Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

“Klien dengan Resiko Bunuh Diri”


Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa I
Semester 6

Dosen Pembimbing :
Ns. Iin Aini Isnawati, S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 6 :


1. Handoko M.P
2. Moh Lutfi Isnaini
3. Yuliatin

PROGAM STUDY S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN - PROBOLINGGO
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa di panjatkan kehadirat Allah SWT
Sholawat dan salam semoga selalu di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Ns. Aini Isnawati,
S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan jiwa 1 yang telah
membimbing kami untuk membantu dalam proses penyusun makalah ini.
Kami yakin bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena itu
kami mengharapkan kritik konstruktif dan saran , khususnya dari ibu Ns. Aini
Isnawati, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa I dan
umumnya dari semua pembaca sehingga makalah ini dapat lebih sempurna.

Genggong, 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Penderita gangguan skizifrenia di
seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk
(pada wanita dan pria sama). Diperkirakan terdapat 4 – 10 % resiko
kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia dan
40 % angka percobaan bunuh diri. Studi yang dilakukan WHO melaporkan
bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena
bunuh diri. Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia terdapat gejala-
gejala positif terdapat ko – morbilitas depresi, kurangnya terapi,
penurunantingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan tinggi dan
pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase
awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat , 2009).
Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa
sebesar 2-3% jiwa setiap tahun. Zaman dahulu penanganan pasien
gangguan jiwa adalah dengan dipasung, dirantai, atau diikat, lalu
ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila
pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil
mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat.
Bunuh diri dewasa ini banyak terjadi di kalangan remaja Indonesia.
Bunuh diri berawal dan/ atau beresiko terjadi ketika mekanisme koping
dalam setiap pribadi terhadap masalah atau tingkat stressor tidak efektif atau
lemah. Oleh karena itu sangatlah perlu suatu pengupayaan pendampingan
terhadap individu yang memiliki stressor berat, guna meminimalisir terjadinya
bunuh diri, mengingat semakin meningkatnya stressor yang ada,
melemahnya mekanisme koping akan meningkatkan resiko bunuh diri.
Untuk menanggapi uraian masalah yang dipaparkan di atas, kita
kelompok 12 berusaha menyajikan konsep bunuh diri yang kami harapkjan
dapat menjadi pemahaman dini untuk semua elemen kemanusiaan yang kita
sajikan dalam bentuk makalah kecil ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian bunuh diri ?
2. Apa penyebab klien resiko bunuh diri ?
3. Apa gejala klien dengan resiko bunuh diri?
4. Apa rentang respon klien dengan resiko bunuh diri ?
5. Apa saja mitos dan fakta tentang bunuh diri?
6. Bagaimana pohon masalah pada klien dengan resiko bunuh diri?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri?

1.3 Tujuan Penulisan


Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan :
1. Pengertian dari bunuh diri
2. Penyebab-penyebab dari resiko bunuh diri
3. Gejala dari klien dengan resiko bunuh diri
4. Bagaimana rentang respon klien dengan resiko bunuh diri.
5. Bagaiman mitos dan fakta tentang bunuh diri
6. Pohon masalah dari resiko bunuh diri
7. Asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
membunuh diri sendiri(Sheila L, 2001).
Bunuh diri didefinisikan dalam dua kelompok yaitu langsung dan tidak
langsung( Edwin,1963).
Menurut kelompok kami Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari
dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar dan
berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Bunuh diri ialah perbuatan untuk menamatkan atau menghilangkan
nyawa diri sendiri.
2.3 Penyebab
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen(1997) faktor predisposisi bunuh diri antara
lain:
1) Diagnostik: 90 % orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
5) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
prilaku destrukif diri.
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri :
1) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
intrapersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti
2) Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress
3) Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri
4) Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

3.3 Rentang Resiko bunuh diri


Menurut Shives (2008)
mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif-
maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku destruktif Pencederaan Bunuh


diri Peningkatan Diri tak langsung Diri Diri
Beresikoresiko

pertumbuhan langsung

2.4 Tanda dan gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut.
Petunjuk dan gejala yaitu
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan BB
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
h. Petunjuk psikiatrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya
2) Kelainan afektif
3) Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
4) Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
5) Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
6) Riwayat psikososial
a) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b) Hidup sendiri
c) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru
dialami
d) Faktor-faktor kepribadian
1. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
2. Kegiatan kognitif dan negative
3. Keputusasaan
4. Harga diri rendah
5. Batasan/gangguan kepribadian antisocial

