BAB II
LANDASAN TEORI
1
Iftikar Z. Sutalaksana dkk, Teknik Perancangan Sistem Kerja, (Bandung: ITB, 2006), hlm.
173-175.
2
2
Ibid., hlm. 177.
3
p̅ ( 1 – p̅)
BKA = p̅ + 3√
n̅
p̅( 1 – p̅ )
BKB = ̅p - 3√
n̅
dimana:
∑ 𝑝𝑖
̅p =
𝑘
Dengan pi adalah persentase produktif di hari ke-1 dan k adalah jumlah hari
pengamatan.
n
ni
k
dengan ni adalah jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke-i.
4
Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan dapat dicari berdasarkan
rumus yang telah ditetapkan, yaitu:
k2 p (1- p)
N=
(Sp)2
3
Ibid., hlm. 177-178.
4
Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, (Surabaya: Guna Widya, 2008),
hlm. 212.
4
P(1-p)
Sp=k√
N
Dimana:
Sp = tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam decimal.
P = persentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan dalam
bentuk decimal.
N = jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.
k = harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan yang
diambil.
5
Ibid., hlm. 210.
6
Iftikar Z. Sutalaksana, op.cit., hlm. 157-158.
5
7
Ibid., hlm. 160-165.
6
4. Average skill
a. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
b. Gerakannya cepat tapi tidak lambat.
c. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan.
d. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
e. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiada keragu-raguan.
f. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.
g. Tanpak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk
pekerjaannya.
h. Bekerjanya cukup teliti.
i. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
5. Fair skill
a. Tampak terlatih tapi belum cukup baik.
b. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
c. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.
d. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
e. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah
ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.
f. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak selalu
yakin.
g. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
h. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh output nya akan sangat rendah.
i. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.
6. Poor skill
a. Tidak bias mengkoordinasi tangan dan pikiran.
b. Gerakan-gerakannya kaku.
c. Kelihatan ketidak yakinannya pada urut-urutan gerakan.
d. Sepertinya yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
e. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
f. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
g. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
8
8
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal,
kelonggaran perlu ditambahkan.
Tabel 2.3 menunjukkan besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor
yang berpengaruh.
8
Ibid., hlm. 167-171.
12
9
Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian, (Medan: USU Press, 2011), hlm. 191-202.
14
lain ialah strata dalam pendapatan, pendidikan, jabatan, usia, status, dan
lain-lain.
d. Cluster Sampling
Prosedur penarikan sampel dengan metode cluster sampling terdiri dari
dua tahap. Pemilihan cluster dilakukan secara random (tahap 1). Terhadap
setiap cluster yang terpilih dilakukan penarikan elemen untuk menjadi
anggota sampel (tahap 2). Metode cluster sampling ini sangat efisien dari
segi waktu dan pembiayaan tetapi mengandung bias yang lebih besar
dibandingkan dengan metode lain dan hasilnya juga sangat sulit
digeneralisasi.
e. Area Sampling
Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster
sampling. Dalam area sampling, cluster dari populasi adalah perbedaan
lokasi geografis (geographycal areas) dari populasi. Seperti halnya
dengan cluster sampling, area sampling juga dilakukan dengan cara
memilih secara random area investigasi dan pada area terpilih dilakukan
pengambilan sampel dengan menggunakan salah satu metode simple
random sampling, systematic sampling, atau stratified random sampling,
sesuai dengan kondisinya.
2. Non-probability Sampling
Berbeda halnya dengan probability sampling, pada non-probability sampling,
setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak
berdasarkan probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan
karakteristik khusus masing-masing elemen. Beberapa model dari metode
sampling yang non-probabilistik ini adalah convenience sampling dan
purposive sampling.
a. Convenience Sampling
Seperti disebutkan oleh namanya, convenience sampling adalah suatu
metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang
secara suka rela menawarkan diri (conveniencely available) dengan alasan
masing-masing. Convenience sampling sering digunakan selama fase
16
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditolerir; e=0,1
11
Dapat diketahui beberapa keterangan mengenai rumus Slovin yaitu:
1. Rumus Slovin dapat dipakai untuk menentukan ukuran sampel, hanya jika
penelitian bertujuan untuk yang menduga proporsi populasi.
