Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF RENAL


KARDIOVASKULAR

“HIPERTENSI EMERGENSI”

KELOMPOK 2

TEORI 4 - G

Disusun oleh :

1. Ida Puryani (20144066A)


2. Willy Derizqi Bs (20144229A)
3. Gracesya Indah Dayani (20144233A)
4. Muhammad Ilham Ristiadjie (20144239A)
5. Wisky Amarta (20144246A)
6. Miranda Bella (20144252A)

Program Studi S1 Farmasi


Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
2017
KASUS
H.E. Adalah seorang wanita berusia 53 tahun yang dirawat di rumah sakit setelah
sakit kepala terburuk yang pernah dia alami. Riwayat medisnya meliputi asma
exertional, hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik (HTN), dan hiperlipidemia.
Dia tidak patuh terhadap obatnya, dan dia belum minum obat BP-nya, termasuk
klonidin, selama 4 hari. Tanda vital meliputi denyut / menit BP 220/100 mmHg dan
HR 65. Dia menerima diagnosis kecelakaan serebrovaskular dan keadaan darurat
hipertensi. Apa pilihan manajemen terbaik untuk keadaan darurat hipertensi pasien
ini?
BAB I

I. DASAR TEORI
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis di mana tekanan
darah pada dinding arteri (pembuluh darah bersih) meningkat. Kondisi ini
dikenal sebagai “pembunuh diam-diam” karena jarang memiliki gejala yang
jelas. Satu-satunya cara mengetahui apakah Anda memiliki hipertensi adalah
dengan mengukur tekanan darah. Hipertensi bila tidak diobati dengan baik, maka
akan menyebabkan beberapa komplikasi penyakit, serebrovaskuler salah satunya.
Penyakit serebrovaskuler merupakan penyakit yang timbul dari keparahan
hipertensi, biasanya pasien akan mengalami rasa nyeri parah pada kepala.
 Epidemiologi
Penyakit serebrovaskular termasuk di dalamnya beberapa kelainan yang
paling sering terjadi dan paling fatal yaitu: stroke iskemik, stroke hemoragik,dan
kelainan serebrovaskular seperti aneurisma intrakranial dan malformasi
arteriovenous. Penyakit-penyakit tersebut menyebabkan sekitar 200.000
kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan penyebab utama dari
kecacatan.Insidensi penyakit serebrovaskular meningkat seiring dengan
bertambah tua usia, dan jumlah kejadian stroke terpantau meningkat seiring
dengan bertambahnya penduduk usia tua. Kebanyakan penyakit serebrovaskular
bermanifestasi sebagai defisit neurologi fokal dengan onset yang sangat cepat
(Smith et al., 2012).
 Klasifikasi
Klasifikasi keparahan hipertensi meliputi 2 kondisi:
A) Hipertensi emergensi (krisis) adalah peningkatan tekanan darah mencapai
>180/120 dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ
yang terlibat diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.
B) Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai >180/120
namun tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan organ.
.

BAB II

II. PATOFISIOLOGI
Penyakit serebrovaskular (CVD) terjadi ketika arus ke arteri otak tertutup
secara tiba-tiba dan akhirnya aliran darah ke otak terhenti. Tanpa oksigen,
jaringan otak akan mati dalam beberapa menit, yang dapat menyebabkan
perubahan organik dalam bahasa dan gerakan lengan dan kaki.
 Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya
peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel
dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi
platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

