Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi diabetes melitus (DM) tahun 2015 di wilayah Pasifik Barat termasuk
Indonesia, terjadi 153,2 juta jiwa (37%) orang dewasa dengan DM dan Indonesia menempati
peringkat ke-7 dari 10 negara dengan jumlah sekitar 10 juta jiwa (Mailangkay dkk, 2017). Di
Sulawesi Tenggara tahun 2014 penderita DM berada di dalam kategori 10 penyakit terbesar yang
terjadi setiap tahunnya. ada tahun 2014 penderita DM berada diurutan ke-9 dengan jumlah kasus
sebanyak 2.768 kasus, pada tahun 2015 DM naik ke urutan 5 dengan jumlah kasus sebanyak
3.206 kasus (Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2015). Sekitar 90% dari seluruh
penderita DM tergolong DM tipe 2 (Badan Pusat Statistik Sultra, 2013).
DM dikenal sebagai “the great imitator” karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan komplikasi secara perlahan-lahan seperti hipertensi, penyakit
jantung dan pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan. DM disebabkan berkurangnya
produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang
sebenarnya berjumlah cukup. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta pada kelenjar
pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Kekurangan insulin
disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans
dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin (Upoyo, 2015).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan kondisi kronik yang terjadi karena tubuh tidak dapat
memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja secara efektif. Insulin
merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan berfungsi untuk memasukkan glukosa
yang diperoleh dari makanan ke dalam sel yang selanjutnya akan diubah menjadi energi yang
dibutuhkan oleh otot dan jaringan untuk bekerja sesuai fungsinya (Hongdiyanto, 2014).
Tabel 1. Kriteria Penegakan diagnosis
Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam
setelah makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Pre-Diabetes IFG 100 – 125 mg/dL -
(Impaired Fastin
g Glucose) atau
IGT (Impaired Glucose
Tolerance) - 140 -199 mg/dL
Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Sumber: Depkes RI, 2005

2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2011), DM diklasifikasikan dalam 4
kategori:
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1, ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial atau
total oleh sel-sel β pankreas. Faktor penyebab masih belum dimengerti dengan jelas, penyakit
autoimun dan faktor-faktor genetik mungkin turut berperan.
b. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 juga dikenal dengan istilah diabetes yang tidak tergantung insulin
atau diabetes yang muncul setelah dewasa (adult-onset). Penderita DM tipe 2 mencapai sekitar
90% dari seluruh populasi penderita diabetes. Diabetes jenis ini dikarakterisasi oleh resistensi
insulin dan berkurangnya sensitivitas insulin sehingga mengakibatkan peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak, peningkatan produksi glukosa hati, dan penurunan ambilan glukosa oleh
otot skeletal. Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan dengan pola gaya hidup yang buruk, seperti
kurangnya olahraga, obesitas, dan diet tinggi lemak dan rendah serat.
c. Diabetes melitus gestasional (Gestational Diabetes Mellitus/GDM)
Diabetes melitus gestasional adalah hiperglikemia yang timbul selama masa kehamilan.
Hiperglikemia timbul akibat intoleransi glukosa dan biasanya berlangsung hanya sementara.
Sekitar 7% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua.
d. Diabetes tipe lain
Diabetes yang disebabkan oleh faktor-faktor lain terjadi sekitar 1-2% dari semua kasus
diabetes. Penyebab-penyebab lain yang dapat menimbulkan diabetes melitus jenis ini
diantaranya, yaitu defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas seperti cystic fibrosis, dan obat atau zat kimia yang dapat menginduksi diabetes, seperti
glukokortikoid.
3. Faktor Resiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya waspada
akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan, dokter, apoteker dan
petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan
menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya
agar tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Beberapa faktor risiko untuk diabetes
melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2
Riwayat Diabetes dalam keluarga
Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired
glucose tolerance)
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20-59 tahun: 8,7%
> 65 tahun: 18%
Hipertensi >140/90mmHg
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
Hipertensi >140/90mmHg
Kurang olah raga
Faktor-faktor Lain Pola makan rendah serat
Sumber: Dipiro dkk., 2008.
4. Gejala
Gejala klasik yang umum dikeluhkan pada DM tipe 1 adalah poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (sering haus), polifagia (banyak makan/mudah lapar), penurunan berat badan,
cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe 2 seringkali
muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit
sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, daan juga komplikasi pada pembuluh darah dan saraf
(Depkes RI, 2005).

5. Patogenesis
Meningkatnya penderita DM tipe 2 disebabkan oleh peningkatan obesitas, kurang
aktivitas fisik, kurang mengkonsumsi makanan yang berserat, merokok, dan konsumsi makanan
tinggi lemak. Di antara orang dewasa dengan DM tipe 2, lebih dari 80 % mengalami kelebihan
berat badan atau obesitas, hal ini menunjukkan bahwa merupakan masalah utama dalam populasi
(Putri, 2013).
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu: (Fatimah,
2015).
a) Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dll)
b) Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c) Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
6. Patofisiologi
DM tipe 1 (5% -10% dari kasus) biasanya berkembang di masa kanak-kanak atau dewasa
awal dan hasil dari penghancuran sel β pankreas yang dimediasi autoimun, menghasilkan
defisiensi absolut insulin. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi terhadap antigen sel β (misalnya, antibodi sel pulau, antibodi insulin). DM tipe 2
(90% kasus) ditandai dengan kombinasi beberapa derajat resistensi insulin dan defisiensi insulin
relatif. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak
bebas, peningkatan produksi glukosa hati, dan penurunan penyerapan otot rangka glukosa.
Penyebab diabetes yang tidak umum (1% –2% kasus) termasuk gangguan endokrin (misalnya,
akromegali, sindrom Cushing), gestational diabetes mellitus (GDM), penyakit pankreas eksokrin
(misalnya, pankreatitis), dan obat-obatan (misalnya, glukokortikoid, pentamidin, niacin, α-
interferon). Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati Komplikasi
makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke, dan perifer penyakit pembuluh darah
(Dipiro, 2015).
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu resistensi
insulin dan disfungsi sel β pankreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak
terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi
fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada
awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase
pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
dengan baik pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel β pankreas.
Kerusakan sel-sel β pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi
insulin dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015).

7. Komplikasi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi atau menyebabkan
terjadinya penyakit lain yang paling banyak. Hiperglikemia yang terjadi dari waktu kewaktu
dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah
(Salindeho, 2016).
Menurut Ndraha 2014, Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat DM yang tidak
terkendali yaitu:
a. Kerusakan saraf (Neuropati)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang
belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang
mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah
terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila
glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi.
Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke
saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy).
b. Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang
disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi
tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk
membersihkan darah dari racun yang masuk dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati
atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya
dipertahankan ginjal bocor keluar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama
terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.
c. Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati,
retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa
darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih
bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin
diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan
tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.
d. Penyakit jantung koroner (PJK)
Diabetes Melitus merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke
otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.
e. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang dramatis seperti
kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya
serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Resiko serangan jantung dan stroke
menjadi dua kali lipat apabila penderita DM juga terkena hipertensi.
f. Penyakit paru
Diabetes Melitus lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan orang
biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat
infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.
g. Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah
yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini
dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga
mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi
mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata.
8. Penatalaksanaan Diabetes
a) Terapi Tanpa Obat
Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien. Untuk DM tipe 1,
fokus pada pengaturan pemberian insulin secara fisiologis dengan diet seimbang untuk
dicapai dan menjaga berat badan yang sehat. Rencana makan harus cukup karbohidrat
dan rendah lemak jenuh, dengan fokus pada makanan seimbang. Pasien dengan tipe 2
DM sering membutuhkan pembatasan kalori untuk menurunkan berat badan.
Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol glikemik dan
dapat berkurang faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi terhadap penurunan atau
pemeliharaan berat badan, dan membaik kesejahteraan (Dipiro, 2015).

b) Terapi dengan Obat


Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan penatalaksanaan terapi obat. Obat-obat
hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II.
Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari
dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Depkes,
2005).
 Tujuan terapi glikemi
 Obat Anti Hiperglikemia Oral untuk Diabetes Mellitus tipe 2
Tabel . Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia
Golongan Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan
Utama HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi Insulin BB naik hipoglikemia 1,0-2,0%
Meglitinid Meningkatkan sekresi Insulin BB naik hipoglikemia 0,5-1,5%
Biguanid Menekan produksi glukosa hati & Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
Menambah sensitifitas terhadap asidosis
insulin laktat

Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%


α-Glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitifitas terhadap Edema 0,5-1,4%
Insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Muntah 0,8-1,0%
DPP-IV menghambat sekresi glucagon
 Sumber: Perkeni, 2015
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2013, Sulawesi Tenggara dalam Angka 2013, BPS Sulawesi Tengara,
Kendari.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus,
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Fatimah, R.N., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, J Majority, Vol.4, No.5.

Hongdiyanto, A., Paulina V. Y.Y., dan Hamidah S. S., 2014, Evaluasi Kerasionalan Pengobatan
Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rsup Prof. Dr. R.D.Kandou
Manado Tahun 2013, Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT, Vol.3, No.2. ISSN- 2302 –
2493.

Perkeni, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Salindeho, A., 2016, Pengaruh Senam Diabetes Melitus Terhadap Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Sanggar Senam Persadia Kabupaten Gorontalo, Jornal
Keperawatan, Vol.4, No.1.
Upoyo A S., dkk., 2015, Gambaran Elektrolit (Natrium – Kalium Serum) Penderita Diabetes
Mellitus Di RS Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto, Jurnal Kesehatan “Samodra
Ilmu”, Vol.06, No.01.

Anda mungkin juga menyukai