Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap kali membicarakan tentang perkembangan anak, pokok bahasan tidak pernah
lepas dari peran keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal anak dan sangat
berperan bagi perkembangan anak. Melalui keluarga, anak belajar menanggapi orang lain,
mengenal dirinya, dan sekaligus belajar mengelola emosinya. Pengelolaan emosi ini sangat
tergantung dari pola komunikasi yang diterapkan dalam keluarga, terutama sikap orang tua
dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dalam hal ini, orang tua menjadi basis nilai bagi
anak. Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua akan lebih banyak dicerna dan dianut oleh anak.
Perlakuan setiap anggota keluarga, terutama orang tua, akan “direkam” oleh anak dan
mempengaruhi perkembangan emosi dan lambat laun akan membentuk kepribadiannya.

Pada kenyataannya, perkembangan emosi yang banyak dikenal dengan istilah


kecerdasan emosional sering terabaikan oleh banyak keluarga, sebab masih banyak keluarga
yang sangat memprioritaskan kecerdasan intelektual (IQ) semata. Padahal kecerdasan emosi
harus dipupuk dan diperkuat dalam diri setiap anak, sebab kecerdasan emosi sangat erat
kaitannya dengan kecerdasankecerdasan yang lain, seperti kecerdasan sosial, moral,
interpersonal, dan spiritual. Dengan demikian, memperhatikan perkembangan emosi anak
bukanlah hal yang mudah bagi orang tua.

Kepribadian dan sifat-sfat anak terungkap dalam mekanisme hidup dalam keluarga.
Karena keluarga merupakan faktor penentu, maka komunikasi keluarga yang efektif tidak
hanya menyangkut berapa kali komunikasi dilakukan, melainkan bagaimana komunikasi itu
dilakukan (Jalaluddin Rakhmad, 2002). Dalam hal ini diperlukan adanya keterbukaan, empati,
saling percaya, kejujuran, dan sikap suportif.

Menjadi orang tua yang baik, kemudian membutuhkan lebih dari sekedar
intelektualitas, melainkan juga menyentuh dimensi kepribadian dan melibatkan emosi
(Gottman dan De Claire, 1998). Keterbukaan emosi berarti menyadari perasaan anak, mampu
berempati, menghibur, dan membimbing mereka. Perlakuan yang demikian sering disebut
kasih sayang afirmatif, yaitu bentuk kasih sayang yang menyediakan situasi yang baik bagi

1
perkembangan emosi anak dan mendukung melalui cara yang dengan jelas dikenali oleh anak.
Emosi adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah
ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Kecenderungan untuk bertindak ini
dibentuk oleh pengalaman kehidupan serta budaya (Goleman, 1999). Emosi juga berarti
seluruh perasaan yang kita alami seperti sedih, gembira, kecewa, semangat, marah, dan cinta.
Sebutan yang diberikan kepada perasaan tertentu mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir
mengenai perasaan itu, dan bagaimana ia bertindak (Albin, 1986).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian dari keluarga?
2. Apa pengertian dari komunikasi?
3. Apa pengertian dari komunikasi keluarga?
4. Apa saja tujuan komunikasi dan keluarga?
5. Apa saja faktor pembentuk dari komunikasi?
6. Apa saja jenis-jenis komunikasi?
7. Bagaimana cara komunikasi berdasarkan usia?
8. Bagaimana teknik komunikasi pada anak-anak dan keluarga?
9. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada anak dan keluarga?
10. Apa saja hambatan komunikasi pada anak dan keluarga?
11. Bagaimana implikasi komunikasi pada keperawatan?
12. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak dan Keluarga?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian keluarga


2. Mengetahui pengertian komunikasi
3. Mengetahui pengertian komunikasi keluarga
4. Mengetahui tujuan komunikasi dan keluarga
5. Mengetahui faktor pembentuk dari komunikasi
6. Mengetahui jenis-jenis dari komunikasi
7. Mengetahui cara komunikasi berdasarkan usia
8. Mengetahui Teknik komunikasi pada anak-anak dan keluarga
9. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada anak dan keluarga

2
10. Mengetahui hambatan komunikasi pada anak dan keluarga
11. Mengetahui implikasi komunikasi pada keperawatan
12. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak dan Keluarga
1.3 Manfaat
Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, penulis dan pembaca dapat memperoleh
beberapa manfaat, antara lain:
1. Bagi penulis:
Tugas dan kewajiban dari dosen pengampu dapat terselesaikan dan penulis mendapat nilai
yang diinginkan
2. Bagi penulis dan pembaca:
Mendapat pengetahuan mengenai komunikasi pada anak dan keluarga yang baik dan benar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah suatu unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan, mulai dari anak bergantung kepada ibu, ayah kakak, abang
maupun sebaliknya kesemuanya saling membutuhkan. Yusuf menyatakan keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi anak, sehingga kedudukan keluarga dalam perkembangan
psikologis anak sangatlah dominan.

2.2 Pengertian Komunikasi

Definisi komunikasi yang dinyatakan oleh Hovland, Janis dan Kelly (1953) dalam
Rakhmat (2001) yaitu proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli
(biasanya verbal) untuk mengubah perilaku individu lain (audience). Komunikasi antar pribadi
dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang karena
bersifat dialogis. Masing-masing pihak menyadari dirinya sebagai pribadi yang dapat
menerima dan juga dapat menyampaikan pesan sehingga terjadi suatu dialog antara pribadi
yang satu dengan pribadi yang lainnya (Effendy, 1996).

2.3 Pengertian Komunikasi Keluarga

Menurut Anita L. Vangesti (20004; xiii-xiv) dalam bukunya “hand book family
communication” menjelaskah bahwa :

1) Komunikasi keluarga adalah mekanisme awal pengalaman sosialisasi. Mengamati dan


berinteraksi dengan anggota keluarga merupakan proses belajar berkomunikasi dan atau
belajar untuk berpikir tentang komunikasi. Mereka belajar bagaimana hubungan fungsi dan
mereka belajar bagaimana mereka harus berperilaku dalam konteks hubungan tersebut.
Memang, komunikasi adalah sarana yang memerintah tentang interaksi sosial dan
hubungan sosial yang didirikan dan dipelihara. Orangtua menggunakan komunikasi untuk
mengajar anakanak ketika mereka harus berbicara, kepada siapa mereka harus berbicara,

4
dan apa yang harus mereka katakan. Aturan-aturan ini bentuk cara anak-anak, dan orang
dewasa kemudian, berkoordinasi berarti dengan orang lain.

