Anda di halaman 1dari 59

EVIDENCE BASED NURSING PRACTIC

APLIKASI THERAPEUTIC TOUCH PADA NYERI PASCA


BEDAH PADA PASIEN DENGAN POST OP LAPARASKOPY
LAR (KARSINOMA RECTI) DIRUANG IBS RSDK KOTA
SEMARANG

OLEH :

IMRAN PASHAR

G3A017255

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2019

1|Page
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Judul……………………………………………………………………………1
Kata Pengantar ……………………………………………………………….2
Daftar Isi ………………………………………………………………………3
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………….4
BAB II Konsep Dasar ……………………………………………………….7
BAB III Konsep Asuhana Keperawatan …………………………………..31
BAB IV Telaah Jurnal ……………………………………………………….44
BAB V Resume Asuhana Keperawatan ……………………………………50
BAB VI Aplikasi Evidence Based Nursing Practic ………………………..53
BAB VII Hasil dan Pembahasan ……………………………………………56
BAB VIII Penutup …………………………………………………………..58
Surat Pernyataan Aplikasi EBNP
Jurnal Therapeutic Touch dan Nyeri Pasca Bedah
Daftar Pustaka

2|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan laporan EBNP dengan
judul “Aplikasi therapeutic touch pada nyeri pasca bedah pada pasien dengan post
op laparaskopy lar (karsinoma recti) diruang ibs rsdk kota semarang”, dengan
tepat pada waktunya. Salawat dan taslim senantiasa tercurah kepada junjugan kita
Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang
senantiasa bertasbih sepanjang masa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Semarang, 31 Januari 2019

Imran Pashar

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Kanker colorectal adalah kanker keempat yang paling banyak
didunia.Sekitar dua-pertiga dari satu juta orang dapat terkena penyakit tiap
tahun. Ini terjadi pada pria maupun wanita dengan perbandingan yang
hampir sama dan cenderung lebih sering di negara 'maju'dan sangat umum
di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia.
Karsinoma rekti adalah karsinoma saluran cerna yang sering
didapatkan di Indonesia terutama di kota besar. Sekitar 60% dari semua
kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga dapat teraba pada
pemeriksaan rektum atau terlihat pada pemeriksaan sigmoidoskopi.
Insidensi terjadinya karsinoma rekti meningkat pada usia 35 tahun hingga
usia lebih dari 50 tahun, dan menurun setelah usia 70 tahun. Lebih dari
90% karsinoma rekti terjadi setelah usia 50 tahun. Faktor risiko terjadinya
karsinoma rekti disebabkan oleh faktor lingkungan (diet tinggi lemak dan
rendah serat), genetik, namun sebagian besar diagnosis karsinoma rekti
(75%) dengan pasien yang tidak memiliki faktor risiko.
Sisi kiri dari colorectal yang lebih sering terkena, tapi selama dua
dekade terakhir telah terjadi peningkatan yang stabil dalam kejadian
kanker di usus proksimal
Kanker kolorektal hampir selalu adenocarcinoma. Tumor sering
dimulai sebagai massa polypoidal dan kemudian cenderung untuk infiltrasi
ke dalam dan melalui dinding usus. Kelenjar getah bening loco-regional
cenderung terlibat sebelum penyebaran penyakit. Ini adalah dasar untuk
semua sistem staging untuk kanker kolorektal. Khusus pada kanker rektum
ada juga kecenderungan tumor menyusup secara lateral ke dalam lemak
perirektal dan kelenjar getah bening
Angka keberhasilan penanganan karsinoma rekti akan tinggi
apabila ditemukan dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan
dengan bedah kuratif. Namun sayangnya sebagian penderita di Indonesia

4|Page
datang dalam stadium lanjut sehingga angka keberhasilan akan rendah
terlepas dari terapi yang diberikan.
Terapi bedah paling efektif dilakukan pada penyakit yang masih
terlokalisasi. Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk,
karena pilihan terapi yang mungkin hanya berupa terapi paliatif.
Berkembangnya kemoterapi dan radioterapi pada saat ini memungkinkan
kesempatan untuk terapi adjuvan untuk penderita stadium lanjut atau pada
kejadian kekambuhan.
Pada laporan kasus ini kami mengajukan kasus penderita
karsinoma rekti yang menjalani tindakan pembedahan yang ditujukan
sebagai salah satu sumber informasi terkait penanganan karsinoma rekti
yang memiliki tingkat kejadian cukup tinggi di Indonesia, serta sebagai
salah satu syarat kelengkapan tugas peminatan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa memiliki wawasan tentang konsep asuhan keperawatan
karsinoma recti yang membutuhkan tindakan perawatan berupa
pembedahan di ruang IBS. Dengan konsep dan teori tersebut
mahasiswa mampu melakukan pengakjian, merumuskan dan
menetapkan diagnose, membuat perencanan, mengimplemntasikan
serta melakukan evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan
kemudian mendokumentasikan seluruh proses dan hasil asuhan
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a) Memahami konseptual Karsinoma Recti
b) Memahmi konsep asuhan keperawatan Karsinoma Recti
c) Memahami tindakan pembedahan pada kasus karsinoam recti
d) Memahami dan melakukan tindsakan keperawatan pada kasus post
op karsinoma recti
e) Memahami dan mengaplikasi jurnal EBNP pada pasien post op
kasinoma recti

5|Page
C. Sistematika penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terbagi sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan : Latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan
BAB II Konsep dasar : Pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, penatalaksanaan, konsep ASKEP
BAB III Telaah Jurnal : Judul, peneliti, tempat penelitian, metode
penelitian, landasar teori terkait EBNP, justifikasi/alas an penerapan dan
mekanisme aplikasi jurnal SPO.

6|Page
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Karsinoma Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum
terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15cm dari
rectosigmoid junction dan terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid.
Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di
setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ekstraperitoneal.
Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan
cabang dari arteri iliaca interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari
pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika
inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Karsinoma rekti
dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Pembuluh limfe dari
rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemoroidalis superior dan
melanjut ke kelenjar limfamesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal
untuk eradikasi kersinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfe ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun
oleh epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muskularis propria dan
serosa.

B. Epidemiologi
Insidens karsinoma rekti di Indonesia cukup tinggi, demikian juga
angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita. Sekitar 75%
ditemukan di rectosigmoid. Di negara barat, perbandingan insidens laki-
laki:perempuan adalah 3:1, kurang dari 50% ditemukan di rectosigmoid dan
merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan colok dubur merupakan
penentu karsinoma rekti.5

7|Page
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.
b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut atau usus tidak benar - benar
kosong saat BAB
c. Feses yang lebih kecil dari biasanya
d. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
e. Penurunan berat badan
f. Mual dan muntah
g. Rasa letih dan lesu
h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus

D. Etiologi
1. Diet
Faktor diet akan mempengaruhi pembukaan saluran cerna untuk terjadinya
karsinogenis. Peningkatan lemak sebagai agen promotor, sedangkan serat dan
kalsium yang mereduksi pembukaannya.
Diet tinggi lemak yang tidak tersaturasi dapat menimbulkan karsinogenis
dengan peningkatan level asam lemak yang berimplikasi pada timbulnya
kanker. Makanan yang berserat akan membatasi gerak kanker dengan
mempercepat waktu transit intestinal.
2. Iritasi pada rongga anal dapat memberikan kontribusi pada perkembangan
kanker dalam segmen usus besar ini
3. Riwayat anggota keluarga yang mempunya insiden karsinoma kolorektal.
4. Risiko sedikit meningkat pada pasien juvenile polyposis syndrome, Peutz-
Jeghers syndrome dan Muir syndrome.

8|Page
E. Patofisiologi
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma rekti. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol
dan ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe scirrhos (keras)
mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid dan rektum. Bentuk ulseratif
terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.
Secara klinik tumor dibedakan atas golongan neoplasma misalnya
kista, radang atau hipertropi. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak,
neoplasma atau kanker terjadi karena timbul dan berkembangbiaknya jaringan
sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (destruktif) dapat menyebar ke
bagian lain tubuh. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak
menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya
(ekspansi) dan umumnya tidak bermetastasis.
Kira-kira 60% sampai dengan 70% tumor terjadi pada rectum, area
rektosigmoid atau kolonsigmoid. Tipe pertumbuhan tergantung pada daerah
asal, karsinoma di sisi kiri cenderung tumbuh mengitari usus, mengelilinginya
dan menimbulkan massa bulk, polipoid dan berjamur. Mayoritas kanker ini
adalah adenokarsinoma, tipe lain masuk menembus usus dan menyebabkan
abses, peritonitis, invasi organ sekitarnya dan perdarahan. Tumor-tumor ini
cenderung tumbuh dengan lambat dan tetap asimtomatik untuk periode waktu
yang lama (Ester, 2000, hal 134).
Tumor rectum memerlukan reseksi abdominal-perineal, dengan
pembentukan kolostomi permanen atau ujung kolostomi kolon yang terkena
dan seluruh rectum dieksisi dan anus ditutup. Teknik pembedahan terbaru
memungkinkan tumor sigmoid diangkat dengan meninggalkan sfingter utuh,
ini memungkinkan eliminasi usus dipertahankan (Engram, 1998, hal 136).
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul
dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas
dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke
dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati). Tumor yang berupa massa

9|Page
polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar
usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian
rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat
pada sekum dan kolon asendens.
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
a. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih.
b. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
c. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah
ke system portal.
d. Penyebaran secara transperitoneal
e. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.