2. Asumsi tingkat keandalan 95%, karena menggunakan a=0,05, sehingga
diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
10
Anonim, BAB III Metode Penelitian, hlm. 43-44.
11
Nugraha, Setiawan, Penentuan Ukuran Sample MemakainRumus Slovin dan Tabel Krejcie-
Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya, (Bandung: Universitas Padjajaran) hlm.7-8
17
2.3.1. Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal
dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi,
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi
panas dan 35% untuk kondisi dingin. Anggota tubuh manusia dalam keadaan
normal mempunyai temperatur berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37ºC,
dada sekitar 35ºC, dan kaki sekitar 28ºC. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri
karena memiliki kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan
penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
Penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang
berbeda-beda seperti berikut:
12
Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November, 1995) hlm. 83-87.
18
a. ± 49ºC : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas
tingkat kemampuan fisik dan mental.
b. ± 30ºC : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung
untuk dalam pekerjaan, serta menimbulkan kelelahan fisik.
c. ± 24ºC : Kondisi optimum.
d. ± 10ºC : Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.
Suatu penyelidikan memperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia
akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C - 27°C.
2.3.2. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara
(dinyatakan dalam persen). Kelembaban ini sangat berhubungan atau
dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu keadaan dimana temperatur udara
sangat panas dan kelembabannya tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas
dari tubuh secara besar-besaran (karena sistem penguapan). Pengaruh lainnya
ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah
untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.
2.3.4. Kebisingan
Kemajuan teknologi ternyata banyak menimbulkan masalah-masalah
seperti diantarnya yang dikatakan sebagai polusi. Salah satu bentuk dari polusi di
sini ialah kebisingan (noise) bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga
kita. Tidak dikehendaki karena terutama dalam jangka panjang bunyi-bunyian
tersebut dapat menggangu ketenangan kerja. Kebisingan adalah bunyi-bunyian
yang tidak dikehendaki oleh telinga kita, karena dalam waktu panjang bunyi-
bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran dan
dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada tiga aspek yang menentukan
kualitas bunyi yang bisa menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat
gangguan pada manusia yaitu:
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar. Semakin lama telinga kita mendengar
kebisingan akan semakin buruk akibatnya bagi pendengaran atau tuli.
b. Intentitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan
besarnya arus energi per satuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara
yang sampai ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran
per detik (Hz).
2.3.6. Bau-bauan
Bau-bauan yang dalam hal ini dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat
mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan kelembaban merupakan
dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
Pemakaian air conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat
kerja.
2.3.7. Warna
Warna yang berpengaruh adalah warna tembok ruangan dan interior yang
ada di tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan
mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh yang lain seperti:
a. Warna merah bersifat merangsang.
b. Warna kuning memberikan kesan luas terang dan leluasa.
c. Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman dan menyegarkan.
d. Warna gelap memberikan kesan leluasa dan lain-lain.
Sifat-sifat itu menyebabkan pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu
diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Pada keadaan
dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat
menghilangkan kesan tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan
(dengan memberikan warna terang akan memberikan kesan leluasa) karena kesan
sempit cenderung menimbulkan ketegangan (stress).
2.3.8. Pencahayaan13
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat
objek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kelelahan. Kebutuhan akan
pencahayaan yang baik akan makin diperlukan apabila kita mengerjakan suatu
pekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan. Pencahayaan yang terlalu
suram mengakibatkan mata pekerja makin cepat lelah karena mata akan berusaha
untuk bisa melihat, dimana lelahnya mata dapat mengakibatkan kelelahan mental,
13
Iftikar Sutalaksana. Z, op.cit., hlm. 84.
21
lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya mata karena
menyilaukan.
Kemampuan mata untuk bisa melihat objek dengan jelas ditentukan oleh
ukuran objek, derajat kontras antara objek dan sekelilingnya, luminensi
(brightness) dan lamanya melihat. Derajat kontras adalah perbedaan derajat terang
relatif antara objek dengan sekelilingnya, sedangkan luminensi berarti arus cahaya
yang dipantulkan oleh objek.
14
Tarwaka, Ergonomi Industri, hlm.523-526.
22
2. Penerangan Kombinasi
Penerangan kombinasi diperlukan manakala penerangan umum tidak
memberikan kecukupan intensitas terhadap pekerjaan tertentu. Penerangan
kombinasi lokal dan penerangan umum dipasang diatas kepala secara
permanen untuk meningkatkan intensitas cahaya sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan.
3. Penerangan Lokal
Penerangan lokal atau penerangan untuk pekerjaan tertentu sangat diperlukan
untuk meningkatkan intensitas penerangan pada pekerjaan tertentu yang
memerlukan ketelitian. Penerangan lokal harus memungkinkan pemakai
dapat dengan mudah mengatur dan mengendalikan pencahayaan sesuai
dengan keperluannya.
15
Iftikar Sutalaksana. Z, op.cit., hlm. 48.
23
16
Sohichul Tarwaka H.A. Bakri dan Lilik Sudiajeng, op.cit., hlm. 523.
24
17
Tarwaka, Ergonomi Industri, hlm.538-547
18
Anonim, Bab II Dasar Teknik Penerangan, (Jakarta: Universitas Mercu Buana )
25
P = Panjang.
L = lebar.
Semua satuan dalam feet (1 feet = 0,3 m)
19
John Ridley dan John Channing, Safety at Work, hlm.581-588
28
9. Induction Lamp, adalah lampu yang secara sederhana berupa tabung kaca
yang berisikan gas inert dan dilapisi didalamnya dengan posfor utuk
mengubah radiasi ultraviolet menjadi cahaya yang tampak.
10. Luminaire, adalah panas yang umum dari semua apparatus karena efek atau
dampak dari pencahayaan.
Pemilihan sumber cahaya yang tepat dapat dipengaruhi oleh bebrapa
faktor. Sangat penting untuk memperhatikan efisiensi, kemudahan instalasi, harga
instalasi dan saat dijalankan, perawatan, karakterisitik lampu, ukuran, panas, dan
warna yang keluar. Efisiensi dari setiap lampu bisa dijabarkan sebagai cahaya
yang keluar per unit elektronik yang terpakai (lumens per watt). Pada umumnya,
lampu pijar kurang efisien dibandingkan sumber lainnya.
Tabel 2.4. Lumen per Watt dari Jenis-jenis Lampu
Jenis lampu Lumen per watt
Lampu pijar s/d 15
Tungsten halogen s/d 22
Sodium bertekanan tinggi s/d 140
Halida logam s/d 100
Lampu pendar s/d 100
Lampu pendar padat s/d 85
Induksi s/d 65
Sodium bertekanan rendah s/d 200
2.5. Antropometri
2.5.1. Definisi Antropometri
20
Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi
yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada
dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dansebagainya) berat dan
lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.
20
Iridiastadi, Hardianto, Ergonomi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya ,(2014)
hlm.27 .
29
21
Iridiastadi , Hardianto, Op.cit. hlm.27-28
30
22
Sritomo, Op.cit., hlm. 62-63
23
Ibid.,hlm. 68-69
31
mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya
pun bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.
3. Prinsip Perancang Produk dengan Ukuran Rata-Rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali
mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan
dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka
yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.
Keterangan :
1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala)
2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukan)
6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (dukur dari atas tempat duduk/pantat sampai
dengan kepala)
7. Tinggi mata dalam posisi duduk
8. Tinggi bahu dalam posisi duduk
24
Ibid., hlm. 70-71
32
25
Keterangan:
1. Panjang tangan yang diukur dari pergelangan tangan sampai ujung jari
2. Panjang telapak tangan yang diukur dari pergelangan tangan sampai batas
telapak tangan
3. Panjang ibu jari
4. Panjang jari telunjuk
5. Panjang jari tengah
6. Panjang jari manis
7. Panjang jari kelingking
8. Lebar ibu jari
9. Tebal ibu jari
10. Lebar jari telunjuk
11. Tebal jari telunjuk
12. Lebar telapak tangan dalam keadaan tertutup rapat,
13. Lebar telapak tangan yang diukur sampai ibu jari dalam keadaan tertutup rapat
14. Lebar telapak tangan (minimum)
15. Tebal telapak tangan
16. Tebal telapak tangan yang diukur sampai dengan ibu jari
17. Diameter pegangan (maksimum)
18. Lebar tangan maksimum yang diukur dari ujung ibu jari sampai dengan ujung
jari kelingking dalam keadaan terlentang
19. Lebar fungsional maksimum yang diukur dari ibu jari kejari lain
20. Segi empat minimum yang dapat dilewati telapak tangan
25
Eko Nurmianto, Ergonomi Dasar dan Aplikasinya, (Surabaya: Institut Sepuluh Nopember,
1979), hlm. 67-69.
34
Keterangan :
1. Panjang Kepala
2. Lebar kepala
3. Diameter maksimum dari dagu
4. Dagu kepuncak kepala
5. Telinga kepuncak kepala
6. Telinga kebelakang kepala
7. Antara dua telinga
8. Mata kepuncak kepala
9. Mata kebelakang kepala
10. Antara dua pupil kepala
11. Hidung kepuncak kepala
12. Hidung kebelakang kepala
13. Mulut kepuncak kepala
14. Lebar mulut
Keterangan :
1. Panjang telapak kaki yang diukur dari ujung kaki sampai ujung ibu jari kaki
2. Panjang telapak lengan kaki
3. Panjang kaki sampai jari kelingking
4. Lebar kaki
5. Lebar tangkai kaki
6. Tinggi mata kaki
7. Tinggi bagian tengah telapak kaki
8. Jarak horizontal tangkai mata kaki
35
Start
Input
Data
Antropometri
Pengolahan Data
`
Uji
Tidak
Keseragaman
Data
Ya
Ya
Penetapan Prinsip
Perancangan Produk
Perhitungan Persentil
Output
Persentil Data
Stop
26
Sritomo, Op.cit., hlm. 65-67
37
27
Hardianto Iridiastadi, Ergonomi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarta), hlm 38.
28
Ibid., hlm. 44-45
38
29
Edi Kurniyawan, Op. Cit.
30
Bhina Patria, Uji Normalitas, diakses di https://labkomfmipa.files.wordpress.com/
2008/08/uji_normalitas.pdf, pada tanggal 08 Mei 2017 pukul 21.56.
39
Hasil analisis terdiri dari beberapa bagian tetapi yang terpenting adalah pada tabel
Test of Normality seperti terlihat pada Gambar 2.8.
9. Tumit/kaki
Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau
tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Standard Nordic
Questionnaire ini diberikan kepada seluruh pekerja yang terdapat pada stasiun
kerja. Setiap responden harus mengisi ada atau tidaknya keluhan yang diderita.
Sumber: Santoso
Gambar 2.11. Standard Nordic Questionnaire
43
31
Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk Sekolah
Luar Biasa (SLB).
44
ruangan kelas yang monoton. Dan mereka akan melakukan hal-hal yang tidak bisa
diprediksi. Inilah yang membuat peneliti tergerak untuk memperbaiki desain
interior ruangan kelas yang ideal bagi siswa SD Tunagrahita agar tercipta
kenyamanan pada saat proses belajar mengajar serta membantu meningkatkan
mobilitas dan kreatifitas intelektual siswa di kelas.
2.8.3. Pembahasan
1. Perbaikan lingkungan interior dengan pendekatan ergonomi.
1) Pencahayaan
Pada waktu ada matahari maka penerangan memakai cahaya alam,
namun pada saat cahaya matahari kurang, memakai cahaya lampu
dengan intensitas cahaya 500 lux. Ini karena lampu yang
sebelumnya bila dinyalakan akan menyilaukan. Dan intensitas
cahaya yang bisa diterima siswa waktu membaca sekitar 299 lux.
Hal ini sesuai standarisasi SNI.
2) Suhu dan temperatur
Pada pagi hari udara bisa sangat dingin, itu bisa ditanggulangi
dengan penambahan pemanas ruangan, akan tetapi bila siang hari
lumayan panas, bisa ditambah dengan beberapa tanaman yang bisa
membuat lebih sejuk.
3) Kelembaban
Kelembaban yang tinggi bisa menyebabkan ketidaknyamanan pada
saat proses belajar mengajar berlangsung. Pada kelembaban bisa
ditambah ventilasi dan penambahan tanaman hijau.
4) Kebisingan
Pada hal ini melampaui ambang batas sering pada saat tertentu saja,
tapi hal itu mengganggu proses belajar mengajar. untuk kebisingan
sebagai peredam suara bisa dipasang kertas dinding dengan bahan
yang agak tebal yang bisa sedikit meredam suara.
5) Warna
Warna adalah kekuatan yang berpengaruh terhadap manusia. Untuk
warna yang dipilih untuk ruang interior kelas adalah kuning agak
kehijauan, karena warna kuning bisa memacu semangat, sedangkan
hijau bisa menenangkan saraf.
46
2. Data Antropometri
Berikut data lingkungan anthropometri peneliti menggunakan 24,5 – 25
0
C, Kelembaban 60-69%.Pencahayaan 299-340 lux.
Untuk pengolahan data anthropometri peneliti menggunakan
tingkat kepercayaan 95% (k=2) dan tingkat ketelitian 5%. Hasil
pengolahan data anthropometri dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.6. Data Antropometri Kelas Kecil dan Sedang
No. Jenis Pengukuran N X SD BKA BKB
1 Tinggi mata 25 123,13 0,15 123,5 122,92
2 Tinggi mata 25 56,30 0,21 56,52 55,65
posisi duduk
3 Tinggi pegangan 25 168,07 0,22 168,5 167,62
tangan pada posisi
tangan vertikal ke
atas dan berdiri
Tegak
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Nilai tersebut diambil rata- rata , karena dalam satu ruangan ada
lebih dari satu kelas, yaitu kelas 2, 3, 4. Dan ukuran data yang diambil
tidak ada yang melebihi batas yang ada.
Tabel 2.7. Data Antropometri untuk Siswa Kelas 5
No. Jenis Pengukuran N X SD BKA BKB
1 Tinggi mata 25 127,1 0,48 138,0 126,14
2 Tinggi mata 25 57,94 0,29 58,54 57,352
posisi duduk
3 Tinggi pegangan 25 175,2 0,11 175,46 175,004
tangan pada posisi
tangan vertikal ke
atas dan berdiri
Tegak
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
47
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Gambar 2.12. Posisi Duduk- Berdiri dengan Garis Pandang.
Untuk ukuran tata letak papan tulis adalah, 70% lebih banyak dalam posisi
duduk, dan 30% untuk posisi berdiri, maka toleransi ukuran tata letak papan tulis
yaitu untuk kelas 2,3, dan 4 : lebar 1,5m, panjang 3m, tinggi dari permukaan
lantai adalah 70cm.Untuk kelas 5 : lebar 1,5m, panjang 3m, tinggi dari permukaan
lantai 82cm.
Serta berikut ukuran meja kursi yang telah ada perbaikan desain :
1. Tinggi alas duduk
Tinggi permukaan alas duduk = tinggi popliteal duduk (P5) = 37 cm
2. Lebar alas duduk
Lebar alas duduk = lebar popliteal duduk (P95) + ditambah kelonggaran 10%
pada masing-masing sisi = 34 cm.
3. Panjang alas duduk
Panjang alas duduk = jarak pantat ke popliteal dengan (P5) = 36 cm.
4. Tinggi sandaran punggung
Tinggi sandaran dirancang tinggi bahu duduk (P95) = 45 cm.
5. Lebar sandaran punggung
Lebar sandaran punggung = tinggi bahu duduk - tinggi pinggang = 28 cm.
6. Panjang sandaran punggung
Panjang sandaran punggung = lebar bahu duduk (P95) = 36 cm.
48
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Gambar 2.13. Desain Interior Ruang Kelas
49
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Gambar 2.14. Penataan Meja Kursi Siswa
Sumber : Hutabarat, Julianus, dkk. Perancangan Interior/Ruang Belajar yang Ergonomis untuk
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Gambar 2.15. Pencahayaan yang Ideal
50
2.8.4. Kesimpulan
Berdasarkan perbaikan interior maka sebagai berikut:
1) Faktor lingkungan
Temperatur 24,5 – 25 0
C
Kelembaban 60 – 69 %
Pencahayaan 299 – 300 lux
Warna : kuning agak kehijauan (pastel)
2) Papan tulis Lebar 1,5 m Panjang 3 m
Kelas 2,3,4 letak ketinggian dari pemukaan lantai 70 cm.
Untuk kelas 5 letak ketinggian dari permukaan lantai 82 cm.
Ukuran tersebut sudah diberi kelonggaran dari ukuran yang seharusnya.
32
Klarin, Milijov, dkk. 2016. Production Cycle Time Reduction In Low And Medium-Low- Tech
Companies: A Case Study For Serbia.
51
2.9.3. Hasil
Hasil dari dua tahun pertama penelitian di perusahaan mobil menunjukkan
bahwa persentase total waktu dengan siklus bertepatan dengan persentase total
menurut frekuensi, yang berarti tidak perlu mengukur durasi komponen setiap
waktu dalam setiap siklus. Durasi komponen waktu yang diukur dalam hitungan
menit berbeda karena durasi siklus produksi yang berbeda mengenai persentase
frekuensi, karena beberapa siklus lebih pendek dan beberapa lagi.
Pada tahun 2012 untuk 30 siklus, yang dipantau dan dinyatakan dengan
persentase total durasi semua siklus atau dalam jumlah tertentu dalam hitungan
menit untuk setiap elemen waktu (yang juga dibagi dengan total durasi semua
siklus produksi), persentase identik diperoleh atau dinyatakan Dalam hitungan
52
menit, nilai yang hampir sama per elemen waktu diperoleh. Oleh karena itu tidak
perlu untuk merekam setiap komponen waktu secara terpisah dalam hitungan
menit. Perbedaan antara rekaman individu, untuk frekuensi dan persentase
frekuensi elemen waktu tertentu, untuk tahun 2012, ditunjukkan pada tabel 1
untuk waktu persiapan dan waktu pembuatan. Oleh karena itu, untuk jumlah
rekaman yang sama , frekuensi yang sama dan persentase yang sama (18,8%)
untuk siklus 4 dan 22 terdapat durasi waktu penyiapan yang berbeda (32,4 mnt
Untuk siklus 4 dan 45,3 menit untuk siklus 22).
Perbedaan yang lebih signifikan lagi dapat dilihat pada waktu
pembuatan dimana frekuensi 6 dan persentase 27,27% durasi waktu adalah 48,5
menit I 67,9 menit. Selama pemantauan tahun 2013 dilakukan sedemikian rupa
sehingga hanya frekuensi tampilan komponen waktu yang dicatat dan hasilnya
ditunjukkan pada tabel 2 bersama dengan persentase dan durasi yang dihitung dari
elemen waktu tertentu.
Sumber : Klarin, Milijov, dkk. 2016. Production Cycle Time Reduction In Low And Medium-
Low- Tech Companies: A Case Study For Serbia.
Gambar 2.16. Diagram Persentase Kecenderungan Komponen Waktu
53
tpc / min 162 204 217 283 ,,, 220 180 230
t % 21,7 16 12 14,3 ,,, 13,6 15,8 17,4 16,15 1560,4
p
tptt
f 5 4 3 3 ,, 3 3 4
t % 17,4 20 32 23,8 ,,, 27,2 26,3 21,7 23,76 2295,7
t
tmn
f 4 5 8 5 ,, 6 5 5
t % 8,7 16 16 9,5 ,,,, 13,6 10,2 17,4 13,37 1291,8
tc c
f 2 4 4 2 ,,, 3 2 4
t % 17,4 16 16 9,5 ,,,, 23,6 10,2 13 12,25 1183,6
t
ttrr
f 4 4 4 2 ,,, 3 2 3
t
p
k % 21,7 12 12 14,3 ,,,, 13,6 15,8 8,7 14,1 1362,3
56
2.9.4. Kesimpulan
Hasil yang paling signifikan dari penelitian dua tahun pertama di
perusahaan mobil Serbia adalah tidak perlu mengukur komponen waktu siklus
produksi dalam hitungan menit, sehingga tidak perlu mencatat durasi setiap
komponen secara terpisah, namun sebaliknya Cukup untuk mencatat frekuensi
59
penampilan mereka. Hasil yang disajikan pada tabel 5 dengan jelas menunjukkan
bahwa semua komponen waktu berkurang pada tahun 2013 sebagai akibat
penerapan metode yang diusulkan. Metode biaya sederhana dan murah untuk
mendapatkan komponen waktu siklus produksi memberikan tinjauan rinci
terhadap siklus produksi yang memungkinkan langkah-langkah yang tepat
dilakukan untuk mengurangi setiap komponen waktu dan menghasilkan
pengurangan waktu siklus produksi per satu bagian produk sepertiga, yaitu Hasil
yang sangat memuaskan
Oleh karena itu, hasil praktis dari penelitian ini adalah bahwa penerapan
metode yang disederhanakan untuk mendapatkan komponen waktu siklus
produksi setelah menganalisa hasil mengarah pada:
a. Mengurangi waktu siklus produksi
b. Meningkatnya persentase waktu produksi
c. Meningkatnya produksi
d. Meningkatnya kepuasan dan keterlibatan pelaksana secara keseluruhan.
Seperti disebutkan sebelumnya, Serbia sedang berjuang menuju
pembangunan industri, dan dengan cara itu akan sulit dan lamban. Hal ini
terutama terjadi pada perusahaan kecil dan non-otomatis yang membuat sebagian
besar industri di Serbia. Perusahaan semacam itu bisa mendapatkan keuntungan
dari metode yang diusulkan dalam makalah ini karena dapat diterima baik dari
sudut pandang ekonomi maupun kompleksitas dan memberikan cara sederhana
untuk memperbaiki proses produksi, yang mengarah ke perbaikan lainnya.
33
Aryo Sasmita, dkk. 2017. Evaluasi Tingkat Kebisingan di Bandara Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru.
60
4. Alat Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut :
a. Penelitian ini menggunakan Sound Level Meter (SLM)untuk mengukur
tingkat kebisingan. SLM yang digunakan pada penelitian ini juga dapat
digunakan untuk mengetahui data meteorologi seperti kecepatan angin,
suhu, dan kelembaban udara.
b. Stopwatch yang digunakan untuk menghitung waktu pengukuran
tingkat tekanan suara.
c. Alat tulis dan form survey untuk mencatat data sampling.
d. Perangkat komputer untuk mengolah data dan pemetaan kebisingan
Data tingkat tekanan suara (LP) diukur setiap 5 detik selama 10 menit pada
rentang waktu yang telah ditentukan sehingga data yang dihasilkan untuk satu
titik pengukuran adalah 120 data. Dari hasil pengukuran diketahui tingkat tekanan
suara di kawasan bandara berada pada rentang 33,9 – 114,2 awaktu. Nilai Leq
yang diperoleh pada waktu pengukuran di kawasan Bandara adalah (65,29 - 96,61)
dBA. Rekapitulasi hasil Perhitungan nilai Leq, pada masing-masing waktu
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.13 dibawah ini.
Tabel 2.13. Rekapitulasi Tingkat Kebisingan di Area Bandara
Perhitungan Leq (dBa)
Titik Pengukuran
Leq 1 Leq 2 Leq 3 Leq 4 Leq 5
Landasan Pacu Utara 81,79 80,24 79,17 89,00 69,59
Landasan Pacu Selatan 92,12 86,86 92,46 75,08 77,54
Apron Timur 78,32 77,30 79,77 75,48 73,14
Apron Selatan 76,00 77,47 94,66 72,55 72,18
Area Parkir Kendaraan 90,93 96,61 66,01 81,86 65,29
Sumber : Aryo Sasmita, dkk. 2017. Evaluasi Tingkat Kebisingan di Bandara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru.
Dari Leq nilai dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan nilai LS, LM,
dan LSM. Rekapitulasi hasil perhitungan nilai LS,
LM, dan LSM pada masing-masing waktu pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.14
dibawah ini.
65
Dari Tabel 2.15 diatas diketahui bahwa lama bekerja paling sebentar untuk
landasan pacu pelatan, maksimal bekerja yang diperbolehkan pada daerah tersebut
66
hanya 3,46 jam., dan terlama di apron timur 43,05 jam. Oleh karena itu pekerja
yang berada ditempat tersebut harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
untuk mengurangi dampak kebisingan yang dihasilkan dari aktivitas Bandara.
Dengan jam kerja rata-rata 8 jam sehari, Menurut NIOSH (1998), ambang
batas maksimum untuk waktu yang diperkenankan untuk bekerja sebesar 8 jam
adalah sebesar 85 dBA. Berdasarkan tabel 5, diketahui pada apron timur yang
memiliki tingkat kebisingan rata-rata paling rendah, pekerja dapat bekerja lebih
lama dari pada 3 titik pengukuran lain. Kebisingan di tempat kerja merupakan
masalah utama dalam kesehatan kerja di berbagai negara. Hasil penelitan ini
sejalan dengan hasil penelitian Tana (2002), yang mneyatkan Dengan terpapar
kebisingan > 85 dBA secara terus-menerus dapat meningkatkan resiko noise
induced hearing loss. Kurang pendengaran akibat bising terjadi secara perlahan,
dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh
penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran,
biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (Sukar, 2003).
Pembatasan jam bekerja pada lokasi yang memiliki tingkat kebisingan
yang tinggi sangat diperlukan. nilai bising yang bersifat menetap lebih merusak
dibandingkan bising terus menerus. Akibat dari intensitas, sifat bising, waktu
kerja, melebihi batas yang diperbolehkan, maka bising dapat menimbulkan
gangguan pendengaran bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar Bandara,
penelitian Hartono (2006) menyebutkan Kebisingan dari aktivitas pesawat udara
dengan Taraf Intensitas 92,29 dB, dengan lama paparan lebih dari 1 tahun dapat
menyebabkan kondisi stress Alarm stage pada masyarakat di sekitar Bandara Adi
Sumarmo Boyolali.
2.10.5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu :
1. Tingkat kebisingan tertinggi di kawasan Bandara Internasional Sultan
Syarif Kasim II berada di landasan pacu selatan yaitu 88,63 dBA.
Sedangkan tingkat kebisingan terendah berada pada titik apron timur yaitu
77,72 dBA
67