Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

TOTAL PRODUCTIVE MAINTANANCE

PEMBAHASAN
KAIZEN, QUALITY CONTROL CIRCLE, TOTAL QUALITY
CONTROL & JUST IN TIME

Oleh :

REGINA PRISELLA ANASTASYA TAMBUNAN

150403053

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2017
PEMBAHASAN

1. Kaizen
1.1. Pengertian Keizen
Kaizen secara harfiah berarti continuous improvement, atau improvisasi
berkelanjutan. Konsep ini, pada awalnya lahir karena kekecewaan orang Jepang
yang belajar kepada perusahaan di Amerika. Setelah beberapa puluh tahun,
ternyata perusahaan Amerika tidak pernah melakukan perubahan atau
pengembangan dalam usaha, bahkan tetap persis sama dengan berpuluh tahun
yang lalu ketika mereka ke sana pertama kali. Hingga lahirlah konsep kaizen ini.
Kaizen berarti peningkatan dalam keahlian. Hal ini memiliki maksud,
kaizen erat sekali berhubungan dengan kesadaran akan pencarian masalah,
kreativitas dan penciptaan ide, serta implementasinya. Ary Ginanjar Agustian
mendefinisikan dengan lebih sederhana, bahwakaizen berarti mengambil yang
baik, membuang yang buruk dan menciptakan yang baru. Dibuktikan dengan
produk-produk mobil Jepang yang irit, murah dan ringan. Yang secara sekaligus
mengganti mobil buatan Barat yang boros, berat dan mahal.
Bagi yang bekerja di perusahaan swasta terutama perusahaan Jepang
tentu tidak asing lagi dengan Kaizen (baca: kai-seng). Kai = merubah dan Zen =
lebih baik. Secara sederhana pengertian Kaizen adalah usaha perbaikan
berkelanjutan untuk menjadi lebih baik dari kondisi sekarang. Sasaran utama dari
Kaizen adalah menghilangkan 7 setan Muda (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah produk/jasa dari perspektif konsumen. Pemborosan-
pemborosan itu perlu dieliminir karena menimbulkan biaya-biaya yang
menyebabkan berkurangnya profit. Disamping itu konsumen tidak mau
menanggung biaya-biaya yang tidak perlu tersebut.
Kaizen dilakukan oleh semua lapisan karyawan, mulai dari level operator
hingga top manajemen. Dua pilar utama Kaizen adalah QCC/QCP (Quality
Control Circle/Project) dan SS (Suggestion System). Budaya Kaizen di sebuah
perusahaan dapat tumbuh jika ditopang oleh kedua pilar tersebut.
Menurut kaizen, kemajuan yang diraih bukanlah hasil satu atau dua
lompatan besar. Kemajuan menurut kaizen dapat diraih karena perbaikan kecil
tanpa henti dalam beratus-ratus bahkan beribu-ribu kali perubahan dalam
menghasilkan produk atau jasa, ide tentang perbaikan biasanya berasal dari para
karyawan Asumsi yang mendasari perubahan dalamkaizen adalah bahwa
kesempurnaan itu sebenarnya tidak ada, artinya tidak ada kemajuan, produk,
hubungan, sistem atau struktur yang sempurna. Kaizen selalu berusaha
meningkatkan apa yang pernah dicapainya dan pasti selalu ada orang lain yang
menemukan ruang untuk mengadakan peningkatan.
Kaizen identik dengan Siklus Rencana-Kerjakan-Periksa-Tindakan
(Plan, Do, Check, Acts atauPDCA). PDCA adalah prinsip dasar untuk perbaikan
secara terus-menerus. Penjabaran dari siklus PDCA adalah sebagai berikut:[3]
1. Planning berarti memahami apa yang ingin dicapai, memahami bagaimana
melakukan suatu pekerjaan, berfokus pada masalah, menemukan akar
permasalahan, menciptakan solusi yang kreatif serta merencanakan implementasi
yang terstruktur.
2. Doing tidak semudah seperti yang dilihat. Didalamnya berisi pelatihan dan
manajemen aktivitas. Biasanya masalah besar dan mudah sering berubah pada