Adenokarsinoma secara jalur APC (adenomatous polyposis coli)


melibatkan beberapa mutasi genetik, dimulai dengan inaktivasi dari gen
APC, yang memungkinkan replikasi seluler di bawah permukaan dinding.
Dengan peningkatan pembelahan sel, terjadi mutasi lebih lanjut,
mengkibatkan aktivitas dari onkogen K-ras pada tahap awal dan mutasi
pada tahap-tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif ini dalam fungsi gen
supresor tumor mencegah apoptosis dan memperpanjang umur sel tanpa
batas. Jika mutasi APC diwariskan, akan berakibat pada sindrom poliposis
adenomatosa kekeluargaan (Leggett, 2001). Secara histologis, adenoma
diklasifikasikan dalam tiga kelompok : tubular, tubulovillous, dan villous
adenoma. Mutasi K-ras dan ketidak stabilan mikrosatelit telah
diidentifikasi dalam hiperplastik polip. Oleh karena itu, hiperplastik polip
mungkin juga memiliki potensi ganas dalam berbagai derajat (Leggett,
2001).

10 | P a g e
PATHWAYS
Polip usus, ulseratif kolitis
Faktor gaya hidup
Riwayat kanker / polip

Defifit thiamin, asam folat, reboflafin

Gang. Organesis usus

Cancer kolorektal

Obstruksi rektum

Konstipasi penumpukan gas

F. Manifestasi Klinik
diareGambaran klinis tergantung lokalisasi, jenis Mual, mmuntah
keganasan,
penyebaran dan komplikasiColonsoscopy,
(perforasi, obstruksi dan perdarahan). Pada
sigmoidoscopy,
darah lengkap, biopsi, rontgen intake oral menurun
rektum/rektosigmoid keluhan utama adalah buang air besar berdarah dan
berlendir. Terjadi perubahan pola defekasi yaitu diare selama beberapa haripemenuhan
Gangguan
Ditemukan massa pada
nutrisi kurang dari
yang disusul konstipasi selama beberapa
kolon hari. Ukuran feses kecil-kecil seperti
atau rektum kebutuhan
kotoran kambing. Pasien mengeluh kembung dan mules hilang timbul
Operatif atau pembedahan Konservatif
sehingga terjadi anoreksia dan berat badan akan menurun dengan cepat. Di
Insisi jaringan pemberian laksatif
samping itu terjadi tenesmus ani, rasa tidak puas setelah buang air besar dan
keluhan pegal-pegal. Keluhan perut kembung dan mules, sering dianggap
diare
Luka operasi
biasa oleh pasien sehingga terlambat periksa ke dokter. Berbeda dengan kolon,
mukosa rektum tidak dilapisi tunika serosa. Perdarahan oleh a.hemorroid
Trauma saraf (3) penurunan Terputusnya
G. Diagnosis
mobilitas fisik kontinuitas jaringan (1)
(3) nyeri) peristaltik usus Gangguan keseimbangan
menurun (2) cairan dan elektrolit

(2) gangguan
eliminasi bowel : (1) Risiko
konstipasi tinggi
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkaninfeksi
anamnesis,
pemeriksaan fisik, rectal toucher, rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan

11 | P a g e
kontras ganda. Gejala klinis dini sukar/ sulit dikenali, sehingga pasien
kebanyakan datang dengan stadium yang telah lanjut. Pemeriksaan colok
dubur merupakan penentu karsinoma rektum.
Deteksi dini dengan penanganan medis dan operatif yang terus
berkembang dapat menurunkan mortalitas kasus ini. Kunci utama keberhasilan
penanganan karsinoma kolorektal adalah ditemukannya karsinoma dalam
stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun
sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam stadium lanjut sehingga
angka keberhasilan rendah, terlepas dari terapi yang diberikan. Penderita
datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala
awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi.
Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih
terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, karena
pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja. Berkembangnya kemoterapi dan
radioterapi pada saat ini memungkinkan kesempatan untuk terapi adjuvan
untuk penderita stadium lanjut atau pada kejadian kekambuhan. Tahapan
diagnosis sebagai berikut:
1) Anamnesis yaitu, identitas pasien, keluhan utama pasien dari awal mula
timbulnya keluhan, mengetahui faktor risiko, gejala dan tanda yang dihadapi
pasien, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keganasan di keluarga, dan
riwayat sosial ekonomi pasien.
2) Pemeriksaan fisik pada kanker rektum dengan rectal toucher yang bisa
diketahui yaitu:
a. Tonus spinchter ani keras atau lembek
b. Mukosa kasar, kaku dan biasanya tidak bisa digeser
c. Ampula rektum kolaps atau kembung atau berisi feses
Kanker mungkin teraba atau mungkin juga tidak teraba, yang perlu
dinilai adalah jarak dari garis anorektal sampai kanker, lokasi pada jam
berapa, penggerakan dari dasar, permukaan lumen yang dapat ditembus jari,
batas-batas dan jaringan sekitarnya.

12 | P a g e
3) Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya yaitu:
- Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di
jaringan
- Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 1. Pemeriksaan rectal toucher

- Dapat pula dengan Barium Enema, yaitu cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto sinar X pada traktus
gastrointestinal bawah.

Gambar 2. Pemeriksaan Barium Enema

13 | P a g e
- Sigmoidoskopi, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoskop dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 3. Sigmoidoskopi

- Kolonoskopi, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat kolonoskop
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 4. Kolonoskopi

Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang

14 | P a g e
paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors.

- CT-scan dan MRI: memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ


sekitar rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus,
akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis
metastasis ke kelenjar getah bening, berguna untuk mendeteksi metastasis ke
kelenjar getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar, berguna untuk
menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan menjalani terapi adjuvan
pre-operatif, untuk mengevaluasi keadaan ureter dan vesica urinaria, akurasi
pembagian stadium dengan menggunakan CT-scan adalah 80% dibanding
MRI 59%. Untuk menilai metastase kelenjar getah bening akurasi CT-scan
adalah 65%, sedang MRI 39%. Spesifisitas pemeriksaan CT-scan pelvis 90%,
sedang sensitivitasnya adalah 40%, dibanding MRI 13%.

Gambar 5. Pemeriksaan CT Scan karsinoma rekti

Ketika diagnosis karsinoma rekti sudah dipastikan, maka dilakukan


prosedur untuk menentukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed
tomography scan (CT scan) dada, abdomen, dan pelvis, complete blood count
(CBC), tes fungsi hepar dan ginjal, urinanalysis, dan pengukuran tumor
marker CEA (carcinoembryonic antigen).
Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah untuk mengetahui
perluasan dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan
menentukan prognosis. Stadium penyakit pada kanker rektal hampir mirip
dengan stadium pada kanker kolon. Awalnya, terdapat Duke's classification

15 | P a g e
system, yang menempatkan kanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C.
sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium
(Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson & Sosin. Pada
perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan kanker menjadi
satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
Tabel 1. Stadium menurut Dukes
Stadium Keterangan
Stadium 0 Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian
paling dalam rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut
juga carcinoma in situ
Stadium I Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus
mukosa sampai lapisan muskularis dan melibatkan
bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari
rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer
Stadium II Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum
kejaringan terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi.
Disebut juga Dukes B rectal cancer.
Stadium III Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi
terdekat, tapi tedak menyebar kebagian tubuh lainnya.
Disebut juga Dukes C rectal cancer.
Stadium IV Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain
tubuh seperti hati, paru, atau ovarium. Disebut juga
Dukes D rectal cancer

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran


histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan
dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.

16 | P a g e
Tabel 2. Prognosis dan klasifikasi
Dalamnya infiltrasi Prognosis
hidup setelah
5 th
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limfe
- C1 - Beberapa kel.limfe dekat tumor primer
- Dalam kel.limfe jauh 65%
- C2 35%

D Metastasis jauh <5%

Tabel 3. CT Staging System for Rectal Cancer*


Stadium Deskripsi
T1 Massa intraluminal polypoid; tidak ada penebalan dinding
rectum
T2 Penebalan dinding rektum >6mm; tidak ada perluasan
perirectal
T3a Penebalan dinding rektum disertai invasi ke perbatasan otot
dan organ sekitar
T3b Penebalan dinding rektum disertai invasi ke pelvis atau
abdomen
T4 Metastase jauh, biasanya ke hati atau adrenal
*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 4. TNM/ Modified Dukes Classification System*


TNM Stadium Dukes Deskripsi
T1 N0 M0 A Terbatas di submukosa
T2 N0 M0 B1 Terbatas di tunica muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Perluasan ke transmural

17 | P a g e
T2 N1 M0 C1 T2, pelebaran nnll. Mesenterika
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran nnll. Mesenterika

T4 C2 Metastasis ke organ sekitar


Any T, M1 D metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

H. KOMPLIKASI
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (2001) adalah:
a. Obstruksi usus parsial
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang
menyebabkan kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b. Perforasi atau perlobangan
c. Perdarahan
d. Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat
gangguan peredaran darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.

I. Penatalaksanaan
Berbagai terapi untuk pasien kanker kolorektal diantaranya
- PEMBEDAHAN
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam
stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan
ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal
dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan,
meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi,
beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah
pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal.

18 | P a g e
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
1. Laparaskopy
Laparoskopi atau operasi lubang kunci merupakan prosedur medis
yang dilakukan ahli bedah untuk mengakses bagian dalam rongga perut
dan panggul. Tidak seperti teknik bedah pada umumnya, laparoskopi
memiliki beberapa kelebihan yang menguntungkan pasien.
Selama tindakan laparoskopi, Anda akan dibius total. Setelah itu,
ahli bedah akan membuat sayatan kecil sekitar 1-1,5 cm di sekitar pusar.
Melalui sayatan itu, ahli bedah akan memasukkan sebuah tabung kecil.
Kemudian, sebuah alat yang disebut laparoskop, yang memiliki kamera
dan lampu kecil pada ujungnya, akan dimasukkan ke dalam perut melalui
tabung yang telah dimasukkan sebelumnya. Kamera itu akan
memperlihatkan kondisi di dalam rongga perut dan panggul pada sebuah
monitor sehingga memudahkan ahli bedah untuk melakukan operasi.
Pada saat bersamaan, rongga perut Anda akan diisi oleh gas karbon
dioksida agar menggembung. Hal ini memudahkan ahli bedah untuk
melihat organ-organ Anda secara jelas. Berikut ini adalah kelebihan lain
dari teknik bedah laparoskopi.

 Melalui teknik tersebut, ahli bedah tidak perlu membuat sayatan yang
besar sehingga bekas luka yang Anda alami lebih sedikit.

 Rasa sakit tidak seperti jika Anda melakukan operasi pada umumnya.

 Pendarahan yang terjadi juga lebih sedikit.

 Seusai operasi, Anda bisa langsung pulang pada hari yang sama. Namun
jika rawat inap diperlukan, Anda mungkin hanya perlu bermalam satu hari
saja.

 Proses penyembuhan total lebih cepat.

19 | P a g e
 Lebih sedikit menimbulkan stres pada tubuh dan komplikasi, sehingga
biaya keseluruhan yang dikeluarkan juga lebih ringan, jika dibandingkan
dengan operasi laparotomi yang membutuhkan sayatan besar di perut.

 Teknik bedah ini bisa dipakai untuk beberapa kondisi seperti:

 Pengangkatan rahim (histerektomi). Hal ini biasa dilakukan untuk


mengobati penyakit endometriosis dan penyakit radang panggul.

 Mengangkat kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim).

 Mengangkat fibroid.

 Memperbaiki hernia atau turun berok.

 Mengangkat usus buntu yang telah meradang.

 Mengangkat organ tubuh yang telah terkena kanker, seperti hati, usus,
ginjal, ovarium, prostat atau kandung kemih.

 Mengangkat kantong empedu pada penyakit batu empedu.

Selain mengobati, laparoskopi juga bisa digunakan untuk mendiagnosis


berbagai macam penyakit dan memeriksa gejala-gejala penyakit tertentu.

 Proses Penyembuhan

Usai menjalani prosedur bedah ini, Anda akan diberi tahu cara merawat luka
sayatan agar tetap bersih dan bisa pulih sempurna. Ingat baik-baik kapan Anda
harus kembali ke rumah sakit untuk melepas jahitan atau melakukan perawatan
lainnya. Beberapa jam setelah operasi, mungkin Anda akan merasa pusing, mual,
sakit atau bingung akibat efek samping obat bius. Efek samping tersebut akan
pulih dengan cepat. Selama beberapa hari setelah operasi, Anda mungkin juga
akan merasa nyeri di area sayatan. Rasa nyeri bisa diatasi dengan obat pereda rasa
sakit.

20 | P a g e
Jika perut Anda terasa kembung, kram, atau nyeri pada bahu, berarti ada
beberapa gas karbondioksida yang masih berada di dalam rongga perut Anda.
Tidak perlu khawatir karena hal tersebut bisa pulih dalam satu hingga dua hari.

Perlu diingat bahwa proses penyembuhan tidak sama pada setiap orang.
Tergantung kepada jenis penyakit Anda dan kondisi kesehatan Anda secara
menyeluruh. Contohnya, pengangkatan usus buntu dengan
laparoskopi memerlukan waktu sekitar dua minggu untuk pulih total. Namun jika
teknik laparoskopi dilakukan untuk mengatasi kanker, waktu pemulihan mungkin
memakan waktu tiga bulan. Selain itu, jika terjadi komplikasi seperti infeksi,
maka proses pemulihan bisa memakan waktu lebih lama.

Jika Anda ingin menjalani teknik bedah laparoskopi, Anda diminta untuk
berhenti merokok menjelang operasi. Merokok bisa memperlambat penyembuhan
luka pascaoperasi dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.

Anda juga mungkin diminta untuk berhenti mengonsumsi obat-obatan


pengencer darah seperti aspirin, demi menghindari pendarahan yang berlebihan
selama operasi. Biasanya Anda juga akan disuruh untuk berpuasa selama 6-12 jam
sebelum operasi.

Meski teknik laparoskopi aman, tetap saja ada risikonya. Sekitar 1-2 persen
orang yang menjalani prosedur laparoskopi mengalami komplikasi ringan seperti
infeksi, mual, muntah dan memar di sekitar area sayatan. Diperkirakan komplikasi
serius akan dialami oleh 1 dari 1000 orang yang menjalaninya. Sebagai informasi
sebelum menjalani bedah laparoskopi, berikut ini adalah risiko serius yang bisa
Anda alami.

 Kerusakan pembuluh nadi besar.

 Kerusakan pada organ, seperti usus atau kandung kemih.

 Reaksi alergi serius karena obat bius.

 Komplikasi akibat penggunaan gas karbondioksida, seperti gelembung gas


masuk ke pembuluh darah.

21 | P a g e
 Terjadi penggumpalan darah di pembuluh darah.

2. Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
3. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 6. Reseksi dan Anastomosis


4. Reseksi dan kolostomi :

Gambar 7. Reseksi dan Kolostomi

Dewasa ini, perhatian terhadap kanker kolorektal makin meningkat. Data


statistik mencatat, angka kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia
meningkat tajam sejak tahun 1975. Sekitar 783.000 kasus baru kanker
kolorektal didiagnosis pada tahun 1990. Data statistik juga menunjukkan
bahwa di antara berbagai keganasan, kanker kolorektal menduduki peringkat
keempat teratas di seluruh dunia. (Kurniawati , 2011)

22 | P a g e
Tahun 2017, terdapat 36 pasien dengan kanker rektum dan menjalani low
anterior resection dengan ghost ileostomy . Usia rata-rata pasien adalah 62,5
tahun (kisaran 39-88 tahun) dengan rasio pria-wanita 1,2:1 (20 pria, 16
wanita). Terdapat 4 pasien (11%) yang di ubah dari ghost ileustomy pada hari
ke 5 dan 6 menjadi loop ileostomy karena didapati kebocoran dari
anastomosis. Tidak ada morbiditas tambahan pada pasien, baik komplikasi
umum maupun lokal yang terkait dengan ghost ileostomy yang diamati pada
32 pasien yang tersisa, selama rawatan pasien di rumah sakit selama 10 hari
tidak ditemukan kebocoran dari anastomosis maka ghost iloestomy dianggap
tidak diperlukan lagi.
Selama januari 2008 sampai dengan januari 2009, Nino Gula melakukan
tindakan low anterior resection terhadap 45 penderita, dengan 18 pasien
dengan ghost ileostomy dan 27 Universitas Sumatera Utara pasien dengan
loop ileostomy. Setelah dilakukan pemeriksaan kontras enema pada hari 10
sampai dengan 15 rawatan setelah operasi tidak dijumpai kebocoran dilakukan
melepas pita ghost ileostomy. (Gulla N, 2011)

 Low Anterior Resection


Low anterior resection (LAR) adalah tindakan operasi reseksi
rectum sepertiga tengah dengan melakukan anastomosis colon dan rectum
di bawah peritoneal floor, teknik anastomosis dapat handsewn (lapisan
tunggal atau ganda) atau stapled. (Yann P,,2010)
Dalam operasi ini, bagian dari rectum yang terdapat tumor
diangkat tanpa mengganggu anus. Usus tersebut kemudian melekat pada
bagian yang tersisa dari rectum sehingga setelah operasi, penderita akan
buang air besar seperti biasa. ( Zinner M J, 2007). Sebuah Ileostomy atau
colostomy proksimal jarang dilakukan, namun ketika integritas sebuah
anastomosis dipertanyakan , ahli bedah tidah perlu ragu untuk melakukan
stoma, baik ileostomy ataupun colostomy.(Gordon P H,2007)
 Tehnik Operasi

23 | P a g e
Tindakan reseksi anterior pada low anterior resection adalah
penyambungan antara colon desenden dengan rectum dilakukan dibawah
peritoneal floor.
a) Dibuat insisi mediana mulai 2 jari atas umbilikus sampai symfisis
pubis. Insisi diperdalam sampai tampak peritoneum dan peritoneum
dibuka secara tajam.
b) Lesi pada kolon sigmoid dan rektum diinspeksi dan dipalpasi untuk
menilai dapat tidaknya dilakukan pengangkatan tumor. Jika lesi
diprediksi ganas, Universitas Sumatera Utara palpasi kelenjar limfe
mesosigmoid dan hepar untuk melihat metastase (dilakukan staging
tumor).
c) Dengan menggunakan kasa besar, usus halus disisihkan agar ekspose
dari kolon descenden dan kolon sigmoid tampak jelas.
d) Peritoneum dibebaskan dari sigmoid pada kedua sisi dan terus
dibebaskan kebawah . Indentifikasi dan isolasi ureter kanan- kiri dan
pembuluh darah ovarium dan spermatika.
e) Lipatan peritonum anterior rektum dibebaskan dan dipisahkan sampai
dasar buli-2 atau serviks
f) Rektum dibebaskan dari sisi anterior dan posterior dengan melakukan
diseksi mesorektal. Diusahakan rektum dan mesorektum dalam
keadaan utuh. A.hemoroidalis medius diikat dan dipotong untuk
menambah mobilitas rektum.
g) A. mesenterika inferior diikat dan dipotong pada ujungnya.
h) Rektum pada distal tumor dan sigmoid pada proksimal tumor dipotong
sesuai kaidah onkologi.
i) Pastikan segmen proksimal cukup longgar dan tidak tegang pada saat
anastomose. Bila terdapat ketegangan sisi lateral kolon desenden
sampai fleksura lienalis dibebaskan untuk menambah mobilitas kolon
desenden.
j) Dilakukan penyambungan kolon desenden dengan rektum secara end
to end.

