Anda di halaman 1dari 3

Pengikatan Hemoglobin-Oksigen Secara Kooperatif

Hemoglobin mengikat oksigen secara efisien pada paru-paru, dimana pO2 sekitar 13,3
kPa dan melepaskan oksigen di jaringan, pO2 sekitar 4 kPa. Mioglobin atau protein lain yang
mengikat oksigen dengan kurva ikatan hiperbola akan berfungsi sangat teratur, yang dapat
digambarkan pada Figur 5-12. Suatu protein yang mengikat oksigen dengan afinitas tinggi
akan berikatan sangat baik di paru-paru namun tidak akan melepaskan banyak di dalam
jaringan. Jika protein yang terikat oksigen dengan afinitas cukup rendah untuk
melepaskannya di jaringan, maka akan mengambil sedikit oksigen di paru-paru.

Alternatif hemoglobin dengan cara menggunakan keadaan transisi afinitas rendah


(Keadaan T) ke afinitas tinggi (Keadaan R) karena semakin banyak molekul oksigen yang
terikat. Sebagai hasilnya, hemoglobin memiliki kurva pengikat oksigen berbentuk S atau
sigmoid hibrida (Figur 5-12). Protein sub unit tunggal dengan situs pengikatan ligan tunggal
tidak dapat memproduksi kurva pengikatan sigmoid meskipun pengikatan mampu mengubah
konformasi karena setiap molekul ligan berikatan tunggal dan tidak dapat mempengaruhi
pengikatan ligan pada molekul lain. Sebaliknya, pengikatan oksigen pada masing-masing
subunit hemoglobin dapat mengubah afinitas oksigen pada subunit yang berdekatan. Molekul
pertama oksigen yang berinteraksi dengan deoxyhemoglobin akan berikatan lemah karena
mengikat subunit T. Namun pengikatannya mengarah pada perubahan konformasi yang
dihubungkan ke subunit yang berdekatan, membuat lebih mudah untuk mengikat molekul
oksigen tambahan. Akibatnya transisi T R terjadi lebih mudah di subunit kedua setelah
oksigen terikat ke subunit pertama. Molekul oksigen (keempat) terakhir berikatan dengan
heme ke subunit yang sudah dalam keadaan R sehingga ikatannya memiliki afinitas sangat
tinggi daripada molekul yang pertama.

Figur 5-12 Kurva pengikatan sigmoid (kooperatif). Kurva pengikatan sigmoid dapat dilihat sebagai kurva
hibrid yang mencerminkan transisi dari afinitas rendah ke afinitas tinggi. Karena pengikatan kooperatifnya,
seperti yang ditunjukkan oleh kurva pengikatan sigmoid, hemoglobin lebih sensitif terhadap perbedaan kecil
dalam konsentrasi oksigen antara jaringan dan paru-paru, memungkinkan untuk mengikat oksigen di paru-paru
dimana pO2 tinggi dan melepaskannya ke dalam jaringan dimana pO2 rendah.
Protein alosterik adalah satu dari pengikatan ligan ke satu situs yang mempengaruhi
sifat pengikatan situs lain pada protein yang sama. Istilah “alosterik” berasal dari allos
Yunani, “other”, stereo, “padat” atau “bentuk”. Protein alosterik memiliki “bentuk lain” atau
konformasi yang disebabkan oleh pengikatan ligan yang disebut sebagai modulator.
Konformasi mengubah pengikatan oleh modulator interconvert lebih aktif dan kurang aktif
membentuk suatu protein. Modulator untuk protein alosterik dapat berupa inhibitor atau
aktivator. Ketika ligan dan modulator normal identik, interaksinya disebut homotropik.
Ketika modulator adalah molekul lain selain ligan normal, interaksinya disebut heterotropik.
Beberapa protein memiliki dua modulator atau lebih dan dapat memiliki interaksi homotropik
dan heterotropik.

Ikatan kooperatif dari ligan ke protein multimerik, seperti yang diamati pada
pengikatan oksigen dengan hemoglobin merupakan pengikatan alosterik. Pengikatan satu
ligan mempengarhui afinitas dari setiap situs pengikatan yan gtidak terisi dan oksigen dapat
dianggap sebagai ligan dan modulator homotropik aktif. Hanya ada satu situs pengikatan
untuk oksigen pada setiap subunit, sehingga efek alosterik yang memunculkan kooperatifitas
dimediasi oleh perubahan konformasi yang ditransmisikan dari satu subunti ke lainnya oleh
interakasi subunit. Kurva pengikatan sigmoid adalah analisis pengikatan kooperatid. Hal ini
memungkinkan respon yang jauh lebih sensitif terhadap konsentrasi ligan dan penting untuk
fungsi protein multisubunit. Prinsip alosterik meluas dengan mudah ke enzim pengatur.

Perubahan konformasi kooperatid tergantung pada varias dalam stabilitas struktural


bagian yang berbeda dari protein. Ikatan situs protein alosterik biasanya terdiri dari segmen
stabil yang dekat dengan segmen tidak stabil, dan mampu mengubah konformasi intrinsik
(Figur 5-13). Ketika sebuah ligan mengikat, bagian-bagian dari situs pengikatan protein
dapat distabilkan oleh konformasi tertentu yang mempengaruhi konformasi dari subunit
polipeptida yang berdekatan. Jika seluruh situs yang mengikat sangat stabil, maka beberapa
perubahan struktural dapat terjadi pada situs ini atau diperbanyak di bagian protein lain ketika
suatu ligan berikatan.

Seperti halnya mioglobin, ligan selain oksigen dapat berikatan dengan hemoglobin.
Contoh penting adalah karbon monoksida yang berikatan dengan hemoglobin 250 kalo lebih
baik daripada oksigen. Paparan manusia terhadap CO dapat menimbulkan efek yang
berbahaya.
Tidak ada ligan. Segmen
merah muda fleksibel.
Segmen hijau stabil pada
keadaan afinitas rendah

Ligan terikat pada satu


subunit. Pengikatan
menstabilkan
konformasi afinitas
tinggi dari segemen
fleksibel (hijau). Sisa
polipeptida emiliki
konformasi afinitas yang
lebih tinggi dan
konformasi yang sama
ini distabilkan di subunit
lain melalui interaksi
protein-protein

Molekul ligan kedua terikat pada


subunit kedua. Pengikatan ini terjadi
dengan afinitas yang lebih tinggi
daripada pengikatan oleh molekul
pertama, sehingga menimbulkan
kooperatifitas yang positif

Figur 5-13. Perubahan struktural pada protein multisubunit yang memiliki ikatana kooperatif pada
ligan. Stabilitas struktural tidak sama pada seluruh molekul protein. Pada gambar merupakan gambaran protein
dimerik dengan daerah stabilitas tinggi (biru), sedang (hijau), dan rendah (merah). Situs pengikat ligan terdiri
dari segmen stabilitas tinggi dan rendah sehingga afinitas untuk ligan relatif rendah. Perubahan konformasi yang
terjadi ketika ikatan ligan mengubah protein dari tingkat afinitas rendah ke tinggi dapat membentuk suatu
kecocokan induksi.

Anda mungkin juga menyukai