Anda di halaman 1dari 8

Archaebacteria yang Hidup di Lingkungan Ekstrim

(Sulfolobus sp.)
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Mikrobiologi
Yang dibina oleh:
Bapak Subandi
Bapak Eli Hendrik Sanjaya

Oleh:
Ruri Indriana Arifani
140332606560

Yohana Elizabeth
140332601119

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
APRIL 2015
PEMBAHASAN

Bakteri merupakan domain besar mikroorganisme prokariotik. Biasanya ukuran bakteri


hanya beberapa mikrometer. Bakteri memiliki sejumlah bentuk, mulai dari bola, batang dan
spiral. Bakteri merupakan salah satu bentuk kehidupan pertama yang muncul di Bumi.
Bakteri menghuni tanah, air, air panas asam, limbah radioaktif, dan bagian dalam kerak bumi.
Bakteri hidup dengan simbiosis maupun parasit dengan tumbuhan dan hewan. Mereka juga
diketahui telah berkembang di pesawat ruang angkasa berawak.
Dahulu bakteri dimasukkan dalam kelas Schizomycetes,tetapi sekarang bakteri
diklasifikasikan sebagai prokariota. Tidak seperti sel-sel hewan dan eukariota lainnya, sel-sel
bakteri tidak mengandung inti dan batas membran. Meskipun istilah bakteri termasuk
prokariota, klasifikasi ilmiah berubah setelah penemuan pada 1990-an yang menyebutkan
prokariota terdiri dari dua kelompok yang sangat berbeda. Domain evolusi ini disebut Bakteri
dan Archaea.
Bakteri sering menempel pada permukaan dan membentuk agregasi padat disebut
biofilm atau tikar bakteri. Film-film ini dapat berkisar dari beberapa mikrometer ketebalan
hingga setengah meter secara mendalam, dan dapat berisi beberapa jenis bakteri, protista dan
archaea. Bakteri yang hidup dalam biofilm menampilkan susunan kompleks sel dan
komponen ekstraseluler, membentuk struktur sekunder seperti mikrokoloni, di mana terdapat
jaringan saluran untuk memungkinkan difusi nutrisi yang lebih baik. Dalam lingkungan alam,
seperti tanah atau permukaan tanaman, mayoritas bakteri terikat ke permukaan biofilm.
Biofilm juga penting dalam kedokteran, karena struktur ini sering hadir dalam infeksi bakteri
kronis atau infeksi perangkat medis implan, dan bakteri dilindungi dalam biofilm jauh sulit
untuk membunuh bakteri dibandingkan terisolasi individu.
Umumnya, archaea dan bakteri sangat mirip dalam ukuran dan bentuk, meskipun
beberapa archaea memiliki bentuk yang sangat tidak biasa, seperti sel-sel datar dan berbentuk
persegi walsbyi Haloquadra.Meskipun ini kesamaan visual untuk bakteri, archaea memiliki
gen dan beberapa jalur metabolisme yanglebih erat terkait dengan orang-orang eukariota:
terutama enzim yang terlibat dalam transkripsi dantranslasi. Aspek lain dari biokimia
Archaean yang unik, seperti ketergantungan mereka pada lipid eterpada membran sel mereka.
archaea mengeksploitasi berbagai jauh lebih besar sumber energi darieukariota: mulai dari
senyawa organik asing seperti gula, untuk menggunakan amonia, ion logam ataubahkan gas
hidrogen sebagai nutrisi. archaea Garam-toleran (yang Halobacteria) menggunakan sinar
matahari sebagai sumber energi, dan spesies lain dari karbon archaea memperbaiki, namun,
tidak seperti tanaman dan cyanobacteria, tidak ada spesies archaea diketahui melakukan
keduanya. Archaea bereproduksi secara aseksual dan dibagi dengan pembelahan biner,
fragmentasi, atau tunas, berbedadengan bakteri dan eukariota, tidak ada spesies archaea
diketahui bahwa bentuk spores.