saat-saat terakhir. Bila terjadi kondisi seperti ini maka tidak dapat dilanjutkan lagi
tetapi harus mulai dari awal kembali.
3. Checking berarti pengecekan terhadap hasil dan membandingkan sesuai dengan
yang diinginkan. Bila segala sesuatu menjadi buruk dan hasil baik tidak
ditemukan, pada bagian ini keberanian, kejujuran, kecerdasan sangat dibutuhkan
untuk mengendalikan proses. Kata kunci ketika hasil memburuk adalah kenapa.
Dengan dokumentasi proses yang baik maka kita dapat kembali pada titik yang
mana keputusan yang salah dibuat.
4. Acting berarti Menindak lanjuti atas apa yang didapatkan selama tahap
pengecekan. Arti lainnya adalah mencapai tujuan dan menstandarisasikan proses
atau belajar dari pengalaman untuk memulai lagi pada kondisi yang tepat.
1.2. Sejarah Keizen
Setelah melalui sebuah fase sejarah spektakuler yang menciptakan
nasionalisme sektarian, Jepang merasa diri menjadi besar. Lalu, muncul ambisi
untuk menguasai dunia. Jepang mencanangkan diri sebagai penguasa Asia Timur
Raya. Atas motif provokasi, Jepang lalu menyerang Amerika. Di pagi hari, 8
Desember 1941, pesawat dan kapal selam Jepang mengadakan serangan
mengejutkan pada Amerika yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Pearl
Harbor.
Pemboman ini kemudian membawa Amerika ke kancah Perang Dunia II.
Amerika membalas dengan serangan telak, berupa pemboman dua kota
penyangga ekonomi Jepang: Hiroshima dan Nagasaki. Dua kota itu hancur, dan
Jepang terhenyak lalu mundur teratur. Kaisar Hirohito yang sangat dimuliakan
rakyatnya memerintahkan agar perang dihentikan. Bala tentara Dai Nippon yang
bersemboyan Asia Timur Raya akhirnya takluk tanpa syarat kepada Sekutu dalam
PD II yang menelan korban jutaan orang. Seluruh pasukan yang masih tersisa
ditarik kembali.
Namun, akhirnya Jepang mampu bangkit lagi dari keterpurukan yang
diciptakan oleh perang. Pertanyaan yang pertama kali terlontar dari Kaisar Jepang
ketika mendengar kehancuran dua kota itu, bukanlah tentang jumlah panglima
perang atau amunisi yang tersisa. Justru adalah, berapa guru yang masih ada?.
Jika dirunut ke belakang, sebetulnya kebangkitan Jepang ini memang dipengaruhi
satu faktor, yaitu mereka menempatkan ilmu dan pengetahuan dalam posisi
penting sejak zaman Restorasi Meiji. Restorasi ini berkonsentrasi di bidang
pendidikan, yaitu mengubah sistem pendidikan dari tradisional menjadi modern.
Programnya antara lain wajib belajar, pengiriman mahasiswa Jepang untuk belajar
ke luar negeri (ke Perancis dan Jerman), dan meningkatkan anggaran sektor
pendidikan secara drastis. Apa yang telah dilakukan Kaisar Meiji ketika itu adalah
suatu keberanian yang nampaknya belum terpikirkan oleh para pemimpin kita saat
ini.
Buktinya, anggaran pendidikan 20 % hanya berhenti di kertas konstitusi.
Kembali kepada kebangkitan setelah pemboman Hiroshima, Jepang segera
menyusun langkah kebangkitan. Seluruh waktunya lalu kembali digunakan untuk
memperkuat basis ekonomi. Selain bertumpu pada karakter bangsa Jepang yang
ulet dan tekun bekerja, faktor sentral kebangkitan itu karena konsentrasi Jepang
yang hampir 100 persen di bidang ekonomi, sehingga ia dijuluki sebagai bangsa
asongan. Untuk sementara, konflik politik Perang Dingin dan partisipasi dalam
perdamaian dunia tak pernah diikuti Jepang. Langkah ini menuntun pada
bangkitnya Jepang. Kunci utamanya ternyata adalah Jepang menerapkan prinsip
Kaizen yang kemudian menjadi acuan bagi pola manajemen modern, terutama
dunia bisnis.

1.3. Konsep Keizen


Konsep kaizen meliputi beberapa hal, yakni:
1. Konsep 3 M (Muda, Mura, dan Muri)
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi banyaknya proses kerja, meningkatkan
mutu, mempersingkat waktu dan mengurangi atau efisiensi.
a. Muda () diartikan sebagai pengurangan pemborosan atau kesia-siaan.
b. Mura () diartikan sebagai pengurangan perbedaan.
c. Muri () diartikan sebagai pengurangan ketegangan.
2. Gerakan 5 S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke)
Konsep 5 S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan
menerapkan penataan, kebersihan, dan kedisiplinan di tempat kerja. Konsep 5 S
merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya
secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka kemudahan bekerja
perorangan dapat diciptakan. Dengan kemudahan bekerja ini, empat bidang
sasaran pokok industri yang meliputi:
1. Efisiensi Kerja
2. Produktifitas Kerja
3. Kualitas Kerja, dan
4. Keselamatan Kerja dapat lebih mudah dipenuhi.
Berikut ini adalah penjelasan yang lebih detil mengenai bagian-bagian dari 5 S.
1. Konsep Seiri ( )
Seiri adalah memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak
diperlukan, kemudian menyingkirkan yang tidak diperlukan (ringkas).
Sesungguhnya, terdapat banyak barang yang tidak diperlukan di dalam setiap
pabrik. Barang yang tidak diperlukan artinya barang tersebut tidak dibutuhkan
untuk kegiatan produksi saat ini (Hirano, 2005: 13).Untuk mengetahui barang-
barang yang perlu dibuang, barang harus dipisahkan menjadi yang diperlukan dan
yang tidak diperlukan. Hal ini disebut dengan Seiri visual.
2. Konsep Seiton ( )
Konsep ini menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk
mempermudah penggunaan. Kata Jepang seiton ( ) secara harfiah berarti
menyusun benda dengan cara yang menarik (rapi). Dalam konteks 5 S. ini berarti
mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan
cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan
nama tiap barang dan tempat penyimpanannya (Yasuhiro,1995: 249). Seiton
memungkinkan pekerja dengan mudah mengenali dan mengambil kembali
perkakas dan bahan, dan dengan mudah mengembalikannya ke lokasi di dekat
tempat penggunaan. Pelat penunjuk digunakan untuk memudahkan penempatan
dan pengambilan kembali bahan yang diperlukan.
3. Seiso ( )
Konsep ini selalu mengutamakan kebersihan dengan menjaga kerapihan
dan kebersihan (resik). lni adalah proses pembersihan dasar dimana suatu daerah
disapu dan kemudian dipel dengan kain pel. Karena lantai, jendela, maupun
dinding harus dibersihkan, seiso setara dengan aktifitas pembersihan berskala
besar yang dilakukan setiap akhir tahun di rumah tangga Jepang. Meskipun
pembersihan besar-besaran di seluruh perusahaan dilakukan beberapa kali dalam
setahun, tiap tempat kerja perlu dibersihkan setiap hari. Aktifitas itu cenderung
mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan minyak, abu, dan sampah.
Contohnya, kalau ada pekerja yang mengeluh ada mesin yang rusak ini tidak
berarti mesin itu perlu penyetelan. Sebenarnya, yang diperlukan mungkin hanya
program pembersihan di tempat kerja (Yasuhiro,1995:249).
4. Konsep Seiketsu ()
Seiketsu yaitu usaha yang terus menerus untuk mempertahankan 3S
tersebut diatas, yakni Seiri,Seiton), dan Seiso. Pada prinsipnya mengusahakan
agar tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. Di tempat
kerja yang rawat, kerawanan dan penyimpangan dapat segera dikenali, sehingga
berbagai masalah dapat dicegah sedini mungkin (Kristianto, 1995: 47).
Memelihara tempat kerja tetap bersih tanpa sampah atau tetesan minyak adalah
aktivitas Seiketsu. Antara seiso denganseiketsu sangat berkaitan erat.
5. Konsep Shitsuke ( )
Shitsuke adalah metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar
terus menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas
perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Hal ini dianggap
sebagai komponen yang paling sukar dari 5 S. Untuk aktivitas ini, pekerja Jepang
diharapkan melatih pengandalian diri sendiri, bukan dikendalikan manajemen
(Yasuhiro, 1995:266).

1.4. Prinsip-prinsip Keizen


Prinsip Kaizen yang Mengandung Sepuluh Prinsip[5] :
1. Berfokus pada pelanggan, fokus utama adalah kualitas produk yang bermuara
pada kepuasan pelanggan.
2. Mengadakan peningkatan secara terus menerus; Kualitas total merupakan
sine qua non untuk keberlangsungan.
3. Mengakui masalah secara terbuka; Membangun kultur yang tidak saling
menyalahkan.
4. Mempromosikan keterbukaan; Ilmu pengetahuan adalah untuk saling
dibagikan & hubungan-hubungan komunikasi yang mendukungnya
merupakan sumber efisiensi yang lebih besar.
5. Menciptakan tim kerja; pertama, pengaruh antar sesama teman (dan
kepemimpinan) bisa memelihara disiplin untuk memastikan bahwa tidak ada
seorangpun dibiarkan mengganggu keseimbangan didalam tim dan
keharmonisan antar tim, kedua, setiap orang diberi semangat untuk
memanfaatkan pendidikan dan pelatihan guna memastikan bahwa kontribusi
pribadi menambah nilai pada hasil hasil tim.
6. Memanajemeni proyek melalui tim fungsional silang; menggunakan sumber
daya antar departemen bahkan dari luar perusahaan.
7. Memelihara proses hubungan yang benar;Mendesain dan memastikan proses
hubungan antar manusianya.
8. Mengembangkan disiplin pribadi; Melalui pendidikan, agama, dan norma
norma sosial untuk menjaga keutuhan.
9. Memberikan informasi pada semua karyawan; Misi, nilai, produk, kinerja,
manusia dan rencana perusahaan dari tantangan perusahaan menjadi
tantangan pribadi.
10. Memberikan wewenang kepada setiap karyawan; Melalui pelatihan dalam
berbagai keahlian, dorongan semangat, tanggung jawab pengambilan
keputusan, akses pada sumber-sumber data dan anggaran, timbal balik, rotasi
pekerjaan dan penghargaan.