2) Komunikasi adalah sarana anggota keluarga menetapkan, memelihara, dan


membubarkan hubungan. Individu membentuk keluarga melalui interaksi sosial. Setelah
keluarga terbentuk, anggota keluarga secara terus menerus berhubungan satu sama lain
melalui komunikasi.

3) Komunikasi keluarga mencerminkan hubungan interpersonal antar anggota keluarga.


Dengan demikian, menawarkan peneliti dan ahli teori cara untuk memprediksi kualitas dan
jalannya hubungan keluarga. Misalnya, para peneliti telah lama berpendapat bahwa
komunikasi merupakan indikator kualitas hubungan perkawinan. Pasangan yang tertekan
umumnya mengungkapkan negatif mempengaruhi, kurang positif mempengaruhi, dan
lebih timbal balik negatif mempengaruhi dari lakukan mereka yang tidak tertekan.

2.4 Tujuan Komunikasi dan Keluarga

Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antar pribadi. Relasi antar
pribadi dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks.Komunikasi antar
pribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau
kelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik. Setiap komponen harus
dipandang dan dijelaskan sebagai bagian yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antar
pribadi. Tujuan komunikasi yang akan dicapai dapat dilihat dari sudut kepentingan sumber
dan penerima, dari sudut kepentingan social dan pribadi . Tujuan komunikasi dari sudut
kepentingan sumber, yaitu untuk memberikan informasi , mendidik, menghibur dan
menganjurkan suatu tindakan. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima yaitu
untuk memahami in formasi, mempelajari sesuatu, menikmati dan menerima atau menolak
suatu anjuran. Tujuan komunikasi untuk kepentingan sosial adalah untuk mengendalikan apa
yang terjadi di lingkungan masyarakat dalam mencegah keresahan, memelihara ketertiban dan
keamanan; untuk fungsi sosialisasi dalam upaya pendidikan dan pewarisan nilai-nilai budaya,
norma-norma ; memberikan hiburan pada warga masyarakat. Tujuan komunikasi untuk
kepentingan pribadi yaitu untuk menentukan keputusan dalam bertindak sesuai aturan social ,
memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk hidup bermasyarakat ; menikmati hiburan ,
rileks dari kesulitan hidup sehari-hari. Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau

5
dari kepentingan orang tua adalah untuk memberikan informasi, nasihat,mendidik dan
menyenangkan anak-anak. Anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan
saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua. Komunikasi
antar anggota keluarga dilakukan untuk terjadinya keharmonisan dalam keluarga .

2.5 Faktor Pembentuk Komunikasi

Secara umum, faktor yang memengaruhi komunikasi dapat ditinjau dari proses
komunikasi dan elemen komunikasi. Ada lima faktor utama yang memengaruhi komunikasi
ditinjau dari elemen komunikasi, yaitu faktor komunikator, pesan/informasi, komunikan,
umpan balik, dan atmosfer.

a. Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang mengirimkan pesan. Seorang
komunikator harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan menarik, serta
berwibawa dan tidak sombong. Di samping itu, harus mempunyai pengetahuan
yang memadai , menguasai materi, dan memahami bahasa yang digunakan lawan
(language mastery). Hal ini penting karena salah satu hambatan dalam komunikasi
adalah adanya ketidaksesuaian bahasa yang digunakan antara komunikator dan
komunikan. Penguasaan bahasa ini penting untuk menghindari terjadinya salah
tafsir (misperception) dalam komunikasi.
Selanjutnya, seorang komunikator harus mampu membaca peluang
(opportunity), mengolah pesan supaya mudah dipahami komunikan, dan
mempunyai alat-alat tubuh yang baik sehingga menghasilkan suara yang baik dan
jelas, antara lain pita suara, mulut, bibir, lidah, dan gigi. Seorang komunikator yang
pita suaranya terganggu, tidak mempunyai gigi, atau sumbing akan mengalami
kesulitan dalam berkata-kata yang mengakibatkan tidak jelasnya pesan yang
disampaikan.
b. Pesan/informasi
Pesan yang bersifat informatif dan persuasif akan mudah diterima dan
dipahami daripada pesan yang bersifat memaksa. Pesan yang mudah diterima
adalah pesan yang sesuai dengan kebutuhan komunikan (relevan), jelas (clearly),

6
sederhana atau tidak bertele-tele, dan mudah dimengerti (simple). Di samping itu,
informasi akan menarik jika merupakan informasi yang sedang hangat (up to date).
c. Komunikan
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari komunikator.
Seorang komunikan harus mempunyai penampilan atau sikap yang baik, sopan,
serta tidak sombong. Seorang komunikan yang berpenampilan acak-acakan berarti
tidak menghargai diri sendiri dan orang lain. Demikian pula jika komunikan tampak
sombong/angkuh, akan memengaruhi psikologis komunikator yang berdampak
pada tidak efektifnya pesan yang disampaikan. Di samping itu, seorang komunikan
harus mempunyai pengetahuan, keterampilan komunikasi, dan memahami sistem
sosial komunikator. Hal ini penting karena tanpa pengetahuan dan keterampilan
mengolah informasi yang diterima sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian persepsi
(mispersepsi). Selanjutnya, seorang komunikan harus mempunyai alat-alat tubuh
yang baik. Alat tubuh yang berperan utama untuk menerima pesan suara adalah
telinga. Supaya pesan dapat diterima dengan tepat, komunikan harus mempunyai
fungsi pendengaran yang baik.
d. Umpan balik
Komunikasi efektif jika komunikan memberi umpan balik yang sesuai
dengan pesan yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi komunikator karena
sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan komunikasi. Mengerti atau tidaknya
komunikan terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dilihat
dari bagaimana komunikan memberikan umpan balik.
e. Atmosfer
Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan lingkungan yang
kondusif (condisive) dan nyaman (comfortable). Lingkungan yang kondusif, yaitu
lingkungan yang mendukung berlangsungnya komunikasi efektif. Dalam dimensi
fisik lingkungan nyaman, yaitu lingkungan yang tenang, sejuk, dan bersih sehingga
kondusif dalam mencapai komunikasi yang efektif. Dalam dimensi sosial-
psikologis, komunikasi yang kondusif adalah komunikasi yang dilakukan dengan
penuh persahabatan, akrab, dan santai. Sementara itu, dalam dimensi temporal

7
(waktu), komunikasi yang dilakukan dengan waktu yang cukup dan tidak tergesa-
gesa memungkinkan tercapainya tujuan komunikasi yang efektif.

2.6 Jenis-jenis Komunikasi

Jenis-jenis dari komunikasi antara lain sebagai berikut :

a. Komunikasi verbal
Chitty (1997) mendefinisikan bahwa komunikasi verbal adalah pertukaran
informasi menggunakan kata-kata yang diucapkan secara oral dan kata-kata yang
dituliskan. Komunikasi oral adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan, baik
langsung dengan cara tatap muka maupun secara tidak langsung, melalui telepon atau
telekonferensi. Komunikasi oral dilakukan untuk menyampaikan informasi secara
cepat atau untuk memperjelas pesan/informasi tertulis sehingga informasi lebih akurat.
Jenis komunikasi ini tergantung dari irama, kecepatan, intonasi, penguasaan materi
oleh komunikator, penekanan, dan nada suara serta bahasa yang digunakan.

Contoh penerapan komunikasi verbal oleh perawat sebagai berikut.:

Saat menjelaskan rencana asuhan keperawatan kepada pasien, menjelaskan prosedur


tindakan, melakukan konsultasi, kolaborasi, atau melaporkan kondisi klien dan
sebagainya.

Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam bentuk tulisan, baik
secara manual maupun elektronik, dilakukan untuk memberikan informasi dalam
jumlah yang besar sebagai bukti tertulis atau dokumentasi. Jenis komunikasi ini dapat
berbentuk tulisan tangan, surat kabar, atau e-mail.

Contoh penerapan jenis komunikasi tertulis dalam keperawatan sebagai berikut:

Dokumentasi asuhan keperawatan, mencatat intruksi dokter, menulis hasil kolaborasi,


mencatat perkembangan klien, pelaporan, dan sebagainya.

b. Komunikasi nonverbal
Setelah Anda memahami komunikasi verbal, selanjutnya Anda harus
mengenali dan mampu mengidentifikasi komunikasi nonverbal yang selalu
mengiringi komunikasi verbal. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi

8
nonverbal adalah pertukaran informasi tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi
ini tidak disampaikan secara langsung oleh komunikator, tetapi berhubungan
dengan pesan yang disampaikan secara oral ataupun tulisan. Macam-macam
komunikasi nonverbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, postur atau sikap tubuh,
gaya jalan, gerakan/bahasa isyarat tubuh waktu bicara, penampilan secara umum,
suara dan sikap diam, atau simbol- simbol lain, misalnya model pakaian dan cara
menggunakan.
c. Komunikasi teraupetik
Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerja sama
yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman
ketika membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sunden, 1987: 103),
sedangkan Indrawati (2003) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
interpersonal dengan fokus adanya saling pengertian antarperawat dengan pasien.
Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien
sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).
Berdasarkan paparan tersebut, secara ringkas definisi komunikasi terapeutik
adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien yang dilakukan secara
sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman
bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah klien serta
memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai
kesembuhan klien.

2.7 Komunikasi berdasarkan Usia

a. Bayi

Setiap manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui


bahasa tangis. Melatih bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala
kebutuhan dan keinginannya. Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan
dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut

9
senyum sosial. Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara
balasan bila ibunya memberi tanggapan. Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi
ajakan komunikasi ibunya. Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang,
mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan
benda-benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi, dan bendabenda. Pada
usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerakgerik
ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada
masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan
satu suku kata.

b. Toddler
Tiga tahun pertama dalam perkembangan anak merupakan periode keemasan
(golden period) atau jendela kesempatan (window of opportunity)/ masa kritis (critical
period) untuk optimalisasi proses tumbuh kembang. Pada masa ini anak masih belum
dapat berbicara/berkomunikasi secara fasih. Jika anak ingin sesuatu, akan memiliki
caranya sendiri, seperti : menangis, melempar sesuatu kearah yang diinginkan untuk
dicapai. Perkembangan komunikasi pada masa ini dapat ditunjunkkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan mampu memahami ± 10 kata. Usia 2
tahun 200-300 kata dan masih terdengar kata-kata ulangan. Usia 3 tahun anak sudah
mampu menguasai 900 kata dan kata-kata yang digunakan seperti : mengapa, apa,
kapan dan sebagainya.

Teknik Komunikasi pada Usia Todler (1-2,5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan


bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh
kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata
ulangan. Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan
dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin
tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat,
mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi
harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada

10
usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996). Pada usia ini cara
berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi
pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan
yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus
diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak
untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi,
memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi
dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu
dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak,
bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas,
menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat
melakukan komunikasi.

c. Prasekolah

Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa,
untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan
bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses. Anak akan mengembangkan kosa
katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang,
kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat dan beberapa
jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk. Tugas perkembangan anak usia
prasekolah (4 – 6 tahun) dapat dinilai melalui KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan). Secara khususnya tugas perkembangan bahasa pada anak usia
prasekolah adalah senang bertanya tentang sesuatu, menjawab pertanyaan dengan
katakata yang benar bicaranya mudah di mengerti, mengerti pembicaraan yang
menggunakan 7 kata atau lebih dan menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari
apa dan kegunaannya. Kompetensi ini yang harus dimiliki pada anak usia prasekolah
(Depkes RI, 2006).

d. Sekolah

11
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan bahasa yang
sederhana namun spesifik,menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada
anak atau sesuatu yang tidak di ketahui ,pada usia ini keingintahuan pada aspek
fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti,fungsi
dan prosedurnya,maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas. Jangan
menyakiti ataupun mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu
berkomunikasi secara efektif.

Menurut Jean Peuget,anak pada usia 7 – 11 tahun merupakan tahap konkrit


operasional. Pada fase ini anak sudah mulai berpikir logis dan terarah, dapat memilih,
menggolongkan, mengorganisasikan fakta disamping itu mampu berpikir dari sudut
pandang orang lain. Pada fase ini pula anak dapat mengetahui konsep guru, tetapi
belum dapat berpikir hal – hal yang abstrak. Anak telah dapat mengatasi persoalan
dengan konkrit dan sistematis menurut persepsi nya.

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan


kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan
apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak
membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan
sudah mulai berfikir tentang kehidupan. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia
sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu
menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan
pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan
arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara
jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak
mampu berkomunikasi secara efektif.

e. Remaja

Mempermudah kontak awal dengan diskusi mengenal teman, hobi, sekolah dan
keluarga dapat memberikan waktu bagi remaja yang gelisah untuk menyesuaikan diri.
Keterbukaan dapat terjadilebih mudah jika remaja dan perawat terlihat dalam aktivitas

12
bersama (Engel,2008:7-8). Di masa remaja, perubahan bahasa mencakup penggunaan
katakata yang lebih efektif, peningkatan kemampuan memahami metafora dan karya-
karya literatur dewasa,serta peningkatan kemampuan menulis. Pada masa remaja,
individu-individu sangat mahir memvariasikan gaya bahasanya agar pas dengan
situasinya. Jadi, mereka dapat berbicara dengan teman sebayanya dengan bahasa slang
yang bagi orang dewasa terdengar tidak ada artinya, tetapi bahasa itu merupakan tanda
bahwa remaja yang bersangkutan adalah anggota kelompok tertentu.Walaupun remaja
tingkat pemahan dan kosa kata yang tinggi, mereka dapat berfungsi secara tidak
konsisten pada tingkat kognitif yang lebih tinggi, rinci, dan teknis. Remaja yang sadar
diri mungkin engganbertanya untuk klarifikasi penjelasan yang tidak dimengerti
(Engel,2008:7-8). Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual,
sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung
kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola
pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi
mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Beberapa cara yang digunakan dalam berkomunikasi dengan remaja, antara lain :

1. Melalui orang lain atau pihak ketiga

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh remaja dalam menumbuhkan


kepercayaan diri remaja, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan
melibatkan orang tua secara langsung yang sedangberada disamping anak. Selain itu
dapat digunakan dengan cara memberikan komentar tentang sesuatu.

2. Bercerita

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak remaja dapat mudah
diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang
disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang akan
diekspresikan melalui tulisan.

3. Memfasilitas

13
Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, malalui ini ekspresi anak atau respon
anak remaja terhadap pesan dapat diterima, dalam memfasilitasi kita harus mampu
mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan , tetapi anak harus diberikan
respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh
perhatian dan jangan mereflisikan ungkapan negatif yang menunjukan kesan yang jelek
pada anak remaja tersebut.

4. Meminta untuk menyebutkan keinginan

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak dengan meminta anak untuk
menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan
keinginan tersebut dapat menunjukan persaan dan pikiran anak pada saat itu.

5. Pilihan pro dan kontra

Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukkan atau


mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negatif yang sesuai dengan pendapat anak
remaja.

6. Penggunaan skala

Pengunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit
pada anak seperti pengguaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan
menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

7. Menulis

Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih,
marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada remaja yang jengkel, marah
dan diam.

2.8 Teknik Komunikasi pada Anak-anak dan Keluarga

Anak- anak membutuhkan figur dalam masa pertumbuhan mereka. Maka dari itu,
orangtua haruslah bertindak sebagai cermin bagi anak-anak.Dan komunikasi yang baik akan

14
menjadi perantara serta menjembatani kepentingan dan kemauan diantara keduanya.
Komunikasi adalah cara untuk membangun ikatan yang kuat dengan orang-orang di sekitar
kita, termasuk anak- anak kita. Dengan adanya komunikasi, kita juga bisa belajar memahami
apa yang mereka perlukan dan atau inginkan. Komunikasi bisa disampaikan secara verbal dan
non-verbal. Komunikasi non-verbal bisa mencakup semua jenis ekspresi emosional, tindakan,
bahasa tubuh, dan kata-kata yang berarti.Dengan membentuk komunikasi yang baik,
diharapkan mereka juga akhirnya dapat mengungkapkan pikiran dengan cara yang lebih baik.
Berikut ini adalah beberapa tips untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak kita.

a. Kasih sayang dan perhatian Sebagai orang tua


Kita harus memprioritaskan bahwa kebutuhan anak atas perhatian dan kasih
sayang, adalah modal utama untuk "kesehatan" jiwa mereka dalam pertumbuhannya.
Dan sebaliknya, jika kita mengabaikan hal tersebut, maka hal ini akan sangat memicu
kebencian dalam hati si anak, sehingga mereka tidak akan membuka diri untuk
berkomunikasi.
b. Meluangkan waktu untuk anak
Anak- anak sangat suka bermain. Mereka juga banyak belajar lewat berbagai
permainan tersebut. maka tak ada salahnya bagi orang tua untuk bermain di lantai
dengan anak-anak setidaknya selama 20 menit. Dengan banyak meluangkan waktu
bersama mereka, paling tidak tiga kali sehari, akan membuatnya tertarik. Dan pada
akhirnya mereka akan mulai membuka diri untuk berkomunikasi.
c. Menjadi pendengar yang baik
Terkadang kita sebagai orang tua, kita merasa lebih banyak tahu tentang berbagi
hal dari pada anak- anak kita. Selanjutnya, secara tidak sadar orang tua lalu
memaksakan diri untuk memberi nasehat tentang ini dan itu. Padahal, anakanak punya
banyak hal untuk dibicarakan. Dan sebenarnya yang mereka inginkan adalah seorang
pendengar yang menarik sehingga mereka dapat mencurahkan semua hal dalam hati
kecil mereka.Dan jika akhirnya orang tua memang harus memberikan nasehat, maka
orang tua harus memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya, tentu saja setelah
melalui proses banyak mendengar tentang apa yang dirasakan oleh putra- putri mereka
tersebut. Komunikasi seperti ini sangatlah penting, karena kedekatan antara orang tua
bisa dimulai dari sini.

