paresis N. VII dan N. XII seharusnya adalah
paresis tipe UMN. Namun, pasien ini mengalami paresis N. VII tipe LMN padahal
nervi craniales dalam batas normal. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan sindrom
Millard-Gubler atau sindrom Foville-Millard-Gubler karena hemiparesis dan
paresis N. VII terjadi pada sisi yang sama serta tidak terdapat deviasi conjugee
(Campbell, 2013). Jadi kondisi tersebut tidak disebabkan oleh gangguan di batang
otak, tetapi mungkin karena gangguan lain di n. facialis, misalnya Bell’s palsy
4) Ddd
5) Ddd
6) ddd
2. Analisis Pemeriksaan Penunjang
3. Analisis Terapi

Anda mungkin juga menyukai