Archaebacteria terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup di tempat tempat kritis atau
ekstrim, misalnya bakteri yang hidup di air panas, bakteri yang hidup di tempat berkadar
garam tinggi, dan bakteri yang hidup di tempat yang panas atau asam, di kawah gunung
berapi, dan di lahan gambut. Secara struktural, kelompok prokariotik ini memiliki beberapa
karakteristik, yaitu dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan, ribosomnya
mengandung beberapa jenis RNA-polimerase sehingga lebih mirip eukariotik, dan
plasmanya mengandung lipid dengan ikatan ester. Menurut para ahli, Archaebacteria
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu metanogen, halofil ekstrim, dan termofil
ekstrim (termoasidofil). Metanogen merupakan kelompok prokariotik yang mereduksi
karbondioksida (CO2) menjadi metana (CH4) menggunakan hydrogen (H2). Metanogen
merupakan mikroorganisme anaerob, tidak membutuhkan oksigen karena baginya oksigen
merupakan racun. Metanogen memiliki tempat hidup di lumpur dan rawa, tempat
mikroorganisme lain menghabiskan semua oksigen. Contohnya adalah Methanococcus
janascii (seperti di gambar) Akibatnya rawa akan mengeluarkan gas metana atau gas rawa.
Beberapa spesies lain yang termasuk kelompok metanogen hidup di lingkungan anaerob di
dalam perut hewan seperti sapi, rayap, dan herbivora lain yang mengandalkan makanan
berselulosa. Metanogen berperan penting dalam nutrisi. Contohnya adalah Succinomonas
amylolytica yang hidup di dalam pencernaan sapi dan merupakan pemecah amilum. Peran
lain metanogen adalah sebagai pengurai, sehingga bisa dimanfaatkan dalam pengolahan
kotoran hewan untuk memproduksi gas metana, yang merupakan bahan bakar alternatif.
Halofil ekstrim merupakan kelompok prokariotik yang hidup di tempat yang asin, seperti di
Great Salt Lake (danau garam di Amerika) dan Laut Mati. Kata halofi l berasal dari bahasa
Yunani, halo yang berarti ‘garam’, dan phylos yang berarti ‘pencinta’. Beberapa spesies
sekadar memiliki toleransi terhadap kadar garam, tetapi ada pula spesies lain yang
memerlukan lingkungan yang sepuluh kali lebih asin dari air laut untuk dapat tumbuh.
Beberapa koloni halofi l ekstrim membentuk suatu buih bewarna ungu. Warna tersebut
adalah bakteriorhodopsin. Bakteriorhodopsin merupakan suatu pigmen yang menangkap
energi cahaya. Termofil ekstrim adalah kelompok organisme prokariotik yang hidup di
lingkungan yang panas, optimum pada suhu 60- 80°C. Contohnya adalah Sulfolobus sp. yang
hidup di mata air panas bersulfur di Yellowstone National Park (Amerika Serikat). Sulfolobus
sp. hidup dengan mengoksidasi sulfur untuk memperoleh energi. Karena suka dengan panas
dan asam, kelompok ini disebut juga termoasidofi l. Jenis lain yang memetabolisme sulfur
adalah organisme prokariotik yang hidup pada air bersuhu 105°C di dekat lubang hidrotermal
di laut dalam (kawah gunung api bawah laut). Termofi l ekstrim merupakan kelompok
prokariotik yang paling dekat dengan organisme eukariotik.
Sulfolobus adalah genus dari mikroorganisme dalam keluarga Sulfolobus. Termasuk ke
dalam domain archaea. Spesies Sulfolobus tumbuh di mata air vulkanik dengan pertumbuhan
optimal terjadi pada pH 2-3 dan suhu 75-80 ° C, membuat mereka digolongkan ke dalam
acidophiles dan thermophiles masing-masing. Sel-sel Sulfolobus berbentuk tidak teratur dan
flagellar.
1. Taksonomi
Kingdom : Archaea
Filum : Crenarchaeota
Kelas : Thermoprotei
Ordo : Sulfolobales
Famili : Sulfolobaceae
Genus : Sulfolobus

Gambar 1 mikroskopis Sulfolobus sp.


Gambar 2 makroskopis Sulfolobus sp.

2. Pentingnya mikroba Sulfolobus sp. untuk diketahui

Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 75 sampai 80°C dan pH 2 sampai 3, di
bawah kondisi udara yang ekstrim, pada substrat organik kompleks, termasuk sari ragi,
tryptone, dan asam amino dan dalam suatu gula dengan jumlah yang terbatas. Bakteri ini
memiliki beberapa kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah:
a. Bakteri dalam air aki

Salah satu hal yang menarik untuk dibahas dalam archaea adalah aktivitas sebuah
enzim yang unik. Enzim Alkohol Dehidrogenase (ADH) diproduksi oleh salah satu
spesies archaea : Sulfolobus solfataricus. ADH yang berfungsi sebagai katalis untuk
membongkar alkohol dan melepaskan sejumlah hidrogen ternyata mampu bekerja dalam
lingkungan bersuhu 88° C dan dengan pH 3,5. Sebagai catatan, asam sulfat yang
digunakan sebagai cairan elektrolit dalam aki mobil kita memiliki pH 2. Sedangkan
untuk sebagian besar enzim yang lain, mereka hanya bisa bekerja pada lingkungan suhu
normal (suhu tubuh) dan pH yang netral (mendekati 7), Lewat dari batasan itu, enzim-
enzim tersebut akan mengalami denaturasi dan kehilangan fungsi utamanya.
b. Peran bakteri Sulfolobus sp. di bidang kesehatan

