BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Ali Rifqi Alkaff 30101306860
Binti Maratus S 30101306896
Hana Rahmi F 30101306959
Pembimbing :
Dr. dr. Bambang Satoto, Sp.Rad(K)., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Ali Rifqi Alkaff 30101306860
Binti Maratus S 30101306896
Hana Rahmi F 30101306959
Judul : Bronkopneumonia
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : Dr. dr. Bambang Satoto, Sp.Rad(K)., M.Kes
2
3
3
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat
rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum/ hampa udara (Ni Putu, 2010)
Vaskularisasi
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari
ventrikel kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi
cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal
berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus.
Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin
besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi,
yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung.
Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru
dengan darah yang teoksigenasi (Ni Putu, 2010)
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah (Ni Putu, 2010)
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa
cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara) (Ni Putu, 2010)
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi
oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara
7
8
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi kejadian pneumonia pada tahun 2013
sebesar 4,5%.6 Pneumonia merupakan salah satu dari 10 besar penyakit
rawat inap di rumah sakit, dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan
46,05% perempuan. Pneumonia memiliki tingkat Case Fatality Rate (CFR)
yang tinggi, yaitu 7,6%.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, prevalensi pneumonia pada geriatri mencapai 15,5%
(Mecy, 2018).
Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15%-20%. Dan
pneumonia menjadi penyebab kematian kelima pada geriatric (Mecy,
2018). Insiden pneumonia komunitas dilaporkan meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Pada pasien usia ≥65 tahun yang dirawat di rumah
sakit, pneumonia merupakan diagnosis terbanyak ketiga (Elza, 2016).
2.3 Etiologi
Organisme penyebab pneumonia pada populasi lansia sangat mirip dengan
populasi yang lebih muda. Organisme paling umum yang ditemukan pada
kasus CAP pasien tua tetap menjadi streptococcus pneumonia.
Streptococcus pneumonia diidentifikasi hingga 58% dari kasus. Organisme
lain yang sering diidentifikasi adalah haemophilus influenza yang
menyumbang hingga 14% dari CAP di antara orang tua, dan dikaitkan
dengan penyakit paru obstruktif kronis ‘COPD’. Moraxella catarrhalis dan
staphylococcus aureus yang sensitif terhadap metisilin juga dapat
ditemukan pada kasus CAP tetapi dengan insiden yang relatif lebih rendah
(sekitar 7%). Organisme gram negatif yang bertanggung jawab untuk
kasus pneumonia yang didapat di rumah sakit (HAP) daripada CAP.
8
9
Organisme gram negatif paling umum yang bertanggung jawab untuk HAP
termasuk pseudomonas aeruginosa, burkholderia cepacia complex,
klebsiella pneumonia, dan Escherichia coli (Ohood, 2018).
2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru
sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3.Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah
secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri
dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi
pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi
dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur
(50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi
bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret
(0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan
terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk
secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat
disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,
9
10
10
11
Gambar 1.
Patofisiologi Pneumonia
Pada pasien usia lanjut, sistem kekebalan tubuh sering terganggu.
selain penurunan aktivitas kekebalan terkait usia, ada obat yang mengubah
fungsi kekebalan tubuh. Misalnya, penggunaan jangka panjang
kortikosteroid sistemik pada penyakit rematik, secara signifikan
meningkatkan risiko pneumonia berat dengan kebutuhan rawat inap
(Gossner, 2013).
2.5 Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka,
11
12
Gambar 2.
Klasifikasi Pneumonia
12
13
http://www.japi.org/january_special_2012/05_investigations_for_pneu
monia.html
13
14
Gambar 3.
Foto Polos Thorax posisi AP
https://radiopaedia.org/articles/bronchopneumonia?lang=us
14
15
Gambar 4
Foto Polos Thorax posisi lateral
https://radiopaedia.org/articles/bronchopneumonia?lang=us
b. CT Scan
Selain X-ray konvensional, tes ideal dalam kasus yang lebih kompleks
adalah menggunakan computed tomography (CT). Dengan pemindai CT
multi slice modern, paru-paru dapat diperiksa dalam beberapa detik. Tetapi
bahkan dengan pemindai CT modern, artefak gerak karena pernapasan
mungkin merupakan masalah pada orang tua. Strategi untuk mengurangi
artefak gerak ini meliputi awal pemindaian, di mana artefak gerak akibat
bernafas, dan penggunaan nada yang lebih tinggi. Jika masih ada artefak
gerak yang ditandai yang menyebabkan masalah dengan interpretasi
gambar, kami menambahkan beberapa irisan aksial dalam teknik CT
resolusi tinggi klasik (Gossner, 2013).
15
16
Gambar 5
Gambaran tree-in-bud pada pneumonia
http://pulmonarychronicles.com/index.php/pulmonarychronicles/article
/view/155/399
16
17
c. Ultrasonografi Transthoracic.
Ultrasonografi transthoracic dapat menawarkan informasi
tambahan untuk radiografi toraks konvensional. Pada pasien yang
lemah, mudah untuk menggunakan tes disamping tempat tidur. Dalam
kasus efusi pleura, itu lebih sensitif daripada radiografi (terutama
dibandingkan dengan radiografi supine) dan menambahkan informasi
lebih lanjut tentang komposisi cairan pleura. Dengan USG
transthoracic, informasi lebih lanjut tentang gagal jantung kongestif,
pneumotoraks, atau pemindaian konsolidasi berbasis pleura diperoleh
(Goosner, 2013).
d. MRI
Meskipun kemajuan terbaru dengan MRI tidak digunakan dalam
pencitraan paru-paru setiap harinya, pengecualian pada pencitraan rinci
tumor Pancoast. Jika pencitraan paru dengan MRI dilakukan pada
orang tua, pemeriksaan komprehensif untuk menghindari waktu
pemeriksaan yang berlebihan harus dilakukan. Dengan fungsi ginjal
yang buruk, penggunaan media kontras juga menjadi perhatian karena
kemungkinan fibrosis sistemik nefrogenik. Banyak pasien yang lebih
tua memiliki kontraindikasi untuk MRI seperti alat pacu jantung atau
bahan bedah feromagnetik yang lebih tua (Goosner, 2018).
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena
beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris
(PDPI, 2003).
17
18
18
19
19