24 | P a g e
k) Perdarahan dirawat dan dilakukan peritonealisasi. Pada low reseksi
anterior dianjurkan memasang rectal tube retroperitoneal untuk
beberapa hari.
l) Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
m) Spesimen tumor kolon diperiksakan secara patologi anatomi. (Zinner
M J,2007)
- RADIASI
Radiasi merupakan pengobatan ajuvan sebagai kombinai pra atau
pascabedah atau sebagai terapi paliatif pada kasus yang tidak operabel seperti
pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.
Radiasi pada karsinoma rekti dapat diberikan berupa :
a. Radiasi eksterna
Prinsip radiasi eksterna adalah memberikan radiasi pada tumor
primer beserta kelenjar getah bening regional. Radiasi eksterna dapat
di berikan preoperatif dan postoperasi.
 Preoperatif
Tindakan ini lebih banyak berkembang di Eropa. Penelitian
EORTC memperlihatkan bahwa pemberian radiasi preoperatif
meningkatkan kontrol lokal dan pada kelompok pasien usia kurang
dari 55 tahun akan meningkatkan survival dari 48% menjadi 80%.
Penelitian di Swedia memperlihatkan bahwa pemberian radiasi 5
X 5 Gy akan meningkatkan angka survival menjadi 58% (vs 48%)
dengan kegagalan lokal yang menurun menjadi 11% (vs 27%). Rullier
mengatakan dengan pemberian radiasi preoperatif pada kasus
keganasan rektal T3 letak rendah yang seyogyanya diperlakukan
dengan tindakan kolostomi permanen (lokasi rata-rata <4,5 cm dari
garis anokutan) menghasilkan dapat dilakukannya tindakan operasi
penyelamatan sphinter pada 62,5% kasus. Pemberian radiasi
preoperatif ini dilaporkan dapat meningkatkan dilakukan operasi
penyelamatan sphinter pada 56% kasus (20 vs 76%), dimana pada 24%
kasus tidak didapatkan sisa tumor pada pemeriksaan patologi anatomi.

25 | P a g e
Dari penelitian Medical Research Councils Working Party
menggunakan dosis tunggal 5 Gy atau 20 Gy dalam 10 fraksi
preoperatif didapatkan hasil yang tidak signifikan pada rekurensi lokal
maupun survival dibandingkan dengan bila hanya dilakukan
pembedahan saja. Sebaliknya studi di Toronto menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan dari survival rate pada penderita dengan
Dukes C.
Beberapa penelitian di Norwegia menggunakan dosis 31,5 Gy
dengan fraksinasi 1,75 Gy/fraksi, 5X/minggu, menunjukkan kontrol
lokal, regresi tumor lengkap terutama pada tumor-tumor yang lokal
lanjut (Dukes B2 dan C2) serta penurunan keterlibatan jumlah kelenjar
yang lebih baik pada 4,5% kasus tanpa mempengaruhi survival
rate.37,41 Dari penelitian tersebut juga tampak tidak adanya tambahan
morbiditas dan mortalitas postoperative yang disebabkan terapi radiasi
sebelumnya dan hanya didapatkan efek samping yang minimal dari
usus halus dan buli-buli.
Keuntungan lain radiasi preoperatif adalah terjadinya pengecilan
tumor yang memungkinkan dilakukan operasi penyelamatan organ
maupun fungsi pada keadaan dimana seyogyanya tindakan reseksi
abdomino perineal dilakukan. Juga keadaan ini memungkinkan
dilakukan operasi pada kasus-kasus yang awalnya tidak resektabel.

 Postoperatif
Berkembang berbagai penelitian pemberian radiasi maupun tanpa
kemoterapi postoperasi misalnya yang dilakukan di USA dalam bentuk
penelitian GITSG 7175, NSABP-R-01 dan NCCGT. Diperlihatkan
bahwa pemberian radiasi postoperatif disertai pemberian kemoterapi
akan meningkatkan baik angka survival bebas penyakit, kontrol lokal
maupun survival keseluruhan.
Saat ini banyak dianut bahwa pemberian 5-FU infus bersama
leucovorin bersamaan dengan radiasi postoperatif merupakan terapi
pilihan pada T3N0 keganasan rektal. Saat ini berkembang pemberian

26 | P a g e
radiasi bersamaan dengan capecitabine yang merupakan derivat 5-FU
bersifat oral dan lebih targeted terhadap sel tumor dengan efektifitas
yang lebih baik.
Penggunaan Capecitabine oral sebagai dengan dosis 825 mg/m2, 2
kali sehari bersamaan dengan radioterapi sebagai radiosensitizer juga
mulai diteliti oleh Dunst pada 46 pasien karsinoma rekti lanjut lokal.
Didapatkan angka respons klinis pada 72% kasus, 89% diantaranya
dapat menjalani operasi Keuntungan radiasi postoperatif harus pula
dinilai dari beberapa hal lainnya, misalnya stadium patologik lebih
akurat (termasuk keterlibatan hepar maupun kelenjar yang mungkin
belum dapat dideteksi pada pemberian radiasi preoperatif), dilakukan
operasi pada daerah yang belum teradiasi tanpa keterlambatan.
b. Brakiterapi
Pengobatan brakiterapi merupakan pengobatan kanker dengan
menggunakan sumber radiasi yang di tanam pada jaringan kanker.
Metode pemasangan brakiterapi :
1) Intracavitary brachytherapy, merupakan kontak terapi radiasi
dimana diberikan radiasi dengan memasukkan aplikator melalui
lumen yang kemudian akan diisi dengan sumber radioaktif
misalnya iridium.
2) Interstitial brachytherapy, merupakan cara pemberian radiasi
dengan melakukan implantasi menggunakan aplikator jarum atau
kateter plastik yang kemudian akan diisi dengan sumber radioaktif.

Brakiterapi diberikan dalam keadaan keganasan rekti dini. Ini


diperlihatkan pada penelitian Papillon yang memberikan radiasi pada
312 kasus dengan menggunakan terapi kontak dan dicapai hasil
kontrol lokal regional 5 tahun 95% dan 96%, preservasi sphinter dapat
dilakukan pada 2/3 kasus, angka survival 5 tahun 75% dengan
kematian spesifik 92%.
Peneliti di Lyon Institute memberikan terapi pada 119 kasus dini,
juga menggunakan terapi kontak dan dicapai kontrol lokal 89-90%,

27 | P a g e
dengan tingkat preserving pada 97% kasus dan angka survival 5 tahun
85%.57 National Cancer Institute menggunakan radiasi intrakaviter
sebagai salah satu alternatif pilihan terapi pada kasus keganasan
rektum stadium 0 dan stadium 1 (dengan kombinasi radiasi eksterna)
pada ukuran tumor < 3 cm, berdiferensiasi baik tanpa ulserasi yang
dalam, dan tanpa fiksasi.

 Pelaksanaan Standar Prosedur Radiasi


1. Clinical Target Volume (CTV)
Terdiri dari tumor primer dan mesenterium serta perirektal,
KGB presakral dan iliaka interna (sampai perbatasan S1-S2). Bila
pasien direncanakan untuk mendapat reseksi abdominoperineal
maka anus dimasukkan ke dalam CTV, sedangkan untuk yang akan
menjalani reseksi anterior rendah, maka sfingter anus tidak masuk
dalam CTV.
2. Planning Target Volume (PTV)
PTV seharusnya melibatkan jaringan-jaringan yang
beresiko terkena tumor, dengan patokan anatomi :
- Batas atas : Promontorium atau 1½ cm di atas promontorium
- Batas bawah : Perineum atau 3 cm dari marker anus
- Batas lateral : Meliputi pelvic inlet dengan batas 1- 1½ cm dari
rim pelvis
- Batas dorsal : Keseluruhan sakrum atau 1½ -2cm di belakang
aspek anterior sacrum
- Batas anterior : Harus meliputi tumor yang digambarkan dalam
pemeriksaan enema barium dan atau CT-scan.
- Batas posterior : kelenjar prostat atau vagina

 Teknik Lapangan Pemberian Radiasi


Teknik- teknik lapangan pemberian radiasi yang digunakan:
- Teknik dua lapangan : AP dan PA
- Teknik tiga lapangan : PA dan lateral kanan serta lateral kiri

28 | P a g e
- Teknik empat lapangan (Sistim Box): lapangan AP dan PA dan
lateral kanan dan kiri
Semakin banyak lapangan yang dipakai akan mengurangi
efek samping maupun komplikasi radiasi. Digunakan blok untuk
melindungi sebanyak mungkin jaringan normal yang tidak
mempunyai resiko terhadap penjalaran tumor.

 Teknik Radiasi
Teknik radiasi sangat penting pada karsinoma rekti karena
tidak dapat dihindarkannya adanya usus halus yang masuk dalam
lapangan radiasi, yang menimbulkan bermacam-macam komplikasi
selama dan pasca radiasi, dari yang ringan sampai berat, yaitu
timbulnya obstruksi. Karena itu diupayakan bermacam cara agar
seminimal mungkin usus halus terkena, antara lain dengan :

- Memakai blok
- Posisi penderita selama penyinaran dalam keadaan prone agar usus
halus terdorong ke kranial
- Buli-buli terisi penuh, sehingga diharapkan mendorong usus halus
ke kranial
 Dosis Radiasi
a. Preoperatif
- Jangka pendek
5 Gy dengan fraksinasi 5x5 Gy
- Jangka panjang
46 Gy dengan fraksinasi 23x2 Gy
b. Postoperatif
40 Gy - 60 Gy dengan fraksinasi 5x200 cGy

- KEMOTERAPI
Pemberian kemoterapi dapat secara sendiri atau bersamaan dengan radioterapi
pasca pembedahan. Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak

29 | P a g e
terbukti memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami
kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus
sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan
Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU)
dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua
belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki
respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi
substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira
- kira 15% dan menurunkan angka kematian kira - kira sebesar 10%.

