Anda di halaman 1dari 56

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya

alam (baik renewable maupun non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial

bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan

sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat

manusia di muka bumi (Fauzy, 2009).

Pertambangan pada hakekatnya merupakan upaya pengembangan sumberdaya

alam mineral dan energi yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal

bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian kegiatan eksplorasi,

pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Upaya tersebut bertumpu pada

pendayagunaan berbagai sumberdaya, terutama sumberdaya energi dan mineral,

didukung sumberdaya energi manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen (Purnama, 2012).

Dampak dari kegiatan pertambangan (Noor, 2011), mengatakan bahwa kegiatan

pertambangan bersifat negatif terhadap ekosistem daerah setempat. Munculnya

dampak positif maupun negatif dari usaha pertambangan, terjadi pada tahap

eksplorasi, eksploitasi termasuk pemrosesan serta penjualan hasil tambang serta pasca

tambang.

Pertambangan nikel adalah salah satu pertambangan yang sedang berkembang

dan dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Nikel digunakan sebagai bahan paduan

1
2

logam yang banyak digunakan diberbagai industri logam. Nikel biasanya terbentuk

bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit,

baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat

komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan

batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya

berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. Potensi nikel terdapat di Pulau

Sulawesi (Arifin, 2010).

Pengelolaan usaha pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara telah dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Aneka Tambang yang beroperasi di

Kabupaten Kolaka dan beberapa perusahaan lainnya yang menyusul untuk mengelola

tambang nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara. Aktivitas perusahaan pertambangan di

Sulawesi Tenggara terus bertambah dan bukan saja perusahaan yang terdaftar sebagai

pemegang izin Penambangan tetapi ada juga perusahaan yang tidak memiliki izin

tetapi beraktivitas sebagai distributor tambang.

Pelaksanaan pertambangan nikel pertama kali masuk di wilayah Kolaka Utara

pada tahun 2009. di wilayah Tolala. Awalnya perusahaan yang melakukan kegiatan

pertambangan adalah PT. Antam. Kegiatan usahanya dilakukan secara berkelanjutan

dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip praktik usaha yang baik, keadilan ekonomi,

keadilan sosial, dan keadilan lingkungan. Setelah beberapa tahun PT. Antam berjalan

masuklah perusahaan-perusahaan lain seperti PT. Inco, PT. Citra Silika Mandiri

(CSM), dan PT. Pandu Citra Mulia.


3

Kabupaten Kolaka Utara dengan ibukota Lasusua merupakan pemekaran dari

Kabupaten Kolaka yang disahkan dengan UU Nomor 29 tahun 2003. Luas daratan

wilayah Kabupaten Kolaka Utara seluas 3.391,62 km2 dan wilayah perairan (laut)

diperkirakan seluas ± 5.000 km2 (BPS Sultra 2014). Merupakan salah satu Kabupaten

yang cukup kaya dengan sumber daya alamnya, potensi sumber daya alam yang

sudah dikelola secara besar-besaran adalah potensi pertambangan nikel. Khusus

untuk Kabupaten Kolaka Utara yang dominan dalam perekonomian yaitu hasil

pertanian, perkebunan, perikanan dan tambang. Sedangkan untuk perekonomian

masyarakat Kecamatan Lasusua dominan berprofesi sebagai nelayan.

Salah satu areal tambang di Kabupaten Kolaka Utara yakni di Kecamatan

Lasusua adalah jenis tambang nikel. Kecamatan Lasusua merupakan daerah penghasil

tambang nikel yang beroperasi sejak tahun 2010. Masalah yang terkait dengan

pertambangan di Kecamatan Lasusua adalah limbah tambang mengalir kelaut yang

menjadi areal penangkapan ikan oleh nelayan. Hal ini diasumsikan ikan-ikan di

daerah yang tercemar oleh limbah akan menjauh dari wilayah yang tercemar oleh

limbah pertambangan, sehingga memberikan dampak terhadap hasil tangkapan. Oleh

karena itu, menjadi menarik untuk diteliti perbedaan pendapatan nelayan yang ada di

kawasan pertambangan dengan pendapatan nelayan yang ada diluar kawasan

pertambangan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai: Analisis Perbedaan Pendapatan Nelayan Pancing Pada Kawasan


4

Pertambangan dan Nelayan Pancing di Luar Kawasan Pertambangan di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan

diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbedaan pendapatan antara nelayan pancing pada kawasan

pertambangan nikel dengan nelayan pancing diluar kawasan pertambangan nikel

di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

2. Apakah pendapatan nelayan pancing pada kawasan tambang masih layak secara

finansial.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Perbedaan pendapatan antara nelayan pancing pada kawasan pertambangan nikel

dengan nelayan pancing diluar kawasan pertambangan nikel di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

2. Kelayakan pendapatan nelayan pancing pada kawasan tambang di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


5

1. Bagi pemerintah Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, dapat dijadikan

sebagai bahan informasi dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan

peningkatan pendapatan masyarakat khususnya nelayan.

2. Bagi masyarakat, dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam rangka

pemantauan kegiatan pertambangan nikel yang memiliki dampak langsung pada

aktivitas aktivitas penangkapan ikan dalam rangka peningkatan pendapatan

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk mengkaji pendapatan

masyarakat yang bermukim di daerah pertambangan.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,

penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian.

Sektor pertambangan, khususnya pertambangan umum, menjadi isu yang menarik

khususnya setelah Orde Baru mulai mengusahakan sektor ini secara gencar. Pada

awal Orde Baru, pemerintahan saat itu memerlukan dana yang besar untuk kegiatan

pembangunan, disatu sisi tabungan pemerintah relatif kecil, sehingga untuk

mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengundang investor-investor asing

untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya di Indonesia.

Usaha pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam

rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang.

Pertambangan adalah suatu penggalian yang dilakukan di bumi untuk

memperoleh mineral (Hartman, 2011). Sedangkan menurut kamus istilah teknik

pertambangan adalah lokasi kegiatan yang bertujuan memperoleh mineral bernilai

ekonomis.

Industri pertambangan adalah suatu industri dimana bahan galian mineral

diproses dan dipisahkan dari material pengikut yang tidak diperlukan. Proses untuk

6
7

mendapatkan mineral-mineral yang ekonomis biasanya menggunakan metode

ekstraksi, yaitu proses pemisahan mineral-mineral dari batuan terhadap mineral

pengikut yang tidak diperlukan. Mineral-mineral yang tidak diperlukan akan menjadi

limbah industri pertambangan dan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan pada

pencemaran dan degradasi lingkungan. Industri pertambangan sebagai industri hulu

yang menghasilkan sumberdaya mineral dan merupakan sumber bahan baku bagi

industri hilir yang diperlukan oleh umat manusia di dunia (Noor, 2011).

Sehubungan dengan penggolongan bahan-bahan galian, pada pasal 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan-bahan Galian

menyebutkan bahwa bahan galian golongan C terdiri dari :

1. Nitrat, pospat, garam batu, (halite)

2. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit

3. Yarosit, leusit, tawas (alum), oker

4. Batu permata, batu setengah permata

5. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit

6. Batu apung, tras, obsidian, perlit, anah diatome, tanah serap (fuller earth)

7. Marmer, batu tulis

8. Batu kapur, dolomit, kalsit

9. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat dan pasir sepanjang tidak mengandung

unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti

dari segi ekonomi pertambangan.


8

Menurut Dibyo, S. dan Ruswanto (2015), menjelaskan mengenai kewenangan

pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonomi termasuk di bidang pertambangan

terdapat klasifikasi bahan galian menurut kepentingannya bagi pemerintah, yaitu

sebagai berikut.

1. Golongan A, yaitu golongan bahan galian yang strategis. Artinya bahan galian

tersebut penting untuk pertahanan/keamanan Negara atau untuk menjamin

perekonomian negara. Contoh: semua jenis batu bara, minyak bumi, bahan

radioaktif tambang aluminium (bauksit), timah putih, mangaan, besi, dan nikel.

2. Golongan B, yaitu golongan galian yang vital, yang dapat menjamin hajat hidup

orang banyak. Contoh: emas, perak, magnesium, seng, wolfram, batu permata,

mika, dan asbes.

3. Golongan C, yaitu bahan galian yang tidak termasuk ke dalam golongan A

maupun B.

Kegiatan usaha pertambangan pada hakekatnya adalah merupakan suatu

kegiatan industri dasar, dimana fungsinya sebagai penyedia bahan baku bagi

keperluan industri lainnya. Mengingat bahwa terjadinya suatu endapan bahan galian

tersebut memerlukan waktu yang sangat lama (dalam ukuran waktu geologi), maka

didalam pemanfaatannya dan pengelolaannya harus benar-benar dapat optimal Oleh

karena itu penyajian informasi data, seperti peta topografi, peta geologi, penyelidikan

eksplorasi serta studi kelayakan dan AMDAL untuk suatu kegiatan usaha

pertambangan sangat besar peranannya dalam menunjang keberhasilan kegiatan

tersebut.
9

Salim (2012) menyatakan bahwa usaha pertambangan terdiri atas usaha

penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan penjualan.

