1
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari
cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
c) Pajak Penghasilan
d) sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
e) biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat
2
dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif
atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh
akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan
merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan
laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih
kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif
artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus
dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan
menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.
2. Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba
kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara
akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa
perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan
menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada
saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a. Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh
metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo
menurun
b. Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang
PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-
rata dan FIFO
3
c. Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang
Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-
usaha tertentu dan sebagainya
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif
pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada
tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak
akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan
menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun
koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1) Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan
biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi
semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya
penambahan Penghasilan Kena Pajak. koreksi fiskal positif diantaranya:
a) Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c) Pengeluaran dalam bentuk natura
d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e) Sumbangan atau bantuan
f) Pajak Penghasilan
g) Sanksi administrasi (Pajak)
h) Penyusutan/amortisasi
i) Dan lain – lain
2) Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga
semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya
pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
4
a. Penyusutan/amortisasi
b. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
c. Dan lain - lain
Penyustan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.
Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit
akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan
mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya.
5
Pengeluaran berkaitan penghasilan yang bukan objek pajak Rp xxx
1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
2. Biaya/ pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi
atau suatu biaya/ pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui
menurut akuntansi
6
I.2 Laporan Keuangan Fiskal
A. Pengertian Laporan Keuangan Fiskal
Laporan Keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan
untuk keperluan perhitungan pajak. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib
Pajak karena terdapat perbedaan perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi
(komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan
komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan
keadaan keuangan (Balance Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan
fiskal ditujukan untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak yang
harus dibayar ke Negara. Pendekatan penyusunan laporan keuangan fiscal sebagai
solusi antara ketentuan akuntansi dan pajak yaitu :
7
2. Distribusi laba
3. Peredaran
4. Pengeluaran untuk karyawan dan pembelian jasa yang lain.
8
ini. Tapi, dalam konsepsional ketentuan perpajakan dapat menentukan lain,
misalnya pengakuan hasil bisnis mancanegara.
3. Konservatisme
Yang dimaksud dengan laporan keuangan fiscal yang konservatisme yaitu
laporan keuangan dalam suatu transaksi yang belum menjadi fakta harus
diteliti kebenarannya. Dalam akuntansi perusahaan memiliki anggaran untuk
pembentukan poenyisihan atau resiko kerugian yang mungkin diderita seperti
cadangan kerugian piutang dan penghapusan piutang. Dalam kasus ini
administrasi pajak kurang tertarik dengan perhitungan- perhitungan yang
belum terjadi secara nyata. Perhitungan pajak lebih cenderung kepada keadaan
nyata atau sedang berlangsung dan sudah terjadinya transaksi dengan meneliti
elemen yang dikenakan pajak.
9
7. Rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dan fiscal di atur dalam
ketentuan perpajakan
8. Setelah laporan keuangan diatur dalam kketentuan perpajakan akan
menghasilkan laporan keuangan fiskal.
3. Kompensai kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun orang pribadi,
yang melakukan kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final
dan perhitungan Pajak Penghasilannnya tidak menggunakan norma penghitungan.
Sebagai contoh, misalnya wajib pajak PT A mengalami kerugian fiskal tahun pajak
2007, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau
laba fiskal tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012. Jika setelah kerugian tersebut
dikompensasikan sampai dengan tahun 2012 masih tersisa kerugian yang belum
dikompensasikan, maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan
dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2013 atau sesudahnya.
10
Sebagai ilustrasi misalkan PT A dalam tahun 2007 mengalami kerugian fiskal
Rp1.200.000.000,00. Dalam lima tahun berikutnya rugi laba fiskal PT A sebagai
berikut :
11
nihil. Sisa kerugian Rp100.000.000,00 ini tidak dapat lagi dikompensasikan ke
tahun 2013 atau setelahnya.
- Menggunakan pembukuan
- Menggunakan norma perhitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan :
Pembukan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.
Perhitungan dengan menggunakan pembukuan dapat dirumuskan sebagai berikut :
12
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma perhitungan
penghasilan netto
- Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.
- Menyelenggarakan pencatatan.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan, berhak atas
penghasilannya yaitu gaji berupa biaya jabatan / biaya pensiun yang diberikan kepada
pegawai tetap atau pensiunan, untuk dijadikan sebagai pengurang dari penghasilan
13
bruto berupa gaji, tunjangan, uang lembur, premi asuransi JPK, JKK, JKM, bonus dan
lain-lain, yang diterima pegawai tetap. Jika karyawan membayar premi Jaminan Hari
Tua (JHT) juga dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto baik untuk
penghitungan PPh Pasal 21 maupun perhitungan PPh Orang Pribadi.
- Penghasilan bruto – biaya jabatan/biaya pensiun = penghasilan netto
Kepada Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri diberikan pengurangan
berupa PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) yang besarnya PTKP ditentukan
keadaan pada awal tahun takwim. Untuk penghasilan istri digabung, tambahan
seorang istri (hanya seorang istri) dilakukan dalam hal istri :
1. Bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha / pekerjaan bebas yang
tidak ada hubungannya dengan usaha / pekerjaan bebas suami, anak / anak angkat
yang belum dewasa.
2. Bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai pemotong pajak
walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha / pekerjaan bebas.
3. Bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.
4. Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak, tidak
memperoleh pengurangan PTKP.
5. Bagi masing-masing suami istri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-
masing, maka PTKP bagi Wajib Pajak OP diperlakukan seperti PTKP Wajib
Pajak tidak kawin, sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya
yang diperkenankan.
6. PTKP untuk Wajib Pajak yang melakukan pisah harta adalah sebesar PTKP
masing-masing. Namun status kawin dan tanggungan disertakan pada suami
sebagai kepala keluarga.
14
- Untuk setiap tambahan pada anggota keluarga sedarah atau hubungan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
dengan jumlah paling banyak adalah 3 (tiga) orang untuk setiap anggota keluarga
= IDR 2.025.000,
Penghasilan netto setahun = Rp. 28.850.000, PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000,
PKP setahun = Rp. 11.690.000, PPh Ps. 21 terutang = 5% x 11.690.000 Rp. 584.500,
PPh Pasal 21 atas gajiPenghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp.30.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan = 5% x 30.000.000 = Rp. 1.500.000
Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
15
Penghasilan netto setahun Rp. 27.900.000PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000PKP
setahun = Rp. 10.740.000PPh Ps. 21 terutang = 5% x 10.740.000 Rp. 537.000PPh
Pasal 21atas gaji dan THR – PPh Pasal 21 atas gaji:= Rp. 584.500– Rp.537.000= Rp.
47.500
V.2 Pasal 22
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk.
2. Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
3. Atas penjualan hasil produksi terutang dan dipungut pada saat penjualan.
4. Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order).
5. Atas pembelian bahan-bahan terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Contoh soal :
PT. AYAM CRISPY, memiliki nomor API, melakukan impor Bahan Baku
Makanan dari Amerika Serikat dengan perincian sebagai berikut :
Harga Bahan Makanan US$ 15,000.00
Asuransi US$ 1,000.00
Biaya Angkut US$ 4,000.00
Harga Pabean US$ 20,000.00
Pengutan :
Bea Masuk 20% US$ 4,000.00
Bea Masuk Tambahan 10% US$ 2,000.00
NILAI IMPOR US$ 26,000.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor : (Pemberitahuan Impor
Barang) nilai kurs US$ 1.00 = Rp 10.000,00 maka :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22 : US$ 26,000.00 x Rp 10.000,00 = Rp
260.000.000,00
PPh Pasal 22 yang harus dipungut : Rp 260.000.000,00 x 2,5% = Rp 6.500.000,00
V.3 Pasal 23
16
Saat terutangnya PPh Pasal 23 adalah saat yang terjadi lebih dahulu antara
pembayaran atau terutangnya penghasilan. Saat pembayaran adalah saat dilakukannya
pemindahbukuan dana suatu pihak kepada pihak lain, sedangkan saat pengakuan
terutangnya penghasilan adalah saat dilakukannya pemindahbukuan dana dari akun harta
ke akun hutang.
Saat terutangnya penghasilan antara lain :
Contoh soal :
Pada tanggal 20 juni 2010, PT. AYAM CRISPY membayar bunga atas pinjaman
membayarkan bunga kepada PT. SAMBAL COLEK sebesar Rp 80.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010
V.4 Pasal 24
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP
Contoh soal :
17
- di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000
(tarif pajak yang berlaku 25%)
18
PPh terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000*
Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
V.5 Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi
sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar
sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan
PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan
restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah
dilakukan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam PPh Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang
pribadi:
19
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta
yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat dikreditkan
(sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total kredit pajak Rp 35.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:
Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
VI. Menghitung PPh yang Masih Harus Dibayar Pasal 29/28A dan Angsuran PPh
Pasal 25 tahun Berjalan
VI.1 PPh Pasal 29
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun tahun pajak ternyata lebih besar dari
pada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran
pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan.
Pasal 28 ayat (1) berbunyi :
Bagi WP dalam negeri dan BUT, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak
untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa :
a. Pemotongan pajak atas penghasilan dari kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha di dalam Pasal 21.
20
b. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
c. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, sewa,
hadiah, dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal
23.
d. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
e. Pembayaran yang dilakukan oleh WP sendiri sebagaimana dimaksud dalam
pasal 25.
f. Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26
ayat (5).
PPh 29 akan dicatat pada saat pembuatan jurnal penyesuaian pada akhir
periode.
PPh 29 akan dicatat sebagai utang PPh 29 sebesar kas yang masih harus
dibayar
atau dicatat sebagai pajak dibayar dimuka jika ada kelebihan pembayaran pajak
Pajak dibayar dimuka yang telah dicatat ditutup direlasifikasikan ke dalam beban
pajak kini.
Pajak terutang dalam satu tahun (dalam akuntansi disebut beban pajak kini)
dihitung dari Penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif.
Pajak terutang dalam satu tahun pajak ini dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar dimuka akan menghasilkan pajak kurang bayar PPh 29.
21
PPh 29 merupakan utang pajak penghasilan yang akan muncul di neraca
perusahaan pada akhir tahun pelaporan.
22
(RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan rapat umum
pemegang saham dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pph pasal 22 dan
pasal 23 serta pph pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri tahun pajak
yang lalu, dibagi 12.
d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk bursa dan WP lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah
sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiscal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta
PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu,
dibagi 12.
e. Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk WP orang pribadi pengusaha
tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruti setiap bulan dari,
asing-masing tempat usaha.
23