J. Diagnosis Differential
Diagnosis differential untuk menegakkan diagnosis dari karsinoma rekti
yaitu :
- Irritable bowel syndrome
- Penyakit divertikuler
- Kolitis iskemik
- Radang usus
- Kolitis infeksi
- Hemoroid

30 | P a g e
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, penanggung jawab dll
B. Riwayat kesehatan
Keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit, riwayat kesehatan keluarga,
riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian Kebutuhan Dasar
1. Aktivitas dan istirahat
a. Data Subyektif:
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri pada abdomen)
b. Data obyektif:
 Kelemahan umum.
2. Sirkulasi
a. Data Subyektif : -
b. Data obyektif :
 Hipotensi
3. Integritas Ego
a. Data Subyektif :
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Data obyektif :
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan,
kesulitan berekspresi diri.
4. Eliminasi
Data Subyektif :
Konstipasi, diare, adanya darah pada feses, kembung, rasa penuh pada perut
atau nyeri
5. Makan dan minum
a. Data Subyektif :
 Nafsu makan hilang

31 | P a g e
 Nausea / vomitus
b. Data obyektif :
 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
 Obesitas (faktor resiko)
6. Sensori neural
a. Data Subyektif :
 Nyeri abdomen
 Kelemahan
b. Data obyektif :
 Perubahan status mental dan gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan dan kekakuan
7. Nyeri (kenyamanan)
a. Data Subyektif : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
b. Data obyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /
fasial
8. Respirasi
Data Subyektif : Perokok ( faktor resiko )
9. Keamanan
Data obyektif : Resiko jatuh
10. Interaksi social
Data obyektif : kepurtusasaan
11. Pengajaran pembelajaran
Data Subjektif : Riwayat kanker keluarga
12. Pertimbangan rencana pulang.
 Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
 Bantuan untuk transportasi, , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah.
(Doenges E, Marilynn,2000)

32 | P a g e
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. PK: Anemia
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
d. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi akibat tumor
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan prosedur pembedahan,
berhubungan dengan kurang paparan informasi

2. Post-operasi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
c. Risiko infeksi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (kolostomi)
dan adanya stoma

3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Pain management
berhubungan keperawatan selama…..x 24 1. Lakukan pengkajian yang
dengan agen jam diharapkan nyeri komprehensif terhadap nyeri,
cedera berkurang atau terkontrol, meliputi lokasi, karasteristik,
biologis dengan kriteria hasil: onset/durasi, frekuensi,
NOC kualitas, intensitas nyeri, serta
Pain level : faktor-faktor yang dapat
a. Klien tidak melaporkan memicu nyeri.
adanya nyeri 2. Observasi tanda-tanda non
b. Klien tidak menunjukkan verbal atau isyarat dari
ekspresi wajah terhadap ketidaknyamanan.
nyeri 3. Gunakan strategi komunikasi

33 | P a g e
c. TD, Nadi dan RR dalam terapeutik dalam mengkaji
batas normal pengalaman nyeri dan
menyampaikan penerimaan
Pain Control terhadap respon klien
a. Klien melaporkan nyeri terhadap nyeri.
terkontrol 4. Kaji tanda-tanda vital klien
b. Klien dapat mengontrol 5. Kontrol faktor lingkungan
nyerinya dengan yang dapat menyebabkan
menggunakan teknik ketidaknyamanan, seperti
manajemen nyeri non suhu ruangan, pencahayaan,
farmakologis kebisingan.
6. Ajarkan prinsip-prinsip
4. manajemen nyeri non
farmakologi, (mis: teknik
terapi musik, distraksi, guided
imagery, masase dll).
7. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik sesuai indikasi.

2. PK: Anemia Setelah diberikan asuhan 1. Pantau tanda dan gejala


keperawatan selama…x 24 anemia yang terjadi.
jam, perawat dapat 2. Pantau tanda-tanda vital klien.
meminimalkan komplikasi 3. Anjurkan klien
anemia yang terjadi, dengan mengkonsumsi makanan yang
kriteria hasil: mengandung banyak zat besi
NOC : dan vit B12.
Vital signs 4. Minimalkan prosedur yang
a. Tekanan darah dalam bisa menyebabkan
batas normal (110/70- perdarahan.
130/90 mmHg) atau 5. Pantau nilai PT dan PTT
terkontrol. 6. Pantau hasil lab Hb dan HCT
b. Nadi dalam batas normal

34 | P a g e
(60-100x/mnt) Blood Products Administration:
c. RR dalam batas normal Kolaborasi pemberian tranfusi
(16-20 x/mnt) darah sesuai indikasi.
d. Suhu tubuh dalam batas Rasional:transfusi darah
normal (36-37,5°C) diperlukan jika kondisi
anemia klien buruk untuk
Tissue perfusion : menambah jumlah darah
Peripheral dalam tubuh.
a. CRT < 2 detik
b. Akral hangat
c. Klien tidak pucat
d. Konjungtiva berwarna
merah muda.

Blood Loss Severity


a. Hb klien dalam batas
normal (12-16 g/dL).
b. HCT dalam batas normal
(45-55%)
c. Mukosa bibir lembab.
d. Klien tidak mengalami
lemas dan lesu.
3. Ketidakseimb Setelah diberikan asuhan Nutrition Therapy:
angan nutrisi keperawatan … x 24 jam 1. Kaji status nutrisi klien
kurang dari diharpkan pemenuhan 2. Monitor masukan makanan
kebutuhan nutrisi adekuat, dengan atau cairan dan hitung
tubuh kriteria hasil: kebutuhan kalori harian.
berhubungan NOC 3. Tentukan jenis makanan yang
dengan Nutrition Status cocok dengan tetap
ketidakmamp a. Masukan nutrisi adekuat mempertimbangkan aspek
uan b. Masukan makanan dalam agama dan budaya klien..
mengabsorpsi batas normal 4. Anjurkan untuk menggunakan

35 | P a g e
nutrient c. Berat badan meningkat suplemen nutrisi sesuai
atau tetap indikasi.
5. Jaga kebersihan mulut,
Nausea and vomiting ajarkan oral higiene pada
severity klien/keluarga.
a. Klien mengatakan tidak 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
ada mual untuk menentukan jumlah
b. Klien mengatakan tidak kalori dan jenis nutrisi yang
muntah dibutuhkan untuk memenuhi
c. Tidak ada peningkatan kebutuhan nutrisi.
sekresi saliva
Weight management:
Appetite (nafsu makan) 1. Timbang berat badan klien
a. Keinginan klien untuk secara teratur.
makan meningkat 2. Diskusikan dengan keluarga
b. Intake makanan adekuat klien hal-hal yang
(porsi makan yang menyebabkan penurunan berat
disediakan habis) badan.
3. Pantau konsumsi kalori
harian.
4. Pantau hasil laboratorium,
seperti kadar serum albumin,
dan elektrolit.
5. Tentukan makanan kesukaan,
rasa, dan temperatur
makanan..
6. Anjurkan penggunaan
suplemen penambah nafsu
makan.
.
Nausea management:
1. Dorong klien untuk

36 | P a g e
mempelajari strategi untuk
memanajemen mual
2. Kaji frekuensi mual, durasi,
tingkat keparahan, factor
frekuensi, presipitasi yang
menyebabkan mual.
3. Kaji riwayat diet meliputi
makanan yang tidak disukai,
disukai, dan budaya makan.
4. Kontrol lingkungan sekitar
yang menyebabkan mual.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi mual (relaksasi,
guide imagery, distraksi).
6. Dukung istirahat dan tidur
yang adekuat untuk
meringankan nausea.
7. Ajarkan untuk melakukan oral
hygine untuk mendukung
kenyaman dan mengurangi
rasa mual.
8. Anjurkan untuk makan sedikit
demi sedikit.
9. Pantau masukan nutrisi sesuai
kebutuhan kalori.

4. Konstipasi Setelah diberikan askep Bowel Management


berhubungan selama …. X 24 jam 1. Catat waktu terakhir pasien
dengan diharapkan eliminasi fekal BAB, konsistensi, warna,
obstruksi klien normal, dengan jumlah
akibat tumor kriteria hasil : 2. Ajarkan pasien untuk

37 | P a g e
NOC mengonsumsi makanan yang
Bowel elimination: mengandung serat seperi
a. Frekuensi BAB kembali pepaya
sesuai kebiasaan pasien 3. Kolaborasi pemberian obat
b. Feses klien lembek dan suposituria sesuai indikasi
berbentuk 4. Anjurkan pasien untuk tidak
c. Tidak ada kesulitan menahan-nahan keinginan
defekasi untuk BAB
d. Tidak ada darah dalam 5. Anjurkan pasien untuk
feses meningkatkan hidrasi,
e. Tidak ada nyeri saat terutama air hangat
BAB merangsang proses defekasi.
6. Anjurkan klien untuk tidak
mengejan
5. Kurang Setelah diberikan asuhan Teaching: Disease Proses
pengetahuan keperawatan selama …x 24 1. Kaji tingkat pengetahuan
mengenai jam diharapkan terjadi klien dan keluarga yang
penyakit dan peningkatan pengetahuan berhubungan dengan
prosedur klien dan keluarga, dengan perkembangan penyakit.
pembedahan, kriteria hasil: 2. Jelaskan patofisiologi
berhubungan NOC perjalanan penyakit,
dengan Knowledge: Disease Process penyebab, komplikasi
kurang Klien dan keluarga penyakit, usaha-usaha yang
paparan memahami tentang proses dapat dilakukan untuk
informasi penyakit, penyebab penyakit, mencegah komplikasi
komplikasi penyakit dan penyakit dan kondisi penyakit
usaha-usaha yang dapat klien saat ini.
dilakukan untuk mencegah 3. Diskusikan terapi pengobatan
komplikasi penyakit yang perlu dilakukan klien
4. Informasikan pasien tentang
Knowledge: Diet efek samping pengobatan dan
Klien dan keluarga upaya yang dilakukan dalam

38 | P a g e
memahami tentang diet pada mengurangi/meminimalisir
penyakit kanker, meliputi efek samping dari pengobatan
makanan yang dianjurkan tersebut.
dan dihindari, dan makanan
pemicu kanker Teaching: Procedure
Knowledge: Treatment 1. Jelaskan tentang prosedur
Procedure pembedahan yang akan
Klien dan keluarga dijalani klien, meliputi
memahami tentang prosedur prosedur, tujuan, lama
pembedahan, tujuan, lama tindakan, komplikasi)..
tindakan, dan efek tindakan 2. Berikan kesempatan bagi
klien/keluarga untuk
menanyakan hal-hal yang
kurang dimengerti.
.
Teaching: Prescribed diet
1. Kaji tingkat pengetahuan
klien mengenai diet saat ini
2. Jelaskan tujuan diet, meliputi
makanan yang dianjurkan dan
dihindari, serta makanan
pemicu kanker.
3. Berikan contoh-contoh menu
makanan harian yang bisa
diaplikasikan oleh klien dan
keluarga.
4. Bantu klien untuk
menyesuaikan makanan
pilihan dengan diet yang
dianjurkan
5. Libatkan keluarga dalam
pemberian informasi.

39 | P a g e
6. Risiko infeksi. Setelah dilakukan asuhan Infection control
keperawatan selama .....x 24 1. Bersihkan lingkungan setelah
jam diharapkan tidak terjadi digunakan oleh klien.
infeksi, dengan kriteria hasil 2. Jaga agar barier kulit yang
NOC terbuka tidak terpapar
Infection Severity lingkungan dengan cara
a. Tidak ada kemerahan menutup dengan kasa streril.
b. Tidak terjadi hipertermia 3. Batasi jumlah pengunjung.
c. Tidak ada pembengkakan 4. Ajarkan klien dan keluarga
d. Tidak ada drainase tekhnik mencuci tangan yang
purulen -WBC dalam benar.
batas normal) 5. Gunakan sabun anti mikrobial
untuk mencuci tangan.
Risk Control 6. Cuci tangan sebelum dan
a. Klien mampu sesudah melakukan tindakan
menyebutkan factor- keperawatan..
faktor resiko penyebab 7. Terapkan Universal
infeksi precaution.
b. Klien mampu memonitor 8. Pertahankan lingkungan
lingkungan penyebab aseptik selama perawatan.
c. Klien mampu memonitor 9. Anjurkan klien untuk
tingkah laku penyebab memenuhan asupan nutrisi
infeksi -Tidak terjadi dan cairan adekuat.
paparan saat tindakan 10. Ajarkan klien dan
keperawatan keluarga untuk menghindari
infeksi.
11. Ajarkan pada klien dan
keluarga tanda-tanda infeksi.
12. Kolaborasi pemberian
antibiotik bila perlu.

Infection protection

40 | P a g e
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Berikan perawatan kulit.
4. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas dan drainase
5. Inspeksi kondisi luka

Wound care
1. Monitor karakteristik luka,
meliputi warna, ukuran, bau
dan pengeluaran pada luka
2. Bersihkan luka dengan normal
salin
3. Lakukan pembalutan pada
luka sesuai dengan kondisi
luka
4. Pertahankan teknik steril
dalam perawatan luka pasien
7. Gangguan Setelah diberikan asuhan Body Image Enhancement:
citra tubuh keperawatan selama …x 24 1. Kaji penilaian dasar klien
berhubungan jam diharapkan gangguan tentang citra tubuhnya
dengan citra tubuh klien dapat 2. Identifikasi efek perubahan
pembedahan teratasi dengan kriteria hasil: bentuk tubuh pasien terhadap
(kolostomi) NOC budaya, agama, perilaku
dan adanya Adaptation to physical seksual, dll
stoma disability: 3. Diskusikan tentang perubahan
a. Klien mampu yang dapat terjadi pada klien
mengungkapkan akibat dari proses penyakitnya
kemampuan untuk intervensi/konseling lebih

41 | P a g e
mengatasi keterbatasan lanjut
b. Klien mampu beradaptasi 4. Perhatikan frekuensi pasien
dengan keterbatasan dalam mengkritik dirinya
fungsi dan struktur 5. Diskusikan tentang bagaimana
tubuhnya (Klien orang terdekat dapat
menerapkan strategi menerima keterbatasnnya
untuk mengurangi 6. Berikan bantuan positif bila
keterbatasan diperlukan

8 Ansietas Setelah diberikan asuhan NIC


berhubungan keperawatan .. x24 jam Anxiety Reduction
dengan krisis diharapakan klien ansietas 1. Jelaskan semua prosedur
situasional dapat teratasi tujuan dan termasuk perasaan yang
criteria hasil mungkin dialami
NOC 2. Berikan objek yang dapat
Anxiety Control memberikan rasa nyaman
1. Tidur nyenyak 3. Berbicara dengan pelan dan
2. Tidak ada manifestasi tenang
perilaku 4. Membina hubungan saling
3. Mencari informasi untuk percaya
mengurangi cemas 5. Dengarkan penuh perhatian
4. Menggunakan teknik 6. Ciptakan suasana saling
relaksasi untuk percaya
mengurangi cemas 7. Dorong klien dan
5. Berinteraksi sosial keluargamengungkapkan
perasaannya
8. Berikan aktivitas mengurangi
ketegangan
9. Anjurkan menggunakan
teknik relaksasi

42 | P a g e
10. Berikan lingkungan yang
tenang
11. Batasi pengunjung

43 | P a g e
BAB IV
TELAAH JURNAL
A. Judul
Therapeutic touch dan nyeri pasca pembedahan
B. Peneliti
1. Mumpuni
2. Uun Nurulhuda
3. Elsa Roselina
C. Tempat penelitian
Ruang rawat bedah pasien dewasa RSUD Pasar Rebo
D. Metode penelitian
Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain kuasi eksperimental dengan
rancangan pre and post-test with control group. Penelitian berlangsung dari
bulan April hingga Oktober 2012 di ruang rawat bedah pasien dewasa RSUD
Pasar Rebo. Populasi penelitian adalah pasien dewasa yang menjalani bedah
umum elektif dari hari pertama sampai dengan hari ketujuh, yang dirawat
tanpa komplikasi penyakit. Sampel penelitian berjumlah 60 orang responden,
terdiri dari 30 orang kelompok intervensi (therapeutic touch) dan 30 orang
kelompok kontrol (teknik napas dalam). Sampel diambil secara acak
sederhana. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dengan
menggunakan instrumen lembar observasi skala nyeri (visual analog scale),
untuk mengukur intensitas nyeri pada responden sebelum dan sesudah
pemberian tindakan. Selanjutnya data dianalisis dengan uji nonparametrik
yaitu menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks (uji nonparametrik untuk uji
tberpasang-an) dan uji Mann-Whitney (uji nonparametrik untuk uji t-
independen) karena tidak terpenuhinya asumsi normalitas data.
E. Hasil dan kesimpulan
Dengan uji Wilcoxon Signed Ranks, ditemukan perbedaan yang signifikan
antara skala nyeri sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol (nilai p = 0,000). Hasil uji Mann-Whitney pun
memperlihatkan perbedaan yang signifikan pada penurunan skala nyeri antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (nilai p = 0,000) (Tabel 5 dan

44 | P a g e
Tabel 6). Penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan antara skala
nyeri sebelum dan sesudah tindakan baik pada kelompok intervensi maupun
kelompok kontrol (nilai p = 0,000). Perbedaan yang signifikan pada
penurunan skala nyeri antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
juga ditemukan (nilai p = 0,000).
F. Landasan teori terkait
Therapeutic touch merupakan perubahan medan energi. Terapis
menggunakan tangan untuk mengarahkan energi dalam mencapai
keseimbangan. Therapeutic touch didasarkan pada empat asumsi. Pertama,
seorang manusia adalah sebuah sistem energi yang terbuka. Kedua, secara
anatomis manusia adalah bilateral simetris. Ketiga, penyakit adalah
ketidakseimbangan energi individu. Keempat, manusia mempunyai
kemampuan alami untuk mengubah dan melampaui kondisi hidup mereka.8
Setelah menjalani therapeutic touch, pasien akan mendapatkan respons
relaksasi dalam 2 sampai 5 menit setelah pengobatan telah dimulai dan
beberapa klien dapat tertidur atau merasakan nyerinya berkurang.9 Beberapa
penelitian membuktikan bahwa therapeutic touch dapat mengurangi nyeri
pada berbagai kondisi pasien. Therapeutic touch dapat mengurangi nyeri lutut
yang disebabkan oleh artritis. Therapeutic touch lebih efektif dalam
mengurangi rasa sakit dan kelelahan pasien kanker yang menjalani
kemoterapi. Therapeutic touch pun dapat mengurangi nyeri akibat artritis,
udema, ulcers, fraktur, penyakit paru obstruksi kronik. Teknik napas dalam
yang merupakan teknik relaksasi pada pasien dapat mengurangi ketegangan
otot dan kecemasan pasien sehingga otot-otot menjadi relaks dan emosi
pasien terkontrol. Pada akhirnya, nyeri berkurang. Bernapas melalui perut
atau diafragma membawa dara terhirup ke dasar paru-paru dan oksigen akan
ditransfer ke dalam aliran darah. Pernapasan perut secara lambat melibatkan
napas dalam (sekitar 10 napas per menit), dengan napas lebih lama dari
inhalasi. Awalnya pasien diminta untuk berlatih pernapasan perut dua kali
sehari selama 5 sampai 10 menit. Pasien juga diminta untuk mengingat kata
relaks dalam irama napas mereka. Hal ini berfungsi sebagai isyarat untuk
memicu respons relaksasi secara cepat.10 Hal ini juga dibuktikan oleh