1. Penyelidikan umum merupakan usaha untuk menyelidiki secara geologi umum

atau fisika, di daratan perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud

untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya

bahan galian pada umumnya.

2. Usaha eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk

menetapkan lebih teliti/seksama adanya sifat letakan bahan galian.

3. Usaha eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk

menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.

4. Usaha pengolahan dan pemurnian adalah pengerjaan untuk mempertinggi mutu

bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang

terdapat pada bahan galian.

5. Usaha pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil

pengolahan serta pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat

pengolahan/pemurnian.

6. Usaha penjualan adalah segala sesuatu usaha penjualan bahan galian dan hasil

pengolahan/pemurnian bahan galian.

Karakteristik Perusahaan Pertambangan Umum, terdapat empat kegiatan usaha

pokok, meliputi:
10

1. Eksplorasi (Exploration).

Eksplorasi adalah usaha dalam rangka mencari, menemukan, dan

mengevaluasiCadangan Terbukti pada suatu wilayah tambang dalam jangka waktu

tertentu seperti yangdiatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.

2. Pengembangan dan Konstruksi (Development and Construction).

Adalah setiap kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan

Cadangan Terbukti sampai siap diproduksi secara komersial. Konstruksi adalah

pembangunan fasilitas dan prasarana untuk melaksanakan dan mendukung

kegiatan produksi.

3. Produksi (Production).

semua kegiatan mulai dari pengangkatan bahan galian dari CadanganTerbukti

ke permukaan bumi sampai siap untuk dipasarkan, dimanfaatkan, atau diolah Iebih

lanjut.

4. Pengolahan

Dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan

menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan,

meliputi tetapi tidak terbatas pada Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau

dimasukannya mahluk hidup, zat,energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan

dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam,

sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Dan Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang


11

menimbulkan perubahan langsung atau tidak Iangsung terhadap perubahan sifat-

sifat dan atau hayati Iingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang

berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan.

B. Pertambangan Nikel

Nikel adalah salah satu zat padat metalik yang memiliki sifat tahan karat.

Dalam keadan tidak bercampur, wujud nikel adalah sebagai zat yang lembek, tapi

nikel bisa menjadi baja tahan karat (stainless steel) apabila dipadukan dengan krom,

besi, dan zat logam lainnya. Perpaduan nikel, krom dan besi banyak diaplikasikan

pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornamen-ornamen rumah dan

gedung, serta komponen industri.

Nikel adalah komponen yang banyak ditemukan dalam meteorit dan menjadi

ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau

siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh

secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah

daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan nikel dunia.

Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel

ditemukan dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan

butiran kecil bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat dalam tanah

yang terletak di atas batuan basa.

Di indonesia, tempat ditemukan nikel adalah Sulawesi tengah dan Sulawesi

Tenggara. Nikel yang dijumpai berhubungan erat dengan batuan peridotit. Logam
12

yang tidak ditemukan dalam peridotit itu sendiri, melainkan sebagai hasil lapukan

dari batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah garnerit.

Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedt pada tahun 1751, merupakan logam

berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulur, tergolong dalam

logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi dan

kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim.

Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti:

pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik,

aplikasi industri pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga

gas, pembuat magnet kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu

listrik, katalisator lemak, pupuk pertanian dan berbagai fungsi lain.

C. Konsep Pendapatan

Secara umum pendapatan adalah seluruh hasil yang diperoleh melalui suatu

kegiatan, baik itu berupa uang maupun materil lainnya. Dalam pandangan ekonomi,

pendapatan dapat dikatakan sebagai pembayaran atas jasa kepada seluruh faktor-

faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, dan dalam proses produksi

itu akan menciptakan sejumlah pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang

terlibat dalam proses produksi.

Boediono (2012) mengemukakan bahwa pendapatan atau income dari seorang

warga masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya

kepada sektor produksi. Kamaruddin (2011) mengemukakan bahwa pendapatan


13

adalah uang dan materil atau gabungan keduanya yang timbul dari penggunaan

faktor-faktor produksi. Patong dan Soeharjo (2010) mengemukakan bahwa

pendapatan adalah total penerimaan hasil produksi setelah dikurangi dengan semua

biaya (pengeluaran). Pendapatan tersebut dapat diperoleh dari :

1. Hasil penjualan jasa

2. Hasil penjualan barang dagangan

3. Hasil penjualan produksi perikanan, dan sumber - sumber lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pendapatan adalah hasil penjualan atau penggunaan faktor-faktor produksi yang

dimiliki.

Pendapatan yang diterima oleh seorang nelayan dalam satu bulan atau satu

musim berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh nelayan lainnya. Bahkan

seorang nelayan yang mempunyai jarak tangkapan yang jauh dari tahun ke tahun

menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun. Hal ini tergantung

pada beberapa faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan secara

empirik adalah :

a. Modal

Secara umum modal adalah setiap barang atau jasa yang dapat digunakan

untuk menambah pendapatan pada masa yang akan datang. Jadi pengertian modal

itu luas sekali. Artinya mencakup seluruh aspek usaha dan kegiatan untuk dapat

digunakan dalam mencapai target tertentu. Dengan demikian maka besar kecilnya

modal akan mempengaruhi perolehan pendapatan.


14

Sejalan dengan hal tersebut, Hasibuan (2012) mengemukakan bahwa modal

adalah sebagian daripada ada arus benda-benda dan jasa yang langsung ditujukan

untuk penyediaan barang-barang material dan immaterial yang berkemampuan

untuk memberikan potensi ekonomi pada masa yang akan datang. Sudarman

(2009) mengemukakan bahwa modal adalah seluruh sumberdaya non manusia

yang dapat berperan menghasilkan benda untuk menenuhi kebutuhan konsumen

akhir.

Alex Nitisemito (2013) mengemukakan bahwa modal adalah kekayaan yang

berbentuk harta benda atau perlengkapan yang dapat dipakai dalam produksi atau

penciptaan nilai. Winardi (2012) mengemukakan bahwa modal adalah semua

bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung maupun tidak langsung dalam

produksi untuk menambah output.

b. Biaya

Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa, tidak terlepas dari adanya

pengorbanan dalam bentuk biaya. Menurut Mulyadi (2011) biaya adalah

pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi

atau kemungkinan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

Supriyanto (2010) mengemukakan bahwa biaya adalah harga perolehan

yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan dan

akan dipakai sebagai pengurangan penghasilan. Soemita (2010) mengemukakan

bahwa biaya adalah pengorbanan secara ekonomis yang tidak dapat dihindari

untuk memproduksi barang-barang.


15

Kartasaputra (2010) mengemukakan bahwa biaya adalah sejumlah uang

tertentu yang telah diputuskan guna pembelian infut yang diperlukan, sehingga

produksi dapat berlangsung. Bilas (2010) mengemukakan bahwa biaya adalah

pengeluaran yang diukur secara terus-menerus dalam uang yang potensial harus

dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan.

c. Hari kerja efektif

Dalam penelitian ini, hari kerja efektif dimaksud adalah jumlah hari yang

sesungguhnya digunakan dalam aktivitas usaha nelayan. Hal ini sesuai yang

dikatakan oleh Arief (2012) bahwa jumlah hari kerja efektif adalah jumlah hari

yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan sejumlah output.

d. Pengalaman

Mengenai pengalaman secara empirik dinyatakan sebagai lamanya nelayan

berusaha atau menggeluti usaha penangkapan ikan dalam rangka memperoleh

pendapatan.

Secara umum Muljianto (2012) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh adalah :

1. Jumlah faktor produksi yang dimiliki dan disumbangkan dalam proses produksi,

semakin banyak faktor produksi yang digunkan maka semakin besar pula

pendapatan yang akan diterima.

2. Harga pokok produksi, hal ini turut pula menentukan besar kecilnya pendapatan

yang diterima pemilik faktor produksi, semakin tinggi harga faktor produksi maka

akan semakin tinggi pula pendapatan yang diterima faktor produksi.


16

3. Efisiensi kerja, juga turut mempengaruhi pendapatan, karena efisiensi kerja

merupakan jumlah pekerjaan yang berhasil diselenggarakan oleh seorang pekerja.

Umunya dapat dikatakan semakin tinggi efisiensi kerja akan semakin tinggi pula

tingkat pendapatannya.

Secara garis besar pendapatan mempunyai kegunaan sebagai sumber

pengeluaran konsumsi dan sebagai alat untuk memperbaiki taraf hidup atau

meningkatkan kesejahteraan seseorang.

a. Pendapatan sebagai sumber pengeluaran konsumsi

Dalam perekonomian yang sederhana, pendapatan seorang warga

masyarakat pertama-tama akan dipergunakan sebagai pengeluaran konsumsi, dan

selebihnya barulah ditabung. Hal ini sesuai dengan penjelasan Sugiyono (2012)

bahwa dari segi kegunaanya, pendapatan seseorang sebagian dipergunakan untuk

pengeluaran konsumsi, sedangkan selebihnya adalah merupakan tabungan

(saving). Pendapatan seorang anggota masyarakat permata-tama ditujukan untuk

menutupi kebutuhannya atau pengeluaran konsumsinya, dan nanti sisanya

barulah digunakan untuk tabungan. Hal ini didukung oleh suatu kenyataan bahwa

seseorang hanya bisa bertahan hidup jika konsumsinya terpenuhi atau dengan

kata lain orang hanya bisa menjamin kesinambungan pemenuhan kebutuhannya

jika ia mempunyai pendapatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Poli

(2010) mengemukakan bahwa permintaan masyarakat terhadap barang-barang


17

konsumsi ditentukan oleh besarnya pendapatan dan kebiasaan pengeluaran

mereka.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pendapatan adalah

merupakan faktor penentu bagi terpenuhinya kebutuhan seseorang. Dengan

demikian konsumsi dan pemenuhan kebutuhan seseorang tidak terlepas dari

tingkat pendapatan yang ada pada orang tersebut. Demikian pula halnya dengan

sebuah penginapan, pengeluaran biayanya sangat ditentukan atau dipengaruhi

oleh besar kecilnya pendapatan penginapan tersebut.

b. Peningkatan pendapatan sebagai usaha perbaikan taraf hidup dan peningkatan

kesejahteraan.

Sebagai bahan gambaran tentang bagaimana hubungan antara

peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup. Menurut Poerwadarminta

(2012) taraf hidup adalah tingkat kesejahteraan sedangkan kesejahteraan berarti

kemakmuran atau kesenangan hidup karena serba cukup (mewah, tidak

kekurangan). Atau dengan kata lain kemakmuran adalah suatu keadaan dimana

kebutuhan dirasakan manusia relatif lebih banyak dapat dipenuhi, karena

kebutuhan seimbang dengan alat pemuas kebutuhan yang ada. Jadi seseorang

akan dikatakan makmur apabila semua kebutuhan mereka sudah terpenuhi.

Kondisi seperti ini telah tercipta bila pendapatan mereka dapat menutupi semua

biaya pemeliharaan barang dan jasa yang dibutuhkan.


18

Jhingan (2013) mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan seseorang

cenderung memperbaiki kesejahteraannya. Orang tersebut akan mulai

mengkonsumsi lebih banyak bahan makanan yang memiliki nutrisi tinggi dalam

bentuk biji-bijian berkualitas tinggi, telur, susu, buah-buahan, mentega dan

sebagainya. Ia membangun rumah yang lebih bagus yang dilengkapi dengan

perabot modern seperti listrik, meubel, radio, kipas angin dan sebagainya.

Bila mengkaji kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan

pendapatan akan membawa harapan bagi peningkatan kesejahteraan.

D. Dampak Pertambangan Terhadap Pendapatan

Aktivitas penambangan dapat menciptakan pendapatan bagi masyarakat yang

terlibat pada kegiatan pertambangan tersebut. Pendapatan sangat tergantung pada

faktor kegiatan pertambangan antara lain teknik pertambangan, pengolahan,

pengangkutan, pembuangan limbah, dan lain-lain. Semakin besar skala kegiatan

pembangunan, maka makin besar pula dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan

ekonomi. Boleh jadi kegiatan penambangan dapat membawa dampak positif seperti

meningkatnya pendapatan masyarakat atau mungkin bertambah luasnya wawasan

berpikir masyarakat sebagai akibat terbukanya akses informasi dari luar. Tetapi yang

perlu pula diperhatikan adalah dampak negatifnya seperti kemungkinan hilangnya

usaha atau pekerjaan masyarakat akibat aktivitas penambangan. Sementara, pihak

perusahaan tidak mampu untuk mempekerjakan semua masyarakat pada perusahaan.


19

Hal ini dapat memicu terjadinya konflik sosial di dalam masyarakat.

(http://www.academia.edu)

Sehubungan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa aktivitas penambangan

memiliki dampak terhadap pendapatan masyarakat.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan dijadikan sebagai pembanding

terhadap penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Hendrik (2011), dengan

judul: Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau

Pulau Besar dan Danau Bawah Di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Propinsi Riau.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa seluruh nelayan mempunyai pendapatan di

atas UMR, berdasarkan Bappenas sebanyak 4 rumah tangga nelayan tidak sejahtera

dan menurut BPS sebanyak 6 rumah tangga responden termasuk ke dalam rumah

tangga tidak sejahtera. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

keduanya meneliti tentang pendapatan nelayan. Perbedaannya terletak pada obyek

yang diteliti dimana Hendrik meneliti nelayan danau besar dan danau bawah,

sedangkan penelitian ini adalah nelayan di kawasan pertambangan dan di luar

kawasan pertambangan.

Pebyanggi Syah Umar Nasution, dkk (2014), dengan judul: Analisis

Pendapatan Nelayan Tradisional Dibandingkan Dengan Upah Minimum Regional Di

Kecamatan Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

tingkat pendapatan nelayan tradisional di daerah penelitian adalah tinggi dan


20

pendapatan nelayan sampel di daerah penelitian berada diatas upah minimum

regional provinsi NAD. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

keduanya meneliti tentang pendapatan nelayan. Perbedaannya terletak pada obyek

yang diteliti dimana Pebyanggi Syah Umar Nasution, dkk meneliti pendapatan

nelayan tradisional dan upah minimum regional, sedangkan penelitian ini adalah

nelayan di kawasan pertambangan dan di luar kawasan pertambangan.

Yul Badani (2007), dengan judul: Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan

Tradisional Di Kecamatan Menui Kepulauan (Studi di Kelurahan Ulunambo). Hasil

penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan bersih nelayan yang menggunakan alat

tangkap pancing lebih kecil bila dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan

alat tangkap jaring. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

keduanya meneliti tentang pendapatan nelayan. Perbedaannya terletak pada obyek

yang diteliti dimana Yul Badani meneliti pendapatan nelayan yang menggunakan alat

tangkap pancing dan nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring, sedangkan

penelitian ini adalah nelayan di kawasan pertambangan dan di luar kawasan

pertambangan.

Septy Hermaya Putri (2015), dengan judul: Analisis Ekonomi dan Lingkungan

Kegiatan Pertambangan Nikel (Studi Kasus: PT. ANTAM (Persero) Tbk. UBPN

Sultra). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan nikel

berdampak terhadap ekonomi dan lingkungan. Dimana pendapatan usaha UBPN

Sultra adalah sebesar Rp 223 584 708 876.29 dengan nilai ratio income multiplier

tipe I adalah sebesar 1.34 artinya bahwa setiap peningkatan satu rupiah pada
21

pengeluaran UBPN Sultra akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1.34 rupiah

terhadap pendapatan masyarakat dan tenaga kerja lokal. Biaya lingkungan yang

dikeluarkan UBPN Sultra dan masyarakat pada tahun 2014 terdiri dari biaya

pencegahan sedimentasi, biaya pengendalian debu, biaya kesehatan masyarakat, dan

biaya pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, dengan total sebesar Rp 2

017 821 778.13. Sebesar 96.44% dari biaya lingkungan tersebut dikeluarkan oleh

UBPN Sultra dan 3.56% dikeluarkan oleh masyarakat. Persamaan penelitian tersebut

dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang pendapatan. Perbedaannya

terletak pada implikasi dimana Septy Hermaya Putri meneliti tentang dampak

ekonomi dan lingkungan sedangkan penelitian ini adalah pendapatan.

Ady Putra Pratama (2010) dengan judul: Studi Dampak Kegiatan Pertambangan

Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Molawe Kabupaten

Konawe Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak kegiatan pertambangan

terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Molawe mempunyai

dampak yang positif. Hal ini terlihat dari meningkatnya kondisi ekonomi masyarakat

baik dari segi pendapatan maupun dari segi penciptaan lapangan pekerjaan.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa keduanya meneliti

tentang pendapatan. Sedangkan perbedaannya terletak pada implikasi yang

ditimbulkan, yang mana Ady Putra Pratama meneliti sosial ekonomi sedangkan

penelitian ini tentang pendapatan.

Peribadi, dkk. (2012), dengan judul: Industri Pertambangan Nikel dan

Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi (Studi Kasus Pada Warga


22

Masyarakat di Sekitar Wilayah Industri Pertambangan Kecamatan Palangga dan

Kecamatan Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Pada satu sisi, gegap gempita industrialisasi pertambangan

berdampak positif bagi Pemerintah Dearah dalam rangka meningkatkan

pembangunan serta menumbuhkembangkan kesejahtraan sosial ekonomi warga

masyarakatnya. Namun pada sisi lain, tidak bisa dinafikan bahwa proses eksplorasi

dan eksploitasi di wilayah pertambangan tampak nyata berdampak negatif dan

bahkan cenderung mengancam ekosistem dan lingkungan hidup di sekitarnya.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa keduanya meneliti

tentang pendapatan. Sedangkan perbedaannya terletak pada implikasi yang

ditimbulkan, yang mana Tanzil meneliti sosial ekonomi sedangkan penelitian ini

tentang pendapatan.

Yudi Sulistio (2013), dengan judul: Analisis Dampak Pertambangan Nikel

Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Langgikima Kabupaten

Konawe Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penambangan nikel di

Kecamatan Langgikima tidak berdampak terhadap aspek sosial masyarakat yang

menyebabkan pendidikan dan kesehatan masyarakat masih rendah walaupun

demikian perusahaan terus memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap aspek

lingkungan terutama dalam hal mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan

lingkungan. Pada aspek ekonomi diperoleh bahwa penambangan nikel berdampak

pada mata pencaharian masyarakat yang terserap sebagai karyawan perusahaan dan

pendapatan masyarakat mengalami peningkatan selama ada penambangan nikel di


23

Kecamatan Langgikima. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

bahwa keduanya meneliti tentang pendapatan. Sedangkan perbedaannya terletak pada

implikasi yang ditimbulkan, yang mana Yudi Sulistio meneliti sosial ekonomi

sedangkan penelitian ini tentang pendapatan.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teoritis maupun kajian empiris, maka kerangka pikir yang

mendasari penelitian ini adalah bahwa pertambangan nikel merupakan eksplorasi

bahan tambang nikel melalui proses pencarian, penggalian, pengolahan, pemanfaatan

dan penjualan bahan galian (nikel). Kegiatan tersebut tentunya memberikan dampak

terhadap pendapatan. Hal ini disebabkan karena keberadaan usaha tambang akan

mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan

untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diperoleh nelayan pancing di kawasan

pertambangan dengan pendapatan nelayan nelayan di luar kawasan pertambangan.

Lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut:


24

Penambangan nikel
- Pencarian
- Penggalian
- Pengolahan
- Pemanfaatan
- Penjualan bahan
galian nikel

Pendapatan nelayan Pendapatan nelayan


pancing pada kawasan pancing di luar kawasan
pertambangan nikel pertambangan nikel

Analisis perbedaan
(uji beda)

Gambar 1. Kerangka Pikir

G. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

1. Pendapatan nelayan pancing di luar kawasan pertambangan lebih besar bila

dibandingkan dengan pendapatan nelayan pancing pada kawasan pertambangan di

Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

2. Pendapatan nelayan pancing pada kawasan tambang di Kecamatan Lasusua

Kabupaten Kolaka Utara layak secara finansial.


25

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016.

Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara dengan

obyek masyarakat nelayan pancing, pertimbangannya karena ada kecenderungan

penurunan hasil tangkapan ikan termasuk pendapatan yang diperoleh nelayan.

B. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh nelayan pancing di Kecamatan Lasusua

Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 30 kepala keluarga yang terdiri dari 15 kepala

keluarga tinggal di kawasan pertambangan nikel dan 15 kepala keluarga lainnya

tinggal di luar kawasan pertambangan nikel. Sampel penelitian ini ditetapkan secara

sensus/total sampling (sampling jenuh) yaitu mengambil seluruh anggota populasi

menjadi sampel penelitian. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono

(2012) bahwa sampling jenuh (sensus) adalah teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka seperti: data biaya, hasil

tangkapan, penerimaan serta data pendapatan.

25
26

2. Data kualitatf, yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka tetapi berbentuk

konsep yang dianggap mendukung penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Data primer, yaitu data yang bersumber dari nelayan pancing yang ditetapkan

sebagai responden, meliputi: umur, pendidikan, tanggungan keluarga, biaya, hasil

tangkapan, penerimaan dan pendapatan.

2. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari Kantor Kecamatan Lasusua berupa

data profil kecamatan (letak geografis, demografis serta data potensi ekonomi).

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Kuisioner, yaitu pengumpulan data dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan

terstruktur dan terbuka untuk mendapatkan informasi tentang biaya, hasil

tangkapan, penerimaan dan pendapatan.

2. Studi dokumen, yaitu pengumpulan data dengan cara mengcopy laporan yang

telah dipublikasikan oleh Kantor Kecamatan Lasusua.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari :

1. Pendapatan nelayan pancing pada kawasan pertambangan

2. Pendapatan nelayan pancing di luar kawasan pertambangan


27

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Analisis Uji Beda

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan nelayan pancing di kawasan

pertambangan dan di luar kawasan pertambangan digunakan analisis uji beda (uji

t) dengan rumus sebagai berikut :

_ _
X1  X 2
t =
n1  1 S12  n2  1 S 22 1 1

n1  n2  2 n1 n2

(Sumber : Sugiono, 2005)

Dimana :

_
X 1 = Rata-rata pendapatan nelayan pancing di kawasan pertambangan yang

dihitung berdasarkan satuan rupiah (Rp)

_
X 2 = Rata-rata pendapatan nelayan pancing di luar kawasan pertambangan yang

dihitung berdasarkan satuan rupiah (Rp)

n1 = Jumlah sampel nelayan pancing di kawasan pertambangan

n2 = Jumlah sampel nelayan pancing di luar kawasan pertambangan


2
S 1 = Variance sampel 1
2
S 2 = Variance sampel 2
28

2. Analisis Uji Revenue per cost atau R/C

Untuk mengetahui pendapatan nelayan pancing di kawasan pertambangan di

Kecamatan Lasusua masih layak secara finansial digunakan analisa R/C, dimana

R = Revenue (Penerimaan), C = Cost (Biaya). Kriterianya sebagai berikut:

Apabila R/C > 1 berarti layak

Apabila R/C < 1 berarti tidak layak.

G. Konsep Operasional

1. Pendapatan adalah penerimaan rata-rata nelayan dari kegiatan menangkap ikan di

kawasan pertambangan maupun di luar kawasan pertambangan di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara.

2. Pertambangan nikel adalah kegiatan eksplorasi bahan tambang nikel melalui

proses pencarian, penggalian, pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan

galian (nikel).

3. Dampak pertambangan nikel adalah akibat yang ditimbulkan dari aktivitas

penambangan nikel terhadap pendapatan nelayan di Kecamatan Lasusua

Kabupaten Kolaka Utara.

4. Kawasan pertambangan adalah wilayah laut penangkapan ikan yang berada di

kawasan tambang yaitu di Desa Sulaho Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka

Utara.
29

5. Luar Kawasan pertambangan adalah wilayah laut penangkapan ikan yang berada

di luar kawasan tambang yaitu di Desa Pitulua Kecamatan Lasusua Kabupaten

Kolaka Utara.
30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara

1. Letak Geografis

Daerah Kecamatan Lasusua merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Kolaka Utara terletak di bagian utara yaitu melintang dari Utara ke Selatan kira-kira

3°30’ LS - 3°40’0’ LS dan membujur dari Barat ke Timur antara 120°55’0’ BT -

121°5’0’ BT.

2. Batas Wilayah

Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara memiliki batas-batas sebagai

berikut:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Katoi

b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka

c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lambai

d) Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone

3. Luas Wilayah

Wilayah Kecamatan Lasusua mencakup wilayah daratan dan lautan karena

terletak di pesisir Pantai Teluk Bone. Luas daratan Kecamatan Lasusua sebesar

287,67 km². Relief permukaan daratannya terdiri dari daerah pegunungan di bagian

Timur dan Selatan, sedangkan di bagian Utara dan Barat adalah berupa dataran yang

30
31

sebagian merata di sepanjang bibir pantai, sisanya adalah dataran yang landai dan

terjal yang berada di wilayah bagian Utara.

Ketinggian wilayahnya mencapai ± 15 m dari permukan laut. Dari luas wilayah

tersebut Kecamatan Lasusua memiliki beberapa sungai diantaranya sungai Rante

Limbong dan Sungai Pitulua. Kedua sungai ini cukup potensial untuk dijadikan

sebagai sumber kebutuhan air rumah tangga dan irigasi pertanian teknis ataupun

irigasi sederhana. Dari aspek oceanografi Kecamatan Lasusua memiliki perairan laut

yang cukup potensial untuk pengembangan usaha bidang perikanan, dan saat ini

masyarakat sudah memanfaatkan potensi laut tersebut seperti pengembangan

budidaya rumput laut di Desa Sulaho yang memiliki nilai ekspor dan ekonomi tinggi

meskipun belum begitu optimal, meski demikian, usaha ini cukup memberi harapan

untuk penghidupan sebagian masyarakat di wilayah ini. Keindahan Pantai Lasusua

dengan hamparan pasir putih dan tebaran alamiah batu karangnya yang membujur

kearah utara merupakan daya tarik tersendiri yang dapat di kembangkan sebagai

potensi pariwisata di Kecamatan ini.