1.5. Keuntungan Keizen


Untuk mendapatkan hasil maksimal, sebaiknya menggunakan model
spesifik Kaizen yang tepat untuk perusahaan/organisasi, serta mau menjalani
proses bertahap. Dalam proses itu, antara lain, para pimpinan dan manajer harus
mampu menetapkan dan menjalankan suatu standar, serta mengontrol kualitas.
Mereka juga harus mau mendengarkan ide/saran, berusaha memberikan feed back
yang membangun, sekaligus terus memotivasi karyawannya. Para karyawan pun
harus lebih aktif memikirkan pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot. Dengan
menggunakan konsep dasar kaizen dalam melakukan berbagai aktivitas. Ada
beberapa keuntungan yang diperoleh. antara lain:
a. Peningkatan proses;
b. Penggunaan paradigma baru;
c. Mempercepat waktu proses;
d. Zero investment;
e. Human Development;
f. Keamanan dan keselamatan kerja.

Keuntungan lain dari kaizen adalah:


a. Penggunaan sistem Plan-Do-Check-Action (PDCA) mengakibatkan cepat
dalam meningkatkan proses dan menghilangkan masalah.
b. Identitikasi, implementasi, monitor dan mengatur perubahan menyebabkan
dapat mencegah tcrjadinya masalah baru.
c. Memfokuskan organisasi kepada kepuasan konsumen dan berdasarkan fakta
`Dalam mengambil keputusan.
d. Membantu organisasi untuk menjadi lebih efisien pada proses peningkatan
dan pemecahan masalah dilakukan pada tingkat optimal dan biaya yang
rendah.

2. Quality Control Circel


Gugus Kendali Mutu (GKM) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan
Quality Control Circle (QCC) adalah suatu kegiatan dimana sekelompok
karyawan yang bekerjasama dan melakukan pertemuan secara berkala dalam
mengupayakan pengendalian mutu (kualitas) dengan cara mengidentifikasikan,
menganalisis dan melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam pekerjaan dengan menggunakan alat-alat pengendalian mutu (QC
Tools).
Alat-alat pengendalian Mutu (QC Tools) tersebut biasanya disebut dengan QC 7
Tools yang diantaranya adalah terdiri dari :
Pareto Chart
Cause & Effect Diagram (Fishbone Diagram)
Scatter Diagram (Diagram Tebar)
Control Chart (Peta Kendali)
Check sheet (Lembar Periksa)
Histogram
Stratifikasi
Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu (GKM)
ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli pengendalian mutu (kualitas)
yaitu Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1962 bersama dengan Japanese Union of
Scientists and Engineers (JUSE). Perusahaan pertama yang menjalankan konsep
Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah Nippon Wireless and Telegraph Company
pada tahun 1962.
Anggota GKM (Gugus Kendali Mutu) pada umumnya adalah karyawan
yang bekerja pada unit yang sama dengan Jumlah anggota GKM yang ideal
sekitar 7 sampai 8 orang yang masing-masing terdiri dari Fasilitator, Pemimpin
Tim (Team Leader) dan anggota. Pembentukan GKM ini harus mendapatkan
persetujuan dari pihak manajemen dan melaporkan tujuan GKM serta rencana
tindakan pemecahan masalah yang akan diterapkan kepada Manajemen
perusahaan. Keputusan dan penerapan rencana tindakan pemecahan masalah
tersebut harus mendapatkan persetujuan dan dukungan penuh dari Pihak
Manajemen.
Tugas Fasilitator GKM diantaranya adalah memberikan pelatihan kepada
pimpinan tim (Team Leader) dan juga anggota Tim serta mengkordinasi jalannya
kegiatan GKM (Gugus Kendali Mutu) ini. Fasilitator juga berfungsi sebagai
mediator antara GKM (Gugus Kendali Mutu) dengan pimpinan Perusahaan
(Manajemen). Sedangkan tugas Pimpinan Tim (Team Leader) adalah memimpin
GKM secara aktif, bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan GKM,
Mendorong anggota untuk berperan aktif, menjadwalkan dan mengelola jalannya
pertemuan serta bersama dengan Fasilitator memberikan pelatihan kepada anggota
GKM.
Tujuan utama dari Quality Control Circle atau Gugus Kendali Mutu ini
adalah untuk membahas permasalahan yang terjadi di perusahaan dan
memberikan rekomendasi solusi-solusi terhadap pemecahan masalah tersebut
kepada pihak Manajemen. Masalah-masalah yang dibahas adalah masalah-
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan seperti Produk, Biaya, Waktu,
Persediaan, Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan kerja.
Melalui Kegitan GKM (Gugus Kendali Mutu), perusahaan juga dapat
memotivasi karyawan, meningkatkan kemampuan karyawan dalam pemecahan
masalah, meningkatkan keterlibatan karyawan serta menanamkan kesadaran
karyawan tentang pentingnya pencegahan masalah.
Tahapan Pemecahan Masalah dalam Gugus Kendali Mutu (GKM)
Tahapan-tahapan proses pemecahan masalah dalam Gugus Kendali Mutu (GKM)
diantaranya adalah :
1. Mengumpulkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan
2. Memilih dan menetapkan prioritas masalah yang akan diselesaikan
3. Menetapkan Target untuk Masalah yang akan diselesaikan
4. Menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah
5. Merekomendasikan Solusi atau Rencana Pemecahan masalah kepada
Manajemen Perusahaan
6. Melaksanakan dan menerapkan Tindakan Pemecahan masalah yang telah
disetujui oleh Manajemen Perusahaan
7. Monitoring and Evaluasi hasil Pelaksanaan
8. Melakukan Standarisasi