45 | P a g e
Manias, dkk,11 dalam penelitiannya di Melbourne tahun 2005 bahwa teknik
napas dalam dapat mengurangi nyeri pasca pembedahan.
G. Justifikasi/alasan penerapan
Post operasi

Adanya Insisi jaringan

Terdapat Luka operasi

Kerusakan neruvaskuler pasca bedah

Nyeri akut

Penerapan therapeutic touch pada kelompok intervensi dan


teknik napasa dalam pada kelompok kontrol

H. Mekanisme aplikasi jurnal (SPO)


Penerapan evidence based nursing terhadap pasien post op krasinoma
recti dilakukan di ruang RR IBS RSDK kota Semarang. Pemberian teknik
therapeutic touch pada kelompok intervensi dan teknk nafas dalam pada
kelompok kontrol. Pelaksanaan terapi non farmakologis dilakukan sekitar 10
menit. Setelah itu dilakukan evaluasi kurang lebih 2-5 menit setelah diberikan
tindakan, hal tersebut dilakukan berdasarkan Standar Prosedur Operasional
(SPO), antara lain :
1. Tujuan
Mengetahui perbedaan sensasi nyeri yang dirasakan sebelum dan sesudah
diberikan tindakan therapeutic touch pada kelompok intervensi dan
pemberian tindakan teknik nafas dalam pada kelompok kontrol.

46 | P a g e
2. Prosedur Pelaksanaan
Waktu yang di butuhkan untuk prosedur kerja yaitu ±60 menit.
a. Tahap Pra Interaksi
1) Memahami dan mampu melakukan prosedur pemberian tindakan
therapeutic touch dan teknik nafas dalam.
2) Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan perencanaan
yang telah disusun.
3) Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan dan
ketrampilan).
b. Tahap Orientasi
1) Memberikan salam dan sapa nama pasien.
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.
3) Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
c. Cara kerja
1) Persiapkan pasien dalam posisi yang nyaman.
2) Siapkan lingkungan yang tenang.
3) Kontrak waktu dan jelaskan tujuan.
4) Perawat meminta pasien untuk merilekskan pikiran kemudian
motivasi pasien dan perawat mencatatnya sehingga catatan tersebut
dapat digunakan.
5) Jelaskan rasional dan keuntungan dari pemberian tindakan
therapeutic touch pada kelompok intervensi dan teknik nafas dalam
pada kelompok kontrol
6) Cuci tangan dan observasi tindakan prosedur pengendalian infeksi
lainnya yang sesuai, berikan privasi, bantu pasien keposisi yang
nyaman dan minta pasien untuk bersiap tenang.
7) Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu mengukur skala nyeri
pada pasien. Setelah itu untuk pemberian tindakan therapeutic touch
terapis menggunakan tangan untuk mencapai keseimbangan.
Therapeutic touch didasarkan oleh 4 asumsi Pertama, seorang
manusia adalah sebuah sistem energi yang terbuka. Kedua, secara

47 | P a g e
anatomis manusia adalah bilateral simetris. Ketiga, penyakit adalah
ketidakseimbangan energi individu. Keempat, manusia mempunyai
kemampuan alami untuk mengubah dan melampaui kondisi hidup
mereka dimana dilakukan dengan disertai adanya sentuhan baik
dibagian kepala, tangan maupun dibagian luka bekas operasi dengan
menyentuh secara lembut. Setelah menjalani therapeutic touch,
pasien akan mendapatkan respons relaksasi dalam 2 sampai 5 menit
setelah pengobatan telah dimulai dan beberapa klien dapat tertidur
atau merasakan nyerinya berkurang. Setelah dilakukan intervensi
therapeutic touch peneliti kembali mengukur skala nyeri yang
dirasakan pasien dengan menggunakan lembar observasi skala nyeri
(visual analog scale)
8) Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu mengukur skala nyeri
pada pasien. Setelah itu untuk pemberian tindakan teknin napas
dalam pada kelompok control yakni dengan cara Bernapas melalui
perut atau diafragma membawa udara terhirup ke dasar paru-paru
dan oksigen akan ditransfer ke dalam aliran darah. Pernapasan perut
secara lambat melibatkan napas dalam (sekitar 10 napas per menit),
dengan napas lebih lama dari inhalasi. Awalnya pasien diminta
untuk berlatih pernapasan perut dua kali sehari selama 5 sampai 10
menit. Pasien juga diminta untuk mengingat kata relaks dalam irama
napas mereka. Hal ini berfungsi sebagai isyarat untuk memicu
respons relaksasi secara cepat. Setelah dilakukan intervensi
therapeutic touch peneliti kembali mengukur skala nyeri yang
dirasakan pasien dengan menggunakan lembar observasi skala nyeri
(visual analog scale)
d. Tahap Terminasi
1) Melakukan evaluasi.
2) Merapikan alat dan berpamitan dengan klien.
3) Mencuci tangan.

48 | P a g e
Lembar hasil observasi
Skala Nyeri
No. Kelompok
Sebelum Sesudah
1. Intervensi … …
2. Kontrol … …

49 | P a g e
BAB V
RESUME ASKEP

A. Pengakajian Fokus
1. Identitas pasien :
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 59 tahun
Alamat : Temanggung
Tindakan operasi : Laparascopy LAR
Tanggal Pengkajian : 08 Januari 2019
2. Data fokus pasien
Data subyektif dan obyektif Masalah ( p ) Etiologi ( E )
Ds : Nyeri akut Agen injury fisik
- Pasien mengatakan (Prosedur operasi)
nyeri pada bagian luka “D.0077”
bekas operasi
Do :
 Ku : baik
 Tingkat kesadaran : CM
 Raut wajah pasien tampak
meringis
 Pemeriksaan TTV :
TD : 110/58 mmHg
N : 90x/i
RR : 22 x/i
Suhu : 35,8 oC
SpO2 : 100%
 Terpasang infus RL 20
tpm
 Tampak balutan bkeas
post op
 Pengkajian nyeri :
P : saat bergerak
Q : tersayat-sayat
R : Sekitar anus (Luka
bekas operasi)
S : 5 ( Sedang )
T : Terus-menerus

50 | P a g e
B. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based
nursing riset yang diaplikasikan
“ Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (prosedur operasi)” D.0077

C. Pathway Keperawatan Kasus


Karsinoma recti

Operatif atau pembedahan

Adanya Insisi jaringan

Terdapat Luka operasi

Kerusakan neurvaskuler pasca bedah

Nyeri akut

Penerapan therapeutic touch pada kelompok intervensi dan teknik


napasa dalam pada kelompok kontrol

D. Fokus Intervensi
No. Waktu Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. 8 Januari Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara
2018 keperawatan selama ±60 verbal/nonverbal, lokasi
menit diharapkan masalah nyeri, intensitas nyeri dan
nyeri dapat berkurang lama nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Monitor TTV
a. Mampu mengontrol 3. Lakukan intervensi
nyeri Therapeutic Touch
b. Melaporkan nyeri 4. Ajarkan teknik nafas

51 | P a g e
berkurang ( Skala nyeri ) dalam
c. TTV dalam batas
normal

Waktu Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan TTD


08 1. Mengkaji nyeri secara verbal/nonverbal, S : Pasien mengatakan masih Imran
merasakan nyeri pada luka bekas
Januari lokasi nyeri, intensitas nyeri dan lama
operasi
2019 nyeri
O:
Respon :
 TTV
P : saat bergerak TD : 120/65 mmHg, N : 90
Q : tersayat-sayat x/m, RR : 20 x/m, suhu : 36,3
R : Sekitar anus (Luka bekas operasi) o
C SpO2 : 100 %
S : 5 ( Sedang )  Masih tampak meringis
T : Terus-menerus ketika nyeri muncul
2. Memonitor TTV  Pasien kooperatif walaupun
masih merasa lemas
Respon :  Pengakjian nyeri
D : 110/58 mmHg P : Saat bergerak
N : 90x/i Q : tersayat-sayat
RR : 22 x/i R : Luka bekas operasi
Suhu : 35,8 Co S : 4 (Sedang)
SpO2 : 100% T : Hilang timbul
3. Melakukan intervensi Therapeutic Touch
A : Nyeri sedikit berkurang,
Respon : Telah diberikan intervens masalah sebian teratasi
therapeutic touch dan pasien kooperatif
P : pertahankan intervensi dan
4. Mengajarkan teknik nafas dalam lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4
Respon :Telah diajarkan teknik nafas
dalam dan pasien kooperatif

52 | P a g e
BAB VI
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTIC

A. Identitas pasien
Terdiri dari 4 pasien/sampel yang dilakukan penelitian dimana terdiri dari 2 pasien
intervensi dengan pemberian therapeutic touch dan 2 pasien Kontrol dengan
pemberian teknik nafas dalam

B. Data fokus pasien


Adapun data fokus untuk pasien yang dijadikan sampel dalam pengaplikasian
jurnal ini antara lain :
 Pasien post op Laparascopy
 Pasien dengan General anastesi
 Pasien yang sadar penuh ketika masuk di RR
 Pasien yang kooperatif
 Pasien dengan keluhan nyeri sedang dengan skala 4 , 5 dan 6
 Pasien berjenis kelamin laki-laki

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal EBNP yang


diaplikasikan
“Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (Prosedur bedah)” D.0077

D. Mekanisme aplik asi EBNP pada pasien


1.Tahap Pra Interaksi
a. Memahami dan mampu melakukan prosedur pemberian tindakan
therapeutic touch dan teknik nafas dalam.
b. Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan perencanaan yang
telah disusun.
c. Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan dan ketrampilan).
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan sapa nama pasien.
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.

