Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

ANALISIS HIDROLOGI

V.1 Umum
Perencanaan sistem drainase suatu daerah sangat terkait dengan kondisi hidrologi daerah
tersebut. Kondisi hidrologi seperti curah hujan, temperature, penguapan, lamanya penyinaran
matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air selalu berubah menurut waktu. Untuk
keperluan tertentu, data-data ini dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan
menggunakan metode tertentu. Pertimbangan data analisis hidrologi untuk berbagai kepentingan
sumber daya air, dua hal terpenting yakni:

1. Jumlah stasiun hujan dan stasiun hidrometri, termasuk pola penyebaran stasiun dalam
DAS yang bersangkutan.
2. Ketelitian suatu jaringan pengamat dengan kerapatan tertentu.

V.2 Analisis Data Curah Hujan


Desain dan operasi sistem drainase perkotaan berhubungan dekat dengan karakteristik hujan
perkotaan terutama intensitas dan tinggi curah hujan, oleh karena itu analisis hidrologi perlu
dilakukan. Bangunan-bangunan drainase tersebut memerlukan analisis hidrologi terlebih dahulu
sebelum menentukan analisis-analisis lainnya. Analisis yang sangat dibutuhkan dalam hidrologi
salah satunya adalah analisis hujan. Beberapa karakteristik hujan yang sangat penting dalan
analisis hidrologi diantaranya adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, frekuensi dan
luas di wilayah hujan.

Analisis data curah hujan dilkakukan melalui beberapa tahap yaitu penentuan stasiun utama,
koreksi kuantitas dan kualitas data, penentuan curah hujan harian maksimum untuk periode
ulang hujan tertentu, dan penetapan persamaan intenstas hujan. Keseluruhan analisis curah hujan
ini bertujuan untuk mendaoatkan hasil yang sedekat-dekatnya, sebab proses hujan merupakan
proses stokastik yang acak. Resiko dalam desain diminimalisir dengan perhitungan yang teliti
dan pengambilan keputusan yang matematis.
Perkiraan hujan rencana dapat dilakukan dengan cara menganalisis frekuensi terhadap data curah
hujan harian rata-rata maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10
tahun terakhir dari minimal 1(satu) stasiun pengamatan. Hal ini diatur dalam Lampiran I
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem
Drainase Perkotaan.

Berdasarkan jarak stasiun pengamatan dari lokasi dan ketersediaan data yang dikumpulkan dari
berbagai sumber, yaitu Stasiun Geofisika Bandung, Puslitbang Sumber Daya Air (PUSAIR), dan
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, maka dipilih Stasiun Dago Pakar Bandung
sebagai stasiun yang akan digunakan dalam analisis hidrologi. Data curah hujan harian
maksimum tahun 2006-2015 dari stasiun tersebut disajikan dalam Tabel

Tabel. Data CHMM di Satasiun Dago Pakar (PUSAIR Kota Bandung)

Tahun Curah Hujan (mm)


2008 70
2009 113
2010 80
2011 73
2012 104
2013 45
2014 70
2015 95
2016 79
2017 85

V.3 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum


Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa – peristiwa yang luar biasa, seperti hujan
lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi
kejadiannya, peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat langka (Suripin, 2004). Tujuan
analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwa – peristiwa ekstrim yang
berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data
hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent), terdistribusi secara acak,
dan bersifat stokastik.

Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui.
Sebaliknya, periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu
akan disamai atau dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat stastistik data kejadian
yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan
anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat
statistik kejadian hujan di masa lalu.

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Metode yang dipakai dalam
analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut :

1. Metode Distribusi Normal


2. Metode Gumbel
3. Metode Log Person Type III

VI.3.1 Metode Distribusi Normal


Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnya digunakan
persamaan (Suripin, 2004) :

Setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Dsitribusi Normal, maka diperoleh curah hujan
maksimum untuk berbagai PUH pada Tabel

Tabel. Curah Hujan Harian Maksimum dengan Metode Distribusi Normal

PUH (tahun) R (mm/hari)


2 81,4
5 97,66
10 106,17
25 94,95
50 121,07
100 125,49
VI.3.2 Metode Log Pearson Tipe III
Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk
hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson
Tipe III, yaitu (Suripin, 2004) :

Setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Log Pearson Tipe III, maka diperoleh curah hujan
harian maksimum untuk berbagai PUH pada Tabel

Tabel. Curah Hujan Harian Maksimum dengan Metode Log Pearson Tipe III

PUH (tahun) R (mm/hari)


2 82.28
5 98.59
10 106.22
25 113.46
50 119.20
100 120.91

VI.3.3 Metode Gumbel


Metode Gumbel, curah hujan untuk PUH tertentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut
(Suripin, 2004) :

Setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Gumbel, maka diperoleh curah hujan harian
maksimum untuk berbagai PUH yang tersaji pada Tabel

Tabel. Curah Hujan Harian Maksimum dengan Metode Gumbel

PUH (tahun) R (mm/hari)


2 78.78
5 101.88
10 117.17
25 136.49
50 150.83
100 165.05

VI.4 Uji Kecocokan


Uji kecocokan diperlukan untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap
fungsi distribusi peluan, yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian yang sering dipakai adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat bertujuan untuk menentukan
apakah persamaan distribusi yang terpilih dalam mewakili distribusi statistic sampel data yang
dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Suripin, 2004) :

Data curah hujan yang telah dihitung besar peluangnya atau periode ulangnya, kemudian
digambarkan pada kertas grafik peluang, yang umumnya akan membentuk suatu persamaan garis
lurus. Persamaan umum yang digunakan adalah persamaan distribusi normal (Suripin,2004)

Hasil perhitungan Uji Chi Kuadrat masing – masing metode disajikan pada :

Tabel. Uji Chi Kuadrat Metode Gumbel

Jumlah data
No Nilai Batas Subgrup Ei Oi-Ei (Oi-Ei)2/Ei
(Oi)
1 0 < x < 65.14456 1 2 -1 0.5
2 65.14456 < x < 76.56207 3 2 1 0.5
3 76.56207 < x < 86.23793 3 2 1 0.5
4 86.23793 < x < 97.65544 1 2 -1 0.5
5 97.65544 < x 2 2 0 0
Jumlah 10 Chi Kuadrat 2

Tabel. Uji Chi Kuadrat Metode Log Pearson Tipe III

Jumlah data
Nilai Batas Subgrup
No (Oi) Ei Oi-Ei (Oi-Ei)2/Ei
1 0 < x < 1.804637 1 2 -1 0.5
2 1.804637 < x < 1.870544 3 2 1 0.5
3 1.870544 < x < 1.926397 2 2 0 0
4 1.926397 < x < 1.992304 2 2 0 0
5 1.992304 < x 2 2 0 0
Jumlah 10 Chi Kuadrat 1

Tabel. Uji Chi Kuadrat Metode Distribusi Normal

Jumlah Data (Oi-


No Nilai Batas Sub Grup (Oi) Ei Oi-Ei Ei)2/Ei
1 0 < x < 65.1446 1 2 -1 0.5
2 65.1446 < x < 76.5621 3 2 1 0.5
3 76.5621 < x < 86.2379 3 2 1 0.5
4 86.2379 < x < 97.6554 1 2 -1 0.5
5 97.6554 < x 2 2 0 0
Jumlah 10 Chi Kuadrat 2

Berdasarkan Uji Chi Kuadrat yang dilakukan, ternyata ketiga metode memiliki derajat
kepercayaan yang sama. Untuk emnentukan distribusi frekuensi CHHM digunakan cara
perbandingan data CHHM agar diketahui metode yang menghasilkan CHHM terbesar. Cara ini
digunakan agar diperoleh faktor kemananan yang baik untuk bangunan dan sistem infrastruktur
yang direncanakan.

Tabel menunjukan metode yang terpilih adalah metode Gumbell dikarenakan memiliki CHMM
yang tertinggi. Curah hujan harian dengan metode inilah yang akan digunakan untuk
perencanaan.

PUH = CHMM (mm)


T
Normal Gumbel Log Pearson
(tahun)
2 81.400 78.778 82.285
5 97.655 101.875 98.589
10 106.170 117.168 106.224
25 94.946 136.491 113.457
50 121.071 150.825 119.205
100 126.489 165.054 120.910

VI. 6 Analisis Intensitas Hujan


Analisis intensitas hujan digunakan untuk menentukan tinggi atau kedalaman air hujan per satu
satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, maka semakin besar
pula intensitasnya dan semakin besar periode ulangnya, maka semakin tinggi pula intensitas
hujan yang terjadi (Suripin,2004).

Analisis tahap ini dimulai dari data curah hujan harian maksimum yang kemudian diubah ke
dalam bentuk intensitas hujan. Pengolahan data dilakukan dengan metoda statistik yang umum
digunakan dalam aplikasi hidrologi. Data yang digunakan sebaiknya adalah data hujan jangka
pendek, misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman. Bila tidak diketahui
data untuk durasi hujan maka diperlukan pendekatan empiris dengan berpedoman pada durasi
enam puluh menit dan pada curah hujan harian maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain
yang lazim digunakan adalah mengambil pola intensitas hujan dari kota lain yang mempunyai
kondisir yang hampir sama .

Metoda – metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah sebagai
berikut :

1. Metoda van Breen


2. Metoda Bell dan Tanimoto
3. Metoda Hasper dan Der Weduwen

VI.6.1 Metode Van Breen


Nilai intensitas hujan menurut perhitungan Metode Van Breen adalah sebagai berikut :

Tabel. Intensitas Hujan dengan Metode Van Breen


Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH
Durasi
2 5 10 25 50 100
(menit)
RT
te
78.77751 101.8754 117.1682 136.4907 150.8253 165.054
5 163.7396 175.1213 181.519 188.7944 193.7793 198.4715
10 139.3977 153.5348 161.4174 170.266 176.242 181.7978
20 107.4501 123.1695 132.1489 142.3294 149.2307 155.6459
40 73.67843 88.25882 96.97972 107.1634 114.2196 120.871
60 56.05902 68.76759 76.59522 85.93183 92.51465 98.79737
80 45.24029 56.32802 63.29172 71.72203 77.74156 83.54099
120 32.64145 41.36334 46.97421 53.89705 58.92336 63.82819
240 17.78379 23.01786 26.48758 30.87619 34.13506 37.37239

VI.6.2 Metode Bell dan Tanimoto


Data hujan dalam selang waktu yang panjang (paling sedikit 20 tahun) diperlukan dalam analisis
data frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia dan besarnya curah hujan selama enam puluh
menit dengan periode ulang 10 tahun diketahui sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang
disusun oleh Bell dapat digunakan untuk menentukan curah hujan dengan durasi 5 – 120 menit
dan periode ulang 2 – 100 tahun.

Nilai intensitas hujan menurut perhitungan Metode Bell Tanimoto adalah sebagai berikut :

Tabel. Intensitas Hujan dengan Metode Bell Tanimoto

Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH


Durasi 2 5 10 25 50 100
(menit) RT
te 78.77751 101.8754 117.1682 136.4907 150.8253 165.054
5 65.43632 109.0878 146.7488 203.7277 252.5234 306.3309
10 48.97492 81.6453 109.8321 152.4772 188.9977 229.2692
20 34.15379 56.93722 76.59396 106.3335 131.8019 159.8861
40 22.82453 38.0504 51.18674 71.06126 88.08146 106.8498
60 17.78561 29.65011 39.88637 55.37325 68.63594 83.26084
80 14.82983 24.72256 33.25766 46.17078 57.22935 69.42373
120 11.41424 19.0285 25.59781 35.5368 44.04837 53.43417
240 7.206377 12.01363 16.16116 22.43614 27.80992 33.73563

VI.6.3 Metode Hasper dan Der Wedumen


Rumus ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar
anggapan bahwa hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi hujan lebih kecil dari 1
jam dan durasi hujan dari 1 sampai 24 jam.

Nilai intensitas hujan menurut perhitungan Metode Hasper dan Der Wedumen adalah sebagai
berikut :

Tabel. Intensitas Hujan dengan Metode Haspers dan Der Wedumen

Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH


Durasi 2 5 10 25 50 100
(menit) RT
te 78.77751 101.8754 117.1682 136.4907 150.8253 165.054
5 489.9067 566.2718 608.4945 654.5186 684.3492 710.9464
10 256.5391 310.2491 342.1356 378.8565 403.8356 426.9418
20 130.5034 163.4845 184.2079 209.2186 226.9792 243.9802
40 63.94136 81.96738 93.72999 108.4002 119.1474 129.7028
60 41.25655 53.35314 61.36213 71.48152 78.98866 86.44036
80 34.36604 44.44231 51.11367 59.54296 65.79628 72.00344
120 26.16926 33.8422 38.92235 45.34114 50.10296 54.82962
240 15.69175 20.29264 23.33883 27.18769 30.043 32.87723
VI.6.4 Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Hujan
Untuk menentukan metode analisis intensitas hujan yang paling cocok dilakukan adalah
berdasarkan perbandingan secara visual antara grafik intensitas hujan durasi pendek yang
dimiliki dengan grafik intensitas hujan berdasarkan Metode Van Breen, Metode Bell-Tanimoto,
dan Metode Hasper dan der Weduwen. Data intensitas hujan durasi pendek diperoleh dari
Stasiun Hujan Dago Pakar yang didapatkan dari PUSAIR Kota Bandung pada tahun 2006 –
2015.

Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan perhitungan untuk mendapatkan deviasi terkecil
dari tiga jenis metode perhitungan intensitas hujan. Langkah pendekatan yang perlu dilakukan
adalah :

1. Menentukan minimal 8 jenis durasi curah hujan t menit


2. Menggunakan harga – harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas hujan.
Untuk periode ulang hujan tertentu, nilainya disesuaikan dengan perhitungan debit
puncak rencana.
3. Menggunakan harga – harga t yang sama untuk menetapkan tetapan – tetapan dengan
cara kuadarat terkecil (Least Square Method).

Dari hasil perhitungan diperoleh deviasi antara data terukur dan hasil prediksi sebagai berikut :

Tabel. Deviasi antara Data Terukur dan Hasil Prediksi

PUH Van Breen Bell Tanimoto Hasper dan Der Weduwen


Tablot Sherman Ishiguro Talbot Sherman Ishiguro Talbot Sherman Ishiguro
2 0.00 17.414 19.693 2.991 2.48 3.098 9.758 11.777 58.318
5 0.00 19.044 19.548 4.986 4.135 5.165 12.58 9.679 62.518
10 0.00 19.822 19.409 6.708 5.563 6.948 14.375 8.477 68.373
25 0.00 20.583 19.225 9.312 7.722 9.645 16.547 7.835 71.128
50 0.00 21.034 19.094 9.3112 9.572 11.955 18.085 8.238 72.463
100 0.00 21.412 18.97 14.002 11.612 14.503 19.55 9.303 73.312
Berdasarkan tabel tersebut menunjukan bahwa Metode Van Breen dengan persamaan Talbot
yang memiliki deviasi terkceil, yaitu nol. Selain itu secara visual Metode Van Breen dengan
persamaan Talbot memiliki hasil yang serupa dengan hasil dari hasil curah hujan durasi pendek
sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar. Oleh karena itu, intensitas hujan untuk perencanaan akan
menggunakan intensitas hujan hasil perhitungan dari Metode Van Breen dengan persamaan
Talbot.

Tabel. Intensitas Hujan menurut Metode Van Breen dengan Persamaan Talbot

Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH


Durasi
2 5 10 25 50 100
(menit)
RT
te
78.77751 101.8754 117.1682 136.4907 150.8253 165.054
5 163.7396 175.1213 181.519 188.7944 193.7793 198.4715
10 139.3977 153.5348 161.4174 170.266 176.242 181.7978
20 107.4501 123.1695 132.1489 142.3294 149.2307 155.6459
40 73.67843 88.25882 96.97972 107.1634 114.2196 120.871
60 56.05902 68.76759 76.59522 85.93183 92.51465 98.79737
80 45.24029 56.32802 63.29172 71.72203 77.74156 83.54099
120 32.64145 41.36334 46.97421 53.89705 58.92336 63.82819
240 17.78379 23.01786 26.48758 30.87619 34.13506 37.37239

Gambar : (a) Grafik Intensitas Hujan Durasi Pendek (b) Grafik Perbandingan Intensitas Durasi
Pendek dengan Intensitas berdasarkan metode Van Breen, Bell Tanimoto, dan Hasper-der
Weduwen

VI.6.5 Penggambaran Kurva IDF


Kurva IDF (Intensity, Duration, Frequency) merupakan kurva yang menunjukan hubungan
antara intensitas hujan dengan durasinya. Dalam penggambaran kurva IDF diperlukan data curah
hujan dalam durasi waktu yang pendek, yaitu curah hujan dalam satuan waktu menit. Kurva IDF
digunakan untuk perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus rasional untuk perhitungan debit
puncak dengan menggunakan intensitas hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran curah
hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran tersebut. Kurva
ini menunjukan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lama
curah hujan sembarang.

Kurva IDF
250
Intensitas Hujan (mm/jam)

200

150

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit)

PUH 2 PUH 5 PUH 10 PUH 25 PUH 50 PUH 100

Gambar. Kurva IDF menurut Metode Van Breen dengan Persamaan Talbot

Anda mungkin juga menyukai