3. Total Quality Control


3.1. Sejarah Quality Control
Sejarah Quality Control setelah Perang Dunia II ( 1939-1945) pada saat
kekalahan Jepang atas Amerika : Tahun 1945, Jepang mengalami kekelahan
perang dengan Amerika. Penyebabnya adalah Amerika negara yang besar dan
mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dengan Jepang, demikian juga
untuk kualitas peralatan perangnya, amerika menghasilkan peralatan yang
kualitasnya baik. Deming, W. Edwards ( 1900-1993), orang statistik dan tenaga
ahli manajemen berkwalitas yang bertindak sebagai seorang guru, penasehat, dan
konsultan bagi sejumlah korporasi penting, para pemimpin bisnis, dan tenaga ahli
pengendalian mutu. Deming revitalize dibantu ekonom Jepang yang mengikuti
Perang Dunia II ( 1939-1945) dan mengadakan revolusi praktek bisnis dari
banyak perusahaan di (dalam) Amerika Serikat sepanjang 1980s Tahun 1950,
Pada perang Amerika dengan Korea Utara, Jepang menjadi basis militer Amerika
terutama untuk memperbaiki peralatan tempur Amerika, disinilah awalnya Jepang
kemudian belajar mengenai Quality Control. Tahun 1954, E. Deming ( Seorang
Ilmuan dari Amerika ) diundang datang ke Jepang untuk memberi kuliah
mengenai Quality Control. Tahun 1960, Jepang mulai mengadopsi dan
menerapkan Quality Control pada industri industrinya.