2.5 Mitos dan Fakta tentang Bunuh Diri


Mitos Fakta
1. Individu yang berbicara tentang 1. Individu yang bunuh diri
bunuh diri tidak pernah seringkali mengirimkan pesan
melaksanakannya samar-samar atau tidak terlalu
smar-samar yang menyampaikan
pikiran internal tentang
keputusasaan dan destruktif-diri.
Baik pesan samar (isyarat
tertutup) dan pesan langsung
( isyarat terbuka) tentang bunuh
diri harus ditanggapi secara
serius, dengan pengkajian dan
intervensi yang tepat.
2. Individu yang bunuh diri hanya 2. Ketika bunuh diri dalam bentuk
ingin menyakiti diri mereka bunuh diri memperlihatkan
sendiri, bukan orang lain kemarahan terhadap diri sendiri,
kemarahan tersebut dapat
diarahkan kepada orang lain
dalam bentuk tindakan yang
direncanakan secara intensif.
 Bahaya fisik : Individu psikotik
dapat berespon terhadap
suara-suara dari dalam diri
yang menyuruhnya untuk
membunuh orang lain sebelum
membunuh dirinya sendiri.
Individu depresi yang
memutuskan untuk bunuh diri
dengan menggunakan
senapan dapat secara implusif
menembak individu yang
mencoba merampas
senapannya untuk
menghalangi bunuh diri
tersebut.
 Bahaya Emosional : Sering
kali anggota keluarga, teman,
professional perawatan
kesehatan, dan bahkan polisi
yang terlibat dalam upaya
menghalangi bunuh diri, atau
mereka yang tidak menyadari
deprasi dan rencana individu
untuk melaksanakan bunuh
diri, merasa sangat bersalah
dan malu karena mereka
gagal untuk membantu, dan
“terus-menerus” berada dalam
keputusasaan dan duka cita
tanpa akhir.Beberapa individu
yang depresi setelah orang
yang dicintai bunuh diri, akan
merasionalisasikan bunuh diri
tersebut sebagai:“cara yang
baik untuk menghindari
penderitaan” dan
merencanakan upaya bunuh
diri mereka sendiri untuk
bebas dari penderitaan.
Beberapa tindakan bunuh diri
direncanakan untuk menim-
bulkan rasa bersalah dan
penderitaan pada individu
yang bertahan hidup;
misalnya, seseorang yang
ingin menghukum orang lain
karena menolak atau tidak
membalas cintanya.
3. Individu yang bunuh diri memiliki
3. Tidak ada cara untuk menolong perasaan yang bercampur aduk
seseorang yang ingin membunuh (ambivalen) tentang keinginan
dirinya. mereka untuk mati, keinginan
untuk membunuh orang lainatau
terbunu. Ambivalensi ini sering
mencetuskan petunjuk untuk
memperoleh bantuan yang
terlihat dari isyarat yang tertutup
atau terbuka. Intervensi dapat
membantu individu yang bunuh
diri untuk memperoleh bantuan
dari dukungan situasional,
memilih untuk hidup, mempelajari
cara koping yang baru dan
melanjutkan hidupnya.
4. Individu yang bunuh diri telah
4. Jangan menyebut kata bunuh diri memikirkan gagasan bunuh diri
kepada individu yang anda curigai atau mungkin mulai menyusun
akan bunuh diri karena hal ini rencana.
dapat memberinya gagasan untuk
melaksanakan bunuh diri.
5. Mengabaikan ancaman verbal 5. Gestur bunuh diri merupakan
bunuh diri atau menentang sebuah cara yang letal
individu untuk melaksanakan (mematikan) untuk melaksanakan
rencana bunuh diri akan bunuh diri. Jangan pernah
mengurangi pelaksanaan perilaku mengabaikan atau melewatkan
tersebut oleh individu ancaman dan jangan pernah
bersangkutan. menantang individu untuk
melaksanakan ancaman bunuh
diri. Semua rencana ancaman,
gesture atau isyarat harus
ditanggapi secara serius dan
segera berikan bantuan yang
berfokus pada masalah
penyebab individu bunuh diri.
Ketika ditanyai tentang bunuh
diri, sering kali klien akan merasa
lega jika mengetahui bahwa
tangisannya untuk memperoleh
bantuan didengar dan bantuan
segera datang.
6. Sekali ada resiko bunuh diri, 6. Ketika benar bahwa kebanyakan
selalu ada resiko bunuh diri. individu yang berhasil melakukan
bunuh diri telah melakukan upaya
bunuh diri minimal 1 kali
sebelumnya, sebagian besar
individu dengan gagasan bunuh
diri dapat memiliki resulisi positi
terhadap krisi bunuh diri. Dengan
dukungan yang tepat,
menemukan cara baru untuk
menyelesaikan masalah akan
membantu individu tersebut
memperoleh rasa aman secara
emosional dan tidak memerlukan
bunuh diri lebih lanjut sebagai
cara menyelesaikan masalah.

Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri, orang lain dan
lingkungan Bunuh diri

Resiko bunuh diri

Kopping tak efektif

Harga diri rendah

Faktor predisposisi Faktor presipitasi


 Diagnostik kejiwaan  Perasaan terisolasi
 Sifat kepribadian  Kegagalan beradaptasi
 Lingkungan psikososial  Perasaan marah/bermusuhan
 Riwayat keluarga  Cara untuk mengakhiri kepu-
 Faktor biokimia tusasaan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I. PENGKAJIAN PADA KLIEN
A. IDENTITAS
 Identitas Klien:
Nama, jenis kelamin, umur, tempat, tanggal lahir, status, agama,
alamat, pendidikan terakhir, suku, tanggal mrs, tanggal pengakajian,
no. Med. Rec , diagnosa medis,
 Identitas Penanggung Jawab
Nama, jenis kelamin,agama, alamat,hubungan dengan klien

B. ALASAN MASUK
Sebelum masuk RS, keadaan klien saat di rumah tidak bisa tidur,
sering marah, mencoba bunuh diri, tidak mau bicara. Keluarga belum pernah
membawa klien untuk berobat
Saat dikaji klien tampak berdiam diri, menundukkan kepala, tidak mau
bicara, tidak mau makan, dan minum.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Sebelumnya, klien sudah mengalami gangguan jiwa dan belum pernah
dibawa untuk berobat. Aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan
dalam keluarga, tindakan criminal baik klien sebagai pelaku, korban, maupun
saksi, tidak terkaji.
1. Ds : -
Do : Klien sering marah - marah tidak jelas.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : pernah menyaksikan
kejadian orang bunuh diri.
2. Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Isolasi Social.

D. FISIK
1. Tanda Vital
TD : 80/60 mmHg
S : 36°C
N : 100 x/menit
P : 24 x/menit
2. Ukur
TB : -
BB : -
3. Keluhan Fisik
Ds : -
Do : tidak ada cacat di tubuh klien, klien diam mematung, tidak mau
berbicara.

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Mengalami
gangguan jiwa :
halusinasi 

Meninggal karena bunuh diri

a. Ds : pernah menyaksikan adiknya bunuh diri


b. Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
c. Masalah Keperawatan : resiko tinggi bunuh diri
2. Konsep Diri
Gambaran diri, identitas, peran, ideal diri, harga diri : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Kien tidak mau bicara dan menundukkan kepala, lebih senang
menyendiri
3. Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.
4. Hubungan Sosial
Orang yang berarti, peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat,
dan hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Klien diam mematung, klien tidak mau bicara dan menundukkan
kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
5. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Klien diam mematung, klien tidak mau bicara dan menundukkan
kepala.
6. Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Ds : klien mengatakan mandi 3 kali sehari, klien punya kebiasaan suka
cuci muka
Do : Klien tampak rapid an bersih
Masalah Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Ds : -
Do : Klien tampak membisu, tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
3. Aktivitas Motorik
Ds : -
Do : Klien tampak lesu, diam mematung, dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
4. Alam Perasaan
Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
5. Afek
Ds : -
Do : ekspresi wajah klien datar, tidak ada respon.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
6. Interaksi selama wawancara
Ds : -
Do : tidak ada kontak mata, tidak mau menatap lawan bicara, diam
mematung.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
7. Persepsi
Ds : -
Do : dalam mempersepsikan sesuatu cepat
Masalah Keperawatan : -
8. Proses Pikir
Ds :-
Do : Klien tergolong siswa berprestasi
Masalah Keperawatan: -
9. Isi Pikir / waham
Ds :-
Do : Klien gelisah akan nasibnya
Masalah Keperawatan: resiko bunuh diri
10. Tingkat Kesadaran
Ds :-
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala
Masalah Keperawatan: Resiko bunuh diri.
11. Memori
Ds :-
Do : ingatan klien bagus
Masalah keperawatan: -
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Ds :-
Do : konsentrasi bagus tapi mudah terpecah
Masalah keperawatan: -
13. Kemampuan Penilaian
Ds :-
Do : Klien tidak mudah menilai orang lain
Masalah Keperawatan: -
14. Daya Tilik Diri
Ds :-
Do : Klien tidak mudah menunjukkan daya tarik dirinya
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.

G. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Ds : -
Do : Klien bisa makan sendiri.
Masalah keperawatan : -
2. BAB/ BAK
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam BAB/ BAK, pergi,
menggunakan dan membersihkan WC, membersihkan dan merapikan
pakaian.
Masalah Keperawatan : -
3. Mandi
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam hal mandi dan membersihkan
diri, kebersihan daban klien baik
Masalah Keperawatan : -
4. Berpakaian/ Berhias
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam berpakaian/ berhias.
Masalah Keperawatan : -
5. Istirahat dan Tidur
Ds : -
Do : Lama dan waktu tidur tidak terkaji, tidak ada persiapan sebelum tidur,
dan tidak ada kegiatan sesudah tidur.
Masalah Keperawatan : -
6. Penggunaan Obat
Ds : -
Do : Klien memerlukan bantuan dalam penggunaan obat dalam
menangani masalh kejiwaan sebelumnya.
Masalah Keperawatan : -
7. Pemeliharaan Kesehatan
Ds : -
Do : Klien mampu memelihara kesehatan diri
Masalah keperawatan : -
8. Kegiatan Di Dalam Rumah
Ds : -
Do : Klien sering mengurung diri
Masalah keperawatan: Resiko bunuh diri.
9. Kegiatan Di Luar Rumah
Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah keperawatan : Resiko bunuh diri.

H. MEKANISME KOPING
Ds : -
Do : Klien mudah stress dalam menanggapi masalah
MK : perubahan pola pikir

I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Ds : -
Do : Klien diam, tidak mau bicara, dan menundukkan kepala.
MK : Resiko bunuh diri.

J. PENGETAHUAN
Tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung,
penyakit fisik, obat-obatan.
Ds : -
Do : Klien diam, tidak mau bicara, dan menundukkan kepala.
MK : kurang pengetahuan

K. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik sebenlunya : Schizophrenia paranoid.
Therapi medic :
Thrihexypheniadyl (THD) :2X1
Chlorpromazine (CPZ) :0–0–½
TFP : 2 X 5 mg
L. DATA LAIN
Data pengkajian :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah,
melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri
2) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam,
merusak dan melempar barang-barang.
b. Gangguan harga diri rendah
1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
2) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup.

c. Resiko bunuh diri


1) Data subjektif
Riwayat masa lalu : klien pernah melakukan percobaan bunuh
diri dan mencederai diri sendiri, klien mengatakan
dikeluarganya ada yang pernah mencoba bunuh diri, klien
sering mengalami gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA
dan skizofrenia, klien mngatakan menderita penyakit fisik
yang kronik, nyeri kronik, klien mengatakan sedang
mengalami kehilangan dan proses berduka.

2) Data objektif :
Klen terlihat menunjukkan tanda-tanda skizofrenia, dari chek
up terlihat adanya penyakit kronis maupun akut, klien terlihat
depresi.
Data lain yang perlu dikaji :
1. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru
dialami
2. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
3. Riwayat pengobatan.
4. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari
individu dengan gangguan mood.
6. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
 Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah
yang sulit.
 Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana
yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
 Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
gelisah, keparahan gangguan mood).
 Sistem pendukung yang ada.
 Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit
lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru
dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
 Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar
keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan
rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda
kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
7. Symptom yang menyertainya
 Apakah klien mengalami :
 Ide bunuh diri
 Ancaman bunuh diri
 Percobaan bunuh diri
 Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
 Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan
dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait
dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk
membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih
mendalam lagi diantaranya :
 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya
atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai
dengan rencananya.
 Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien
untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu
mampu diakses oleh klien.
8. Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian
tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko
bunuh diri:
 Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
 Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
 Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak
mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
 Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan
kata – kata yang dimengerti klien
 Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
pengobatannya
 Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
 Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
 Peroleh riwayat penyakit fisik klien
9. Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki
resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
 Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh
diri
 Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan
bunuh diri.
 Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
 Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
 Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
 Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
 Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
 Menunjukkan impulsivitas dan agressif
 Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau
kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
 Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri
misal pistol, obat, racun.
 Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif
dengan pengobatan
 Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
10. Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien
melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1) Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3
kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih
sering 3kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh
diri
2) Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau
lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65
tahun lebih.
3) Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri
mengalami sindrome depresi.
4) Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang
yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan
percobaan sebelumnya
5) ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang
menyalahnugunakan alcohol
6) Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang
skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri
disbanding general populasi
7) Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang
yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan
dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta
dukungan spiritual keagaamaan
8) Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya
perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan
resiko tinggi
9) No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda,
single adalah lebih rentang disbanding menikah
10) Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko
tinggi melakukan bunuh diri.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c. Resiko tinggi bunuh diri