Faktor resiko
Hipertensi
Hipertensi didefinisikan tekanan darah persistem dimana tekanan darah sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Sedangkan pada lansia
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya 160/90 mmHg. Hipertensi
dapat mengakibatkan stroke khususnya stroke hemogarik (perdarahan) akibat
tekanan yang kuat kepembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi bisa diakibatkan
oleh diameter pembuluh darah yang kurang elastis atau adanya sumbatan berupa
thrombus dan emboli (Brunner & Suddarth 2002).
Merokok
Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan
resiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu peningkatan
kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di
dinding pembuluh darah.
Obesitas
Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki resiko yang tinggi untuk
menderita stroke. Kurukulasuriya, atal (2006) mengatakan bahwa seseorang
disebut mengalami obesitas jika indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30 kg/m2.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa seseorang dengan indeks massa tubuh ≥
30 kg/m2 memiliki resiko stroke 2,4 kali dibanding yang memiliki indeks massa
tubuh < 30 kg/m2. Seseorang yang mengalami obesitas akan memicu terjadinya
thrombosis, penyakit arteri koroner, dan meningkatkan resiko stroke.
Dislipidemia
Banyak penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kolestrol darah yang
tinggi dapat meningkatkan resiko stroke. Penelitian Amerenco, dkk (2006) pada
492 pasien stroke iskemik (sumbatan) menunjukkan bahwa kadar kolestrol LDL
(kolestrol jahat) dan kolestrol total yang tinggi meningkatkan resiko stroke sampai
dua kali lipat.
 Tanda dan Gejala

a) Tekanan darah sistolik (TDS) > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik
(TDD) > 120 mmHg
b) Gangguan penglihatan
c) Edema pada ekstremitas
d) Penurunan kesadaran
e) Sakit kepala
f) Mual/muntah
g) Nyeri dada
h) Sesak napas
i) Kencing sedikit/berbusa
j) Nyeri seperti disayat pada abdomen

 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ


target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien.
Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai
keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal
berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati
didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan
perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian
pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan
seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa
pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja
terjadi.
 Diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-
obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat
konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang
menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda
defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran,
hemiparesis dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,
kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan
status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur
pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:
III. SASARAN TERAPI
Memperbaiki aliran pembuluh darah diotak, memperbaiki kondisi fisik pasien,
dan melakukan pencegahan adanya komplikasi penyakit lain
IV. TUJUAN TERAPI
 Memperbaiki kondisi pasien
 Mencegah adanya komplikasi-komplikasi penyakit penyerta

V. STRATEGI TERAPI
Terapi Non Farmakologi
terapi terhadap perilaku pasien, pasien harus dinilai secara berkala setiap 6
bulan. Pemeriksaan kognisi, fungsi secara global dan perilaku harus dilakukan
berkala. Penilaian keluarga terhadap kondisi pasien baik saat sebelum mulai
terapi dan saat follow up harus diperhatikan.

Terapi Farmakologi
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan
dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di
dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan
pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum
jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal
dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan
berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami
hipoperfusi.
Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi
seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan stroke
iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan
tekanan darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial
dan MAP harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke
iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-
menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.
Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada
otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti
dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi
aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV
dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-
obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD
sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure.
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi
dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria,
hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi,
namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside
sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian
fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida
akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.
Hyperadrenergic states.
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti
katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase
dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan
sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat
seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian
sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-
blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai tambahan sampai
tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh
klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin
sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.
VI. PENYELESAIAN KASUS
A. Analisis kasus : SOAP
 Subyek
1. Data diri
Nama : H.E
Umur : 53 thn
Jenis kelamin : Wanita
Alamat :-
Ras :-
Pekerjaan : -
Sosial :-
No Rek Medik :-
Dokter yg merawat : -
2. Riwayat penyakit: Riwayat medisnya meliputi asma exertional, hipertensi
yang tidak terkontrol dengan baik (HTN), dan hiperlipidemia
3. Riwayat keluarga :-
4. Riwayat Alergi :-
5. Riwayat Sosial :-
6. Tanda dan keluhan umum
Subjek Objek
 Sakit kepala berat TD: 220/100 mmHg
Nadi: 65 kali/menit

 objek
Pemeriksaan Nilai normal Hasil Keterangan
pemeriksaan
TD 120/80 mmHg 220/100 Hipertensi
mmHg
Nadi 70-80 kali/menit 65 Rendah
kali/menit
 Assesment
Problem Subyek objek Terapi DRP Analisis
 Hipertensi 1. Subyek  Klonidin (gol.  Obat tidak  Penggunaan
diminum
emergensi Sakit kepala Kerja sentral) klonidin pada
teratur
berat
pasien kurang
2. Obyek tepat.
TD: 220/100
mmHg
Nadi: 65
kali/menit