4. Keadaan Iklim

Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di daerah lain di

Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

Selama tahun 2015 musim hujan terjadi 2 kali yaitu pada bulan Februari sampai April

dan pada Bulan bulan Agustus sampai dengan Nopember. Arus angin yang terjadi

pada bulan-bulan tersebut banyak mengandung uap air yang berhembus dari Asia dan
32

Samudra Pasifik sehingga terjadi musim Hujan. Sedangkan musim kemarau terjadi

antara akhir bulan April sampai dengan Juli dimana antara bulan tersebut angin

Timur yang bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air.

Khusus pada bulan Januari-Februari dan Juli-Agustus arah angin tidak menentu

demikian pula curah hujan sehingga pada bulan ini dikenal juga sebagai musim

pancaroba.

Curah hujan di Wilayah ini umumnya tidak merata, hal ini menimbulkan

adanya wilayah daerah basah. Wilayah daerah basah dengan curah hujan lebih dari

2.000 mm pertahun umumnya berada pada wilayah sebelah Utara Kecamatan

Lasusua. Jumlah hari hujan terbanyak sepanjang tahun 2015 terjadi pada bulan Maret

dan April (20 hari), sedangkan bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu bulan Maret.

B. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dimaksud dalam penelitian ini meliputi umur,

pendidikan, jumlah anak dan lama jadi nelayan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai

berikut:

1. Umur

Mengelola suatu usaha, faktor umur merupakan hal yang sangat berpengaruh

terhadap aktivitas seseorang termasuk aktivitas melakukan penangkapan ikan yang

dilakukan oleh seorang nelayan. Pada umunya nelayan yang berumur muda dan sehat

mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan nelayan yang
33

berumur tua. Nelayan pancing yang berumur muda cenderung cepat menerima hal-hal

yang bersifat baru dan berani mengambil resiko dalam aktivitas usaha. Sesuai dengan

hasil penelitian, ternyata mayoritas nelayan yang diteliti, baik di kawasan tambang

maupun di luar kawasan tambang masih dalam kategori usia produktif. Lebih

jelasnya ditampilkan melalui Tabel 1.

Tabel 1. Responden Berdasarkan Umur, Tahun 2016


Resp. di Kawasan Resp. di Luar
Umur Persentase Persentase
No. Tambang Kawasan Tambang
(Tahun) (%) (%)
(Orang) (Orang)
1 30 – 35 3 20,00 1 6,67
2 36 – 41 4 26,67 7 46,67
3 42 – 47 3 20,00 3 20,00
4 48 – 53 4 26,67 3 20,00
5 54 – 60 1 6,67 1 6,67
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 1 menunjukkan bahwa di kawasan tambang masing-masing terdapat 4

responden (26,67%) yang berumur antara 36 s/d 41 tahun dan 48 s/d 53 tahun dan

responden yang berumur antara 54 s/d 60 tahun terdapat 1 responden (6,67%).

Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang berumur antara 36 s/d 41 tahun

terdapat 7 responden (46,67%) dan yang berumur antara 30 s/d 35 tahun serta 54 s/d

60 tahun masing-masing terdapat 1 responden (6,67%). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa nelayan pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara,

baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang pada

umumnya masih sangat produktif dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan.


34

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan seorang

nelayan pancing dalam melaksanakan usahanya menangkap ikan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan nelayan pancing, pola pikirnya pun akan lebih maju sehingga

mampu memanfaatkan sumber informasi baik melalui media cetak maupun elektronik

yang berhubungan dengan usahnya dan juga mau menerima hal-hal baru yang

berkaitan dengan teknologi bagi usaha penangkapan ikan. Sesuai dengan hasil

penelitian, ternyata mayoritas nelayan yang diteliti baik yang berada di kawasan

tambang maupun di luar kawasan tambang hanya tamat SMP. Lebih jelasnya data

penelitian tersebut ditampilkan melalui Tabel 2.

Tabel 2. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2016


Resp. di Kawasan Resp. di Luar
Tingkat Persentase Persentase
No. Tambang Kawasan Tambang
Pendidikan (%) (%)
(Orang) (Orang)
1 Tamat SD 3 20,00 2 13,33
2 Tamat SMP 9 60,00 7 46,67
3 Tamat SMA 3 20,00 6 40,00
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 2 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 9 responden

(60,00%) tamat SMP dan responden yang tamat SD dan SMA masing-masing

terdapat 3 responden (20,00%). Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang

tamat SMP terdapat 7 responden (46,67%), tamat SMA terdapat 6 responden

(40,00%) dan tamat SD terdapat 2 responden (13,33%). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa tingkat pendidikan nelayan pancing di Kecamatan Lasusua


35

Kabupaten Kolaka Utara baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar

kawasan tambang tergolong rendah.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang menjadi beban

kepala keluarga. Banyaknya tanggungan keluarga akan mempengaruhi bagian dari

penerimaan pendapatan apabila pendapatan tersebut didistribusikan kepada setiap

anggota keluarga. Sesuai dengan hasil penelitian, ternyata mayoritas nelayan pancing

yang diteliti, baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang

memiliki tanggungan keluarga yang relatif besar. Lebih jelasnya data penelitian

tersebut ditampilkan melalui Tabel 3.

Tabel 3. Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga, Tahun 2016


Jumlah Resp. di Kawasan Resp. di Luar
Persentase Persentase
No. Tanggungan Tambang Kawasan Tambang
(%) (%)
(Orang) (Orang) (Orang)
1 1–3 6 40,00 9 60,00
2 4–5 9 60,00 6 40,00
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 3 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 9 responden

(60,00%) memiliki jumlah anak antara 4 s/d 5 orang dan responden yang memiliki

anak antara 1 s/d 3 orang terdapat 6 responden (40,00%). Sedangkan di luar kawasan

tambang, responden yang memiliki anak antara 1 s/d 3 orang terdapat 9 responden

(60,00%) dan responden yang memiliki anak antara 4 s/d 5 orang terdapat 6

responden (40,00%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa beban tanggungan


36

nelayan pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, baik yang berada di

kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang tergolong besar.

4. Lama Menjadi Nelayan

Menjalankan profesi sebagai nelayan pancing, pengalaman merupakan salah

satu faktor yang menentukan besar kecilnya hasil tangkapan yang diperoleh nelayan.

Sesuai dengan hasil penelitian, ternyata mayoritas responden baik di kawasan

tambang maupun di luar kawasan tambang sudah lama menjadi nelayan pancing.

Lebih jelasnya data penelitian tersebut ditampilkan melalui Tabel 4.

Tabel 4. Responden Berdasarkan Lama Menjadi Nelayan Pancing, Tahun 2016


Resp. di Kawasan Resp. di Luar
Pengalaman Persentase Persentase
No. Tambang Kawasan Tambang
(%) (%)
(Orang) (Orang)
1 < 15 tahun 1 6,67 3 20,00
2 15 - 30 tahun 8 53,33 8 53,33
3 > 30 tahun 6 40,00 4 26,67

Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 4 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 8 responden

(53,33%) telah menjadi nelayan antara 15 s/d 30 tahun dan responden yang telah

menjadi nelayan pancing selama kurang dari 15 tahun terdapat 1 responden (6,67%).

Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang telah menjadi nelayan pancing

antara 15 s/d 30 tahun juga terdapat 8 responden (53,33%) dan responden yang telah

menjadi nelayan pancing selama kurang dari 15 tahun terdapat 3 responden (20,00%).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nelayan pancing di Kecamatan Lasusua


37

Kabupaten Kolaka Utara, baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar

kawasan tambang tergolong berpengalaman.

C. Profil Usaha

Profil usaha dimaksud dalam penelitian ini meliputi aset tetap, biaya

operasional, pengeluaran lain, hasil tangkapan dan penerimaan. Lebih jelasnya

diuraikan sebagai berikut:

1. Aset tetap

Aset tetap terdiri dari perahu, mesin, gabus, jangkar, tali nilon, penggulung tasi,

dan dayung. Lebih jelasnya ditampilkan melalui Tabel 5.

Tabel 5. Komponen Penyusutan Aset Tetap di Kawasan Tambang, Tahun 2016


Nilai Rata-Rata Umur Penyusutan
No. Uraian
(Rp) (Tahun) (Rp)
1 Perahu 3.733.300 3 103.700
2 Mesin 3.536.600 2 147.350
3 Gabus 88.000 1 7.300
4 Jangkar 150.000 1 12.500
5 Tali Nilon 44.600 1 3.700
6 Penggulung Tasi 69.000 1 5.750
7 Dayung 75.000 1 6.250
Jumlah 7.696.500 - 286.550

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah nilai aset rata-rata di kawasan tambang

adalah Rp 7.696.500,- dan nilai penyusutannya sebesar Rp 286.550,-. Sedangkan

komponen penyusutan aset tetap di luar kawasan tambang ditampilkan melalui

Tabel 6.
38

Tabel 6. Komponen Penyusutan Aset Tetap di Luar Kawasan Tambang, Tahun 2016
Nilai Rata-Rata Umur Penyusutan
No. Uraian
(Rp) (Tahun) (Rp)
1 Perahu 3.666.600 3 101.850
2 Mesin 3.433.300 2 143.000
3 Gabus 90.000 1 7.500
4 Jangkar 150.000 1 12.500
5 Tali Nilon 45.000 1 3.750
6 Penggulung Tasi 68.000 1 5.600
7 Dayung 82.000 1 6.800
Jumlah 7.534.900 - 281.000

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah nilai aset rata-rata di luar kawasan

tambang adalah Rp 7.534.900,- dan nilai penyusutannya sebesar Rp 281.000,-. Dari

tabel 5 dan 6 terjadi perbedaan rata-rata biaya penyusutan per periode nelayan

pancing tersebut dapat disebabkan karena perbedaan peralatan yang digunakan, harga

pembelian awal dan umur ekonomis dari masing-masing peralatan tersebut. Hal ini

akan berdampak terhadap kemampuan fisik alat dalam bekerja, sehingga nilai

ekonomi dari alat tersebut akan susut. Adapun pengelompokan aset tetap responden

baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang untuk setiap

responden terlampir dan secara deskriptif ditampilkan melalui Tabel 7.

