Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH - DEPRESI

SELASA, 19 MEI 2009

DEPRESI
A. Depresi

1. Pengertian Depresi
Seseorang dikatakan depresi apabila aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lamban dan
diikuti oleh perubahan suasana hati. Sesorang yang mengalami depresi memiliki pemikiran
yang negatif terhadap dirinya sendiri, terhadap masa depan, dan ingatan mereka menjadi
lemah, serta kesulitan dalam mengambil keputusan.

Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8), depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati
yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim
dengan perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya
menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan
kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. Individu yang
menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat, kepercayaan diri
menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat, insomnia, atau gangguan fisik
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh
diri (John & James, 1990 : 2).

Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban (retardasi
psikomotor), fungsi kognitif (aktifitas mental emosional untuk belajar, mengingat,
merencanakan, mencipta, dan sebagainya) terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal
kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang
yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan yang
mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat
(A. Supratiknya, 1995 : 67).

Menurut Maramis (1998 : 107), depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi
dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus
asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen somatik seperti
anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian,
depresi dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam
hidupnya.

Depresi pada lanjut usia kemungkinan akan sangat berkaitan dengan proses penuaan yang
terjadi pada diri lanjut usia, pada fase tersebut sering terjadi perubahan fisik dan mental yang
mengarah ke penurunan fungsi. Proses menjadi tua menghadapkan lanjut usia pada salah satu
tugas yang paling sulit dalam perkembangan hidup manusia. Hurlock (1992 : 387 )
mengemukakan beberapa masalah yang umumnya unik pada lanjut usia, yaitu :
a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga bergantung pada orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai
perubahan besar dalam pola hidupnya.
c. Menentukan kondisi fisik yang sesuai dengan perubahan status ekonominya.
d. Mencari teman untuk mengganti pasangan yang meninggal atau cacat.
e. Mengembangkan kegiatan untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah.
f. Belajar untuk memperlakukan anak – anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
g. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang
dewasa.
h. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan
memiliki kemampuan untuk menggantikan kegiatan lama yang berat dengan yang lebih
cocok.
i. menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat “buaya darat”, dan kriminalitas
karena tidak sanggup lagi mempertahankan diri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa depresi pada lanjut usia adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami gangguan psikologis yang berpengaruh terhadap suasana hati,
cara berpikir, fungsi tubuh dan perilakunya, seperti rasa sedih, kehilangan minat dan
kegembiraan, insomnia, putus asa dan merasa tidak berharga. Jadi keadaan depresi dapat
diketahui dari gejala dan tanda yang penting yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan
individu atau menyebabkan kesedihan yang mendalam.

2. Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki beberapa aspek
emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.

a. Aspek yang dimanifestasikan secara emosional, yaitu :


1). Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ; perasaan ini menggambarkan keadaan
sedih, bosan dan kesepian yang dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat
hingga kesedihan yang terus - menerus.
2). Perasaan negatif terhadap diri sendiri ; perasaan ini mungkin berhubungan dengan
perasaan sedih yang dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada
diri sendiri.
3). Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan.
Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan termasuk hubungan
psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab.
4). Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau hubungan dengan
orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya kepuasan diatas. Hal ini
dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau rasa keterlibatan emosi
terhadap orang lain.
5). Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami oleh penderita
depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah menangis selama bertahun-
tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis tetapi tidak dapat menangis.
6). Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan kemampuan
untuk mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk
merespon humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur, tertawa atau puas
apabila mendengar lelucon.

b. Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif, yaitu :


1). Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita memandang dirinya.
Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri yang sebenarnya penting, seperti kemampuan
prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.
2). Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Mereka merasa
dirinya jelek dan tidak menarik.
3). Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang terburuk dan menolak
uasaha terapi yang dilakukan.
4). Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk anggapan
penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan cenderung mengkritik
dirinya untuk segala kekurangannya.
5). Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik depresi yang
biasanya menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk mengambil
keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.

c. Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional ; meliputi pengalaman yang disadari


penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif
motivasi penderita, penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya
suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.

d. Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik meliputi kehilangan nafsu makan,
gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan yang sangat.

Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan bahwa individu mengalami depresi
jika individu mengalami gajala-gejala rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri, kehilangan
energi, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu juga kehilangan
nafsu makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan selalu ingin
menghindari orang lain.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek depresi adalah gejala depresi yang
dapat dimanifestasikan secara emosional, kognitif, motivasional, fisik dan pencernaan, raut
wajah sedih, retardasi, dan agitasi. Gejala yang dimanifestasikan secara emosional terdiri dari
perasaan kesal atau patah hati, perasaan negatif terhadap dirinya, hilangnya rasa puas,
hilangnya keterlibatan emosional,kecenderungan untuk menangis diluar kemauan, dan
hilangnya respon terhadap humor. Sedangkan gejala yang dimanifestasikan secara kognitif
meliputi sikap menyimpang penderita, baik terhadap diri, pengalaman, dan masa depannya.
Gejala yang dimanifestasikan secara motivasional meliputi pengalaman yang disadari
penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan keinginan , sedangkan gejala yang muncul
sebagai gangguan fisik apabila terjadi gangguan saraf otonom dan hipotalamus.

3. Proses Terjadinya Depresi


Dalam kehidupan individu, ada periode - periode kritis yang berpengaruh terhadap
perkembangan individu selanjutnya. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari figur yang
penting bagi individu pada periode kritis akan mempengaruhi kecenderungan depresi pada
masa yang akan datang. Pada saat individu merespon kembali situasi serupa yaitu kurangnya
kasih sayang dan perhatian, maka individu mempunyai kecenderungan depresi yang lebih
tinggi dibandingkan pada orang yang tidak mengalami keadaan demikian.