3.2. Total Quality Control (TQM)


TQC (Total Quality Control) adalah sistem manajemen yang dinamis yang
mengikut sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan konsep dan
teknik pengendalian kualitas untuk tercapainya kepuasan pelanggan dan yang
mengerjakannya. Dasar Total Quality Control adalah mentalitas, kecakapan dan
manajemen partisipatif dengan sikap mental yang mengutamakan kualitas kerja.
Mentalitas adalah kesediaan bekerja sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung
jawab melaksanakan pekerjaannya.
A. MENTALITAS DASAR TOTAL QUALITY CONTROL
a. Kerjasama dan Partisipasi. Agar karyawan mengetahui cara-cara dalam
membangun sikap mental dasar di lingkungan pekerjaan masing-masing,
tujuannya :
Berorientasi kepada tanggung jawab kelompok
Bersedia membuat lebih berpartisipasi dalam bidang yang berhubungan
Menciptakan kesadaran kelompok
Dapat saling menghargai antara golongan dan atau tingkatan
b. Berorientasi kepada Mutu Yang dimaksud dengan mutu/ kualitas adalah :
Disesuaikan dengan permintaan
Sistemnya adalah pencegahan, sejak awal dikerjakan dengan benar
Standarnya adalah harus tidak ada kesalahan
Ukurannya adalah biaya untuk mencapai kualitas
B. PRINSIP-PRINSIP KUALITAS
Kepuasan pemakai, jadi berorientasi pada pemakai bukan pada standar
Mencakup kualitas dari semua jenis pekerjaan
Merupakan tanggung jawab setiap orang sehingga sejak awal harus dilaksanakan
dengan benar
C. Pengertian Kualitas mencakup
Produk, orang dan aktivitas
Biaya
Pengiriman
Keselamatan, dan
Moral
D. Tujuan Pelaksanaan Pengelolaan Mutu
Pengendalian mutu terpadu adalah suatu sistem yang efektif untuk
mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas dan
perbaikan kualitas atau mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi. Tujuan
Pelaksanaan Pengelolaan Mutu
1. Pencapaian kebijaksanaan dan target institusi secara efisien
2. Perbaikan hubungan manusia serta mutu barang atau jasa
3. Peningkatan moral, prakarsa, dan kerjasama, karyawan
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja
5. Peningkatan produktivitas dan profibilitas usaha
E. Manfaat Pelaksanaan Pengendalian Mutu
1. Bagi Karyawan
Meningkatkan kemampuan karyawan dalam melihat, mengenali, permasalahan,
dan mencari alternatif pemecahan
Meningkatkan kemampuan komunikasi dan partisipasi didalam kelompok kerja
Membiasakan berpikir secara analitis dengan menggunakan teknik quality control
Peningkatan daya kreativitas
Peningkatan kepercayaan diri
2. Bagi Institusi
Pengembangan institusi melalui akumulasi gagasan-gagasan perbaikan
Meningkatkan daya saing barang atau jasa yang dihasilkan
Memperbaiki hubungan institusi dengan karyawan
Partisipasi semua karyawan di dalam membantu terwujudnya tujuan institusi
3. Bagi Konsumen
Konsumen akan memperoleh barang atau jasa yang bermutu baik
Konsumen akan mendapatkan kepuasan dari barang atau jasa tersebut
Konsumen akan memperoleh barang atau jasa yang memenuhi kesehatan dan
keselama-tan
Konsumen akan menerima barang sesuai dengan pesanannya
Pemerintah akan mendapatkan pajak-pajak
F. Sistem manajemen Total Quality Control
Sistem manajemen Total Quality Control meliputi apa yang dimaksud dengan
sistem manajemen, kebijakan manajemen, proses kerja gugus TQC, tujuan gugus
kerja TQM dan program TQM.
1. Yang dimaksud sistem manajemen :
Untuk mengetahui pengetahuan/konsep standar dan sistem manajemen seutuhnya
Dapat memilih cara penerapan yang paling tepat dan efektif
Sistem manajemen memilih tiga tingkat aktivitas sesuai dengan struktur piramidal
organisa-si dan setiap jenjang memiliki tugas membantu penerapan TQC sesuai
dengan fungsinya masing-masing
2. Kebijakan Manajemen
Dukugan dari manajer puncak dalam menetapkan kebijaksanaan dan memberi
pengara-han
Dukungan dari manajer menengah untuk berperan serta dalam TQC
Pengawasan melekat harus diterapkan oleh setiap atasan/sub unit/ kelompok kerja
dengan cara yang benar, agar kesalahan dapat diketahui sedini mungkin
3. Proses Kerja Gugus TQC
Pengajuan masalah
Analisis permasalahan
Mencari pemecahan masalah
Presentase pada pihak manajer, serta
Manajer akan meninjau, menelusuri atau meminta tindak lanjut dari presentasi
yang dimaksud.
4. Pelaksanaan Program TQC
Dalam pelaksanaan program TQC terdapat dua hal yang harus diperhatikan agar
TQC dapat sukses yaitu dari sisi karyawan dan manajer.
Dari sisi karyawan : Menciptakan suasana yang cocok, Saling memberi informasi
dan berkomunikasi, Dijadikan program suka rela, Memberi pengarahan dan
latihan, Bersikap terbuka dan positif, Menyediakan waktu, sarana, fasilitas dan
dana
Dari sisi Manajer : Mengajukan dan menjelaskan program TQC kepada pucuk
pimpinan, Menjelaskan tujuan dan hasil yang akan dicapai, Mendapat dukungan
dari Pucuk Pimpinan
G. Pemecahan masalah Yang dilakukan Oleh Plan, Do, Check and Action
Pemecahan masalah TQC dilakukan dengan Plan, Do, Check and Action yang di
jabarkan menjadi delapan langkah:
1. Menentukan prioritas masalah
2. Menjelaskan mengapa masalah itu di prioritaskan
3. Mengenali status masalah
4. Susun langkah-langkah perbaikan
5. Melaksanakan langkah-langkah perbaikan
6. Periksa hasil perbaikan
7. Mencegah terulangnya masalah
8. Menggarap masalah selanjutnya

4. Just in Time
4.1 Pengertian Just In Time (JIT) dan Filosofinya
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau
sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang
yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen
(Simamora, 2000). Just In Time dapat berarti sebagai suatu keseluruhan filosofi
operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku
cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
JIT juga merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi
penting dalam manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu produksi
hanya apabila ada permintaan (pull sistem) atau dengan kata lain hanya
memproduksi sesuatu yang diminta dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.
Filosofi JIT digunakan pertama kali oleh Toyota dan kemudian diadopsi oleh
banyak perusahaan manufaktur di Jepang .
Konsep Just In Time (JIT) adalah suatu konsep di mana bahan baku yang
digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat
pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat
menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang /
stocking cost.
JIT juga berarti filosofi manajemen dari pemecahan masalah yang
berkelanjutan dan dipaksakan, sehingga pemasok-pemasok dan komponen-
komponen ditarik melalui sistem untuk menunjukkan dimana dan kapan mereka
dibutuhkan.
Bila JIT merupakan suatu filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk
menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi
perusahaan. Sasaran utama JIT adalah meningkatkan produktivitas sistem
produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang
tidak menambah nilai bagi suatu produk.
Just in Time (JIT) mendasarkan pada delapan kunci utama, yaitu :
1. menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada
permintaan.
2. memproduksi dengan jumlah kecil
3. menghilangkan pemborosan
4. memperbaiki aliran produksi
5. menyempurnakan kualitas produk
6. orang-orang yang tanggap
7. menghilangkan ketidakpastian
8. penekanan pada pemeliharaan jangka panjang.

Berbagai perusahaan banyak yang menggunakan istilahnya sendiri sebagai


pengganti dari Jus In Time, seperti :
IBM dikenal Continuous Flow Manufacturing (CFM).
Harley Davidson dikenal Material as Needed (MAN).
Hewlett Packard dikenal Stockless Production.
Omark Industries dikenal Zero Inventory Production System (ZIPS).

Dalam menerapkan JIT ini, ada tiga hal yang tidak boleh dilakukan. Ketiga hal
tersebut adalah MUDA, MURA dan MURI.
MUDA dalam bahasa Jepang berarti pemborosan, yang bila diterapkan dalam
manajemen tidak akan memberikan nilai tambah.
MURA dalam bahasa Jepang berarti ketimpangan, keragaman, atau
ketidakteraturan (variability and irregularity).
MURI dalam bahasa Jepang berarti keterpaksaan, kesulitan, lewat ambang batas.
Keadaan timpang, beragam maupun terpaksa merupakan indikasi dalam suatu
masalah.
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana
segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep
arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi
bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya.
Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh
dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan
pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Ide dasar sistem
produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu menghasilkan sejumlah barang yang
diperlukan pada saat diminta dengan menghilangkan segala macam bentuk
pemborosan waktu yang tidak diperlukan sehingga diperoleh biaya produksi yang
rendah dan melakukan proses yang berkesinambungan. JIT mulai digunakan pada
sistem produksi Toyota sebagai dampak dari krisis minyak di tahun 1973,
kemudian banyak dipakai oleh perusahaan Jepang untuk mengantisipasi semakin
variatifnya permintaan konsumen dan semakin kritisnya konsumen dalam
menentukan produk yang diinginkannya.
Just In Time menekankan bahwa semua material harus menjadi bagian
aktif dalam sistem produksi dan melarang timbulnya masalah yang
mengakibatkan hadir pada biaya persediaan. Dalam Just In Time persediaan
diminimalisasi dengan tetap menjaga keberlangsungan produksi. Ini berarti bahan
maupun barang tersedia dalam waktu, jumlah dan kualitas yang tepat saat
diperlukan. Metode Just In Time dalam keberadaannya tidak sekedar diterapkan
untuk bidang persediaan, melainkan juga dapat diimplementasikan dalam bidang
produksi.
Dalam bidang produksi, Just In Time menekankan upaya kontinuitas
pengurangan pemborosan dan ketidakefisienan lewat lot size yang kecil, kualitas
tinggi, koordinasi tim kerja. Produksi Just In Time menunjukan sistem produksi
dimana aktifitas operasi terjadi hanya jika diperlukan. Selain demikian berposisi
sebagai alat pendekatan untuk penyeimbang produksi, alat pengendali kualitas
produk, dan mekanisme untuk motivasi serta keterlibatan para tenaga kerja.
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time-JIT) bukanlah ilmu yang
memerlukan analisis kuantitatif maupun kualitatif yang tidak begitu rumit, secara
lebih tepatnya Just In Time (JIT) bisa dikatakan sebagai metode pendekatan,
filosofi kerja, konsep ataupun strategi manajemen yang dimaksud dan tujuannya
adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses manufacturing. JIT adalah
filosofi manufacturing untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total
prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Adapun 7 (tujuh)
jenis pemborosan disebabkan karena :
1) Over produksi.
2) Waktu menunggu.
3) Transportasi.
4) Pemrosesan.
5) Tingkat persediaan barang.
6) Gerak.
7) Cacat produksi.

4.2. Persyaratan-persyaratan Just In Time (JIT)


Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan Just
In Time (JIT), yaitu :
1. Organisasi Pabrik
Pabrik dengan sistem JIT berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk.
Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam
satu lokasi.
2. Pelatihan/Tim/keterampilan
JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
sistem tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi
perubahan yang dilakukan dari sistem tradisional. Bagaimana cara kerja JIT. Apa
yang diharapkan oleh JIT dan alat-alat statistik yang seharusnya diberikan.
Membentuk Aliran/Penyederhanaan.
Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di setup sebagai batu ujian untuk
membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan
masalah awal.
Kanbal Pull Sistem.
Kanbal merupakan sistem manajemen suatu pengendalian perusahaan, karena itu
kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1) Jangan mengirim produk rusak ke proses berikutnya.
2) Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan,
3) Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya
4) Meratakan beban produksi
5) Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning
6) Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.