15
d. Melibatkan diri dengan anak- anak
Memang tanggung jawab menjadi orang tua tidaklah ringan. Terkadang hal tersebut
sudah sangat menyita waktu serta pikiran kita. Namun sebagai orang tua, kita tidak
boleh mengabaikan kepentingan anak- anak kita, karena merekalah investasi
sebenarnya bagi kita di masa depan. Menunjukkan kepada mereka bahwa kita terlibat
dan tahu tentang dunianya, adalah langkah efektif untuk memulai komunikasi. Tentu
saja, dalam melakukan hal tersebut, orang tua harus melihat dari perspektif seorang
anak.
e. Dorong mereka untuk bicara
Setelah pendekatan untuk masuk ke dalam diri anak berhasil, selanjutnya doronglah
mereka untuk bicara. Orang tua harus menghindari dalam buru- buru menunjukkan
sifat dominan saat anak berbicara dengan anak- anak, karena hal tersebut bisa memutus
akses untuk anak mau berbicara lebih banyak. Orang tua bisa memulai dengan
mengajukan pertanyaan sederhana yang akan dinikmati anak saat menjawab. Selain
lewat verbal, orang tua juga dapat memberikan bantuan komunikasi melalui beberapa
hal visual. tunjukkan gambar, atau video terkait dengan minat mereka seperti pada
permainan, hewan, dan lain sebagainya.
f. Jaga ekspresi Ketika memulai komunikasi denan anak
Orang tua harus menghindari kesan serius menghindari kesan serius pada wajah
dan pada nada suara. Mencoba untuk tetap tersenyum dan menunjukkan keceriaan akan
membuat mereka lebih merasa nyaman. Jika orang tua mudah terlihat marah dan
kecewa, serta berkomunikasi dengan nada buruk atau terlihat saat berbicara, maka
komunikasi non-verbal yaitu ekspresi wajah tersebut akan mengirimkan pesan negatif
kepada anak.
g. Mereka adalah kita
Terkadang ketika orang tua mengingat kembali masa-masa kecil mereka, termasuk
juga hal- hal yang menyakiti atau membahagiakan, akan menjembatani kesenjangan
komunikasi para orang tua dengan anak- anak mereka sekarang. Dengan melakukan
hal tersebut, para orang tua bisa mendapat sebuah cara baru untuk bagaimana bersikap
dan berkomunikasi yang tepat dengan anak - anak mereka.

2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Anak dan Keluarga

16
Menurut Dewi, 2017 menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada
anak dan keluarga diantaranya yaitu :

1) Citra diri dan citra orang lain


Setiap orang mempunyai gambaran-gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya,
kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia
bicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya
terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan
ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempegaruhi cara
dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran tentang khas bagi
dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak
tahu apa-apa, harus diatur, maka ia berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra
orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap melengkapi. Perpaduan kedua citra itu
menentukan gaya dan cara komunikasi.
2) Suasana psikologis
Suasana psikologis diakui memperngaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila
seseorang dalam keadaan sedih, bingung marah, merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi
prasangka, dan suasana psikologis lainnya.Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan
kapan saja, dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam
keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini
berbeda. Suasana dirumah bersifat informal.
3) Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang
berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di
sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana dirumah bersifat
informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus di
taati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
4) Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis.
Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik

17
seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses
dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
5) Etika Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk
mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang
tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara
tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu
objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
6) Perbedaaan usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak
hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda
ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus
dipahami.

2.10 Hambatan Komunikasi pada Anak dan Keluarga

Menurut Anam, 2014, Hambatan komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu
faktor yang dianggap memberi pengaruh besar terhadap terbentuknya penelantaran anak.
Anak-anak telantar memang memiliki kesempatan sangat terbatas untuk berkomunikasi,
khususnya dengan orang tua mereka. Bahkan ada sejumlah kasus penelantaran anak yang
menunjukkan bahwa orang tua mereka hampir tidak pernah berkomunikasi dengan anak.
Orang tua hanya melakukan komunikasi dengan anak seperlunya saja. Kadang-kadang
kesibukan orang tua dan banyaknya masalah yang dihadapi, perhatian terhadap anak jadi
berkurang. Kalau setiap saat mau menceritakan sesuatu tidak diperhatian atau dibantah,
akibatnya anak tidak mau lagi bercerita. Lama kelamaan akan timbul gangguan pada anak. Ia
akan menutup diri terhadap orang tuanya, sehingga komunikasi antara orang tua dan anak ini
biasanya akan menyebabkan anak bertingkah laku agresif dan sukar mangadakan kontak
dengan orang tuanya apalagi komunikasi yang melalui sebuah perantara media.
Penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan, yang
dalam bahasa inggris disebut noise. Gangguan adalah “segala sesuatu yang menghambat atau

18
mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan”. Gangguan komunikasi
itu meliputi :
 Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah; di tempat menerima pesan, bau
menyengat, udara panas, dan lain-lain.
 Faktor-faktor pribadi, antara lain, prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap.

2.11 Implikasi Komunikasi pada Keperawatan

Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk
membina hubungan teraupetik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
Komunikasi teraupetik menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi profesional bagi perawat yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan atau pemuliha pasien. Dengan memiliki keterampilan komunikasi terapeutik
yang baik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan
hal ini akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan profesional dalam asuhan
keperawatan1. Di RSUD Kota Jogja kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya komunikasi teraupetik yang dilakukan oleh perawat. Berdasarkan hasil survei awal
terhadap pasien di pelayanan medis RSUD Kota Jogja lebih dari 50% pasien rawat jalan
mengatakan kurang puas dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat, pasien
menyatakan bahwa perawat kurang informatif dan jarang memperkenalkan diri sebelum
melakukan perawatan maupun tindakan medis, sedangkan salah satu hal yang mendukung
kesembuhan pasien tidak hanya memberikan informasi tentang kesehatannya tapi
mendengarkan keluhan pasien, empati, edukasi dan pelayanan yang ramah juga sangat
mempengaruhi kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik yang baik akan memberikan
kepuasan tersendiri oleh pasien, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan di rumah sakit. Untuk dapat memberikan pelayanan dengan
kualitas yang baik maka perlu adanya peningkatan pelayanan di semua bidang secara terpadu,
terencana, serta baik seperti komunikasi terapeutik, jika komunikasi terapeutik yang diberikan
dipelayanan rawat jalan baik maka pasien akan merasakan puas dalam mendapatkan pelayanan
di Rumah Sakit, sehingga drajat keembuhan pasien akan meningkat. (Kusumo, 2017)

2.12 Asuhan Keperawatan pada Anak dan Keluarga

19
An. K usia 6 tahun datang ke RS Hidayah dengan keluhan demam dan kejang, disertai
mual muntah yang menyebabkan pasien mengalami dehidrasi. Klien demam sejak 2 hari
sebelum masuk RS. Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang. Saat
pengkajian, klien mengalami kejang 1 kali. Suhu tubuh : 38,5˚C. Klien tampak mengantuk,
lemah, kulit teraba panas dan tampak kemerahan. Klien selalu gelisah dan menangis karena
ketakutan ketika akan dilakukan injeksi obat. Orang tua terlihat kurang pengetahuan dan
mengalami ansietas, terlihat panik dan selalu bertanya pada perawat.