Tabel 7. Aset Tetap Responden, Tahun 2016


Resp. di Resp. di Luar
Nilai Aset Tetap Kawasan Persentase Kawasan Persentase
No.
(Rp) Tambang (%) Tambang (%)
(Orang) (Orang)
1 6.800.000 – 7.299.000 0 0,00 4 26,67
2 7.300.000 – 7.799.000 9 60,00 4 26,67
3 7.800.000 – 8.400.000 6 40,00 7 46,67
Jumlah 15 100,00 15 100,00
39

Tabel 7 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 9 responden

(60,00%) yang memiliki aset tetap sebesar Rp 7.300.000,- s/d Rp 7.399.000,- dan

responden yang aset tetapnya sebesar Rp 7.800.000,- s/d Rp 8.400.000,- terdapat 6

responden (40,00%). Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang memiliki

aset tetap sebesar Rp 7.800.000,- s/d Rp 8.400.000,- terdapat 7 responden (46,67%)

dan responden yang aset tetapnya sebesar Rp 6.800.000,- s/d Rp 7.299.000,- dan

Rp 7.300.000,- s/d Rp 7.799.000,- masing-masing terdapat 4 responden (26,67%).

Dengan demikian aset tetap nelayan pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten

Kolaka Utara, baik yang berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan

tambang tergolong sedang.

2. Biaya operasional

Biaya operasional terdiri dari bahan bakar, umpan, pancing, tasi dan pemberat.

Lebih jelasnya ditampilkan melalui Tabel 8.

Tabel 8. Komponen Biaya Operasional/habis Pakai di Kawasan Tambang, Tahun


2016
Harga Nilai
No. Uraian Jumlah Fisik
(Rp) (Rp)
1 Bahan bakar 131 liter 10.000 1.310.000
2 Umpan 57 kg 25.000 1.425.000
3 Pancing 12 bungkus 17.000 204.000
4 Tasi 10 gulung 28.000 280.000
5 Pemberat 2 kg 40.000 80.000
Jumlah 3.299.000
40

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah biaya operasional di kawasan tambang

adalah Rp 3.299.000,-. Sedangkan komponen biaya operasional di luar kawasan

tambang ditampilkan melalui Tabel 9.

Tabel 9. Komponen Biaya Operasional/habis Pakai di Luar Kawasan Tambang,


Tahun 2016
Harga Nilai
No. Uraian Jumlah Fisik
(Rp) (Rp)
1 Bahan bakar 111 liter 10.000 1.110.000
2 Umpan 56 kg 25.000 1.400.000
3 Pancing 11 bungkus 17.000 187.000
4 Tasi 9 gulung 28.000 252.000
5 Pemberat 2 kg 40.000 80.000
Jumlah 3.029.000

Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah biaya operasional di luar kawasan

tambang adalah Rp 3.029.000,-. Perbedaan biaya operasinal/habis pakai di kawasan

tambang maupun di luar kawasan tambang terletak pada pemakaian bahan bakar

dimana di kawasan tambang menghabiskan bahan bakar 131 liter dan di luar kawasan

tambang hanya menghabiskan bahan bakar 111 liter. Hal ini dipengaruhi karena laut

di kawasan tambang telah tecemar sehingga nelayan lebih jauh lagi mencari areal

tempat penangkapan ikan sedangkan di luar kawasan tambang hanya mencari ikan di

daerah sekitarnya saja.

Adapun pengelompokan biaya operasional baik yang berada di kawasan

tambang maupun di luar kawasan tambang untuk setiap responden terlampir dan

secara deskriptif ditampilkan melalui Tabel 10.


41

Tabel 10. Biaya Operasional/habis Pakai Responden/bulan, Tahun 2016


Resp. di Resp. di Luar
Biaya Operasional Kawasan Persentase Kawasan Persentase
No.
(Rp) Tambang (%) Tambang (%)
(Orang) (Orang)
1 2.600.000 – 2.878.000 0 0,00 3 20,00
2 2.879.000 – 3.157.000 1 6,67 8 53,33
3 3.158.000 – 3.447.000 14 93,33 4 26,67
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 10 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 14 responden

(93,33%) yang mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp 3.158.000,- s/d

Rp 3.447.000,- per bulan dan responden yang biaya operasionalnya sebesar

Rp 2.879.000,- s/d Rp 3.157.000,- per bulan terdapat 1 responden (6,67%).

Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang mengeluarkan biaya

operasional sebesar Rp 2.879.000,- s/d Rp 3.157.000,- per bulan terdapat 8 responden

(53,33%) dan responden yang biaya operasionalnya sebesar Rp 2.600.000,- s/d

Rp 2.878.000,- per bulan terdapat 3 responden (20,00%). Dengan demikian, biaya

operasional nelayan pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, baik

yang berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang tergolong tinggi.

3. Pengeluaran lain

Pengeluaran lain terdiri dari perbaikan mesin dan perbaikan perahu. Lebih

jelasnya ditampilkan melalui Tabel 11.


42

Tabel 11. Komponen Pengeluaran Lain di Kawasan Tambang, Tahun 2016


Nilai Rata-Rata
No. Uraian
(Rp)
1 Perbaikan mesin 570.000
2 Perbaikan perahu 240.000
Jumlah 810.000

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran lain di kawasan tambang

adalah Rp 810.000,-. Sedangkan komponen pengeluaran lain di luar kawasan

tambang ditampilkan melalui Tabel 12.

Tabel 12. Komponen Pengeluaran Lain di Luar Kawasan Tambang, Tahun 2016
Nilai Rata-Rata
No. Uraian
(Rp)
1 Perbaikan mesin 560.000
2 Perbaikan perahu 136.600
Jumlah 696.600

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran lain di luar kawasan

tambang adalah Rp 696.600,-. Adapun pengelompokkan pengeluaran lain baik yang

berada di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang untuk setiap responden

terlampir dan secara deskriptif ditampilkan melalui Tabel 13.

Tabel 13. Pengeluaran Lain Responden/bulan, Tahun 2016


Resp. di Resp. di Luar
Pengeluaran Lain Kawasan Persentase Kawasan Persentase
No.
(Rp) Tambang (%) Tambang (%)
(Orang) (Orang)
1 600.000 – 799.000 8 53,33 14 93,33
2 800.000 – 999.000 3 20,00 1 6,67
3 1.000.000 – 1.200.000 4 26,67 0 0,00
Jumlah 15 100,00 15 100,00
43

Tabel 13 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 8 responden

(53,33%) memiliki pengeluaran lain sebesar Rp 600.000,- s/d Rp 799.000,- dan

responden yang pengeluaran lainnya sebesar Rp 800.000,- s/d Rp 999.000,- terdapat

3 responden (20,00%). Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang

memiliki pengeluaran lain sebesar Rp 600.000,- s/d Rp 799.000,- terdapat 14

responden (93,33%) dan yang pengeluaran lainnya sebesar Rp 800.000,- s/d

Rp 999.000,- terdapat 1 responden (6,67%). Dengan demikian pengeluaran lain

nelayan pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, baik yang berada di

kawasan tambang maupun di lular kawasan tambang tergolong tinggi.

Berdasarkan tabel 5, 6, 8, 9, 11 dan 12, maka biaya yang dikeluarkan responden

baik di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang perbulannya ditampilkan

melalui Tabel 14.

Tabel 14. Biaya yang Dikeluarkan Responden/bulan, Tahun 2016


Kawasan Tambang Luar Kawasan Tambang
No. Uraian Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(Rp) (%) (Rp) (%)
1 Biaya tetap 286.550 6,52 281.000 7,17
2 Biaya operasional 3.299.000 75,05 3.029.000 75,47
3 Biaya lain-lain 810.000 18,43 696.600 17,36
Total Biaya 4.395.550 100,00 4.006.600 100,00

Tabel 14 menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan responden di

kawasan tambang perbulan sebesar Rp 4.395.550,- dengan persentase terbesar yaitu

biaya operasional sebesar 75,05% dan persentase terkecil adalah biaya tetap yaitu

6,52%. Sedangkan biaya yang dikeluarkan responden di luar kawasan tambang


44

perbulan sebesar Rp 4.006.600,- dengan persentase terbesar yaitu biaya operasional

sebesar 75,47% dan persentase terkecil adalah biaya tetap yaitu 7,17%.

4. Hasil tangkapan

Hasil tangkapan merupakan kuantitas ikan yang diperoleh nelayan pancing

dalam sebulan melaut. Berdasarkan hasil penelitian, secara deskriptif hasil tangkapan

nelayan di kawasan tambang dan di luar kawasan tambang ditampilkan melalui Tabel

15.

Tabel 15. Hasil Tangkapan Responden Berdasarkan Jenis Ikan, Tahun 2016
Kawasan Tambang Luar Kawasan Tambang
Rata-Rata Hasil Rata-Rata Hasil
No. Jenis Ikan Harga Harga
Tangkapan Tangkapan
(Rp) (Rp)
(Kg) (Kg)
1 Ikan Merah 45 30.000 49 30.000
2 Ikan Putih 44 30.000 53 30.000
3 Katampa 36 20.000 37 20.000
4 Cakalang 32 20.000 27 20.000
5 Kakap 8 50.000 10 50.000
6 Kerapu 4 55.000 4 55.000
7 Sille-Sille 22 20.000 19 20.000
8 Sunu (A1) 1 280.000 1 280.000
9 Sunu (A2) 2 200.000 2 200.000
10 Sunu (A3) 2 130.000 2 130.000
11 Bambangan 16 20.000 14 20.000

Tabel 15 menunjukkan bahwa jenis ikan hasil tangkapan responden baik di

kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang berbeda-beda. Jenis ikan hasil
45

tangkapan responden di kawasan tambang yang paling banyak adalah jenis ikan

merah dengan harga Rp 30.000,- per kg. Sedangkan jenis ikan hasil tangkapan

responden di luar kawasan tambang yang paling banyak adalah jenis ikan putih

dengan harga Rp 30.000,- per kg. Adapun pengelompokkan hasil tangkapan baik di

kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang untuk setiap responden terlampir

dan secara deskriptif ditampilkan melalui Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Tangkapan Responden/bulan, Tahun 2016


Resp. di Resp. di Luar
Hasil Tangkapan Kawasan Persentase Kawasan Persentase
No.
(Kg) Tambang (%) Tambang (%)
(Orang) (Orang)
1 163 – 186 2 13,33 0 0,00
2 187 – 210 12 80,00 12 80,00
3 211 – 234 1 6,67 3 20,00
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 16 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 12 responden

(80,00%) yang memiliki hasil tangkapan sebanyak 187 s/d 210 kg per bulan dan

responden yang hasil tangkapannya sebanyak 211 s/d 234 kg per bulan terdapat 1

responden (6,67%). Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang memiliki

hasil tangkapan sebanyak 187 s/d 210 kg per bulan terdapat 12 responden (80,00%)

dan responden yang hasil tangkapannya sebanyak 211 s/d 234 kg per bulan terdapat 3

responden (20,00%). Dengan demikian hasil tangkapan nelayan pancing di

Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara baik di kawasan tambang maupun di

luar kawasan tambang tergolong bervariasi.


46

Menurut hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan

mengalami perubahan yaitu cenderung menurun pada kawasan pertambangan nikel.

Hal ini disebabkan karena terjadinya pencemaran di laut. Disamping itu, hasil

tangkapan dipengaruhi oleh faktor cuaca, pengalaman melaut, jarak tempuh serta

kelengkapan alat tangkap ikan.

5. Penerimaan

Penerimaan adalah hasil penjualan yang diperoleh nelayan pancing selama satu

bulan melaut. Berdasarkan hasil penelitian, secara deskriptif penerimaan nelayan di

kawasan tambang dan di luar kawasan tambang ditampilkan melalui Tabel 17.
47

Tabel 17. Komponen Penerimaan/bulan, Tahun 2016


Kawasan Tambang Luar Kawasan Tambang
Rata-Rata Rata-Rata
Nilai Nilai
Jenis Ikan Hasil Harga Hasil Harga
Penerimaan Penerimaan
Tangkapan (Rp) Tangkapan (Rp)
(Rp) (Rp)
(Kg) (Kg)
Ikan Merah 45 30.000 1.350.000 49 30.000 1.470.000
Ikan Putih 44 30.000 1.320.000 53 30.000 1.590.000
Katampa 36 20.000 720.000 37 20.000 740.000
Cakalang 32 20.000 640.000 27 20.000 540.000
Kakap 8 50.000 400.000 10 50.000 500.000
Kerapu 4 55.000 220.000 4 55.000 220.000
Sille-Sille 22 20.000 440.000 19 20.000 380.000
Sunu (A1) 1 280.000 280.000 1 280.000 280.000
Sunu (A2) 2 200.000 400.000 2 200.000 400.000
Sunu (A3) 2 130.000 260.000 2 130.000 260.000
Bambangan 16 20.000 320.000 14 20.000 280.000
Jumlah 6.380.000 Jumlah 6.660.000

Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan bervariasi untuk setiap jenis

ikan baik di kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang. Penerimaan terbesar

di kawasan tambang adalah jenis ikan merah, sedangkan di luar kawasan tambang

adalah jenis ikan putih. Adapun pengelompokkan penerimaan di kawasan tambang

maupun di luar kawasan tambang untuk setiap responden terlampir dan secara

deskriptif ditampilkan melalui Tabel 18.


48

Tabel 18. Penerimaan Responden/bulan, Tahun 2016


Resp. di Resp. di Luar
Penerimaan Kawasan Persentase Kawasan Persentase
No.
(Rp) Tambang (%) Tambang (%)
(Orang) (Orang)
1 4.600.000 – 5.149.000 1 6,67 0 0,00
2 5.150.000 – 5.699.000 6 40,00 3 20,00
3 5.700.000 – 6.250.000 8 53,33 12 80,00
Jumlah 15 100,00 15 100,00

Tabel 18 menunjukkan bahwa di kawasan tambang terdapat 8 responden

(53,33%) yang memiliki penerimaan antara Rp 5.700.000,- s/d Rp 6.250.000,- dan

responden yang memiliki penerimaan antara Rp 4.600.000,- s/d Rp 5.149.000,-

terdapat 1 responden (6,67%). Sedangkan di luar kawasan tambang, responden yang

memiliki penerimaan antara Rp 5.700.000,- s/d Rp 6.250.000,- terdapat 12 responden

(80,00%) dan responden yang memiliki penerimaan antara Rp 5.150.000,- s/d

Rp 5.699.000,- terdapat 3 responden (20,00%). Dengan demikian penerimaan nelayan

pancing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, baik yang berada di

kawasan tambang maupun di luar kawasan tambang tergolong tinggi.

D. Analisis Perbedaan Pendapatan Antara Nelayan Pancing Pada Kawasan


Pertambangan Nikel dengan Nelayan Pancing di Luar Kawasan
Pertambangan Nikel di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Berdasarkan data

terlampir (Lampiran 7 dan 8), maka pendapatan responden perbulan adalah sebagai

berikut:
49

Tabel 19. Pendapatan Bersih Responden/bulan, Tahun 2016


Kawasan Tambang Luar Kawasan
No. Uraian
(Rp) Tambang (Rp)
1 Penerimaan 5.642.000 5.960.333
2 Biaya 4.099.467 3.710.333
Pendapatan Bersih 1.542.533 2.250.000

Tabel 19 menunjukkan bahwa pendapatan bersih yang diperoleh nelayan di luar

kawasan tambang lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan bersih yang

diperoleh nelayan pancing di kawasan tambang. Dimana pendapatan rata-rata nelayan

pancing di luar kawasan tambang sebesar Rp 2.250.000,- perbulan, sedangkan di

kawasan tambang rata-rata sebesar Rp 1.542.533,- perbulan.

Untuk memperkuat analisis perbedaan pendapatan antara nelayan pancing di

kawasan tambang dengan nelayan pancing diluar kawasan tambang di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara digunakan bantuan tabel sebagaimana terlampir

(Lampiran 5). Berdasarkan data pada lampiran 5, selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan uji beda (independent sample t-test) melalui bantuan aplikasi komputer

(program SPSS Versi 21.0) diperoleh hasil sebagai berikut:

thitung = 3,025
tTabel (dk 28) = 1,701 (Lampiran 6)
Sig (2-tailed) = 0,005
Mean (rata-rata) pendapatan nelayan pancing dalam kawasan pertambangan nikelel =
5.642.000
Mean (rata-rata) pendapatan nelayan pancing di luar kawasan pertambangan nikel =
5.960.300

Oleh karena nilai thitung = 3,025 > tTabel yaitu 1,701 atau dengan nilai signifikan

= 0,005 < 0,005 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
50

pendapatan nelayan pancing yang tinggal di kawasan tambang dengan nelayan

pancing yang tinggal di luar kawasan tambang. Dimana, pendapatan nelayan pancing

yang tinggal di kawasan tambang lebih kecil bila dibandingan dengan nelayan

pancing yang tinggal di luar kawasan tambang yang dibuktikan dengan data

pendapatan nelayan pancing yang tinggal di kawasan tambang sebesar Rp 5.642.000

rata-rata per bulan. Sedangkan pendapatan nelayan pancing yang tinggal di luar

kawasan tambang sebesar Rp 5.960.300 rata-rata per bulan.