3. Visibiltas / pengendalian visual


Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang merupakan sistem visual.
Melacaknya apa yang terjadi dalam sistem tradisional sulit dilakukan karena para
karyawan mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam proses dan banyak
rute produksi yang saling bersilangan.
4. Eliminasi Kemacetan
Untuk menghapus kemacetan, baik dalam fase setup maupun dalam masa
produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim fungsi silang.
Tim ini terdiri dari berbagai departemen, seperti perekayasaan, manufaktur,
keuangan dan departemen lainnya yang relevan.
5. Ukuran Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup.
Ukuran lot yang ideal bukan ukuran yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil.
Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai
bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam
tahap produksi.
6. Total Productive Maintance
TPM merupakan suatu keharusan dalam sistem JIT. Mesin-mesin membersihkan
dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator yang
menjalankan mesin tersebut.
7. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC) dan Perbaikan
Berkesinambungan.
Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam
pemanufakturan JIT, karena beberapa hal yaitu : Pertama, segala sesuatu harus
bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT tidak
ada bahan cadangan untuk kemacetan perusahaan dan Ketiga, semua kondisi
mesin harus bekerja dengan prima.
4.3. Konsep Dasar Just In Time (JIT)
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan
perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan
produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi
dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada
proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur
suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan
menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang
pada proses berikutnya. Metode ini menyulitkan penyesuaian secara cepat
terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan yang timbul pada beberapa
proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan. Untuk mengatasi berbagai
gangguan dan perubahan permintaan ini, perusahaan harus mengubah jadwal
produksi tiap proses secara serempak yang cukup menyulitkan. Akibatnya
perusahaan harus melakukan persediaan di antara semua proses untuk mengatasi
gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem ini sering menimbulkan
ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan pemborosan.
Sebaliknya, sistem produksi Toyota bersifat revolusioner, dalam arti proses
berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya, metode ini
dikenal sebagai sistem tarik. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui dengan
tepat penetapan waktu yang diperlukan dan jumlah suku cadang yang diperlukan.
Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan suku cadang yang
diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan. Kemudian
proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang diambil oleh proses
berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang mengambil bahan atau
suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya, begitu seterusnya.
Dengan demikian apabila ada perubahan permintaan tidak perlu dilakukan
perubahan jadwal produksi secara serempak untuk semua proses. Hanya lini rakit
akhir yang perlu diinformasikan mengenai perubahan jadwal produksi ketika
merakit produk satu per satu. Untuk menginformasikan mengenai penetapan
waktuyang diminta dan jumlah suku cadang yang diperlukan, digunakan
KANBAN. Sistem kanban hanya bisa berfungsi secara efektif melalui kombinasi
dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh.
Dalam hal ini, Tidak ada satu organisasipun di dunia ini yang menyukai
pemborosan. Hal ini karena, Disebabkan pemborosan tidak sesuai dengan
semangat efisiensi sebagai jantungnya manajemen, Efisiensi dan efektivitas
sebagai terminal akhir dari pada manajemen tidak akan dapat tercapai jika
pemborosan masih terjadi, Semangat untuk terus memperbaiki organisasi dan
menghilangkan pemborosan inilah yang kemudian dikenal dengan konsep JUST
IN TIME (JIT), Konsep JIT muncul di Jepang melalui apa yang disebut Kyzen
(perbaikan terus menerus), dan Just In Time (JIT) sendiri bukan istilah Jepang.
namun istilah dari Barat yang mampu melihat fenomena manajemen di Jepang.

4.4. Manfaat Just In Time (JIT)


JIT bukan hanya sekedar metode pengendalian persediaan, tetapi juga
merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan
aktivitas. Adapun Manfaat JIT tersebut, antar lain :
1) Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang.
2) Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi.
3) Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi
kesalahan pada sumbernya.
4) Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik.
5) Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok.
6) Layout pabrik yang lebih baik.
7) Pengendalian kualitas dalam proses.
4.5. Prinsip Kerja Just In Time (JIT)
Prinsip kerja JIT dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :
Cost reduction karena menggunakan prinsip 5S.
Inventory reduction, karena just in time (yang menggunakan konsep pull system)
melawan just in case (yang menggunakan konsep push system). Dan
Quality improvement dimulai dari : Pemberdayaan karyawan kemudian kualitas
sebagai paradigma baru setiap orang dan akhirnya pada gugus kendali mutu.

Anda mungkin juga menyukai