1. Pengkajian
a. Data Objektif
a) TTV :
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 124 x/menit
Suhu : 40 ˚C
RR : 30 x/menit
b) Antropometri :
Lingkar Kepala : 48 cm
Lingkar Lengan atas : 16 cm
BB : 11 Kg
TB : 80 cm
c) Kepala : mesosepal
d) Mata : konjungtiva anemis, sklera Anikterik, tampak mengantuk
e) Hidung : tidak ada polip, tidak terlihat pernafasan cuping hidung
f) Mulut : bibir terlihat pucat
g) Telinga : normal, tidak ada sekret dan darah
h) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
i) Dada :
Paru
• Inspeksi : pergerakan dada cepat, terdapat tarikan dinding
dada ke dalam
• Palpasi : retraksi dinding dada sama kanan dan kiri, terdapat
vocal fomitus kanan kiri

20
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : terdapat bunyi vesikuler

Jantung :

• Inspeksi : tidak tampak ictus cordis


• Palpasi : tidak terdapat pembesaran jantung
• Perkusi : pekak
• Auskultasi : S1 dan S2 bunyi reguler

Abdomen :

• Inspeksi : bentuk datar


• Auskultasi : bising usus 20 x/menit
• Palpasi : tidak ada nyeri tekan
• Perkusi : timpani

j) Genetalia : laki laki, tidak terpasang DC


k) Anus : tidak ada lesi
l) Ekstremitas :
Atas : akral hangat, CRT < 3 detik, terpasang infus RL 20 tpm, dan tidak
ada gangguan gerak
Bawah : tidak ada gangguan gerak.
m) Kulit : kulit kebiruan, tidak ada oedema.
n) Tingkah laku klien distraksi/gelisah setiap akan dilakukan injeksi obat.
b. Data Subjektif
Klien mengeluhkan kejang dan demam, serta seringkali mual dan muntah. Ibu
Klien mengatakan bahwa anaknya selalu khawatir dan takut menjelang waktu
injeksi obat.yy

2. Diagnosa
1) Hipertermia b.d. dehidrasi d.d. suhu tubuh di atas nilai normal, kulit kemerahan,
kejang, kulit terasa hangat.
2) Resiko cedera b.d. aktivitas kejang

21
3) Gangguan rasa nyaman b.d. ketidakadekuatan sumber daya d.d. gelisah, mengeluh
mual, tampak menangis.
4) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan
dengan kurang pengetahuan (orang tua) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas
kejang selama episode kejang.

3. Intervensi
1) Manajemen hipertermia
• Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
• Kaji saat timbulnya demam
• Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
2) Manajemen kejang :
• Pandu gerakan klien untuk mencegah terjadinya cedera
• Tetap di sisi klien selama ( klien mengalami ) kejang
3) Manajemen ketakutan :
• Teknik menenangkan
• Dukungan emosional
• Manajemen lingkungan
• Persiapan informasi sensorik
• Sentuhan
• Fasilitasi kehadiran keluarga
4) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan
dengan kurang pengetahuan :
• Yakinkan keluarga bahwa pasien sedang diberikan perawatan terbaik
• Berikan pengetahuan yang dibutuhkan bagi keluarga untuk membantu
mereka membuat keputusan terkait pasien
• Beritahu keluarga pasien mengenai rencana medis dan keperawatan.
• Bantu keluarga untuk mendapat pengetahuan , keterampilan, dan alat yang
diperlukan untuk mendukung keputusan mereka terhadap perawatan pasien
• Fasilitasi komunikasi akan kekhawatiran/perasaan antara pasien dan
keluarga atau antar anggota keluarga

22
• Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga
• Jawab semua pertanyaan dari keluarga atau bantu untuk mendapatkan
jawaban
• Kenalkan keluarga dengan keluarga lain yang mengalami masalah serupa,
jika diperlukan.
• Beritahu anggota keluarga bagaimana cara menghubungi perawat

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Tgl dan waktu Implementasi Evaluasi


keperawatan
1) Hipertermia b.d. 25 Februari Memberikan penjelasan pada S: keluarga
dehidrasi d.d. 2019. keluarga anak K tentang mengatakan
suhu tubuh di gejala dan penyebab hipertmia mengerti tentang
atas nilai normal, 09.35 WIB serta mengajarkan tentang hipertermia
kulit kemerahan, penatalaksanaan dan O: kelurga terlihat
kejang, kulit pertolongan pertama pada kooperatif dalam
terasa hangat. anak yang mengalami tanda pemberian materi
dan gejala hipertemia. tentang hipertemia
A: tindakan
keperawatan
keluarga tercapai
sebagian
P: lanjutkan
intervensi
2) Resiko cedera 25 Februari Memberikan pengetahuan S: keluarga
b.d. aktivitas 2019. kepada keluarga tentang resiko mengatakan paham
kejang terjadinya cedera pada anak tentang pertolongan
14.09 WIB yang mengalami hipertemia pertama yang harus
dan memberikan pengajaran diberikan ketika anak
tentang pertolongan pertama

