Dini Yuniarti 1
Abstract
Pendahuluan
peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak saja membawa dampak posistif bagi sebuah
perekonomian namun juga memberikan dampak negative bagi lingkungan. Proses produksi dan
lingkungan.
perekonomian yang tumbuh pesat seperti China, misalnya namun juga terjadi di Negara-negara
yang pertumbuhan ekonominya lambat seperti di Negara-negara Amerika Tengah. Kondisi ini
terjadi karena banyak Negara yang memilih pendekatan grow first, clean up later seperti
dinyatakan oleh Thomas (2001). Namun ternyata pendekatan grow first, clean up later
merupakan strategi yang berbiaya tinggi secara social dan ekologi, dan mengancam
1
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan
keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri. Beberapa kerugian terhadap lingkungan seperti
Dalam ilmu ekonomi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia secara spesifik disebut sebagai eksternalitas. Makalah ini bertujuan membahas
eksternalitas lingkungan dari sudut pandang teori ekonomi, mulai dari konsep dasar, dampaknya
bagi masyarakat dan perekonomian, serta kebijakan untuk mengurangi eksternalitas lingkungan.
Tinjauan Pustaka
Eksternalitas
Eksternalitas timbul ketika beberapa kegiatan dari produsen dan konsumen memiliki
pengaruh yang tidak diharapkan (tidak langsung) terhadap produsen dan atau konsumen lain.
Eksternalitas bisa positif atau negative. Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada individu atau kelompok lainnya (Sankar, 2008).
Perbaikan pengetahuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi, kesehatan, kimia, fisika memberikan
eksternalitas positif bagi masyarakat. Eksternalitas positif terjadi ketika penemuan para ilmuwan
tersebut tidak hanya memberikan manfaat pada mereka, tapi juga terhadap ilmu pengetahuan dan
lingkungan secara keseluruhan. Adapun eksternalitas negatif terjadi saat kegiatan oleh individu atau
kelompok menghasilkan dampak yang membahayakan bagi orang lain. Polusi adalah contoh
eskternalitas negatif. Terjadinya proses pabrikan di sebuah lokasi akan memberikan eksternalitas
negatif pada saat perusahaan tersebut membuang limbahnya ke sungai yang berada di sekitar
perusahaan. Penduduk sekitar sungai akan menanggung biaya eksternal dari kegiatan ekonomi
tersebut berupa masalah kesehatan dan berkurangnya ketersediaan air bersih. Polusi air tidak saja
ditimbulkan oleh pembuangan limbah pabrik, tapi juga bisa berasal dari penggunaan pestisida, dan
ditunjukkan oleh perubahan lingkungan secara fisik hayati (Owen, 2004). Polusi air yang telah
dijelaskan di atas termasuk ke dalam eksternalitas lingkungan, dimana polusi tersebut telah
merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang ada di sekitar perusahaan tersebut. Selain
polusi air perubahan lingkungan lain dapat dilihat dari definisi lingkungan dalam The
The Environment (Protection) Act, 1986 defines environment to include ‘water, air and land
and the interrelationship which exists among and between water, air and land, and human beings,
other living creatures, plants, microorganisms and property’. (Sankar, 2008)
Adapun polusi atau pencemaran itu sendiri berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang :
Berdasarkan pengertian lingkungan di atas, selain air, udara, dan juga tanah, serta
hubungan timbal balik di antara air, udara, dan tanah dapat berpotensi mengalami eksternalitas
lingkungan. Adanya asap dan konsentrasi bahan-bahan beracun serta global warming merupakan
contoh dari polusi udara. Adapun sampah tidak berbahaya dan limbah beracun merupakan
contoh dari polusi tanah. Polusi limbah beracun jelas berbahaya dan merupakan masalah serius,
sedangkan sampah rumah tangga merupakan masalah polusi juga, apalagi jika sampah tersebut
dibuang ke sungai atau ke tempat yang tidak semestinya. Emisi gas rumah kaca menyebabkan
global warming, yang dihasilkan dari emisi karbon dioksida, methane, nitrus oxida, dan gas
lainnya.
dengan manfaat (biaya) individu. Timbulnya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan
manfaat (biaya) individu sebagai hasil dari alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Pihak yang
menyebabkan eksternalitas tidak memiliki dorongan untuk menanggung dampak dari kegiatannya
terhadap pihak lain. Dalam perekonomian yang berdasarkan pasar persaingan sempurna, output
individu optimal terjadi saat biaya individu marginal sama dengan harganya. Eksternalitas positif
terjadi saat manfaat social marginal lebih besar dari biaya individu marginal (harga), oleh karena itu
output individu optimal lebih kecil dari output sosial optimal. Adapun eksternalitas negatif terjadi,
saat biaya sosial marginal lebih besar dari biaya individu marginal, oleh karena itu tingkat output
individu optimal lebih besar dari output sosial optimal. (Sankar, 2008)
kegagalan pasar (market failure). Ketika kegagalan pasar terjadi, pasar menghasilkan terlalu
banyak barang dan jasa tertentu, dan terlalu sedikit menghasilkan barang dan jasa yang lain.
