Anda di halaman 1dari 16

I.

Pembahasan Learning Objektif


1. Hipotiroidisme
A. Pada Anak
a. Epidemiologi
- Primer 1 : 4000
- Sekunder dan tersier 1 :100.000
Epidemiologi meningkat pada multipel anomali kongenital atau cacat bawaan
berat.
b. Faktor risiko dan etiologi
- Hipotiroid Neoneatal Menetap
Bisa disebabkan oleh disgenesis tiroid seperti agenesis atau tidak adanya
kelenjar tiroid, ektopik atau kelainan tempat dari kelenjar tiroid, dan
hipoplasia atau jumlah sel pada kelenjar tiroid tidak mencekupi normal.
- Hipotiroid Neonatal Sementara
Dapat disebabkan oleh defisiensi iodium, atau ibu yang terpapar oleh
antitiroid.
c. Manifestasi klinis
Keluhan utama anak dengan hipotiroid adalah pertumbuhan yang lambat, serta
masalah dalam menyusui.
d. Dasar diagnosis
- Indeks Quebec dengan jumlah poin lebih atau sama dengan 4, perlu
ditelusuri
- Pemeriksaan laboratorium dengan hasil T4 yang menurun dan TSH yang
meningkat
e. Tatalaksana
Pengobatan hipotiroidisme untuk mengganti kekurangan produk tiroid
endogen. Dapat diberikan obat peroral yaitu T4.

B. Pada Dewasa
Goiter non toksik
Merupakan struma tanpa disertai dengan hipertiroid atau hipotiroid.

a. Epidemiologi
Merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16%
perempuan dan 4% laki-laki usia 20 tahun sampai 60 tahun.
Salah satu penyebab karena defisiensi yodium banyak terdapat pada daerah
pegunungan. Seperti Alpen, Himalaya,Andes. Di Indonesia terbanyak adalah
Malang dan Sumbar diposisi kedua.
b. Etiologi dan faktor resiko
Etiologi struma non toksik antara lain adalah defisiensi yodium atau gangguan
kimia intratiroid yang disebabkan berbagi faktor.
c. Patogenesis dan patofisiologis.
Adanya defisiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid tersebut
mengakibatan kapasitas kelenjar tiroid untuk menyekresikan tiroksin
terganggu, mengakibatkan peningkatan TSH dan hiperplasia dan hipertrofi
folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid sering bersifat eksaserbasi
dan remisi, disertai hipervolusi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar
tiiroid. Hperplasia mungkin bergantian dengann fibrosis dan dapat
menimbulkan nodula-nodula yang mengandung folike-folikel tiroid.

d. Manifestasi klinik
Biasaya pasien datang hanya dengan keluhan kosmetik atau takut keganasan
jika struma nodusanya besar. Penonjolan terihat di sepertiga bagian bawah
leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi ekanik, yaitu
penekanan esofagus yang membuat pasien mengalami gangguan sat menelan,
penekanan pada trakea pasien aan merasa sesak nafas. Penonjolan tidak
disertai rasa nyeri, kecuali jika ada perdarahan nodul.
e. Pemeriksaan
1. Palpasi : batas jelas, bernodul satu/ lebih, konstitensi kenyal.
2. Laboratorium : TSH menngkt, T3 T4 Noral
3. Eksresi yodium urin rendah
4. Ambilan yodium radioaktif meningkat
f. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan peeriksaan fisik dan laboratorium. Bila gangguan
fungsi tiroid berat, goiter dapat disertai hipotiroidisme. Untuk memastikan
status fungsional goiter tersebut, diperlukan pengukuran T4 serum bebas dan
TSH. Selain itu, RAI atau stintiscan dengan teknetium perieknelat dapat
memperihatkan nodul tersebut panas atau dingin.
Cara langsung untuk menentukan nodul tersebut ganas atau jinak adalah biopsi
aspirasi dengan menggunaan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi.
g. Tatalaksana
Terapi goiter antara lain dengan menekan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan
yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi
tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk goiter
yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang
diakibatkannya. Pada masyarakat tempat goiter timbul sebagai akibat
gangguan kekurangan yodium, garam dpur harus ditambahkan yodium.

2. Hipertiroidisme
Grave disease
3

a. Epidemiologi
Merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.Penyakit ini ditemukan 5 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua
umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40
tahun
b. Etiologi dan Faktor risiko
- penyakit autoimmune
c. Patofisiologi dan patogenesis
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap
antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan
merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.
Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam
membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel
tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi
darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan
penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam
patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada
penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap
kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan
reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan
BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita
yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita
dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai
kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh
pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-
molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk
mempresentasikan antigen pada limfosit T.

d. Manifestasi Klinis
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormone hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan” tersebut,
sel-sel sekretoris kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering
berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid
yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas

normal. Bahkan, akibat proses metabolisme yang “keluar jalur” ini,


terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.

Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot


sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot
yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita
mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi, atau diatas
normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem
kardiovaskuler.

Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang


mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya
bola mata terdesak keluar. Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan.
Melemahnya kelopak mata atas sehingga mata tampak menurun,
menggangguk onvergensi dan retraksi kelopak mata atas serta mungkin akan
jarang berkedip. Kulit halus dan memerah dengan keringat berlebihan.
Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup berat sehingga
mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea, dan insufisiensi serta
pembesaran jantung menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi jarang
membahayakan kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan komplikasi
yang jarang. Regurgitasi mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris,
merupakan penyebab bising sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita.
Tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat. Banyak temuan pada
penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas sistem syaraf simpatis.

e. Pemeriksaan Penunjang
- Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay)


yang lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding
assay-RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).Kadar
TSH biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk
tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat
ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini : (1) penyakit hipofisis atau
hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit
nontiroid, dan atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin,

glukokortikoid, serta beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut.


Kadar TSH serum normal berkisar antara 0,4-4,8 µU/ml.

- Tiroksin (T4)

Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada
semua penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin)
dalam darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG
(Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding Prealbumin).
Untuk mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran
terhadap kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 µg/dl,
sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl.

- Triiodotironin (T3)

T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali


penderita tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-
obatan (Propylthiouracil) yang bekerja dengan menghambat konversi T4
menjadi T3 di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas dan asupan
berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang
lebih tua. Anak dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga
mengalami peningkatan kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih
cepat dibandingkan dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan
kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11 Kadar T3
serum total normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.

- Autoantibodi Tiroid

Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg


Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody,
baik yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block]).
Tg Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA)
ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Tg
Ab tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun.
TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibody
tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau
terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan

kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun


tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid,
atau goiter. TSH-R Ab [stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel
tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan
dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur
tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves.

- Radioactive Iodine Uptake (RAIU)

Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium


radioaktif 123I atai 131I). Dengan mengukur persentase penangkapan iodium
radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai
kinetic iodium intratiroid yang secara tidak langsung menggambarkan pula
fungsi kelenjar tiroid.10 RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan
atau normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis.
Kombinasi dari peningkatan FT4 dan penurunan TSH digunakan untuk
menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat tanda-tanda oftalmopati pada
penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan. Jika tanda-tanda
oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid dengan atau tanpa goiter, perlu
dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yang meningkat merupakan
diagnosis dari penyakit Graves atau goiter nodular toksik. Pemeriksaan TPO
Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSHR Ab tidak
selalu diperlukan.

- Thyroid scanning

Isotop yang sering digunakan untuk imaging tiroid adalah 131I,


99mTc, dan 123I. Pada penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul
goiter yang asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu
nodul atau massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan
untuk penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH.Scan tiroid
memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari
aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi
jaringan tiroid yang normal disebut dengan hot nodule dan yang tidak
berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama
dengan jaringan tiroid normal. Tidak semua penderita dengan nodul tiroid

memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu
nodul tiroid. Indikasi scan tiroid adalah : (1) evaluasi morfologik fungsional
nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas, (3)
membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen
nodosa, (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi,
(5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal, (7)
evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik.

-Ultrasonografi (USG)

Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan


volume, besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul
kistik atau padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan
multiple pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat
pula divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak
dapat menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas.

-Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic Resonance

-Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

FNAB pada kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya suatu


keganasan pada suatu nodul tiroid. Pemeriksaan histologi kelenjar tiroid
penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang difus. Dapat terlihat
hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis. Terjadi
pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur
kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit
ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan
sel B dapat ditemukan. FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada
penyakit Graves.

f. Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan pada penderita dengan tirotoksikosis yang
telah dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi,
oftalmopati, TPO Ab positif, dan adanya riwayat pribadi atau keluarga
terhadap adanya kelainan autoimun. Secara klinis juga dapat dihitung indeks

Wayne untuk membuktikan apakah seseorang termasuk hipertiroid atau


eutiroid.

Indeks Wayne. Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah


sebagai berikut :

-<10 : Eutiroid

-10-20 : Mungkin hipertiroid

-> 20 : Hipertiroid

g. Tatalaksana
Sasaran terapi hipertiroidisme adalah 4: (1) menghambat sintesis
hormone tiroid, (2) menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi
T4 menjadi T3 di perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid.

Saat ini pilihan terapi: (1) obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3)
pembedahan.

Obat Antitiroid

Tujuan pemberian obat antitiroid adalah11: (1) sebagai terapi yang


berusaha memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada
penderita muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis, (2)
sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif, (3)
sebagai persiapan untuk tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil
dan lanjut umur, dan (5) penderita dengan krisis tiroid. Obat antitiroid yang
sering digunakan untuk menangani penyakit Graves adalah golongan
thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan pengikatan iodida
sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid.

1. Methimazole

· Merupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada
wanita hamil.

· Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3

· Tidak memiliki efek segera.

· Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat ini dapat
diberikan dua kali sehari.

· Tidak berhubungan dengan hepatitis

· Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada neonatal setelah
terjadi paparan in utero.

· Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian
dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan
eutiroid.

· Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua
kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis
efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.

· Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati, kehamilan,


wanita menyusui, dan badai tiroid.

· Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan


aktivitas obat antikoagulan oral.

· Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes
fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan
penyesuaian dosis.

· Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, kolestatik
jaundice, neutropenia, dan agranulositosis.

2. Propylthiouracil (PTU)

· Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat menghambat
konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan kehamilan karena tidak
melewati plasenta.

· Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus.

10

· Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian
dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan
keadaan eutiroid.

· Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi tiga
kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif
terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.

· Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati

· Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapat meningkatkan


aktivitas antikoagulan oral.

· Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes
fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan
penyesuaian dosis.

· Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis,


neutropenia, dan agranulositosis.

Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu dilakukan
pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah lengkap
dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari apakah
ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencari

riwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah


hormone tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar.
Perbaikan ini biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai
dalam 6-8 minggu.

Radioaktif Iodin

Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin


pada kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa
membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif
adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang
kambuh sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat

11

antitiroid, (4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma
toksik dan goiter multinodular toksik.

Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat mengakibatkan


terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah 131I dengan
dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis dalam 3
bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid dalam
tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi
hipertiroidisme dan tiroiditis.

Terapi Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar


dengan/atau tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala
penekanan, terutama gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat
antitiroid; (4) penderita tidak kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada
reaksi dengan obat antitiroid; (6) karena keadaan geografi dan sosial ekonomi
tidak memungkinkan dipantau secara teratur oleh dokter; (7) gondok nodular
toksik terutama pada penderita muda.

Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran


kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah
meninggalkan 2-3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri. Penyebab lain
terjadinya kekambuhan adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi
penderita.

Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat


dari oftalmopati.

Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid


sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu). Biasanya
penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15
tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi
vaskularisasi pada kelenjar tiroid

Pengobatan Tambahan

12

Penyekat beta-adrenergik

Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala seperti palpitasi, tremor,


berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat berkurang. Obat ini juga dapat
menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis

yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis.

Yodium

Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan


yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300 mg/hari.

Ipodate

Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer, mengurangi


sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan keganasan pada kelenjar tiroid


Tanda – tanda nodul :
- Soliter
- Solid
- Pada usia muda
- Pada laki – laki
- Cold nodul
Yang terpenting adalah evaluasi morfologik dengan cara
biopsi aspirasi jarum halus dipastikan dengan pemeriksaan histologi potongan
parenkim tiroid.
A. Adenoma Tiroid
Morfologi :
- Sferis, soliter, merupakan sel folikel seragam
- Dilindungi kapsul sempurna -> jika tidak ada kapsul, berarti merupakan nodul
hiperplastik
- Tidak ada papila -> jika ditemukan papila,berarti merupakan karsinoma papilaris
berkapsul
Manifestasi Klinis :

13

Gejala : tidak nyeri, kesulitan menelan jika ukurannya besar


Tanda : tirotoksikosis pada adenoma fungsional

B. Karsinoma Tiroid
Etiologi : Pada umumnya berasal dari epitel folikel,kecuali pada karsinima medular
yang berasal dari sel parafolikel atau sel C.
Faktor Resiko :
- Faktor genetik : riwayat kanker tiroid dalam keluarga
- Radiasi pengion : pajanan ke radiasi pengion terutama dalam 2 dekade pertama
kehidupan
- Penyakit tiroid yang sudah ada : gondok multinodular kronis, tetapi bukan adenoma
folikuler
Epidemiologi :
- Predominasi perempuan pada dewasa muda dan pertengahan
- Merata perempuan dan laki – laki pada anak – anak dan dewasa lanjut

Klasifikasi:
a. Karsinoma Papiler
Epidemiologi :75%-85% kasus yang dapat terjadi pada umur berapa saja
Faktor resiko :Radiasi pengion
Pemeriksaan lab dan penunjang :

-Soliter
- Berbatas tegas bahkan berkapsul, namun pada kasus tertentu ada yang menginfiltrasi
parenkim di sekitarnya dengan batas yang tidak jelas
- Mengandung daerah fibrosis
- Tampak granular dan mengandung papilar yang memiliki inti fibrovaskular yang
padat
- Fokus penyebaran melalui limf

Diagnosa : Didasarkan pada gambaran nucleus walaupun tidak ditemukan papilar,


dimana nukleusnya mengandung kromatin yang tersebar halus sehingga sel tampak
jernih secara optis sehingga dinamakan nukleus ground – glass.
Manifestasi Klinis :Tidak nyeri karena merupakan tumor non fungsional

14

Prognosis : Pada umumnya baik dengan angka harapan hidup 10 tahun pada hampir
85%, namun akan jauh lebih buruk pada pasien lanjut usia dan pasien dengan invasi
ke jaringan di luar tiroid.

b. Karsinoma Folikuler
Epidemiologi :10% - 20% kasus dengan insiden puncak pada muda pertengahan
Faktor resiko :Gondok nodular
Pemeriksaan lab dan penjunjang :
- Berbatas tegas
- Terdiri dari sel yang seragam dan relatif kecil (mirip dengan normal)
- Diferensiasina tidak terlalu jelas
- Soliter
- Cold nodul
- Hiperfungsional
- Metastasis melalui aliran darah ke paru, tulang, dan hatI
Tatalaksana :Bedah

c. Karsinoma Medular
Epidemiologi :5% kasus
Etiologi :Berasal dari sel parafolikel atau sel C
Pemeriksaan lab dan penunjang :
- Terdapat daerah nekrosis dan perdarahan
- Meluas menembus kapsul tiroid
- Soliter/multipel
- Mengenai kedua lobus tiroid
- Gambaran unik : hiperplasia sel C multisentrikdi sekitar parenkim tiroid
Manifestasi klinis :
- Suara serak (disfagia)
- Diare (akibat sekresi peptida)
- Tidak hipokalsemia walaupun kalsitonin tinggi

d. Karsinoma Anaplastik
- Tumbuh pesat melebihi kapsul tiroid dan masuk ke struktur leher di sekitarnya

15

- Sel sangat anaplastik, terdiri atas 3 pola morfologi, biasanya : sel raksasa
pleomorfik, sel glendong sarkomatosa, atau sel dengan gambaran skuamoid samar

Prognosis :
- Tetap tumbuh pesat walau diterapi
- Metastasis ke tempat jauh
- Umumnya kematian kurang dari setahun karena pertumbuhan yang agresif dan
gangguan struktur vital di leher

5. Mahasiswa mampu menjelaskan kasus rujukan terkait


- hipertiroid: kompetensi 2

- Goiter : kompetensi 3A

- Tiroiditis: kompetensi 2

- Ca tiroid : kompeteni 2

Kompetensi 3A: dokter mampu melakukan diagnose klinik dan terapi awal, setelah itu
rujuk ke dokter spesialis yang relevan

Kompetensi 2: mampu mendiagnosa klinis, lalu rujuk setelah itu mampu melakukan
tindak lanjut sesudahnya.

Jenis rujukan yang dilakukan adalah:


-Rujukan medis, pasien untuk pemeriksaan (Uji FT4 dan TSH, sidik tiroid, USG, FNAB,
CT scan dan MRI) dan pengobatan (dengan radioablasi).

16

Anda mungkin juga menyukai