53 | P a g e
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

3. Cara kerja
a. Persiapkan pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Siapkan lingkungan yang tenang.Kontrak waktu dan jelaskan tujuan.
c. Perawat meminta pasien untuk merilekskan pikiran kemudian motivasi
pasien dan perawat mencatatnya sehingga catatan tersebut dapat
digunakan.
d. Jelaskan rasional dan keuntungan dari pemberian tindakan therapeutic
touch pada kelompok intervensi dan teknik nafas dalam pada kelompok
control
e. Cuci tangan dan observasi tindakan prosedur pengendalian infeksi
lainnya yang sesuai, berikan privasi, bantu pasien keposisi yang nyaman
dan minta pasien untuk bersiap tenang.
f. Untuk kelompok intervensi, sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu
mengukur skala nyeri pada pasien. Setelah itu untuk pemberian tindakan
therapeutic touch terapis menggunakan tangan untuk mencapai
keseimbangan. Therapeutic touch didasarkan oleh 4 asumsi Pertama,
seorang manusia adalah sebuah sistem energi yang terbuka. Kedua,
secara anatomis manusia adalah bilateral simetris. Ketiga, penyakit
adalah ketidakseimbangan energi individu. Keempat, manusia
mempunyai kemampuan alami untuk mengubah dan melampaui kondisi
hidup mereka dimana dilakukan dengan disertai adanya sentuhan baik
dibagian kepala, tangan maupun dibagian luka bekas operasi dengan
menyentuh secara lembut. Setelah menjalani therapeutic touch, pasien
akan mendapatkan respons relaksasi dalam 2 sampai 5 menit setelah
pengobatan telah dimulai dan beberapa klien dapat tertidur atau
merasakan nyerinya berkurang. Setelah dilakukan intervensi therapeutic
touch peneliti kembali mengukur skala nyeri yang dirasakan pasien
dengan menggunakan lembar observasi skala nyeri (visual analog scale)
g. Untuk kelompok control, sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu
mengukur skala nyeri pada pasien. Setelah itu untuk pemberian tindakan

54 | P a g e
teknin napas dalam pada kelompok control yakni dengan cara Bernapas
melalui perut atau diafragma membawa udara terhirup ke dasar paru-paru
dan oksigen akan ditransfer ke dalam aliran darah. Pernapasan perut
secara lambat melibatkan napas dalam (sekitar 10 napas per menit),
dengan napas lebih lama dari inhalasi. Awalnya pasien diminta untuk
berlatih pernapasan perut dua kali sehari selama 5 sampai 10 menit.
Pasien juga diminta untuk mengingat kata relaks dalam irama napas
mereka. Hal ini berfungsi sebagai isyarat untuk memicu respons relaksasi
secara cepat. Setelah dilakukan intervensi therapeutic touch peneliti
kembali mengukur skala nyeri yang dirasakan pasien dengan
menggunakan lembar observasi skala nyeri (visual analog scale)
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi.
b. Merapikan alat dan berpamitan dengan klien.
c. Mencuci tangan.

55 | P a g e
BAB VII
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah di lakukan tindakan fisioterapi dada dapat di simpulkan :
Skala Nyeri
No. Kelompok
Sebelum Sesudah
1. Intervensi 5 ( Sedang ) 4 ( Sedang )
2. Intervensi 4 ( Sedang ) 4 ( Sedang )
3. Kontrol 4 ( Sedang ) 4 ( Sedang )
4. Kontrol 5 ( Sedang ) 5 ( Sedang )

a. Pasien nampak lebih rikeks dan tenang


b. Pasien merasa lebih terjaga
c. Pasien kooperatif dengan tindakan yang diberikan
d. Terjadi perubah skala nyeri yang dirasakan pada kelompok intervensi
e. Hasil TTV dalam batas normal

B. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terjadi perubahan skala nyeri yang
dirasakan oleh pasien baik pada kelompok intervensi hanya satu pasien yang
mengalami perubahan skala nyeri, sedangkan pada kelompok kontrol semua
pasien tidak mengalami penurunan nyeri ketika diberikan intervensi. Sesuai
dengan teori menyatakan bahwa therapeutic touch perlu dikembangkan lebih
luas terutama untuk mengatasi nyeri, agar pada fase awal atau ringan sampai
sedang nyeri tidak perlu tergantung pada terapi farmakologis, terutama paada
pasien pasca operasi yang bersifat elektif dimana mengingat proses inflamasi
pada efek penyembuhan luka merupakan proses fisiologis sehingga perlu
mengurangi penggunaan terapi farmakologis dan perawat berperan lebih besar
dalam penanganan nyeri (Mumpuni, 2014).

56 | P a g e
C. Kelebihan dan kekurangan selama EBPN

1. Kelebihan
Tehnik therapeutic touch ini membantu pasien untuk tidak terlalu focus
atau mengikuti rasa nyeri yang dialaminya dimana pasien diajak untuk
berbicara sehingga pasien perhatiannya dapat teralih selain itu disertai
dengan ada sentuhan dibeberapa bagian tubuh seperti pada area kepala,
tangan, pundak dan luka bekas operasi.
2. Kekurangan
Tidak ada kekurangan yang berarti dalam melakukan aplikasi EBPN ini
terhadap pasien dengan nyeri pasca pembedahan namun karena pasien
masih sebagian merasakan efek sedasi dan anastesi sehingga ketika
intervensi dilakukan secara perlahan agar tidak membuat pasien
terganggu. Selain hambatan lain yang didapatkan adalah perbedaan
respon/penerimaan antara pasien satu dengan yang lainnya

57 | P a g e
BAB VIII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri merupakan masalah kesehatan yang secara umum
berpengaruh pada kehidupan pasien dan keluarga. Nyeri kronis dan nyeri
akut merupakan kondisi umum dan berdampak signifikan pada kesehatan.
Penanganan nyeri pada pasien yang dilakukan oleh profesi perawat dewasa
ini lebih banyak mengacu pada pendekatan terapi medis dan farmakologis.
Sejak awal tahun 1970, Dolores Krieger dan Dora Kunz mengembangkan
therapeutic touch dalam bentuk modern.3 Filosofi dasar yang mendasari
terapi ini adalah interaksi energi seimbang yang berfungsi meningkatkan
kemampuan penerima dalam penyembuhan diri (self-healing). Filosofi ini
menunjukkan bahwa penyakit menyebabkan gangguan energi alam
sehingga membatasi aliran dan ketersediaan energi yang bersangkutan.
Therapeutic touch berusaha memulihkan dan menyeimbangkan pola ritmis
dan transfer energi, menciptakan lingkungan yang mendorong akselerasi
proses penyembuhan tubuh secara alami. Selain itu teknik napas dalam
juga efektif dalam menunrunkan keluhan nyeri yang dirasakan oleh pasien
sehingga akan sangat lebih efektif untuk menurunkan keluhan nyeri pasien
jika kedua intervensi ini digabungkan sehingga akan mendapatkan hasil
yang lebih baik

B. Saran
Perlu diaplikasikan penanganan nyeri nonfarmakologis oleh
perawat, terutama pada pasien pascabedah saat pengaruh obat analgesik
mulai berkurang sementara waktu pemberian obat belum saatnya. Teknik
sentuhan terapeutik juga disarankan menjadi bagian dari manual prosedur
pengontrolan nyeri pasien dengan pasca pembedahan.

58 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Price&Wilson.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume


1.2006.EGC: Jakarta
2. Giovannucci E, Wu K. Cancers of the colon and rektum. In: Schottenfeld D,
Fraumeni J, eds. Cancer. Epidemiology and Prevention. 3rd ed. Oxford
University Press; 2006.
3. Adenokarsinoma Recti Imaging. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/281237-clinical#aw2aab6b3b4aa cited:
November 17th 2012
4. Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia. Pengelolaan
Karsinoma Kolorektal. Jakarta. 2004. Available at URL :www.hompedin.org
5. Syamsuhidayat R., Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2.
Jakarta:EGC. 2004. 658–663
6. Anonim.2009.Carcinoma Rectal. Seputar Kedokteran. Available at URL:
www.medlinux.com
7. Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, available at: www.emedicine.com
8. Cirincione, Elizabeth 2005, Rectal Cancer available at: www.emedicine.com
9. Anonim, 2006, Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know, available at
: www.healthABC.info
10. Anonim, 2005, Rectal Cancer Treatment available at :
www.nationalcancerinstitute.htm
11. Differential Diagnosis cancer colorectal. Available at :
http://www.health.am/cr/more/colorectal-cancer-clinical-findings-and-
differential-diagnosis/#1

59 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai