40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya,
3
miliki. Untuk itulah, ia benar-benar cermat dalam mengatur waktu
yang ia miliki.
Kedelapan, munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap
urusan). Seorang muslim sejati bukanlah orang yang suka
melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan. Ia senantiasa
menunaikan urusan dan pekerjaannya dengan baik. Prinsip yang
senantiasa ia pegang adalah ihsan dan itqan dalam beramal
’melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya’. Dengan
begitu iapun akan menjadi muslim yang berprestasi, beretos kerja
tinggi, dan berkinerja jempolan.
Kesembilan, qadirun ’alal kasbi (mampu mencari nafkah).
Seorang muslim sejati bukanlah seorang pengemis dan peminta-
minta. Ia senantiasa berusaha untuk bisa mandiri. Ia pun tahu
bahwa tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Untuk
itu iapun giat bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan ekonominya
dan bisa berinfaq di jalan Allah.
Kesepuluh, nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang
lain). Dengan segala potensi dan kapasitas yang dimiliki, seorang
muslim sejati pasti bermanfaat bagi masyarakat. Ia pasti bisa
berkontribusi untuk umat dengan segala kelebihan yang ia miliki.
Ia bukanlah orang yang ’adanya sama dengan tidak adanya’, atau
orang yang ’adanya tidak menambah dan tidak adanya tidak
mengurangi’, apalagi orang yang ’adanya tidak diinginkan dan
tidak adanya senantiasa diharapkan’. Rasulullah saw bersabda,
”Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
manusia lainnya.”
Demikianlah sekilas mengenai sepuluh karakter muslim sejati.
Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas dan
kapasitas diri kita, sehingga bisa memenuhi kesepuluh kriteria ini.
Dengan menjadi muslim sejati, kita akan lebih siap untuk
berkontribusi dalam memperjuangkan agama Allah. Insyaallah.
4
10 ciri-ciri Muslim Sejati
1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada
pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat
itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya
yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua
bagi Allah Tuhan semesta alam (QS al-an’am 6:162).
2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul
Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah
kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka
dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan
haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada
unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan
sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk makhluk-Nya.
5
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di
dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia
bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki
akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang
agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman
yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang
agung (QS al-qalam 68:4).
4. Qowiyyul Jismi.
5. Mutsaqqoful Fikri
219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan,
kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang
muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa
kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan
pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu
Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah
orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”,
sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran (QS azzumar 39:9).
7
9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.
6. Mujahadatul Linafsihi.
8
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat kembalinya.” (QS
An-Nazi’at: 40-41)
40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya,
9
8. Munazhzhamun fi Syuunihi.
Emas adalah logam istimewa. Dialah mata uang pertama dan mata
uang yang sesungguhnya. Karena, dia bisa menjadi standar nilai suatu
barang ataupun jasa secara konstan.
Emas juga memiliki keistimewaan tak bisa berubah dan tak bisa
berkarat. Itulah maka emas disebut sebagai logam mulia. Nabi SAW
bersabda, “Perumpamaan orang mukmin (sejati) adalah seperti emas.
Emas itu bila dibakar tak akan berkurang dan tak akan berubah.” (HR
Baihaqi).
Dalam kehidupan ini banyak tantangan, ujian, dan cobaan. Orang
bisa saja jatuh bangun diempas badai godaan dunia. Banyak orang yang
pagi tampil sangat baik, sorenya bergelimang dosa dan kemaksiatan.
Sepanjang siang tampil sebagai sosok pemimpin yang berpidato berapi-
api, malamnya bisa tenggelam dalam dekapan maut minuman keras, dansa,
dan gelora syahwat.
Dulu dikenal sangat alim, ternyata kini menjadi zalim. Dulu dikenal
sangat pemurah, sekarang berubah menjadi pemarah. Dulu dikenal rajin ke
tempat ibadah, sekarang rajin ke tempat pesta wanita. Dulu dikenal
pemalu, tapi kini berubah menjadi tak ada rasa malu.
Manusia mudah sekali berubah-ubah sesuai dengan tempat dan
kondisi di mana dia berada. Saat berkumpul dengan orang-orang baik, dia
bisa menjadi tiba-tiba baik. Saat berkumpul dengan orang-orang yang
buruk, juga bisa tiba-tiba menjadi buruk.
11
Kondisi pun sering kali memengaruhi manusia. Ada orang yang
ketika kaya rajin beribadah dan pandai bersyukur kepada Allah, ternyata
suatu ketika diuji dengan kebangkrutan harta lalu jatuh menjadi papa, tak
bisa bersabar hingga akhirnya tak mau lagi ibadah. Dan, ada yang
sebaliknya. Ketika masih miskin sangat khusyuk berdoa dan rajin ke
masjid, tapi tatkala kaya tak lagi bisa berdoa dan tak mau lagi ke masjid
beralasan karena sibuk.
Manusia-manusia yang suka berubah-ubah seperti itu adalah
manusia-manusia buruk, SDM yang berkualitas rendah. Orang yang bisa
baik ketika kaya saja adalah buruk. Orang yang bisa baik hanya di saat
miskin juga buruk. Orang yang bisa baik hanya di saat berkumpul dengan
orang-orang baik adalah buruk.
Manusia yang unggul adalah manusia yang kepribadiannya laksana
emas, di kala sulit baik dan di kala mudah juga baik. Berkumpul dengan
orang-orang yang baik dia baik dan berkumpul dengan orang-orang yang
buruk dia tetap baik.
Seperti emas, tak pernah berkarat, tak pernah berubah meski dibakar,
dan tak bisa menjadi kurang. Emas tetap emas, sekalipun jatuh di
comberan atau tempat sampah. Itulah orang beriman sejati. Bukan hanya
beriman di mulut. Bukan beriman semata karena keturunan. Bukan juga
beriman karena orang-orang semua mengaku beriman.
Orang yang benar-benar beriman adalah memiliki kepribadian yang
kokoh. Ujian apa pun yang datang kepadanya tak pernah membuat ia
berubah. Dicaci atau dipuji tetap takkan menyurutkan langkahnya
menegakkan kebenaran. Datang ujian jabatan atau kekayaan tak
membuatnya lupa kepada Allah.
Bergumul di lingkungan para penyamun, ia pun tak ikut menjadi
penyamun. Di manapun dan dalam kondisi apa pun dia tetap tegak berdiri,
berbicara, bertindak dan berakhlak sebagai orang yang beriman. Yaitu,
berbuat dan menebar kebaikan.
Tak peduli, kebaikan itu tumbuh dan diterima oleh orang banyak atau
kering dan ditolak. “Sesungguhnya, kami memberi makanan kepadamu
hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (al-Insan: 9).
12
13