E. Analisis Kelayakan Finansial Pendapatan Nelayan Pancing Pada Kawasan


Tambang

Untuk mengetahui kelayakan pendapatan nelayan pancing di kawasan tambang

digunakan analisa perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Berdasarkan data

hasil penelitian (Lampiran 4), maka besarnya pendapatan dan biaya yang dikeluarkan

nelayan di kawasan tambang dan di luar kawasan tambang ditampilkan pada tabel

sebagaimana terlampir (Lampiran 7 dan 8). Lebih jelasnya dibuatkan tabel sebagai

berikut:

Tabel 20. Penerimaan dan Biaya (R/C) Nelayan Pancing, Tahun 2016
Luar Kawasan
Uraian Kawasan Tambang Selisih
Tambang
Penerimaan (R) Rp. 5.642.000 Rp. 5.960.333 Rp. 318.333
Biaya (C) Rp. 4.099.467 Rp. 3.710.333 Rp. 389.134
R/C 1,38 1,61 0,23

Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai revenue/cost dari setiap nelayan pancing di

kawasan tambang adalah sebesar 1,38. Artinya setiap satu rupiah biaya yang
51

dikeluarkan menghasilkan penerimaan sebesar 1,38. Sedangkan di luar kawasan

tambang adalah sebesar 1,61. Artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan

menghasilkan penerimaan sebesar 1,6. Dengan demikian, maka dapat dikatakan

bahwa pendapatan nelayan pancing di kawasan tambang maupun di luar kawasan

tambang layak secara finansial. Revenue/cost yang diperoleh tersebut menunjukkan

bahwa untuk nelayan pancing di kawasan tambang setiap 1 rupiah biaya yang

dikeluarkan menghasilkan keuntungan bersih perbulan sebesar 1,38 - 1 = 0,38 atau

38%. Artinya profitabilitas sama dengan 38% demikian pula di luar kawasan tambang

profitabilitasnya sama dengan 61%. Jika dibandingkan dengan bunga bank sebesar

12% berarti keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan masih lebih

menguntungkan untuk para nelayan pancing. Perlu diketahui pula bahwa revenue/cost

untuk nelayan pancing di luar kawasan tambang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan nelayan pancing di kawasan tambang. Hal ini disebabkan karena hasil

tangkapan (produksi) nelayan pancing di luar kawasan tambang lebih besar

dibandingan dalam kawasan tambang. Disamping itu, biaya-biaya yang dikeluarkan

oleh nelayan pancing di luar kawasan tambang lebih rendah dibandingkan dengan di

dalam kawasan tambang.


52

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Ada perbedaan yang siginifikan pendapatan nelayan pancing pada kawasan

pertambangan nikel dengan nelayan pancing diluar kawasan pertambangan nikel

di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Dimana, pendapatan nelayan

pancing yang tinggal dalam kawasan pertambangan nikel lebih kecil bila

dibandingan dengan nelayan pancing yang tinggal di luar kawasan pertambangan

nikel yang dibuktikan dengan data pendapatan nelayan pancing yang tinggal

dalam kawasan pertambangan nikel sebesar Rp 5.642.000 rata-rata per bulan.

Sedangkan pendapatan nelayan pancing yang tinggal di luar kawasan

pertambangan nikel sebesar Rp 5.960.300 rata-rata per bulan.

2. Usaha nelayan dalam penangkapan ikan pada kawasan tambang masih layak

secara finansial karena revenue/cost dari setiap nelayan pancing adalah sebesar

1,38, artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan

sebesar 1,38.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka disarankan beberapa hal sebagai

berikut:

52
53

1. Bagi manajemen perusahaan pertambangan nikel agar memperhatikan limbah

tambang yang dialirkan ke laut karena akan mengurangi penerimaan nelayan

pancing yang tinggal di dalam kawasan tambang. Caranya adalah membuat spal

dalam ukuran besar untuk pembuangan limbah.

2. Bagi nelayan pancing yang tinggal dalam kawasan tambang agar menangkap

ikan di luar kawasan pertambangan agar bisa memperoleh hasil tangkapan yang

lebih optimal.

3. Bagi Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara agar selalu memberikan pembinaan

terhadap perusahaan pertambangan sekaligus melakukan pengawasan terhadap

dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan kepada masyarakat

khususnya yang tinggal dalam kawasan penambangan.


54

DAFTAR PUSTAKA

Ady Putra Pratama. 2010. Studi Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Kondisi
Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe
Utara. Jurnal Di Download dari http://debyyusjayanto.blogspot.com. Di akses
tanggal 14 Juli 2015

Arief, S. Sadiman. 2012. Media Pembelajaran, Pengertian, Pengembangan,


Penempatan. Rajawali. Jakarta.

Arifin Zaenal. 2010. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Ekonisia. Yogyakarta.

Alex Nitisemito S. 2013. Manajemen Pembiayaan. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Bilas Richard A. 2010. Teori Ekonomi Mikro. Terjemahan dari Microeconomic


Theory oleh Djoerban Wahid. Erlangga. Jakarta.

BPS Sulawesi Tenggara. 2014. Kota Kendari Dalam Angka. Kendari.

Boediono. 2012. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. BPFE.
UGM, Yogyakarta.

Dibyo, S. dan Ruswanto, 2015. Jenis-Jenis dan Klasifikasi Bahan Galian. Jurnal Di
Download dari http://ssbelajar.blogspot.co.id. Di akses tanggal 14 Juli 2015

Fauzi, A. 2009. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pustaka Utama.


Jakarta.

Hartman. 2001. Pengelolaan pertambangan terpadu. Di Download dari


http://pdfoiouw.com. Di akses tanggal 10 Agustus 2015

Hasibuan SP. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perekonomian Indonesia. Armico.


Bandung.

Hendrik. 2011. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan


Danau Pulau Besar dan Danau Bawah Di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak
Propinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau.

Jhingan. 2013. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press. Jakarta.

54
55

Kamaruddin. 2011. Ensiklopedia Manajemen. Edisi ke-5. Bumi Aksara. Jakarta

Kartasaputra. 2010. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.

Muljianto. 2012. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Mulyadi. 2011. Akuntansi Biaya Penentuan Harga pokok dan Pengendalian Biaya.
Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Noor, Juliansyah. 2011. Metode Penelitian. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Patong dan Soeharjo. 2010. Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usaha Tani. LP Unhas. Ujung
Pandang.

Pebyanggi Syah Umar Nasution, dkk. 2014. Analisis Pendapatan Nelayan


Tradisional Dibandingkan Dengan Upah Minimum Regional Di Kecamatan
Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Universitas Sumatera Utara.

Peribadi, dkk. 2012. Industri Pertambangan Nikel dan Pengaruhnya Terhadap


Kehidupan Sosial Ekonomi (Studi Kasus Pada Warga Masyarakat di Sekitar
Wilayah Industri Pertambangan Kecamatan Palangga dan Kecamatan
Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan). Jurnal Di Download dari
http://peribadiuho.blogspot.com. Di akses tanggal 14 Juli 2015

Poerwadarminta WJS., 2012. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.


Jakarta.

Poli, W.I.M. 2010. Kepemimpinan Stratejik; Pelajaran Dari Yunani Kuno Hingga
Bangladesh. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Purnama, Husna. 2012. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi Terhadap


Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Pertamina Pemasaran Wilayah
Jateng dan DIY. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.

Salim, HS. 2012. Hukum Pertambangan Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.

Septy Hermaya Putri. 2015. Analisis Ekonomi dan Lingkungan Kegiatan


Pertambangan Nikel (Studi Kasus: PT. ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Di
Download dari http://repository.ipb.ac.id. Di akses tanggal 14 Juli 2015
56

Soemita R. 2010. Biaya dan Harga Pokok. Tarsito. Bandung.

Sudarman. 2009. Teori Ekonomi Mikro. BPFE-UGM. Yogyakarta.

Sugiono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Supriyanto. 2010. Pengantar Ilmu Ekonomi. Tarsito. Bandung.

Winardi. 2012. Kamus Ekonomi. Alumni Bandung.

Yudi Sulistio. 2013. Analisis Dampak Pertambangan Nikel Terhadap Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Langgikima Kabupaten Konawe Utara.
Jurnal Ekonomi. Di Download dari http://jacobbreemers.blogspot.com. Di
akses tanggal 16 Juli 2015

Yul Badani. 2007. Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisional Di Kecamatan


Menui Kepulauan (Studi di Kelurahan Ulunambo). Skripsi. Universitas Halu
Oleo Kendari.

Anda mungkin juga menyukai