Kesimbangan pasar menunjukkan keadaan permintaan sama dengan penawaran, dimana kerelaan
membayar dari pembeli marginal barang (marginal benefit) yang ditunjukkan oleh permintaan
sama dengan tambahan biaya (marginal cost) untuk barang tersebut yang ditunjukkan oleh
penawaran. Dengan kata lain pada kondisi ini terjadi alokasi sumberdaya yang efisien. Pada saat
terjadi eksternalitas positif, misalnya adanya perbaikan teknologi, adanya perbaikan tersebut
menyebabkan, manfaat marginal tidak sama dengan biaya marginal untuk menghasilkan barang
tersebut. Demikian pula dengan eksternalitas negatif, penggunaan kendaraan bermotor oleh
seorang individu akan memberikan mafaat bagi pengguna, namun polusi yang dikeluarkan dari
penggunaan kendaraan tersebut berdampak buruk bagi kesehatan pengguna jalan yang tidak
memperoleh manfaat dari kendaraan tersebut. Artinya terjadi perbedaan marginal benefit dan
Sumber eksternalitas
Sumber dari eksternalitas adalah ketiadaan hak milik (property right), yaitu kesepakatan
sosial yang menentukan kepemilikan, penggunaan dan pembagian factor produksi serta barang
dan jasa. Hak milik tidak ada saat eksternalitas timbul. Tidak ada seorangpun yang memiliki
udara, sungai, dan laut. Pada saat tidak adanya hak milik, maka tidak ada jaminan sebuah
perusahaan swasta beroperasi pada tingkat yang efisien. (Taggart, et al, 2003).
Sumberdaya lingkungan seperti udara bersih, air di sungai, laut dan atmosfir hak
kepemilikannya tidak terdefinisikan dengan tepat. Di banyak Negara sumberdaya tersebut berada
dalam domain publik. Penggunaan sumberdaya tersebut dianggap sebagai barang bebas dan faktor
produksi tanpa harga. Oleh karena itu mereka menghitung penggunaan sumberdaya lingkungan tidak
ada harganya ketika nilai sosal yang positif mengalami kelangkaan. Dua alasan penting ketiadaan
pasar adalah a) adanya kesulitan mendefisikan, mendistribusikan dan menentukan hak milik, b)
tingginya biaya dari penciptaan dan pengoperasian pasar (Sankar, 2008). Pada saat sebuah
perusahaan membuang limbahnya di sungai, maka perusahaan memperoleh manfaat dari sungai
tersebut, namun tidak menanggung biaya dari penggunaan sungai tersebut karena perusahaan
Tipe-tipe Eksternalitas
dan wilayah. Pencemaran lingkungan atau kerusakan lingkungan dapat dikelompokkan sebagai
eksternalitas daerah/lokal seperti terjadi kerusakan air danau, kerusakan tanah, dan polusi udara.
Polusi di daerah menjadi kesulitan bagi penduduk daerah tersebut jika memiliki dua karakteristik,
yaitu non-rivalry and non-exclusion. Adapun polusi dari sungai besar dan kerusakan ekosistem
gunung mungkin akan mempengaruhi sejumlah wilayah. Emisi gas rumah kaca merupakan masalah
penduduk dunia tanpa memperhatikan dari mana polusi berasal, emisi menyeluruh berdampak
kepada semua orang di dunia dan ekosistem secara keseluruhan. Pengelompokkan eksternalitas
penting berkenaan dengan masalah otoritas mana yang akan membawahi masalah polusi dan atau
Pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan mengabaikan lingkungan telah menimbulkan biaya
yang besar tidak saja bagi lingkungan tapi juga bagi pembangunan itu sendiri, Oleh karena itu para
perencanaan pembanunannya. Thomas (2001) memberikan alternatif jalur pembangunan dan kualitas
akselerasi antara pembangunan ekonomi dengan kualitas lingkungan seperti ditunjukkan oleh
latter”, ditunjukkan oleh perseseran dari A ke C dengan terjadinya kemerosotan lingkungan (China,
Indonesia dan Thailand sebagai contoh). Alternatif terburuk adalah mengikuti kebijakan yang
ditunjukkan oleh pergeseran dari titik A ke B (seperti ditunjukkan oleh beberapa Negara di Amerika
Tengah dan Afrika). Dimana biaya untuk memperbaiki lingkungannya lebih besar dari biaya
Income Level
A D
B A
Kualitas lingkungan
Teori mengenai eksternalitas negatif merupakan dasar dari ilmu ekonomi lingkungan. Berikut
secara garis besar akan dijelaskan pilihan kebijakan yang berkenaan dengan eksternalitas. Pada saat
terjadi eksternalitas, pemerintah dan swasta dapat menyusun solusi untuk masalah tersebut.
Pemerintah dapat menanggapi dengan dua cara, yaitu dengan kebijakan control –kendalikan
(command-and-control policy) yang mengatur perilaku secara langsung. Kebijakan kedua adalah
kebijakan yang berorientasi pasar (market-based policy) yang menyediakan insentif sehingga para
pembuat kebijakan swasta akan memilih untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.(Mankiw,
2004)
Command -and-control policy dapat dilakukan dengan cara melarang atau mengharuskan
perilaku tertentu, misalnya membuang bahan kimia beracun ke persediaan air adalah tindakan
kriminal. Namun untuk sebagian besar kasus polusi situasinya tidaklah sederhana. Untuk penggunaan
kendaraan bermotor yang mengasilkan polusi udara, pemerintah tidak dapat melarang semua jenis
kendaraan untuk mengatasi eksternalitas. Untuk itu pembuat kebijakan harus mempunyai informasi
mengenai kegiatan-kegiatan usaha serta teknologi yang dipakai untuk menyusun kebijakan.
Kebijakan yang berorientasi pasar bertujuan untuk menyamakan manfaat marginal dan
biaya marginal social. Pemerintah dapat menginternalisasikan eksternalitas dengan cara menerapkan
pajak atas kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas negati dan memberikan subsidi bagi
kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas positif. Pajak yang digunakan untuk memperbaiki
efek-efek dari eksternalitas negative tersebut disebut pajak Pigovian (Pigovian tax).
Adanya masalah informasi mengenai dampak marginal dan biaya sosial marginal, penentuan
output social optimal dan keunikannya dalam pelaksanaan pajak Pigovian disoroti oleh Baumol and
Oates. Untuk memecahkan masalah tersebut mereka menyarankan pendekatan dua tahap. Pertama,
memutuskan standar lingkungan yang didasarkan pada ketersediaan pengetahuan ilmiah dan pilihan
social. Kedua, menentukan salah satu opsi, yaitu pendekatan norma dan harga atau pendekatan
norma dan ijin. Pendekatan norma dan harga dapat diputuskan dengan pengetahuan mengenai fungsi
biaya penyusutan marginal. Alternalif lain, dengan norma dan informasi tentang garis dasar tingkat
polusi, jumlah yang boleh didistribusikan dan harga yang diperbolehkan oleh kekuatan pasar.
(Sankar, 2008)
Selain pemerintah, swasta juga dapat memberikan solusi untuk eksternalitas. Meskipun
eksternalitas menyebabkan alokasi sumberdaya menjadi tidak efsien, namun tidak selalu pemerintah
moral dan hukum sosial. Solusi lainnya adalah dengan beramal, yang ditunjukkan oleh lembaga-
lembaga nirlaba untuk melindungi lingkungan. pembuatan kontrak antara pelaku kegiatan untuk
Keefektifan solusi dari swasta mengenai masalah eksternalitas dijelaskan oleh teorema Coase
(Coase Theorem) yang menyatakan, bahwa jika pihak-pihak swasta dapat melakukan tawar menawar
mengenai alokasi sumberdaya tanpa harus mengeluarkan biaya, mereka dapat menyelesaikan
masalah eksternalitas mereka dengan sendirinya. Keputusan tergantung dari apakah keuntungan dari
mencegah kerusakan lebih besar dari kerugian membiarkan kerusakan itu terjadi jika menghentikan
Pembahasan
terhadap ilmu ekonomi. Pada umumnya diskusi tersebut memfokuskan pada aspek fisik dari
lingkungan, bukan pada manfaat dan biaya. Asumsi yang biasa mendasarinya adalah, bahwa jika
dihentikan. Sebaliknya, studi ekonomi mengenai lingkungan menekankan pada benefit dan cost.
Titik awal dari analisis ekonomi untuk lingkungan adalah permintaan untuk lingkungan yang
Permintaan akan lingkungan sehat meningkat karena dua alasan utama. Pertama seiring
dengan meningkatnya pendapatan, maka masyarakat memerlukan lebih banyak barang dan jasa.