Kehidupan manusia ditandai oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Depresi dapat
timbul karena beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar individu. Menurut
Abraham (dalam Meyer, 1984 : 165), keadaan depresi didominasi oleh perasaan kehilangan,
rasa bersalah dan ada perasaan ambivalen antara cinta dan benci. Ambivalensi dari depresi
ada dua, yaitu :
a. Marah dan benci terhadap objek cinta yang hilang kerena persepsi tentang dirinya yang
ditinggalkan atau ditolak.
b. Rasa bersalah karena keyakinannya bahwa dirinya telah gagal merespon secara tepat dan
sesuai terhadap objek cinta yang hilang.
Arienti dam Bemporad (dalam Meyer, 1984 : 249), menyatakan bahwa depresi sering terjadi
pada orang yang mengalami kehilangan anak - anak. Situasi yang menyenangkan akan hilang
jika ada kehadiran anggota keluarga lain seperti adik sehingga perhatian ibu terbagi, karena
kematian orang tua, ditinggalkan oleh orang terdekat dengan individu, dan bisa juga
disebabkan oleh larangan yang mendadak terhadap perilaku anak yang sudah menetap.
Individu akan menyerap gaya hidup yang ditujukan untuk meraih keberhasilan dalam
menyenangkan orang yang demikian tersebut. Harapan - harapan tersebut seringkali melebihi
kemampuan individu sehingga terjadi kegagalan, individu akan mencela dan menyalahkan
diri sendiri.

Jadi depresi terjadi karena hilangnya objek eksternal yang bernilai tinggi bagi individu
tersebut. Kehilangan didefinisikan sebagai kehilangan objek cinta utama, yaitu sesorang,
sesuatu atau aktifitas.

Depresi menurut teori kognitif disebabkan oleh adanya bentuk-bentuk pemikiran yang tidak
logis. Individu yang depresi cenderung berpikir dengan cara yang menyimpang dan
penyimpangan ini menimbulkan masalah baru dan memperburuk keadaan yang ada serta
meningkatkan perputaran yang memyebabkan depresi. Hal ini dipertegas oleh Ellis (dalam
Meyer, 1984 : 187) yang mengatakan bahwa cara individu memandang dan berpikir tentang
dirinya sendiri akan menimbulkan gangguan tertentu seperti depresi.

Menurut Ferster ( dalam Meyer, 1984 : 167 ) depresi dapat timbul karena salah satu daridua
proses dibawah ini, yaitu :
a. Perubahan lingkungan seperti anggota keluarga atau kehilangan pekerjaan dapat
membatasi (reinforcement) yang diterima individu. Individu yang menyandarkan diri pada
satu atau dua reinforcement akan cenderung mudah terserang depresi karena kurangnya
reinforcement.
b. Ditinjau dari perilaku menghindar, depresi muncul pada saat usaha menghindar di
lingkungan menjadi kuat. Dalam kasus ini depresi timbul karena individu ingin menghindari
kecemasan. Jika individu menarik diri dari stimulus yang menyebabkan kecemasan, maka
akan kehilangan dengan kontak reinforcement sosial, dan akan timbul depresi.

Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa depresi terjadi karena individu
kehilangan objek eksternal yang bernilai tinggi bagi individu tersebut. Kehilangan yang
dimaksud adalah kehilangan objek cinta utama, seperti kehilangan pasangan hidup, anak atau
teman. Hal ini menyebabkan individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik, sehingga
tidak menutup kemungkinan individu akan mudah mengalami gangguan depresi.

4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Depresi


Menurut Birren (1980 : 629) ada beberapa faktor yang menimbulkan depresi, yaitu :
a. Faktor individu yang meliputi :
1). Faktor biologis seperti genetik, proses menua secara biologis, penyakit fisik tertentu.
2). Faktor psikologis seperti kepribadian, proses menua secara psikologis. Pada kepribadian
introvert akan berusaha mewujudkan tuntutan dari dalam dirinya dan keyakinannya,
sedangkan kepribadian ekstrovert membentuk keseimbangan dirinya dengan menyesuaikan
keinginan - keinginan dari orang lain.

b. Faktor kejadian - kejadian hidup yang penting bagi individu


Kehilangan seseorang ataupun sesuatu dapat menimbulkan depresi. Penyakit fisik juga
berhubungan dengan serangan afeksi karena penyakit merupakan ancaman terhadap daya
tahan individu, terhadap kemampuan kerjanya, kemampuan meraih apa yang diinginkannya
dan merupakan ancaman terhadap aktifitas motorik dan perasaan sejahtera individu.

c. Faktor lingkungan yang meliputi faktor sosial, faktor budaya, dan faktor lingkungan
fisik.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
depresi, diantaranya adalah proses menua secara biologis, penyakit fisik, kepribadian,
kehilangan orang yang dicintai, dan faktor lingkungan.

B. Kebutuhan Berafiliasi
1. Pengertian Kebutuhan Afiliasi
Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi dalam rangka mempertahankan
kehidupanya, baik anak-anak maupun dewasa. Kebutuhan merupakan kekurangan dalam diri
individu yang sangat diperlukan dalam kehidupannya. Kekurangan itu memerlukan adanya
pemenuhan untuk kelangsungan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Apabila kekurangan itu
tidak terpenuhi, maka individu tersebut akan mengalami frustasi.

Sebagian besar hasrat dan dorongan pada seseorang adalah saling berhubungan dengan orang
lain, salah satu alasannya adalah karena individu memiliki kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan
afiliasi termasuk salah satu motif sosial yaitu motif yang diperoleh dari interaksi interpersonal
dan tujuan yang ingin dicapai mempunyai interaksi dengan orang lain. Individu dengan
kebutuhan afiliasi yang tinggi memiliki keinginan untuk memelihara suatu persahabatan,
amat peka mengenai hubungannya dengan orang lain dan lebih senang menaruh perhatian
pada hubungan sosialnya (James & Joan, 1990 : 225). Menurut Adler (A. Supratiknya, 1994:
241), manusia selain sebagai individu yang berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri juga
merupakan makhluk sosial. Individu menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam
kerjasama sosial, menempatkan kesajahteraan sosial diatas kepentingan dirinya sendiri. Minat
sosial yang ada pada dirinya terjelma dalam bentuk-bentuk kerjasama, hubungan antar
pribadi dan hubungan sosial, identifikasi dengan kelompok, empati dan sebagainya.

Selain itu menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, 1989 : 35) kebutuhan afiliasi adalah
kebutuhan untuk mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang lain yang
berkelompok, membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang disukai, patuh dan tetap
setia kepada seorang kawan. Dalam kebutuhan afiliasi ini terkandung kepercayaan dan
kemauan, baik afeksi dalam bersahabat, sosial, menyenangkan penuh kasih sayang dan
kepercayaan serta bersifat baik. Kebutuhan berafiliasi berhubungan dengan keinginan
individu untuk berteman dan keinginan untuk mempertahankan yang telah terjalin agar dapat
berjalan dengan baik.

Chaplin (1999 : 14) kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan untuk bersama dengan orang lain,
penbenyukan persahabatan, ikut serta dalam kelompok-kelompok tertentu, kerjasama
kooperatif. Sedangkan menurut Barkowitz (dalam A.S Munandar, 1993 : 77) kebutuhan
afiliasi adalah kebutuhan yang mendasari aktifitas individu dalam bereaksi dengan orang lain.

Selain itu McClelland (dalam A.S Munandar, 1994 : 77) kebutuhan afiliasi merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan tidak mau melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain. Sedangkan menurut Mc Adams dan Contantian (dalam Sarlito. W.S,
1994 : 77) kebutuhan afiliasi berhubungan dengan bagaimana keinginan sesorang untuk
bersama dengan orang lain daripada seorang diri.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan afiliasi adalah
kebutuhan yang mendorong seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
dengan cara menjalin persahabatan, bekerjasama dan berada bersama - sama dengan orang
lain.

2. Karakteristik Kebutuhan Berafiliasi


Kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan yang timbul dari dalam diri individu untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosilanya. Individu yang kebutuhan berafiliasinya tinggi
terdorong untuk membentuk persahabatan. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang
tinggi juga memiliki karakteristik tertentu.

Karakteristik yang ditampilkan oleh individu yang memiliki afiliasi yang kuat dikemukakan
oleh McClelland (1987 : 356) adalah sebagai berikut :
a. Akan tampil lebih baik jika ada insentif afiliasi
Individu butuh akan penghargaan maupun identitas diri, kebutuhan ini akan dapat terpenuhi
apabila individu bersama dengan orang lain, yaitu dengan cara mengerjakan tugas dengan
sebaik-baiknya dan aktif mengikuti kegiatan selain menghasilkan prestasi juga mengandung
insentif afiliasi berupa penghargaan dan identitas diri dari orang lain.

b. Mempertahankan hubungan antar induvidu


Individu dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi akan belajar hubungan sosial dengan cepat.
Lebih peka dan banyak berkomunikasi dengan orang lain, juga berharap untuk
mempertahankan hubungan dengan orang lain. Mempertahankan hubungan antar individu
akan tampak bila individu berusaha untuk terlibat dengan orang - orang disekitarnya,
diantaranya dengan menjalin keakraban dengan orang lain dan menjaga persahabatan yang
telah terbina.

c. Kerjasama dan menghindari persaingan


Individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi cenderung setuju dengan pendapat
orang lain yang tidak dikenal, yang tidak sependapat dengannya selama orang tersebut
dianggap menarik. Individu dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi senang bekerjasama
dengan teman - teman dan bersikap mengalah dari orang lain untuk menghindari situasi yang
bersifat kompetitif.

d. Rasa takut akan penolakan


Individu dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi akan menunjukkan terhadap situasi
penolakan, merasa sendiri bila ditinggalkan secara fisik dan menekankan rasa saling
mengasihi. Individu berusaha bertindak dalam berbagai cara untuk menghindari konflik dan
persaingan karena mereka merasa takut mendapat umpan balik negatif dari orang lain. Agar
tidak mendapat umpan balik dari orang lain dengan cara berbuat baik dengan sesama teman
dan mengikuti aturan yang ada.

e. Tingkah laku kepemimpinan dalam kelompok


Karakteristik pemimpin yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi, dalam tugas senang
berada bersama anggota kelompoknya dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk
mengurangi perbedaan antar anggota agar dapat selalu bersama - sama. Selain itu
karakteristik pemimpin yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi mampu mengarahkan
aktifitas sebuah kelompok yang terorganisasi menuju pencapaian suatu tujuan. Individu yang
memiliki tipe tingkah laku kepemimpinan dapat membangkitkan semangat anggotanya,
memberi pengarahan dan memberi petunjuk kepada anggota kelompoknya, ikut dalam
kegiatan kelompoknya. Tingkah laku kepemimpinan lebih mengutamakan anggota daripada
tugas yang harus diselesaikan oleh kelompoknya dan bersikap adil kepada anggota
kelompoknya tanpa membedakan satu sama lain.