23
yang harus dilakukan agar kejang agar tidak
tidak terjadi cedera pada anak terjadi resiko cedera
ketika mengalami kejang O: keluarga An. K
kooperatif dalam
mendengarkan
penjelasan perawat
dan yang bisa
menirukan apa yang
diajarkan perawat
A: tindakan
keperawatan
keluarga tercapai
sebagian
P: lanjutkan
intervensi.
3) Gangguan rasa 26 Februari Membantu keluarga untuk S: Keluarga An. K
nyaman b.d. 2019. mengidentifikasikan hal-hal mengatakan sudah
ketidakadekuatan yang menyebabkan gangguan paham tentang
sumber daya d.d. 09.16 WIB rasa nyaman pada An. K dan penyebab gangguan
gelisah, membantu mengajarkan An. K rasa nyaman pada
mengeluh mual, untuk bisa meminimalisir An. K
tampak gangguan rasa nyaman O : Keluarga An. K
menangis. tersebut. kooperatif
mendengarkan dan
mempraktikkan cara
untuk meminimalisir
terjadinya gangguan
rasa nyaman
A: tindakan
keperawatan

24
keluarga Bp Y
tercapai sebagian
P: lanjutkan
intervensi.
4) Resiko terhadap 26 Februari 1. Membantu keluarga S: keluarga
ketidakefektifan 2019. dengan memberitahukan mengatakan paham
penatalaksanaan berbagai informasi yang tentang segala
program 19.20 berhubungan dengan informasi yang
terapeutik kondisi klien dan disampaikan oleh
berhubungan mengajarkan kepada perawat
dengan kurang keluarga untuk selalu O: Keluarga An. K
pengetahuan menanyakan hal-hal yang kooperatif dalam
tidak diketahui tentang mendengarkan
kondisi pasien kepada penjelasan perawat
perawat tidak segan bertanya
2. Menjelaskan pada anak kepada perawat
apa yang sedang terjadi ketika tidak
pada diri anak mengetahui tentang
3. Memberikan kesempatan suatu hal
untuk memegang atau A: tindakan
mengenali alat-alat yang keperawatan
digunakan keluarga tercapai
4. Gunakan nada suara yang sebagian
rendah dan tidak tergesa- P: Lanjutkan
gesa intervensi.
5. Jangan paksa anak untuk
menjawab
6. Bersalaman dengan anak
7. Menjaga kontak mata
dengan anak

25
8. Mengajak anak
berinteraksi sesuai dengan
yang disukai anak

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Keterbukaan , Peneliti menyimpulkan bahwa ternyata sikap orang tualah yang menjadikan
anak untuk terbuka atau tidaknya dalam sebuah komunikasi. Orang tua yang mampu untuk
mendengar dan memberi kebebasan pada anak untuk menjadi dirinya sendiri, membuat sang
anak dengan sendirinya akan berbagi cerita tentang dirinya dan terbuka pada orang tuanya.

2. Empati, otrang tua yang dapat berempati kepada anaknya akan mampu memahami,
memotovasi dan melihat pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan
keinginan mereka untuk masa mendatang.

3. Sikap mendukung, dukungan orang tua melalui sebuah komunikasi antarpersonal dan
ungkapan-ungkapan positif terhadap anak-anak mereka akan menumbuhkan semangat baru
untuk anak-anak dalam menyongsong kehidupan mereka di lingkungan sosialnya. Mereka

26
dapat beradaptasi, belajar mengenai kehidupan, mencari pengalaman diluar lingkungan
sehingga mereka Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Anak (Neri Aprilina Iyoq) 49
menjadi pribadi yang mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi social beserta dinamika
kehidupan .

4. Sikap positif, atau pandangan positif antara orang tua dan anak memegang peranan penting.
Karena melalui sikap inilah terciptanya rasa saling menghargai.

5. Kesetaraan, merupakan pengakuan yang menyangkut kedua belah pihak yakni orang tua dan
anak yang memiliki nilai berharga dan saling memerlukan. Kesetaraan yang terdapat dalam
komunikasi interpersonal membuat orang tua dan anak sama-sama memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya dan sama-sama memiliki peran penting dalam komunikasi
mereka.

3.2 Saran

1. Komunikasi antarpersonal yang efektif perlu dibangun tanpa adanya sikap kecurigaan dan
prasangka misalnya, ketika orang tua ingin melarang kegiatanatau hal yang disukai anak
sebaiknya beri pengertian dulu kepada anak tentang mengapa hal tersebut tidak perlu dilakukan
sebelum memberi larangan. Sebab jika langsung memberikan larangan, maka anak akan
berprasangka yang tidak tepat terhadap orang tua.

2. Komunikasi antarpersonal yang dibangun oleh orang tua dalam mendidik anak untuk
menyikapi perbedaan persepsi, latar belakang sosial, cara pandang, norma, dan budaya
dilingkungan sosial perlu disikapi dengan bijaksana dalam menghadapi keanekaragaman.

27
DAFTAR PUSTAKA

Eka fitria dewi (2017) komunikasi antarpersonal orang tua dan anak dalam mencegah
perilaku kekerasan anak usia sekolah di kecamatan benteng selayar. Uin Alauddin Makassar

Anam, Choirul (2014) KOMUNIKASI KELUARGA TKI DALAM MENDIDIK ANAK :


STUDI KASUS DI DESA PAKES KECAMATAN KONANG KABUPATEN BANGKALAN.
Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Juli Andriyani (2016) KORELASI PERAN KELUARGA TERHADAP PENYESUAIAN


DIRI REMAJA. Jurnal Al-Bayan / VOL. 22 NO. 34 JULI – DESEMBER 2016

Yuni Retnowati (2014) POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM


MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA).

Mahendro Prasetyo Kusumo (2017) Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap


Kepuasan Pasien di Rawat Jalan RSUD Jogja. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah
Sakit, 6 (1): 72-81, April 2017

Widjaja.H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka Cipta


28
Bahfiarti, Tuti.2016. Komunikasi Keluarga. Makassar: Kedai Buku Jenny.

Heru Wahyu Pamungkas. 2014. Interaksi Orang Tua Dengan Anak. Tesis. Universitas
Tanjung Pura

Kemenkes. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Toto Haryadi, Dimas Irawan I. U. (2016). Penanaman Nilai Dan Moral Pada Anak Sekolah Dasar
Dengan Pendekatan Storytelling Melalui Media Komunikasi Visual

Endang Buda Setyowati (2018). Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun)
Dengan Pendidikan Ibu

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang (2018). Pengaruh Pemberian Stimulasi Oleh


Orang Tua Terhadap Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Toddler Di Paud Asparaga Malang.

Erisa Kurniati (2017). Perkembangan Bahasa Pada Anak Dalam Psikologi Serta
Implikasinya Dalam Pembelajaran

Naskah Roleplay Komunikasi Pada Anak dan Keluarga

Kelompok 3 A2-2017

PERAN:

Indah = perawat 1

Alvira = ibu

Yulia = anak

Lathifa = admin rumah sakit

Mia = perawat 2

Novi = presentator

Wildan = bapak

Mega = presentator

Joanka = narator

29
Anak 2 : (mengigau)

Anak 1 : “Bu, adek ngigo mulu nih”

Ibu : “Ya sebentar, ibu matiin kompor dulu nak”

(ibu lari ke kamar anak)

Ibu : “Dek, adek kenapa? Kok badannya makin panas?” (sambil memegang bagian tubuh)

(keluar kamar, mengambil HP untuk menelpon suaminya)

Ibu : “Mas, kamu lagi dimana? Ini badannya adek tambah panas.”

Bapak : “Sebentar lagi pulang mah, sekalian tak panggilin mbah pinter buat ngobatin adek.”

Ibu : “Iya cepetan ya mas”

Kemudian datanglah mbah pinter bersama bapak untuk mengobati adek

Mbah : “Mana bu anaknya? Biar cepat saya obati.”

Ibu : “Di kamar mbah anaknya” (menuju kamar adek)

Mbah : (jampi-jampi dan mendoakan adek) “Anakmu ni lagi diganggu bu, ini jangan lupa taruh
di bawah bantalnya supaya panasnya cepet turun.”

Bapak : “Iya mbah makasih ya mbah.”

Keesokan hari, si adek tak kunjung sembuh dan akhirnya pingsan. Kemudian orang tuanya
meminta bantuan bu RT untuk membawanya ke rumah sakit.

Bapak : “Assalamualikum bu, bu RT.....” (mengetuk pintu dengan keras)

Ibu RT : “Waalaikumsalam, ada apa pa?”

Bapak : “Bu pinjem mobilnya bu, anak saya pingsan mau saya bawa ke rumah sakit, boleh ya
bu!!??”

Ibu RT : “Oh iyaya pak bawa aja.”

30
Setelah mendapatkan mobil, bapak langsung membawa anaknya ke rumah sakit terdekat bersama
keluarga

Dokter : “Anaknya sakit apa pak?” (sambil periksa kondisi anak)

Bapak : “Badannya panas dok, ga turun-turun, ini tiba-tiba pingsan.”

Dokter : “Sudah berapa hari pak panasnya?”

Bapak : “3 hari pak.”

Dokter : “Loh kok baru dibawa ke rumah sakit sekarang?”

Bapak : “Iya dok, kemarin kita pakai pengobatan alternatif.”

Dokter : “Ini udah selesai saya periksa ya pak, ditungguin aja sampai anaknya sadar, nanti kalau
ada yang perlu ditanyakan bisa tanya ke ners..........”

Bapak : “ Iya dok makasih.”

Setelah keluar dari igd, dokter pun berbicara kepada perawat .

Dokter : “Sus, nanti pasiennya dibawa ke ruang perawatan yaa, sama dipantau terus kondisinya.”

Perawat 1 : “Baik dok.”

Perawat 1 memindahkan anak dari ruang igd ke ruang perawatan

Perawat 1 : “Ini anaknya udah panasa berapa hari kok bisa sampe pingsan gini Pak, Bu ?”

Bapak : “Sudah 3 hari sus, gak tau sus tadi tiba-tiba pingsan.”

Perawat 1 : “Sebelumnya udah dikasih obat apa saja ?”

Ibu : “Gak dikasih obat sus cuma dikompres dan dipanggilin mbah pinter ke rumah.”

Perawat 1 : “loo, kenapa gak dibawa ke rumah sakit saja ?”

Ibu : “Gatau sus, suami saya kurang percaya sama pengobatan rumah sakit. Dia lebih percaya
ke orang pinter, saya mah nurut aja sus.”

Perawat 1 : “Memangnya kenapa Pak kok ga percaya sama rumah sakit ?”

31
Bapak : “Gapapa sih sus, ya daripada dibawa jauh jauh ke rumah sakit kan udah panik lebih cepet
panggil orang pinter biasanya juga langsung sembuh. Selain itu takut ada malpraktik sus.”

Perawat 1 : “Sekarang udah jarang hampir ga ada lagi kasus malpraktik di rumah sakit, sebaiknya
besok besok kalo anaknya sakit lagi langsung dibawa aja pak, gausah panik. Jangan nunggu
panasnya berhari-hari apalagi sampai pingsan gini.”

Bapak : “iya mbak, ini juga udah kapok.”

Perawat 1 : “Jangan terlalu stres ya pak biar anaknya happy dan ga ikutan stres biar cepet sembuh
juga. Ya sudah pak, kalau begitu saya tinggal dulu ya, nanti kalau butuh apa-apa bisa ke nurse
station.”

Bapak : “Iya sus makasih.”

Setelah pergantian shift, perawat 2 mengantarkan makanan pada anak

Perawat 2 : “Bu, ini waktunya makan. Boleh disuapin bu anaknya biar mau makan.”

Ibu : “ Iya sus sini saya yang nyuapin” (sambil nyuapin)

Anak 2 : (melepeh) “Gak suka bu, gak enak.”

Bapak : “Ayo dimakan, kalo engga nanti disuntik sama dokter loh”

Anak 1 : “Taunih makan loh” (sambil nyubit)

Anak 2 : (nangis)

Perawat 2 : “Jangan digituin pak, nanti anaknya trauma dan gak mau makan malah tambah sakit,
kalo gamau makan dibilangin baik baik aja pak.”

Perawat 2 : “Dimakan ya anak cantik biar cepet sembuh, cepet pulang, bisa main sama temen
temen lagi.”

Ibu : “Tuh dek dengerin apa kata suster, sekarang makan ya, katanya mau sekolah lagi.”

Anak 2 : “Iya bu, adek mau makan sekarang, maaf ya bu adek udah nakal.”

Ibu : “Iya dek gapapa.”

Perawat 2 : “Ya sudah bu, saya tinggal ke nurse station dulu kalo ada apa apa bisa hubungi saya.”
32
Ibu : “Iya sus makasih.”

TAMAT

33

Anda mungkin juga menyukai