Obat Digunakan Pasien saat ini


No Nama Obat Indikasi Interaksi ESO

1 Klonidin Hipertensi β-blocker, Mulut


glikosida jantung, kering,sedasi,
antidepresan lemah, keluhan
trisiklis. ortostatik
Planning
• Pengobatan Cerebro vaskuler pada Hipertensi menurut JNC 7 dengan
menggunakan Nirkadipine 20-40 mg 3 x sehari  pemberian sampai TD
turun ± 160/100 kalau bisa sampai optimal 120/80.
• Untuk terapi asma diberikan salbutamol tiap 4-8 jam/hari
• Untuk terapi hiperlipidemia diberikan sivastatin 1xsehari

Evaluasi obat terpilih

No Nama Obat Indikasi Interaksi ESO

1 Nircadipine Hipertensi Cimetidin,Isoniazid,diklofenak,eritr Hipoksemia, nyeri


emergensi omisin,sikloporin angina, ileus
paralitik
2 Salbutamol asama propanolol, β2 agonis gugup,hiperaktif,su
sah tidur

3 simvastatin hiperlipidemia Antikoagulan,amlodipine, Gangguan


rifampicin pencernaan,penipis
an
rambut.gangguan
tidur
B. Monitoring
 Pengawasan terhadap efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan
obat
 Pencegahan terhadap komplikasi yang timbul
 Monitoring Tekanan darah & perbaikan pola hidup
 Monitoring ada tidaknya kekambuhan cerebro vaskuler

C. KIE
 Memberikan informasi tentang obat yang diberikan
 Memberitahu efek samping obat yang mungkin terjadi
 Memberitahukan cara penggunaan obat
 Mengingatkan pasien untuk teratur minum obat, dan memberi tahu dampak
tidak minum obat

VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI


1. Faisal Pujo: alasan penggunaan klonidin diganti?
Jawab: Karena penggunaan klonidin kurang tepat, berdasar JNC 7 pengobatan
pasien diberikan obat hipertensi golongan CCB, yaitu Nicardipine
2. Desi Armayanti: pengaruh obat hormonal terhadap hipertensi?
Jawab: karena penggunaan obat hormonal dapat terjadi hipertropi arteriole
dan vasokonstriksi. Estrogen mempengaruhi system renin – aldosterone –
angiotensin sehingga terjadi perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

VIII. KESIMPULAN
Dari indintifikasi kasus di atas maka pasien dinyatakan menderita hipertensi
emergensi karena peningkatan tekanan darah mencapai >180/120 dengan disertai
adanya keterlibatan kerusakan organ, yaitu serebrovaskuler. Pengobatan pasien
berdasarkan JNC 7 menggunakan obat golongan CCB(Calcium Channel Blocker)
yaitu Nicardipine 20-40 mg 3 x sehari, pemberian sampai TD turun ± 160/100
kalau bisa sampai optimal 120/80. Untuk terapi asma diberikan salbutamol tiap 4-
8 jam/hari, dan untuk terapi hiperlipidemia diberikan sivastatin 1xsehari.
Monitoring terhadap pasien meliputi tekanan darah pasien dan kondisi pasien
setelah melaksanakan terapi. Konseling terhadap pasien terutama terhadap
kepatuhan pasien untuk mengonsumsi obat yang diberikan.

IX. DAFTAR PUSTAKA


 ISO FARMAKOTERAPI BUKU 1
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23512/Ch?se
quence=5
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64698/Chapt
er%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35347/Chapt
er%20ll.pdf;jsessionid=8495D10372C67D5776C384F3724FEF2A?sequen
ce=4
 http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kriti
s.pdf

Anda mungkin juga menyukai