Menurut A.S Munandar (1994 : 77) seseorang yang memiliki dorongan persahabatan yang
tinggi akan memperlihatkan ciri - ciri tingkah laku sebagai berikut:
a. Lebih suka bersama dengan orang lain.
b. Sering berhubungan dengan orang lain.
c. Lebih memperlihatkan segi hubungan pribadi dalam bekerja daripada tugas-tugas yang ada
pada pekerjaan itu.
d. Melakukan pekerjaannya lebih giat apabila bekerjasama dengan orang lain.

Salah satu analisis kebutuhan afiliasi dikemukakan oleh Weiss (dalam Sears, 1985 : 211),
yaitu apa yang disebutnya enam dasar “ketentuan hubungan sosial” yang diberikan berbagai
hubungan bagi individu, yaitu :
a. Kasih sayang, merupakan rasa aman dan ketenangan yang diberikan oleh hubungan yang
sangat erat
b. Integrasi sosial, merupakan perasaan berbagai minat dan sikap yang sering diberikan oleh
hubungan dengan teman, rekan sekerja atau teman seregu. Hubungan semacam ini
memungkinkan adanya persahabatan dan memberikan rasa mempunyai kepada kelompok
c. Harga diri, diperoleh jika ada orang yang mendukung perasaan kita bahwa kita adalah
orang yang berharga dan berkemampuan
d. Rasa persatuan yang dapat dipercaya, melibatkan pengertian bahwa orang akan membantu
kita pada saat kita membutuhkan
e. Bimbingan, diberikan oleh konselor, orang tua, guru, teman-teman lain yang nasehat dan
informasinya kita harapkan
f. Kesempatan untuk mengasuh, terjadi jika kita bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
orang lain. Mengasuh orang lain memberikan perasaan bahwa kita dibutuhkan dan penting.

3. Alasan-alasan Individu Memenuhi Kebutuhan Afiliasi


Setiap individu memiliki alasan yang berbeda - beda dalam memenuhi kebutuhan afiliasi.
Beberapa para ahli mengemukakan alasan - alasan seseorang untuk berafiliasi. Menurut
McAdams dan Losof (dalam Sarlito, 1999 : 201) alasan individu berafiliasi diantaranya
adalah :
a. Kebutuhan untuk mengurangi kecemasan atau ketidakpastian
b. Mendapat rangsang positif dari orang lain
c. Mendapat dukungan emosional
d. Mendapat perhatian dari orang lain

Zimbardo dan Formika (dalam Zimbardo, 1980 : 256) mengemukakan bahwa dalam keadaan
yang tidak menekankan individu berafiliasi untuk dicintai dan mencintai, untuk menghibur
diri dan berbagi dengan orang lain. Sedangkan bila dalam keadaan yang menekan, individu
akan berafiliasi dengan alasan selain untuk menghibur diri, juga untuk membandingkan
emosi dirinya dengan orang lain dan melakukan katarsis (berbicara dengan orang lain akan
mengurangi tekanan).

Boyatzis (dalam A.S Munandar, 1993 : 77) mengatakan keinginan berafiliasi berdasarkan dua
cara, yaitu :
a. Approach Affiliation
Yaitu persahabatan yang berdasarkan keinginan untuk menciptakan, membangun hubungan
baik, penuh kasih sayang, mengadakan kontak dengan orang lain.

b. Avoidance Affiliation
Yaitu persahabatan yang berdasarkan keinginan untuk menghindari sesuatu. Menyangkut
keinginan untuk mempertahankan persahabatan, takut ditolak atau ditinggalkan sendirian
oleh orang lain. Selalu ingin mencari persetujauan dengan orang lain, mencari pertolongan
untuk meyakinkan diri bahwa orang lain masih tetap ingin bersahabat dan menaruh perhatian
pada dirinya.

James dan Joan (1990 : 247) menyatakan bahwa seorang individu memiliki alasan untuk
berafiliasi berdasarkan tiga teori, yaitu :
a. Social Change Theory (Teori Pertukaran Sosial)
Seseorang berafiliasi untuk mencapai tujuan tertentu, tujuan ini hanya dapat dicapai bila
individu berafiliasi dengan orang lain. Berafiliasi dengan orang lain dijadikan perantara untuk
mencapai tujuan.

b. Reinforcement Theory (Teori Penguatan)


Kebutuhan akan penghargaan maupun identitas diri hanya dapat dipenuhi bila ada orang lain.
Oleh sebab itu individu berafiliasi dengan keinginan untuk mendapatkan penghargaan
maupun identitas diri.

c. Social Comparison Theory (Teori Perbandingan Sosial)


Individu berafiliasi untuk membandingkan perasaan mereka sendiri dengan perasaan orang
lain dalam situasi yang sama.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu memiliki alasan untuk
memenuhi kebutuhan afiliasi karena adanya tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan
sosial, individu dapat menghibur diri serta dapat membandingkan perasaan emosinya dengan
orang lain. Tanpa afiliasi individu tidak akan dapat bekerja sendiri dalam mencapai tujuan.

4. Kebutuhan Afiliasi pada Lanjut Usia


Pada dasarnya kebutuhan berafiliasi ada pada setiap manusia, pada lanjut usia kebutuhan
berafiliasi dilakukan dengan menjalin persahabatan, secara khusus sahabat berfungsi penting
untuk kesehatan psikologisnya dan sahabat dimasa - masa sulit yang dialaminya (Lewittes,
1998 : 99).

Selain keluarga, lanjut usia di panti werdha akan berusaha memenuhi kebutuhan
berafiliasinya dengan menjalin hubungan yang baik dengan teman - teman di panti.
Kesempatan memilih sahabat merupakan hal yang penting bagi para lanjut usia terutama bagi
lanjut usia yang tidak dapat lagi mengontrol hal - hal lain dalam hidup lanjut usia. Keakraban
suatu persahabatan penting untuk meyakinkan apakah lanjut usia masih dihargai dan
diperlukan walaupun lanjut usia telah kehilangan beberapa hal yang berarti dalam hidupnya,
seperti kesehatan dan lain - lainnya.
Penelitian ini menekankan pada aspek yang berbeda dari persahabatan pada lanjut usia yaitu
adanya persamaan minat, keterlibatan sosial dan saling membantu. Bagi para lanjut usia,
kebutuhan afiliasi berfungsi untuk memahami perasaan dan pikiran-pikirannya yang paling
dalam, membicarakan kecemasan dan keluhan-keluhan penyakit yang dideritanya, berbagi
rasa dan pengalaman sehubungan dengan perubahan dan krisis-krisis yang dihadapinya pada
masa tua (Papalia & Olds, 1992 : 147).
Beberapa studi menemukan bahwa kebutuhan berafiliasi secara nyata berefek positif terhadap
semangat hidup, kebahagiaan, dan kepuasan hidup diantara orang lanjut usia (Aizenberg &
Treas; Fisher & rekan; Roberto & Kimboko dalam Lemme, 1995 : 90).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1992 : 10) membagi tugas perkembangan, yaitu :
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiunan dan berkurangnya pendapatan.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Membentuk hubungan dengan orang – orang seusia.
e. Pengaturan kehidupan fisik yang menyenangkan atau memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan persaan sosial yang luwes.

Menurut Hurlock (1992 : 442) juga ada kebutuhan lanjut usia yang diperlukan untuk
mencapai kebahagiaan pada masa tua, yaitu : kebutuhan yang diterima “acceptance”,
kebutuhan afektif “affection”, kebutuhan prestasi “achievement”.

Hasil survey menemukan semangat hidup pada lanjut usia lebih kuat hubungannya pada
interaksi dengan sahabat. Dengan adanya sahabat dapat memberikan stimulasi nilai,
menambah daya tarik dan kesempatan untuk bersosialisasi dalam hidup, memperluas
pengetahuan, memberikan ide atau pandangan (Babhuck; Geneway dalam Papalia & Olds,
1992 : 146).

Hubungan lanjut usia dengan teman - teman di panti memang berbeda hubungannya dengan
keluarga karena lanjut usia dapat memilih dengan siapa lanjut usia ingin berteman. Menurut
Lewittes (1998 : 55) lanjut usia memilih sahabatnya atas dasar beberapa hal yaitu : kesamaan
usia, kesamaan jenis kelamin, tempat tinggal, kesamaan suku, kesamaan status sosial-
ekonomi, persamaan status perkawinan.

Dari uraian diatas, maka dapat ditari kesimpulan bahwa definisi kebutuhan berafiliasi pada
lanjut usia adalah suatu keinginan yang mendorong seseorang untuk menjalin hubungan
persahabatan yang positif dan berafeksi dengan orang lain, dengan cara berbagi rasa dan
pengalaman sehubungan dengan krisis yang dihadapinya pada masa tua.

C. Hubungan Antara Kebutuhan Berafiliasi Dengan Kecenderungan Depresi Pada


Wanita Lanjut Usia
Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial karena setiap manusia memiliki kebutuhan untuk
dapat intim atau akrab dengan sesamanya (need for intimacy) dimana kebutuhan ini muncul
pertama kali pada saat seorang bayi ingin menjalin kontak dengan orang lain (Fromm-
Reichman dalam Peplau & Perlan, 1982 : 4). Hal ini ditambahkan oleh Mc Dougall (dalam
Atkinson & Hillgard, 1996 : 6) yang menyatakan bahwa salah satu naluri manusia yaitu suka
berteman. Jika kebutuhan untuk kontak dengan orang lain atau berinteraksi sosial tidak dapat
terpenuhi maka akan menimbulkan perasaan tertekan pada individu yang bersifat subyektif.

Dengan berjalannya waktu, sesungguhnya kebutuhan tersebut tetap sama sepanjang masa
remaja atau dewasa, kebutuhan tersebut dapat langsung terpenuhi tanpa mengalami kesulitan
yang berarti. Keterlibatan individu pada situasi sekolah, kerja, teman sekelompok dan
pasangan hidup, dengan kemampuan mobilitas yng tinggi lebih memungkinkan terjadinya
kontak sosial. Tetapi pada masa lanjut usia terjadi perubahan-perubahan dalam peran sosial
dan emosional. Menurut Hyuck, Hoyer dan Kivett (dalam Schultz & Moore, 1984 : 195)
masa ini ditandai dengan kehilangan kekuatan ekonomi dan sosial, kehilangan pasangan
hidup dan teman-teman yang menimbulkan perubahan peran dan pengurangan keterlibatan
lanjut usia dalam interaksi sosial.

Dengan keadaan yang seperti itu, para lanjut usia diharapkan melakukan penyesuaian diri
dengan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi. Lanjut usia diharapkan dapat
menyesuaikan diri terhadap kemunduran kesehatan, pensiun, kematian pasangan hidup dan
mengembangkan hubungan kedekatan dengan teman seusia serta anak, cucu atau keluarga
lainnya.

Namun, sejalan dengan perkembangan masyarakat menuju modernisasi terjadi pula


pergeseran dalam pola interaksi keluarga. Perubahan-perubahan yang cepat, kesibukan,
pekerjaan dan munculnya teknologi baru yang dapat menimbulkan kesenjangan pengalaman
antar generasi tua dan muda. Akibatnya komunikasi dan keakraban hubungan didalam
keluarga menjadi berkurang. Penghargaan terhadap lanjut usia sering hanya diwujudkan
dalam bentuk materi.

Pada dasarnya lanjut usia masih membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarganya
sebagai tempat bergantung yang terdekat. Lanjut usia ingin hidup bahagia dan tenang dihari
tua serta masih ingin diakui keberadaannya. Namun seiring dengan bertambah tuanya
individu, anak – anak dan teman – temannya juga semakin sibuk dengan masalahnya sendiri.

Sebenarnya lanjut usia tidak akan menimbulkan masalah yang berarti bagi keluarganya
apabila keluarganya masih sanggup merawatnya. Namun, bila keluarganya menjadi semakin
sibuk dan tidak memiliki waktu dan tenaga untuk merawatnya, salah satu jalan yang dipilih
adalah dengan menempatkan lanjut usia di panti werdha. Keputusan keluarga untuk
menempatkan lanjut usia di panti werdha belum tentu diterima oleh lanjut usia. Lanjut usia
mungkin saja merasa terbuang, tidak dibutuhkan lagi, terisolasi dan kehilangan orang – orang
yang dicintai (Turner & Helms, 1983). Hal ini menyebabkan lanjut usia harus mampu
menyesuaikan diri diri dan menjalin hubungan yang baik dengan sesama penghuni panti,
apabila lanjut usia tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan panti, lanjut usia akan
merasa kesepian dan mudah mengalami depresi.

Salah satu cara umum untuk mengatasi depresi adalah dengan cara berafiliasi atau
berintegrasi dengan orang lain. Kebutuhan berafiliasi pada lanjut usia terutama mengarah
pada kebutuhan berada dengan keluarganya terutama anak – anaknya karena kebersamaan
didalam keluarga merupakan hal yang sangat didambakan oleh setiap individu, terutama bagi
para lanjut usia. Berkumpul bersama pasangan, anak, cucu, membuat harapan hidup para
lanjut usia bertambah panjang dan hubungan yang baik diantara semua anggota keluarga
merupakan suatu kebahagiaan yang besar bagi para lanjut usia (Turner & Helms, 1995 : 215).

Menurut Mullins dan Dugan (dalam Nanik Afida, 2000 : 185) menyatakan bahwa anggota
keluarga, terutama anak – anak cenderung menyumbang lebih besar terhadap kebahagiaan
para lanjut usia daripada teman – teman. Sumbangan ini dapat beripa dukungan emosional,
penjagaan kesehatan, dan dukungan finansial. Selain itu, perhatian dan kasih sayang yang
diberikan oleh anak – anaknya dapat meningkatkan kepuasan serta rasa aman, sehingga
membuat para lanjut usia merasa kebutuhan berafiliasinya terpenuhi.Dari beberapa uraian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika sedang mengalami depresi, individu termotivasi
untuk mencari orang lain yang mengalami situasi yang sama. Alasannya ada dua macam.
Pertama, berkumpul dengan orang lain dan berbicara kepada mereka tentang keadaan yang
dialami tampaknya dapat menolong untuk mengurangi depresi yang dialaminya. Kedua,
dengan membandingkan reaksi individu itu sendiri dengan orang lain, sehingga individu
dapat lebih mampu mengatur dan mengevaluasi perasaan individu tersebut. Dengan kata lain,
individu dapat mengurangi depresi yang dialaminya dengan cara berafiliasi dengan orang lain

Makalah depresi 2

A. Latar belakang
Pada zaman modern ini, banyak manusia yang mengalami stress, kecemasan,
dan kegelisahan. Sayangnya, masih saja ada orang yang berpikir bahwa stress
dan depresi bukan benar-benar suatu penyakit. Padahal, dibandingkan AIDS yang
menjadi momok saat ini, stres dan depresi jauh lebih bertanggung jawab
terhadap banyak kematian. Karena, kedua hal tersebut merupakan sumber dari
berbagai penyakit.
Stres dan depresi yang dibiarkan berlarut membebani pikiran dan dapat
mengganggu system kekebalan tubuh. Apabila kita berada dalam emosi yang
negative seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, dan kurang
bersyukur dengan nikmat yang ada, maka system kekebalan kita menjadi lemah.
Belakangan, hubungan antara perasaan negative dan terjadinya serangan
penyakit telah berkali-kali dibuktikan. Dalam suatu penelitian di Amerika, 28 dari
32 orang pasien, telah mengalami stres dan kehidupan yang tragis sebelum
terserang penyakit. Stres mental ini mengakibatkan system kekebalan tubuh
menjadi tidak normal. Para dokter di John Hopkin Medical School menemukan
bahwa orang- orang yang emosional dan pemurung cenderung menderita penyakit
yang serius seperti kanker, tekanan darah tinggi, jantung, dan berumur pendek.
Dan kini, umumnya para spesialis jantung mengakui bahwa orang dengan
kepribadian “tipe A”. individu yang tidak mau kalah, tidak sabar, terburu-buru,
dan mudah jengkel lebih berpeluang terhadap penyakit dan serangan jantung.
Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini,
yang

mendapat perhatian serius. Dinegara-negara berkembang, WHO memprediksikan bahwa pada tahun 2020 nanti
depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab
kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data WHO tahun 1980, hamper 20%-30% dari
pasien rumah sakit di Negara berkembang mengalami gangguan mental emosional seperti depresi.

A. Rumusan masalah
1. Pengertian depresi
2. Gejala-gejala depresi
3. Penyebab depresi
4. Resiko yang ditimbulkan oleh depresi
5. Cara menanggulangi depresi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Depresi
Istilah depresi sudah begitu popular dalam masyarakat dan semua orang
sudah mengetahuinya, termasuk orang yang awamdalam bidang kedokteran dan
psikologi. Akan tetapi, arti sebenarnya dari depresi itu sukar didefinisikan
secara tepat. Istilah dan kata yang identik maknanya dengan depresi dalam
bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada. “Sedih” tidak identik dengan depresi
demikian juga dengan “putus asa”, meski keduanya merupakan gejala penting dari
depresi. Orang awam menggunakan istilah depresi dengan sangat bebas dan
umum sehingga mengaburkan makna dari istilah itu sendiri. Ada yang
beranggapan bahwa depresi itu berarti suatu keadaan kesedihan dan
ketidakbahagiaan.
Depresi adalah kata yang memiliki banyak nuansa arti. Sebagian besar
diantara kita pernah merasa sedoih atau jengkel, menjalani kehidupan yang penuh
masalah, merasa kecewa, kehilangan dan frustasi, yang dengan mudah
menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun, secara perasaan
demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup
singkat dan mudah dihalau.

B.Gejala-gejala depresi
a. Gejala Fisik
Gejala fisik umum yang relative mudah dideteksi sebagai berikut:
1. Gangguan pola tidur. Misalanya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit
tidur.
2. Menurunnya tingkat aktivitas. Misalnya, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan
orang lain seperti menonton tv, makan dan tidur.
3. Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan
sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau
pekerjaan.sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal
prioritas.
4. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan
sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati
dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya.
5. Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan
negatif. Jika seorang menyimpan perasaan negative, maka jelas akan membuat
letih karena membebani pikiran dan perasaan.

b. Gejala Psikis
Adapun tanda-tanda gejala psikis sebagai berikut:
1. Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi
cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negative, termasuk menilai
diri sendiri.
2. Sensitive. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala
sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitive sekali, sehingga sering peristiwa
yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan
disalahartikan.
3. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka
merasa menjadi orang yang gagal terutama dibidang atau lingkungan yang
seharusnya mereka kuasai.
4. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang
yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa
dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan
tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.
5. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan
yang dialaminya.
c. Gejala social
Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada
akhirnya memengaruhi lingkungan dan pekerjaan (aktivitas rutin lainnya).
Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap prilaku orang yang
depresi tersebutyang pada umumnya negative (mudah marah, tersinggung,
menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).
C. Penyebab depresi
a. Faktor genetic
Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki
resiko leboih besar menderita gangguan depresi aripada masyarakat pada
umumnya. Gen berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ad banyak gen di
dalam tubuh kita dan tidak ad seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti
bagaimana gen bekerja. Dan tidak ada nukti langsung bahwa ada penyakit depresi
yang disebabkan oleh faktor keturunan.
b. Susunan kimia otak dan tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar
dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan adanya
perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormone noradenalin yang
memegang peranan utama dalam mengendalikan otak danaktivoitas tubuh,
tampaknya berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada waniata,
perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.
c. Faktor usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan
orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada
usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting,
yaitu peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa, masa
sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan.
Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurunyang
menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi.
Survey masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari
gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-44 tahun.
d. Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan
berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih
sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali
depresi pada wanita. Bagaimanapun, tekanan sosialpada wanita yang mengarahkan
pada depresi . misalnya, seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih jarang
ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus
menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga
menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi atau menjadi
pemicu penyakit depresi .
e. Gaya hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya
penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat
stress dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan
tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor
beberapa orang yang mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa
kecemasan dan depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehatpada
pasien berisiko penyakit jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur
tidak teratur,makan tidak teratur, pengawet dan pewarna buatan,
kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.
f. Penyakit fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena
mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya
kepercayaan diri dan penghargaan diri, juga depresi. Alasan terjadinya depresi
cukup kompleks. Misalnya, depresi sering terjadi setelah serangan jantung,
mungkin karena seseorang merasa mereka baru saja mengalami kejadian yang
dapat menyebabkan kematian atau karena mereka tiba-tiba menjadi orang yang
tidak berdaya . pada individu lanjut usia penyakit fisik adalah penyebab yang
paling umum terjadinya depresi.
g. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat menyebabkan depresi. Namun
bukan berarti obat tersebut menyebabkan depresi, dan menghentikan
pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi.
h. Obat-obatan terlarang
Marijuana/Ganja
Heroin/ Putauw
Kokaina
Ekstasi
Sabu-sabu

i. Sinar matahari

Kebanyakan dari kita merasa lebih baik dibawah sinar matahari daripada
mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-
baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka
disebut menderita seasonal affective disorder(SAD)
j. Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang
dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih
rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola piker yang
negative, pesimis, juga tipe kepribadian.
B. Risiko yang ditimbulkan oleh depresi
a. Bunuh diri
Perasaan kesepian dan ketidakberdayaan adalah faktor yang sangat besar
seseorang melakukan bunuh diri. Orang yang lanjut usia merupakan populasi yang
paling merasa kesepian. Orang yang menderita depresi kadang-kadang merasa
begitu putus asa sehingga mereka benar-benarmempertimbangkan membunuh
dirinya sendiri
b. Gangguan tidur: insomnia dan hypersomnia
Gangguan tidur dan depresi cenderung muncul bersamaan. Kesulitan tidur
dianggap sebagai gejala gangguan mood. Setidaknya 80% dari orang yang
menderita depresi mengalami insomnia, atau kesulitan untuk tidur, sering kali,
kesulitan untuk tetap tertidur. Depresi juga berpengaruh terhadap kualitas
tidur yang menyebabkan seseorang merasa lelah setelah bangun. Sekitar 15%
dari yang mengalami depresi tidur berlebihan.
c. Gangguan dalam hubungan
Sebagai akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung, senantiasa
sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain atau dalam situasi
lainmenyalahkan orang lain, hal ini menyebabakan hubungan dengan orang lain
menjadi tidak baik.
d. Gangguan dalam pekerjaan
Pengaruh depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaanseseorang. Depresi
meningkatkan kemungkinan dipecat dan pendapatn yang lebih rendah. Depresi
mengakibatkan kerugian dalam produksi karena absenteisme ataupun p[erforma
yang sangat buruk. Pekerja dengan depresi juga kehilangan lebih banyak waktu
karena kesehatan yang buruk daripda pekerja yang tidak mengalami depresi.
e. Gangguan pola makan
Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan dapat
menyebabkan depresi. Pada orang yang menderita depresi terdapat dua
kecenderungan umum mengenai pola makan yang secara nyata memengaruhi berat
tubuh yaitu:
 Tidak selera makan
 Keinginan makan-makanan yang manis bertambah

f. Perilaku-perilaku merusak
Beberapa prilaku yang merusak disebabkan oleh depresi adalah:
 Agresivitas dan kekerasan
 Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang
 Prilaku merokok

C. Cara menanggulangi depresi


1. Obat Antidepresan
Ada beberapa obat antidepresan yaitu:
 Lithium. Lithium adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar.
 MAOIs
 Tricyclics.
 SSRIs
2. CBT
Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang
berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan
berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negative
dan keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional.jadi focus teori ini adalah
mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis.

3. Terapi Interpersonal
Terapi Interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus
kepada hubungan antara orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit
kejiwaan.

4. Konseling kelompok dan dukungan social


Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang
dilakukan antara seorang konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus
dalam kelompok kecil

5. Berolahraga
Keadaan mood yang negative seperti depresi, kecemasan, dan kebingungan
disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negative pula. Salah satu cara yang
dapat dilakuakan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positifyang dapat
menghalangi munculnya mood negative adalah dengan berolahraga.

6. Diet (mengatur pola makan)


Simtom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan depresi semakin parah yaitu:

 Konsumsi kafein secara berkala.


 Konsumsi sukrosa (gula)
 Kekurangan biotin, asam folat dan vitamin B, C, kalsium, tembaga, magnesium
 Kelebihan magnesium
 Ketidakseimbangan asam amino
 Alergi makanan

7. Terapi Humor
Sudah lama professional medis mengakui bahwa pasien yang mempertahankan
sikap mental yang positif dan berbagai tawa merespons lebih baik terhadap
pengobatan. Respons psiologis dari tertawa termasuk meningkatkan pernapasan,
sirkulasi, sekresi hormone dan enzim pencernaan, dan peningkatan tekanan darah.
8. Berdoa
Banyak orang mempunyai kecenderungan alami untuk berpaling pada agama dalam
memperoleh kekuatan dan hiburan. Bagi yang percaya,keyakinan yang kuat dan
menjadi anggota aliran agama tertentu serta tujuan yang sama dapat
menanggulangi penderitaan dan depresi.
Berdoa merupakan salah satu cara untuk mengatasi depresi. Mengambil waktu
untuk berdoa member I kesempatan kepada kita menghentikan kegiatan kita dan
jalan arus hidup kita.

9. Hidroterapi dan Hidrotermal


Hidroterapi adalah penggunaan air untuk pengobatanpenyakit.terapi hidrotermal
adalah penggunaan efek temperature air misalnya mandi air panas, sauna, dan
lain-lain.
Pengobatan dari hidroterapi berdasarkan efek mekanis dan/atautermal dari air.
Tubuh bereaksi pada stimulus panas dan dingin. Saraf mengantarkan rangsangan
yang dirasakan kulit kedalam tubuh, dimana merangsang system imun,
memengaruhi hormone stres, meningkatkan aliran tubuh dan mengurang rasa
sakit.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Stress, cemas, dan gelisah sebagai gejala depresi masih saja kita anggap
sebagai bukan penyakit. Padahal dibanding AIDS yang menjadi momok saat ini,
stress dan depresi jauh lebih bertanggung jawab terhadap banyaknya kematian.
Sariawan, serangan jantung, susah tidur, usus buntu, diabetes, asma,skizofrenia,
gangguan pencernaan, dan bahkan kanker disinyalir berasal dari depresi.
Depresi adalah gangguan mood. Kata “mood” menggambarkan emosi seseorang,
serangkaian perasaan yang menggambarkan kenyamanan atau ketidaknyamanan
emosi. Kadang-kadang, mood diartikan sebagai emosi yang bertahan lama yang
mewarnai kehidupan dan keadaan kejiwaan seseorang
Mood berbeda dengan emosi. Emosi biasanya berlangsung sementara .emosi kita
terus menerus menanggapi berbagai gagasan, kegiatan, dan keadaan social yang
kita hadapi sepanjang hari.

Saran
Dalam menghindari depresi marilah kita untuk selalu berpikiran positif terhadap
apa yang terjadi dan dialami, serta marilah melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Lumongga Namora. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis, Jakarta: Kencana Pranada.

Anda mungkin juga menyukai