3.3 Intervensi Keperawatan


 Diagnosa Keperawatan 1 : Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
a. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
 Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak
menjawab.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri.


Tindakan:
 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda bunuh diri.


Tindakan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
 Observasi tanda bunuh diri.
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi bunuh diri yang biasa dilakukan.


Tindakan:
 Anjurkan mengungkapkan upaya bunuh diri yang biasa/
pernah dilakukan.
 Bantu bermain peran sesuai dengan bunuh diri
yang biasa dilakukan.
 Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat bunuh diri.


Tindakan:
 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan.
Tindakan :
 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal /
kasur.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal / tersinggung
 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol bunuh diri.


Tindakan:
 Bantu memilih cara yang paling tepat.
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
dipilih.
 Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang
dicapai dalam simulasi.
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat
klien melalui pertemuan keluarga.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama,
dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5
benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek
samping obat yang dirasakan.

 Diagnosa Keperawatan 2 : gangguan konsep diri : harga diri rendah


1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif


yang dimiliki
Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah

d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai


dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
kondisi klien
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh
klien lakukan

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan


kemampuan
Tindakan :
 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
 Beri pujian atas keberhasilan klien
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan

 Diagnosa 3 : Resiko bunuh diri


1. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan
bunuh diri
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
 Perkenalkan diri dengan klien
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.

Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan :
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan :
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah Klien : Resiko Bunuh Diri


Pertemuan : Ke-1 (Pertama)

I. PROSES KEPERAWATAN
1. KONDISI KLIEN
Data Objektif :
 Bersikap impulsif
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi,psikosis,dan penyalahgunaan
alkohol)
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)
 Pengganguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan,atau kegagalan
dalam karier)
 Status perkawinan yang tidak harmonis
Data Subjektif :
 Memiliki ide untuk melakukan tindakan bunuh diri/ mengakhiri
kehidupan
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari
keluarga
 Berbicara tentang kematian,menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan
 Mengungkapkan adanya konflik interpersonal

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Bunuh Diri
3. TUJUAN KEPERAWATAN
 Klien tetap aman dan selamat
 Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat meningkatkan harga diri

4. TINDAKAN KEPERAWATAN
 Melakukan kontrak pengkajian dengan klien
 Menemani klien terus menerus
 Menjauhkan semua benda yang membahayakan klien
 Memastikan bahwa klien telah benar-benar meminum obatnyajika
klien mendapatkan obat
 Menjelaskan dengan lembut kepada klien bahwa perawat akan
melindungi klien sampai klien tidak mempunyai keinginan bunuh diri
 Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri
 Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

II. STRATEGI KOMONIKASI TERAPEUTIK


1. ORIENTASI
 Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak?”
 Memperkenalkan Diri
“Nama sayaperawat N, Bapak boleh memanggil saya N (sambil
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan). Nama Bapak siapa?
Dan Bapak ingin dipanggil dengan sebutan apa?”
 Membuka Pembicaraan dengan Topik Umum
“Apakah saya mengganggu Bapak A? Apa yang sedang Bapak A
lakukan hari ini?”
 Evaluasi/ Validasi Kontrak
“Bagaimana perasaan Bapak A pagi ini?”
“Saya yang akan merawat Bapak A di ruangan hari ini dan saya akan
membantu menyelesaikan masalah yang Bapak A hadapi.”
a. Topik : “Bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang
tentang hal atau perasaan yang menyebabkan Bapak A ingin
mengakhiri kehidupan Bapak A?”.
b. Tempat : “Bapak A mau di mana kita berbincang-
bincang,bagaimana bila di ruang duduk?”
c. Waktu : “Mau berapa lama kita berbincang-bincang saat ini?
Bagaimana bila 15 menit?”
2. KERJA
“Apakah Bapak A pernah berniat untuk bunuh diri?”
“Apakah Bapak A pernah mencoba bunuh diri?Dengan cara apa? Apa
yang Bapak A rasakan saat itu?”
“Apa yang menyebabkan Bapak Amemiliki perasaan ingin mengakhiri
kehidupan Bapak A?”
“Bapak A tampaknya membutuhkan pertolongan karena Bapak A punya
keinginan untuk bunuh diri untuk itu saya akan menemani Bapak A di
sini.”
“Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Bapak A untuk memastikan
tidak ada benda yang membahayakan Bapak A.”
“Apakah Bapak A telah meminum obat yang diberikan oleh perawat?
Kalau belum saya akan membantu Bapak A untuk minum obat.”
“Apa yang Bapak A lakukan bila keinginan bunuh diri tersebut muncul?”
“Saya akan membantu Bapak A agar keinginan untuk bunuh diri hilang.”
“Kalau keinginan bunuh diri itu muncul,Bapak A bisa langsung meminta
bantuan perawat atau keluarga yang mengunjungi. Katakan pada kami
bahwa keinginan bunuh diri itu muncul.”
“Cara lain yang bisa digunakan adalah mengalihkan perhatian atau
pikiran Bapak A dengan cara mencari teman untuk diajak berbincang-
bincang.”

3. TERMINASI
 Evaluasi Perasaan Klien Setelah Berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Bapak A setelah kita berbincang-bincang?
Apakah Bapak A merasa ada manfaatnya kita berbincang-bincang
saat ini?Apakah saat ini keinginan bunuh diri itu ada?”.
 Evaluasi Isi Materi yang Sudah Dibicarakan pada Pertemuan Ini
“Apakah Bapak A masih ingat cara mengatasi keinginan bunuh diri?
Coba Bapak A sebutkan agar keinginan bunuh diri itu tidak muncul
lagi.”
 Tindak Lanjut
“Saya harap bila nanti keinginan untuk bunuh diri itu muncul
lagi,Bapak A bisa mempraktikkan cara-cara yang sudah kita pelajari
tadi.”
 Kontrak untuk Pertemuan yang Akan Datang
a. Topik : “Baiklah kita sudah berbincang-bincang selama 15 menit,
bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang tentang cara
mengatasi rasa bersalah dan rasa rendah diri yang Bapak
alami?”
b. Tempat: “Dimana tempatnya nanti kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau disini saja?”
c. Waktu : “Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11 siang nanti,
setelah Bapak A bertemu dengan teman-teman?”

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Penyebab bunuh diri ada dua
yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi
meliputi: diagnostik, sifat, kepribadian, lingkungan psikososial, riwayat
keluarga, faktor biokimia. Sedangkan faktor presipitasi meliputi : perasaan
terisolasi, kegagalan beradaptasi, perasaan marah/ bermusuhan, cara
untuk mengakhiri keputusasaan. Tanda dan gejala klien yang resiko
bunuh diri biasanya putus asa, BB menurun, harga diri rendah dan lain-
lain.
Salah satu mitos tentang bunuh diri adalah Individu yang
berbicara tentang bunuh diri tidak pernah melaksanakannya, padahal
faktanya individu yang bunuh diri seringkali mengirimkan pesan samar-
samar atau tidak terlalu smar-samar yang menyampaikan pikiran internal
tentang keputusasaan dan destruktif-diri. Baik pesan samar (isyarat
tertutup) dan pesan langsung (isyarat terbuka) tentang bunuh diri harus
ditanggapi secara serius, dengan pengkajian dan intervensi yang tepat.

4.2 Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon
perawat harus memahami secara rinci tentang gangguan jiwa terutama
pada klien dengan resiko bunuh diri sehingga kita dapat melakukan asuhan
keperawatan dengan baik dan benar terhadap klien dengan gangguan jiwa
yang resiko bunuh diri. Selain itu diharapkan bagi perarawat untuk selalu
mendampingi pasien dengan resiko bunuh diri setelah membaca
penjabaran makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP.2000
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.
1999
Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman
untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai