KELOMPOK B13
Nahdira (1102015155)
Nurmasithah (1102016160)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013/2014
SKENARIO 2
KELUMPUHAN WAJAH
Perempuan berusia 50 tahun saat sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara
cadel dan setelah diperhatikan oleh suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien juga
mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah dibanding kanan. Suami langsung membawa
istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan hipertensi. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulkus nasolabialis kiri tampak mendatar,
namun kerutan dahi simetris. Pada saat menjulurkan lidah, mencong ke sisi kiri tanpa adanya
atrofi papil dan fasikulasi. Terdapat hemiparesis sinistra. Dokter mengatakan pasien
mengalami stroke. Sebagai seorang suami, ia berkewajiban untuk menyantuni dan merawat
isitrinya dengan baik sesuai ajaran Islam.
KATA KATA SULIT
1. Sulkus nasolabialis:
Alat penghubung nasal dan labialis.
2. Hemiparesis:
Kekuatan otot yang berkurang sebagian.
3. Stroke:
Gangguan peredaran darah otak secara local maupun global.
4. Fasikulasi:
Gerakan kedutan yang singkat dan irregular yang terjadi pada bagian tengah otot.
5. Atrofi papil:
Pengecilan papil-papil lidah.
PERTANYAAN:
1. Apa yang menyebabkan pasien cadel?
Jawab:Karena ada gangguan pada nervus cranialis N. XII.
HIPOTESIS
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak secara local maupun global dengan
gejala klinis wajah tidak simteris yang dapat disebabkan oleh hipertensi TD menigkat
sehingga dinding vaskuler rapuh akhirnya mudah rusak dan lemak menempel
sehingga menumpuk terjadi thrombus, kalau terlepas terjadi emboli sehingga
menyumbat aliran darah. Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan hemoragik, factor
resiko yang dapat menyebabkan ada yang tidak dapat dimodifikasi : jenis kelamin,
umur, keturunan dan yang dapat dimodifikasi : hipertensi, DM, gaya hidup dan
merokok. Kasus ini dapat ditegakan dengan MRI, CT Scan, dan EKG dengan
diagnosis banding Belspalsy, meningitis dan tumor otak. Tatalaksana yang dapat
dilakukan Antiagregasi trombosit, neuroprotektor, menurunkan TD jika perlu. Stroke
dapat menimbulkan komplikasi Infark cerebri dan gangguan jantung. Stroke dapat
dicegah dengan rutin pemeriksaan TD, pemeriksaan kolestrol, berhenti merokok dan
alcohol, control gula darah dan olah raga yang teratur. Prognosis stroke tergantung
kecepatan penanganan awal. Kewajiban suami kepada istri adlah menafkahi jasmani
dan rohani, tidak membuka aib istri, memberikan pendidikan agama, perhatian dan
menjaga istri.
Sasaran belajar
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan fisiologi nervus cranial N.I – N.XII
1.1 Nervus cranialis
1.2 Jaras sensoris dan motoric
1.3 Anatomi capsula interna
2. Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan fungsi motoric dan kelainan klinis neurologis
yang timbul akibat gangguan fungsi motoric
3. Memahami dan Menjelaskan Stroke
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Faktor resiko
3.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.9 Tatalaksana
3.10 Komplikasi
3.11 Pencegahan
3.12 Prognosis
4. Memahami Dan Menjelaskan kewajiban suami istri menurut ajaran Islam
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan fisiologi nervus cranial N.I – N.XII
1.1 Nervus cranialis
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal
dan ekstrapiramidal :
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata à masuk
crus posterior capsula interna à mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla
spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Traktus Ekstrapyramidal
Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis
pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan
tubuh.
Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea
(pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
Tractus Corticothalamus
Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodman 6
Tujuan : subthalamus
Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus
olivarius inferius (medulla oblongata)
2. Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat
ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar.
Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi
energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas
yaitu traktus spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 → menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis →
lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll
→ berganti menjadi neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis
→ menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke
korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,mengahadap ke medial dan kaki-
kakinya disebut crus anterior dan crus posterior
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat
riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita
mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-
penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
· Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan
tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan
dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca
dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
· Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
· Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
· Tes Konfrontasi
· Perimetri / kompimetri
3. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan
fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya
adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua
vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
5. Tes warna
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai
bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara
kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan
dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu
sisi.
3. Pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri 2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama
N. II)
Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm
masih dianggap normal 3. Refleks pupil akomodatif atau
konvergensi
c. Refleks pupil
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua
otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan
mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh
dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak ± 15 cm
didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang
disebut reflek akomodasi.
Pemeriksaan meliputi
2. strabismus konvergen
3. diplopia
1. Sensibilitas
2. Motorik
3. Refleks
- Refleks kornea
a. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas
disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka
kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain.
Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf
aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata
pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini
sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak
(aferen atau eferen).
- Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa
diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada
lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes
kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
· Asimetri wajah
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-
suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen
atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi
atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf
dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
- Tes Rinne
- Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal
bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke
telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang
abnormal.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan
kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
3.2 Etiologi
1.Non modifiable risk factors : 8.Terapi hormonal pasca
menopause
Usia 9.Diet yang buruk
Jenis kelamin 10.Inaktivitas fisik
Berat badan lahir rendah 11.Obesitas
Ras/etnis
Genetic
Less well-documented and modifiable risk
2.Modifiable risk factors factors
Well-documented and modifiable risk 1.Sindroma metabolik
factors 2.Penyalahgunaan alkohol
1.Hipertensi 3.Penggunaan kontrasepsi oral
2.Paparan asap rokok 4.Sleep-disordered breathing
3.Diabetes 5.Nyeri kepala migren
4.Atrial fibrilasi dan beberapa 6.Hiperhomosisteinemia
kondisi jantung tertentu 7.Peningkatan lipoprotein (a)
5.Dislipidemia 8.Peningkatan lipoprotein-
6.Stenosis arteri karotis associated phospholipase
7.Sickle cell disease 9.Hypercoagulability
10.Inflamasi
11.Infeksi
3.3 Epidemiologi
Data epidemiologi stroke di dunia terdapat pada laporan WHO, sedangkan di
Indonesia, jumlah pasien dengan stroke ditemukan dalam Riset Kesehatan Dasar oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Global : Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang
tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan
permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun.[10] 70% kasus stroke
ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian akibat
stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan
penghasilan tinggi, insidensi stroke telah berkurang sebanyak 42% dalam beberapa
dekade terakhir.
Indonesia: Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI, 7%
atau sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa Barat merupakan provinsi dengan
angka kejadian stroke terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 238.001 orang, atau 7,4% dari
jumlah penduduknya. Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada kelompok umur
55-64 tahun.[12] Laki-laki juga lebih banyak mengidap stroke di Indonesia dibandingkan
perempuan. Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia 2014, Stroke
merupakan penyakit yang paling banyak diderita, yaitu sebesar 21,1%.
3.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Stroke hemoragik
episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak
atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark,
serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan
akibat penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh trombus yang
menyumbat pembuluh darah secara parsial, sehingga aliran darah otak berkurang
4) Completed stroke
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebrobasiler
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
Stroke Iskemik
Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual,muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola
mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema
dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan
Beberapa faktor risiko dari stroke yang telah diketahui berikut, merupakan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain:
• Obesitas
• Penyakit kardiovaskuler: hipertensi, fibrilasi atrial, aneurisma, atau penyakit
jantung lainnya
• Penyakit metabolik: diabetes mellitus, dislipidemia
• Penggunaan antikoagulan, seperti heparin dan warfarin
• Konsumsi alkohol
• Gaya hidup: merokok, kurang aktivitas fisik, diet dan nutrisi
Anamnesa yang cermat sangat membantu untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Beberapa
hal yang perlu ditanyakan pada penderita stroke adalah :
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti
emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan
dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk
menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat
mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam
diagnosis stroke.
Resiko CT scan
Pemeriksaan ini memiliki efek samping yang kecil dan tidak menyebabkan nyeri. CT scan
menggunakan radiasi sinar-X yang sedikit. Jika menerima zat kontras akan menimbulkan
reaksi alergi. Reaksi alergi ini bisa serius dan membutuhkan tindakan medikasi segera.
MRI menggunakan medan magnet untuk mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Stroke
dapat mengakibatkan penumpukan cairan pada sel jaringan otak segera 30 menit setelah
terjadi serangan. Dengan efek visualisasi (MRI angiogram ) dapat pula memperlihatkan aliran
darah di otak dengan jelas.
akut : Low signal ( hypointense ) pada area T1, high signal ( hyperintense ) pada spin
density dan/atau T2. Biasanya diikuti distribusi vascular. Massa parenkim berubah.
sub akut : Low signal pada T1 , high signal pada T2 . Diikuti distribusi vascular.
Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain barrier .
Old : Low signal pada T1 , high signal pada T2, kehilangan jaringan dengan infark yang luas.
d. Angiogram Konvensional: Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan
untuk melihat pembuluh-pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan
kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays
secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-
gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur
invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu
angiogram dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat
perlu diidentifikasi. Ia juga adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi
kondisi dari suatu arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh darah
itu direnungkan.
e. Carotid Doppler ultrasound: Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode
non-invasif yang menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat
penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri karotid (arteri utama
pada leher yang mensuplai darah ke otak).
g. Tes-Tes Darah: Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan
C-reactive protein dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat
menyarankan arteri-arteri yang meradang. Protein-protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah diukur.
Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke yang dapat
dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih jauh. Tes-tes penyaringan darah
yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan kelainan-kelainan
elektrolit mungkin juga dipertimbangkan.
DIAGNOSIS BANDING
3.9 Tatalaksana
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat
diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan
menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus
glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube
(NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan
ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara
cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status
neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas
normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang
sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT.
Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau
subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II
akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus
obstruktif.
Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses
patologik mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada
daerah yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau
menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang
mengalami stenose à Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke
arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke
retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil
baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu
dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi
pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel
siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko
stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu
TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan
berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding
sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase
platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol
pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi
platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan
diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien
yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti
halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen
antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan
gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
3.10 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada
pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan
sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
3.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai
berikut:
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit
arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara
komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan.
Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar
LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi
tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri
koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk
mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi
jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat
dianjurkan untuk mempertahankan body‐mass index (BMI) antara 18,5–24,9 kg/m2
dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (laki‐
laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan
kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas
fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari.
Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk
melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.
3.12 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik.
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Artinya:
“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.[3]
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga mempunyai kewajiban.
Kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Hak istri semisal hak suami yang dikatakan
dalam ayat ini mengandung arti hak dan kedudukan istri semisal atau setara atau seimbang
dengan hak dan kedudukan suami. Meskipun demikian, suami mempunyai kedudukan
setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai kepala keluarga, sebagaimana diisyaratkan oleh ujung
ayat tersebut di atas.
Contoh dalam hadis Nabi, umpamanya hadis dari Amru bin al-Ahwash:
“Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak yang harus dipikul oleh istrimu dan istrimu juga
mempunyai hak yang harus kamu pikul.[4]
Keberadaan laki-laki dan perempuan merupakan dua fondasi pokok dalam kehidupan
keluarga. Namun sesuai hukum penciptaan, kaum lelaki lebih mengutamakan akal ketimbang
perasaannya. Berkenaan dengan itu, Allah SWT melimpahkan wewenang kepada kaum laki-
laki untuk memimpin bahtera hidup rumah tangga,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, Oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) Atas sebahagian yang lain (perempuan) dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka.” (an-Nisa’: 34)
Allah SWT melimpahkan tugas dan tanggung jawab yang jauh lebih berat dan sulit kepada
kaum lelaki ketimbang yang diberikan kepada kaum perempuan. Dengan kapasitas dan
kemampuan akalnya, seorang lelaki dapat mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik.
Dengannya, kebahagian hidup keluarga niscaya akan dapat diraih. Rasulullah saw bersabda,
“Allah swt akan menanyakan kepada setiap pemimpin tentang bagaimana keadaan yang
dipimpinnya, dijaga ataukah tidak, sampai kemudian Allah bertanya kepada kaum laki-laki
perihal keluarganya.”
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, (2011), Guideline Stroke Tahun 2011,
Jakarta.
World Health Organization. Global burden of stroke, the atlas of heart disease and stroke.
Geneva, WHO Sept. 2004. available at:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013.