Salah satu barang tersebut adalah lingkungan dengan kualitas yang baik. Kedua, adanya
terus meningkat dari tahun 2004 sampai 2006 ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. menunjukkan
bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pencemaran udara yang berasal dari emisi gas
Dampak dari eksternalitas, misalnya emisi gas hasil dari kendaraan bermotor terhadap
Dampak dari emisi tersebut ternyata sangat membahayakan kesehatan dan lingkungan.
Polusi udara perkotaan diperkirakan memberi kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun
(WHO/UNEP). Saat ini banyak negara berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh
lebih serius dibandingkan negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan
dapat dilihat pada kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930; Donora,
Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun 1952; di mana terjadi peningkatan angka
kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) akibat polusi udara yang berakibat pada
penurunan produktivitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara
juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting. (Zaini, 2008)
Menurut Zaini (2008) di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi
udara di perkotaan. World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001
100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik
akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas
kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi) . World Bank juga menempatkan Jakarta
menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan
Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu kesehatan. Menurut
perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta,
jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi
penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000
kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak; 31
juta gejala penyakit saluran pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang
akibat penyakit saluran pernapasan - suatu jumlah yang sangat signifikan dari sudut pandang
kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan (health cost) akibat polusi udara
di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999.
Data di atas menunjukkan besarnya dampak yang harus ditanggung oleh masyarakat
baik dari segi kesehatan, lingkungan maupun ekonomi. Padahal untuk menciptakan generasi
yang unggul diperlukan kesehatan yang baik dan lindungan yang berkualitas baik bagi seluruh
masyarakat. Adanya masalah kesehatan nantinya akan menurunkan produktivitas sumber daya
manusia dan sumberdaya alam yang dimiliki. Penurunan kulitas sumberdaya pada akhirnya akan
menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Timbulnya eksternalitas lingkungan di atas, tidak
bisa dilepaskan dari adanya kegiatan ekonomi yang ditujukkan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Namun akan menjadi ironi jika aktivitas ekonomi yang ditujukkan untuk
dampak yang buruk bagi masyarakat itu sendiri. Untuk itu diperlukan evaluasi dan perubahan
Saat ini adanya peningkatan kesadaran mengenai dampak pembangunan yang tidak
pembangunan telah direvisi, tidak lagi hanya terbatas pada angka-angka pertumbuhan ekonomi,
namun lebih menekankan pada kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Keberhasilan tidah
hanya diukur berdasarkan kemajuan fisik semata, namun juga dilihat dari kemajuan manusia dan
Salah satu agenda yang berkaitan dengan sustainable development yang banyak
digunakan oleh Negara-negara adalah The Millenium Development Goals (MDGs), yaitu
program yang diperkenalkan oleh United Nation World Summit untuk mencapai kesejahteraan
yang diagendakan dalam MDCs, yaitu pengurangan kemiskinan dan kelaparan, kesempatan
Beberapa tujuan MDGs tersebut sangat erat kaitannya dengan lingkungan, seperti
seperti malaria, dan penyakit lainnya, kepekaan lingkungan, dan pengembangan kemitraan
global. Adanya penurunan eksternalitas lingkungan akan menjadi bagian pendorong tercapainya
kedelapan tujuan tersebut. Untuk itu diperlukan kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan
lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa command and control policy, market
based policy, maupun solusi yang dikembangkan oleh sector masyarakat. Namun kebijakan-
kebijakan tersebut tidak akan efektif jika tidak diikuti oleh perangkat hukum yang kuat,
kewibawaan aparat penegak hukum, dan terjadinya harmonisai antara kepentingan ekonomi
Penutup
Eksternalitas lingkungan merupakan masalah yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Mengungat dampaknya yang besar terhadap
kesehatan, lingkungan, bahkan pembangunan ekonomi itu sendiri, maka perlu disusun kebijakan
oleh pemerintah seperti Pigovian tax, regulasi, maupun solusi yang berasal dari masyarakat.
Daftar Pustaka
Adiningsih, Sri, A. Ika Rahutami, Ratih Pratiwi Anwar, R. Awang Susatya Wijaya, Ekoningtyas
Margu Wardani. 2008. Satu Dekade Paska - Krisis Ekonomi, Badai Pasti Berlalu ? Pusat
Studi Asia Pasifik. Penerbit Kanisius
Mankiw, Gregory N., 2004. Principles Economics. 3rd ed. Thomson South-Western
Mc. Taggart, Douglas, Christopher Findlay, Michael Parkin. 2003. Economics. 4th ed. Addison
Wesley.
Sugiyono, Agus, 2008. Penggunaan Energi dan Pemanasan Global: Prospek bagi Indonesia.
Didapat Online :
http://www.geocities.com/athens/academy/1943/paper/p0201.pdf
Zaini, Jamal. 2008. Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan, Inovasi Online. Didapat
Online :http://io.ppi-jepang.org/article