Di masa depan, dosis obat yang dikonsumsi manusia akan ditekan sekecil mungkin
dan dibawa langsung menuju organ sasaran. Selain lebih efektif dan efisien, hal itu bisa
menekan efek samping obat yang dipakai. Caranya, dengan membuat struktur obat lebih
stabil dan memanfaatkan liposom sebagai drug carrier (pembawa obat).
Salah satu yang sedang diteliti adalah penyempurnaan metilprednisolon-suatu
kortikosteroid yang digunakan sebagai imunosupresan/penekan imunitas tubuh dalam
terapi jangka panjang, misalnya pada kasus pascatransplantasi organ tubuh maupun
gangguan imunitas seperti lupus eritematosus sistemik. Hasil penyempurnaannya
menjadi metilprednisolon palmitat yang lebih stabil serta kemampuannya untuk
berinkorporasi alias menempel pada liposom.
Hasil penelitian yang kemudian dituangkan dalam disertasi berjudul "Inkorporasi
Metilprednisolon Palmitat pada Membran Liposom yang Mengandung Tetraeter Lipid
berasal dari Archaea serta Gambaran Distribusinya di beberapa Organ Limfoid pada
Mencit". Metilprednisolon palmitat merupakan obat baru yang sedang dikembangkan
kelompok peneliti di Bernina Biosystems GmbH, laboratorium yang banyak meneliti
transfer gen dan liposom di Munich, Jerman. Penelitian Ernie dilakukan di Laboratorium
Bernina Biosystems GmbH, Munich, dan di Laboratorium Biokimia, Farmakologi dan
Patologi Anatomi FKUI.
Metilprednisolon sudah banyak diteliti. Tapi obat itu sulit menempel ke liposom
karena membentuk misel, semacam kelompok molekul lipid berukuran sangat kecil,
kurang dari 10 nanometer, sehingga lepas terus dari membran liposom. Esterifikasi
dengan palmitat memungkinkan metilprednisolon menempel lebih kuat pada membran
liposom
Liposom sendiri adalah bahan pembawa obat yang terdiri dari lipid. Bahan ini
diekstraksi dari kuning telur, kedelai, serta bisa dibuat secara sintetik. Jenis lipid yang
digunakan bisa macam-macam sesuai organ sasaran. Kalau sasarannya jantung
digunakan kardiolipin dan untuk otak digunakan fosfatidil serin. Sedangkan lipid
yangdigunakan untuk sasaran hati adalah fosfatidil kolin.
Namun, fosfatidil kolin kurang stabil, mudah pecah sebelum mencapai organ
sasaran. Untuk menstabilkan, dilakukan dengan mengkombinasinya dengan tetraeter
lipid yang berasal dari bakteri Archaea, yaitu Sulfolobus acidocaldarius dan
Termoplasma acidophilum.
Liposom yang sudah distabilkan lantas digunakan untuk membawa metilprednisolon
palmitat. Penyuntikan pada hewan percobaan dengan dosis 2 mg/kg berat badan
menunjukkan obat terdistribusi secara baik, terutama di hati. Selain itu juga di limpa,
timus, ginjal, dan sumsum tulang.
Menurut ilmuwan mikrobiologi "Organ sasaran yang dituju metil-prednisolon
adalah organ hati, karena metilprednisolon palmitat merupakan pro drug, yaitu obat
dalam bentuk belum aktif, perlu dimetabolisme dulu di hati sebelum menyebar ke organ-
organ lain dimana terjadi reaksi imunologis,"
Aplikasi pada manusia, cukup 1/20 dosis hewan percobaan atau 0,1 mg/ kg berat
badan. Kalau orang bersangkutan bobotnya 70 kg, dosis metilprednisolon palmitat hanya
7 mg. Jauh lebih kecil dibanding dosis oral metilprednisolon yang 500-1.000 mg per hari
untuk menekan imunitas tubuh.
Masalahnya, sejauh ini belum ada sediaan liposom dalam bentuk oral, masih harus
disuntikkan sehingga menyakitkan pasien jika dilakukan setiap hari. Oleh karena itu,
penelitian diarahkan agar liposom bisa digunakan secara oral. Selain itu, perlu uji
keamanan tetraeter lipid untuk penggunaan jangka panjang. Sejauh ini belum ditemukan
pemecahan tetraeter lipid sehingga zat itu akan terakumulasi dalam tubuh.
Liposom yang sudah distabilkan lantas digunakan untuk membawa metilprednisolon
palmitat. Penyuntikan pada hewan percobaan dengan dosis 2 mg/kg berat badan
menunjukkan obat terdistribusi secara baik, terutama di hati. Selain itu juga di limpa,
timus, ginjal, dan sumsum tulang.
Menurut ilmuwan mikrobiologi "Organ sasaran yang dituju metil-prednisolon
adalah organ hati, karena metilprednisolon palmitat merupakan pro drug, yaitu obat
dalam bentuk belum aktif, perlu dimetabolisme dulu di hati sebelum menyebar ke organ-
organ lain dimana terjadi reaksi imunologis,"
Aplikasi pada manusia, cukup 1/20 dosis hewan percobaan atau 0,1 mg/ kg berat
badan. Kalau orang bersangkutan bobotnya 70 kg, dosis metilprednisolon palmitat hanya
7 mg. Jauh lebih kecil dibanding dosis oral metilprednisolon yang 500-1.000 mg per hari
untuk menekan imunitas tubuh.
Masalahnya, sejauh ini belum ada sediaan liposom dalam bentuk oral, masih harus
disuntikkan sehingga menyakitkan pasien jika dilakukan setiap hari. Oleh karena itu,
penelitian diarahkan agar liposom bisa digunakan secara oral.
Selain itu, perlu uji keamanan tetraeter lipid untuk penggunaan jangka panjang.
Sejauh ini belum ditemukan pemecahan tetraeter lipid sehingga zat itu akan terakumulasi
dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Burdon, L. Kenneth dan Robert P Williams.1964.Microbiology. Toronto: The Macmilla
Company
Dwidjoseputro, D.1998.Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang Djambatan: Djambatan.

Husna, Asmaul. 2010. Archaebacteria, (Online),


(https://biologibatik1.wordpress.com/2010/10/08/archaebacteria/), diakses pada tanggal
29 Maret 2015.

Purwoko, Tjahjadi.2012. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.

Sita. 2011. Archaebacteria, (Online), (http://biologi-


sman2sekampung.blogspot.com/2012/09/archaebacteria.html), diakses pada tanggal 30
Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai