Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ILEUS


OBSTRUKTIF DI RUANG 20 RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Lathifah Nur Lailiyah, S. Kep
NIM 182311101014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
DESEMBER, 2018
Konsep Teori tentang Penyakit
Review Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan
pipi.
2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung
dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung
setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke
lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :
1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk
spinkter pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus
anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus
dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ±
28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson,
1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti (Price & Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz,
2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan
dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari,
terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
A. Definisi

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007). Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Price and Wilson, 2007). Obstruksi
usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan (Brunner and Suddarth, 2001). Obstruksi usus adalah
gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).

B. Epidemiologi

Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai
oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Mc Iver
mencatat 44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami strangulasi. Di RSCM, pada tahun 1989, Kartowisastro dan
Wiriasoekarta melaporkan 58% kasus obstruksi mekanik usus halus disebabkan
oleh hernia.

Sutjipto (1990) dalam penelitiannya mengungkapkan indikasi relaparatomi


karena obstruksi usus akibat adhesi sebesar 17,7%. Walaupun di negara
berkembang seperti di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai penyebab utama
terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia,
khususnya di RSUPNCM, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi
sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).

Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan


jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra
abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi
usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju,
adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan
obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat
hingga 65-75%.

C. Etiologi
1) Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
2) Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional,
atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3) Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4) Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya
intususepsi.
5) Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6) Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi
usus besar.
7) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8) Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
9) Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
10) Benda asing, seperti bezoar.
11) Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
12) Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

D. Klasifikasi

Menurut letak sumbatannya maka ileus obstruksi dibagi menjadi dua :


1) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus. Pada obstruksi usus halus
dapat di sebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma, intususepsi
(melipatnya bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain), volvulus, benda
asing, batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik,
penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), steiktur, fibrokistik
dan hematoma.
2) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar. Kira-kira 15 % obstruksi usus
terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap bagian kolor terapi
paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah karsinoma, volvulus,
kelainan di vertikular, inflamasi, tumor jinak, impkasi fekal atau
pemadatan dan lain-lain.

E. Patofisiologi/Patologi
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen,
peritonitis, sepsis dan lain-lain, sedang ileus mekanis disebabkan oleh
perlengketan neoplasma, benda asing, striktur dan lain-lain. Adanya penyebab
tersebut dapat mengakibatkan passage usus terganggu sehingga terjadi akumulasi
gas dan cairan dalam lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan
gangguan absorbsi H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan
kehilangan H20 dan natrium, selanjutnya akan terjadi penurunan volume cairan
ekstraseluler sehingga terjadi syok hipovolemik, penurunan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan, hipotensi dan asidosis metabolik.
Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding usus sehingga
timbul nyeri, kram dan kolik. Distensi dinding usus juga dapat menekan kandung
kemih sehingga terjadi retensi urine. Distensi juga dapat menekan diafragma
sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan sulit bernafas. Selain itu juga
distensi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Selanjutnya terjadi
iskemik dinding usus, kemudian terjadi nekrosis, ruptur dan perforasi sehingga
terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum
dan sirkulasi sistem. Pelepasan bakteri dan toksin ke peritoneum akan
menyebabkan peritonitis septikemia.
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang peristaltik dapat berbalik arah
dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut, keadaan ini akan menimbulkan
muntah-muntah yang akan mengakibatkan dehidrasi. Muntah-muntah yang
berlebihan dapat menyebabkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung
serta penurunan klorida dan kalium dalam darah, hal ini merupakan tanda dan
gejala alkalosis metabolik.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu : nyeri akut, retensi
urinarius, pola nafas tak efektif, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
dan risiko kekurangan volume cairan.

F. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :


1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus
halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri
intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan
abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan
tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau
kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga
suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sinar x untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau
cairan dalam usus.
2) Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah
darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan
volume plasma dan kemungkinan infeksi.
3) Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan
diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara
dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak
memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui
tempat obstruksi.

H. Kemungkinan Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi


1) Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dan
didekompresi.
3) Memperbaiki peritonitis dan syok (bila ada).
4) Menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus
kembali normal.
5) Pembedahan :
a. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus. Apabila usus
tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium,
klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus
halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari
obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya
adalah herniotomi.
b. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan
pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa
dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab
obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
J. Clinical Pathway

Proliferasi bakteri
K. Proses Keperawatan

1) Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri
lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang,
timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric
1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang
memperberat dan
memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada
sistem pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem
pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama dengan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana
mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria,
jika syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau
tidak ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2) Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien
dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan
Wong D.L)
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
yang ditandai dengan takipnea.
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen yang ditandai dengan
wajah meringis.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang ditandai
dengan takikardi, gelisah
4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik yang ditandai
dengan kesulitan mempertahankan tidur nyenyak.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi nutrisi yang ditandai dengan nyeri abdomen
dan enggan makan.
6. Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus yang ditandai
dengan penurunan frekuensi defekasi.
7. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
3) Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Monitor Pernafasan (3350)
pola nafas pasien menunjukkan hasil: a. Monitor tingkat, irama kedalaman
berhubungan dan kesulitan bernafas;
dengan distensi Status Pernafasan (0415) b. Catat pergerakan dada,
Tujuan kesimetrisan, dan penggunaan
abdomen yang No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 otot bantu pernafasan;
ditandai dengan 1. Frekuensi pernafasan 3 √ c. Monitor suara nafas tambahan;
takipnea. 2. Irama pernafasan 3 √ d. Monitor pola nafas;
(00032) 3. Kedalaman inspirasi 3 √ e. Auskultasi suara nafas;
4. Suara auskultasi nafas 3 √ f. Buka jalan napas;
5. Kepatenan jalan nafas 2 √ g. Berikan terapi oksigen.
Penggunaan otot
6. 3 √
bantu pernafasan
NIC: Terapi Oksigen (3320)
Pernafasan bibir
7. dengan mulut 4 √
h. Pertahankan kepatenan jalan
mengerucut nafas;
8. Dyspnea saat istirahat 4 √ i. Berikan oksigen seperti yang
Dyspnea dengan diperintahkan;
9. 3 √ j. Monitor aliran oksigen;
aktivitas ringan
Pernafasan cuping k. Periksa perangkat (alat)
10. 2 √
hidung pemberian oksigen secara berkala
Keterangan: untuk memastikan bahwa
1. Keluhan ekstrime konsentrasi (yang telah)
2. Keluhan berat ditentukan telah diberikan;
3. Keluhan sedang l. Monitor peralatan oksigen untuk
4. Keluhan ringan memastikan bahwa alat tersebut
5. Tidak ada keluhan tidak mengganggu upaya pasien
untuk bernapas.
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal (16-24x/menit)
(041501) NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)
- Irama pernafasan reguler (041502) a. Posisikan pasien semi fowler;
- Kedalaman inspirasi maksimal (041503) b. Motivasi pasien untuk melakukan
- Suara auskultasi kembali normal (041504) batuk efektif;
- Jalan nafas paten (041532) c. Auskultasi suara nafas,
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan (041510) mendengarkan ada atau tidak ada
- Tidak ada pernafasan dengan bibir (041512) adanya suara tambahan;
- Tidak dyspnea saat istirahat (041015) d. Berikan pendidikan kesehatan
- Tidak dyspnea saat aktivitas ringan (041016) mengenai fisioterapi dada.
- Tidak ada pernafasan cuping hidung (041528)
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Manajemen Nyeri (1400)
berhubungan pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan distensi komprehensif yang meliputi
abdomen yang Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) lokasi, karakteristik, onset/durasi,
Tujuan frekuensi, kualitas, intensitas
ditandai dengan No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 beratnya nyeri dan faktor
wajah meringis. 1. Nyeri terkontrol 3 √ pencetus;
(00132) 2. Tingkat nyeri 3 √ 2. Observasi adanya petunjuk
Mengambil tindakkan nonverbalmengalami
3. untuk : mengurangi 3 √ ketidaknyamanan terutama pada
nyeri
mereka yang tidak dapat
Mengambil tindakkan
berkomunikasi secara edektif
4. untuk : memberi 1 √
kenyamanan
3. Gunakan strategi komunikasi
terapuetik untuk mengetahui
Pendekatan preventif pengalaman nyeri dan sampaikan
5. 3 √
menejemen nyeri penerimaan pasien terhadap nyeri
Menejemen nyeri 4. Gali pengetahuan dan
6. 2 √
sesuai budaya budaya kepercayaan pasien mengenai
Keterangan: nyeri
1. Keluhan ekstrime 5. Ajarkan prinsip-prinsip
2. Keluhan berat menejemen nyeri
3. Keluhan sedang 6. Kolaborasi pemberian analgesik
4. Keluhan ringan guna pengurangi nyeri
5. Tidak ada keluhan
NIC: Monitor Tanda-tanda Vital
- Nyeri terkontrol (301601) (6680)
- Tingkat nyeri berkurang (301602) 7. Monitor Tekanan Darah , Nadi,
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengurangi nyeri Respirasi dan Suhu
menggunakan terapi farmakologis dan non farmakologis 8. Monitoring tekanan darah setelah
(301604) pasien meminum obat
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengatur posisi yang 9. Monitoring dan laporkan tanda
nyaman (301605) dan gejala hipotermia dan
- Pendekatan preventif menejemen nyeri : dapat mengetahui hiperternia
tentang nyeri dan cara mengatasinya menggunakan terapi 10. Monitoring nadi paradoks
farmakologis maupun non farmakologis (301610) 11. Monitoring irama dan tekanan
- Menejemen nyeri sesuai budaya budaya : dapat melakukan jantung
terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri (301609)
NIC: Terapi relaksasi (6040)
12. Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia
13. Pertimbangkan keinginan pasien
untuk berpartisipasi,
kemampuan berpartisipasi,
pilihan, pengalaman masa lalu
dan kontraindikasi sebelum
memilih strategi tertentu
14. Dorong klien untuk mengambil
posisi yang nyaman dengan
pakaian longgar dan mata
tertutup
15. Minta klien untuk rileks dan
merasakan sensasi yang terjadi
16. Dorong klien untuk mengulangi
[praktik teknis relaksasi,
jikamemungkinkan
17. Evaluasi dan dokumentasi
respon terhadap terapi relaksasi

NIC: Pemberian Analgesik (2210)


18. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
19. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosisi dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
20. Monitoring tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik narkotik
pada dosisi pertama kalau jika
ditemukan tanda-tanda yang
tidak biasa
21. Jelaskan tindakan keselamatan
pada pasien yang menerima
analgesik narkotik, sesuai
kebutuhan
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC: Pengurangan kccemasan
berhubungan pasien menunjukkan hasil: (5820)
dengan Status Pernafasan: Tingkat kecemasan (1211) a. Berikan informasi faktual terkait
Tujuan diagnosis, perawatan dan
perubahan status No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 prognosis
kesehatan yang Tidak dapat
1. √ b. Tingkatkan rasa aman dan
ditandai dengan beristirahat kurangi ketakutan
takikardi, Berjalan mondar- c. Berikan objek untuk memberikan
2.
gelisah (00146) mandir rasa aman
Merenas –remas d. Puji perilaku pasien dengan tepat
3.
tangan
e. Lakukan usapan punggung/leher
4 Perasaan gelisah
dengan cara tepat
5 Otot tegang
6 Wajah tegang f. Instruksikan klien menggunakan
7 Iritabilitas teknik relaksasi
8 Peningkatan TD g. Bantu klien mengidetifikasi situasi
Peningkatan yang mmicu kecemasan
9
frekuensi nadi
Peningkatan NIC: Terapi relaksasi (6040)
10
frekuensi pernapasan a. Ciptakan lingkungan yang tenagng
11 Dilatasi pupil dan tanoa distraksi
12 Berkeringat dingin b. Dorong klin mengambil posisi
13 Pusing nyaman
14 Fatigue c. Tunjukkan dan praktikkan teknik
15 Gangguan tidur relaksasi pada pasien
Perubahan pola d. Dapatkan perilaku yang
16
makan mnunjukkan relaksasi (bernafas
Keterangan: dalam, menguap, pernafasan
1. Berat perut, bayangan yang
2. Cukup berat menenangkan)
3. Sedang e. Minta pasien untuk rileks dan
4. Ringan menikmati sensasi yang terjadi
5. Tidak ada f. Dorong pengulangan teknik
- praktik secara berkala
g. Evaluasi dan dokumentasikan
respon terhadap terapi relaksasi
4. Insomnia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Peningkatan Tidur (1850)
berhubungan diharapkan tidur pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil: 1. Tentukan pola tidur pasien
dengan 2. Monitor pola tidur dan jumlah jam
NOC: Tidur (0004) tidur
ketidaknyamana Tujuan 3. Sesuaikan lingkungan
n fisik yang No. Indikator Outcome Awal
1 2 3 4 5 4. Terapi musik
ditandai dengan 1. Jam tidur
kesulitan 2. Pola tidur
3. Perasaan segar setelah tidur
mempertahanka 4. Kesulitan memulai tidur
n tidur nyenyak 5. Tempat tidur yang nyaman
(00095) Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
5. Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen Nutrisi
gan nutrisi diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi pasien dan
kurang dari NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan kemampuan pasien untuk memenuhi
Tujuan kebutuhan gizi
kebutuhan tubuh No. Indikator Outcome Awal
1 2 3 4 5 2. Tentukan apa yang menjadi
berhubungan 1. Asupan makanan secara preferensi makanan bagi pasien
dengan oral
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis
2. Asupan cairan secara oral
gangguan 3. Asupan cairan intravena nutrisi yang dibutuhkan untuk
absorbsi nutrisi memenuhi persyaratan gizi.
yang ditandai Keterangan: 4. Berikan pilihan makanan dan
dengan nyeri 1. Tidak adekuat bimbingan terhadap pilihan
2. Sedikit adekuat makanan.
abdomen dan 3. Cukup adekuat
5. Ciptakan lingkungan yang bersih,
enggan makan. 4. Sebagian besar adekuat berventilasi, santai dan bebas dari
5. Sepenuhnya adekuat bau menyengat.
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia
Tujuan
No. Indikator Outcome Awal
1 2 3 4 5
1. Hematokrit
2. Hemoglobin
3. Gula darah
4. Serum albumin
5. Serum kreatinin
6. Hitung limfosit

Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menympang dari rentang normal
6. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam NIC: Manajemen
berhubungan pasien menunjukkan hasil : Konstipasi/lmpaksi (0450)
dengan
disfungsi Eliminasi Usus (0501) 12. Monitor tanda dan gejala
Tujuan konstipasi
motilitas usus No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 13. Monitor hasil produksi
yang ditandai 1. Pola eliminasi 2 √ pergerakan usus (feses), meliputi:
dengan 2. Kontrol gerakan usus 2 √ frekuensi, konsistensi, bentuk,
penurunan 3. Warna feses 2 √ volume, dan warna, dengan cara
frekuensi Jumlah feses untuk yang tepat
4. 1 √
diet 14. Monitor bising usus
defekasi
Feses lembut dan
(00011) 5. 2 √ 15. Timbang berat badan pasien
berbentuk
secara teratur
6. Kemudahan BAB 1 √
7. Tekanan sfingter 2 √
16. Evaluasi jenis pengobatan yang
Otot untuk memiliki efek samping pada
8. 2 √ gastrointestinal lnstruksikan
mengeluarkan feses
Pengeluaran feses pasien/keluarga untuk mencatat
9. 2 √ warna, volume, frekuensi, dan
tanpa bantuan
10. Suara bising usus 2 √ konsistensi dari feses
11. Pola eliminasi 1 √ 17. Sarankan penggunaan laksatif,
dengan cara yang tepat
Informasikan pada pasien
Keterangan : mengenai prosedur untuk
6. Sangat terganggu mengeluarkan feses secara
7. Banyak terganggu manual, jika diperlukan
8. Cukup terganggu 18. Lakukan enema atau irigasi,
9. Sedikit terganggu dengan tepat
10. Tidak terganggu 19. Jelaskan penyebab dari masalah
dan rasionalisasi tindakan pada
- Pola eliminasi normal, 2-3 kali/hari (050101) pasien Identifikasi faktor-faktor
- Kontrol gerakan usus (050102) (misalnya, pengobatan, tirah
- Warna feses: feses berwarna coklat/ tidak berwarna hitam baring, dan diet) yang
atau merah (050103) menyebabkan atau berkontribusi
- Jumlah feses untuk diet, 0,25-1 pound per hari (050104) pada terjadinya konstipasi
- Feses lembut dan berbentuk (050105) 20. Ajarkan pasien atau keluarga
- Kemudahan BAB: tidak mengejan, tidak menggunakan mengenai proses pencernaan
stimulus jari (050112) normal
- Tekanan sfingter normal (050118) 21. Berikan petunjuk pada pasien
- Tidak menggunakan otot tambahan untuk mengeluarkan untuk dapat berkonsultasi dengan
feses (mengejan) (050119) dokter jika konstipasi masih tetap
- Pengeluaran feses tanpa bantuan (050121) terjadi
- Suara bising usus normal, 5-30 kali/menit (050129) 22. Konsultasikan dengan dokter
mengenai
penurunan/peningkatan frekuensi
bising usus

NIC: Manajemen Saluran Cerna


(0430)

a. Monitor buang air besar


termasuk frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume, dan warna,
dengan cara yang tepat
b. Monitor bising usus
c. Monitor adanya tanda dan gejala
diare, konstipasi, dan impaksi
d. Catat tanggal buang air besar
terakhir
e. Catat masalah BAB yang sudah
ada sebelumnya, BAB rutin, dan
penggunaan laksatif
f. Masukkan supositoria rektal,
sesuai dengan kebutuhan
g. Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat, dengan
cara yang tepat
h. Berikan cairan hangat setelah
makan, dengan cara yang tepat
i. Ajarkan pasien mengenai
makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung
keteraturan aktivitas usus
j. Anjurkan anggota
pasien/keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
7. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Manajemen Cairan (4120)
kekurangan menunjukkan hasil: 23. Timbang BB tiap hari & monitor
volume cairan status pasien;
Keseimbangan cairan (0601) 24. Jaga intake dan catat output cairan;
berhubungan
Tujuan 25. Monitor status hidrasi;
dengan intake No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 26. Monitor TTV;
yang tidak 1. Hipotensi ortostatik 2 √ 27. Terapi IV
adequat dan 2. Suara nafas adventif 2 √ 28. Dukung pasien keluarga untuk
ketidakefektifan 3. Asites 3 √ membantu dalam pemberian
penyerapan usus 4. Distensi vena leher 2 √ makanan yang baik
halus (00028) 5. Edema perifer 3 √
Bola mata cekung dan NIC: Monitor Cairan (4130)
6. 2 √
lembek a. Monitor berat badan;
7. Konfusi 4 √ b. Monitor intake dan output dan
8. Kehausan 3 √ catat;
9 Kram otot 2 √ c. Monitor seum dan elektrolit urin;
10 Pusing 3 √ d. Tentukan jumlah dan jenis intake
Keterangan: cairan serta kebiasaan eliminasi
11. Keluhan berat e. Tentukan faktor resiko yang
12. Keluhan cukup berat mungkin menyebabkan
13. Keluhan sedang ketidakseimbangan cairan;
14. Keluhan ringan f. Tentukan apakah pasien
15. Tidak ada keluhan mengalami dehidrasi;
g. Periksa turgor kulit, membran
- Tekanan darah normal (060101) mukosa;
- Denyut nadi normal (060122) h. Monitor tanda-tanda gejala asites;
- Keseimbangan intake dan output 24 jam (060107) i. Monitor warna, kuantitas, dan berat
- Berat badan stabil (060109) urin;
- Turgor kulit lembab (060116)
- Membran mukosa lembab (060117)
4) Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatam evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawatan mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
a) Berhasil: perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan
b) Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan
c) Belum tercapai: pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan

L. Discharge Planning

Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:

1. Obat: beritahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin
tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek
samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika
selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.
2. Diet: Diet rendah serat. Dokter dapat merekomendasikan diet rendah serat
pada obstruksi parsia. Hal ini dapat membantu mengurangi feses yang keras,
agar lebih mudah melewati usus. Namun, jika hal ini tidak berhasil, operasi
untuk memperbaiki bagian usus tersebut akan diperlukan.
3. Gaya hidup: Pola makan yang sehat, Penurunan berat badan, Istirahat cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth


Edition. United State of America: Mosby Elsevier.

Alief. M, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI


Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC: Jakarta
Herdman, T. Heather. 2018. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan,
dkk. Jakarta
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC
Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk Diakses pada tanggal 2
Desember 2018, pukul 16.25 WIB.

Anda mungkin juga menyukai