Abstrak
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh suhu pada
penentuan kelarutan yaitu
yaitu menggunakan
menggunakan asam oksalat dengan suhu yang
yang bervariasi
sehingga didapatkan kelrutan sebagai fingsi suhu. Prinsip dari percobaan ini
didasari oleh pergeseran kesetimbangan antara zat yang bereaksi dan hasilnya.
asam oksalat sebanyak 250 ml dipanaskan sampai suhunya melebihi 60 derajat
celsius. Kemudian diturunkan sampai suhu 40, 30, 25, 20, dan 10 derajat celsius.
Setiap suhu 40, 30, 25, 20, dan 10 derajat celsius, asam oksalat dititrasi dengan
natrium hidroksida 0,2 N dan natrium hidroksida 0,5 N sebanyak dua kali untuk
mengetahui kelarutannya. Titrasi selesai ketika larutan asam oksalat yang telah
diberi indikator Phenoptalein berubah warna menjadi merah muda. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu asam oksalat maka semakin
besar pula kelarutannya dan semakin besar konsentrasi natrium hidroksida yang
digunakan sebagai penitrasi maka semakin besar juga kalarutan asam oksalat. Dari
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa bila suhu dinaikkan maka kelarutan akan
bertambah dan kesetimbangan bergeser. Tetapi bila suhu diturunkan maka
kelarutan akan semakin kecil dan disertai oleh pergeseran kesetimbangan. Harga
∆) untuk asam oksalat dengan NaOH 0,2 N adalah sebesar
panas pelarutan (
72997,49 J/mol. Sedangkan nilai panas pelarutan ( ∆ ) pada saat NaOH 0,2 N
adalah sebesar 80448,72 J/mol. Harga panas pelarutan dapat pula ditentukan
dengan regresi linier yaitu metode grafik dengan 1/T versus ln s .
Kata kunci : Asam oksalat; Kelarutan; NaOH; Suhu;
Pendahuluan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan
mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan
jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih
terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi
kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut (Atkins, 1994).
Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya
suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu.Biasanya
dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan terc apai, maka zat yang dilarutkan
itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan
jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi, akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan
kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Sukardjo, 1997).
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.Solute adalah substansi yang
melarutkan.Contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga
materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki Sembilan tipe larutan yang
berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan
sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam
cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas (Sukardjo, 1997).
Jika kelarutan suhu suatu sistem kimia dalam keseimbangan dengan padatan, cairan
atau gas yang lain pada suhu tertentu maka larutan disebut jenuh. Larutan jenuh adalah larutan
yang kandungan solutnya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solut lebih lanjut
tidak dapat larut. Konsentrasi solut dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solut padat
maka larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya
dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair
yang mengkristal menjadi fase padat (sukardjo, 1997).
Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang
diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau larutan yang partikel – partikelnya tidak tepat
habis bereaksi dengan pereaksi.
Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute dari pada
yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi
melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh
merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikan.
Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan (s yukri,1999).
Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul zat yang larut dan yang tidak
larut.keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut :
A(p) A(l)
Dimana :
A (l) : molekul zat terlarut
A (p) : molekul zat yang tidak larut
Tetapan kesimbangan proses pelarutan tersebut :
K = ∗=
1
Dimana :
az : keaktifan zat yang larut
az : keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga satu untuk zat padat dalam
keadaan standar
yz : koefisien keaktifan zat yang larut
mz : kemolalan zat yang larut yang karena larutan jenuh disebut kelarutan
(Tim Kimia Fisika, 2011)
Hubungan antara keseimbangan tetap dan temperature subsolut atau kelarutan dengan
temperature dirumuskan van’t hoff :
= ∆
∫ ln = ∫ R
ln s =
+
log s =
1 +
,33R
∆ [− ]
atau ln =
.
Dimana :
ΔH = panas pelarutan zat per mol (kal/g mol)
R = konstanta gas ideal (1,987 kal/g mol K)
T = suhu (K)
s = kelarutan per 1000 gr solut
Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan
dilarutkan dalam larutan yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan panas
pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam table panas pelarutan. Pada umumnya
panas pelarutan bernilai (+), sehingga menurut van’t hoff kenaikan suhu akan meningkatkan
jumlah zat terlarut (panas pelarutan (+)) = endotermis. Sedangkan untuk zat – zat yang panas
pelarutannya (-) adalh eksotermis. Kenaikan suhu akan menurunkan jumlah zat yang terlarut
(Tim Kimia Fisika, 2011).
Proses apa saja yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah
yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan berlangsung dengan
laju dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan
maka perubahan energy netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan
menyerap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebih disukai. Segera setelah sushu
dinaikkan tidak berada pada kesetimbangan karena ada lagi zat yang melarut. Suatu zat yang
menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada suhu tinggi (Kleinfelter,
1996).
Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda – beda. Pada suhu tertentu larutan jenuh
yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut dalam larutan itu adalh sebuah contoh
mengenai kesetimbangan dinamik. Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat
menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana gangguan itu pada sistem
akan mempengaruhi kedudukan kesetimbangan. Gangguan ini antara lain per ubahan pada suhu
ini cenderung menggeser kesetimbangan kea rah penyerap kalor.
Jike pelarut dari zat terlarut lebih banyak merupakan peristiwa endoterm, seperti
dinyatakan dalam persamaan :
Kalor + zat terlarut + larutan (l1) larutan (l2)
Dengan larutan (l2) lebih pekat daripada larutan(l 1) maka kenaikan suhu akan meningkatkan
kelarutan. Dengan kata lain, kesetimbangan bergeser ke kanan karena meningkatnya suhu.
Untuk kebanyakan padatan dan cairan yang dilakukan dalam pelarut cairan, biasaarutannya
kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu.
Untuk gas, pembentukan larutan dalam cairan hapir selalu eksoterm, sehingga
ketimbangan dapat dinyatakan dengan :
Gas + larutan (1) larutan (2) + kalor
Untuk kesetimabngan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan larutan sebeb
pergeseran ini ke kiri adalah endoterm. Karena itu gas hamppir selalu menjadi kurang larut
dalam cairan jika suhunya dinaikkan (Atkins, 1994)
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan Δ dengan
o
persamaan :
p =
RT yang disebut persamaan Van’t Hoff. Pada reaksi endoterm
konstanta kesetimbangan akan naik seiring dengan naiknya termperatur. Pada reaksi eksoterm
konstanta kesetimbangan akan turun dengan naiknya temperature (Robert A Alberty Silbey,
1996).
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam l arutan dan zat tidak
larut. Dalam kesetimbangan ini, kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap.
Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu sama.
Tujuan yang digarapkan dari percobaan ini adalah dapat memahami apa yang dimaksud
larutan jenuh, dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan asam oksalat dan dapat
menentukan harga kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu, kemudian dari harga kelarutan
tersebut dapat dihitung panas pelarutan asam oksalat.
Metode
Metode dari percobaann ini adalah menghitung konsentrasi atau kelarutan asam oksalat
dalam berbagai suhu dengan titrasi alkalimetri. Penitrasi yang digunakan adalah NaOH 0,2 N
dan NaOH 0,5 N. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquades, indikator
PP, dan es batu. Alat yang digunakan adalah labu takar 250 ml sebanyak 3 buah, labu takar
100 ml sebanyak 4 buah, termometer 100 derajat celsius sebanyak 1 buah, pipet volume
sebanyak 1 buah, pipet tetes, corong, buret, statif, penangas air, pengaduk, erlenmeyer 150 ml
sebanyak 2 buah, tabung reaksi diameter 5 cm 1 buah, labu takar 600 ml 1 buah dan baskom
atau wadah besar 1 buah.
Dibuat asam oksalat jenuh 250 ml. Asam oksalat padat sebanyak 5,0428 gram
dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Diencerkan dengan 150 ml aquades, dikocok sampai
homogen dan ditambah aquades sampai tanda batas 250 ml. Larutan asam oksalat dipanaskan
dalam penangas air sampai suhu lebih dari 60 0 C. Disiapkan wadah besar berisi air ledeng dan
ditambahkan es batu sampai suhu rendah. Larutan asam oksalat panas dimasukkan ke dalam
tabung reaksi besar yang diselimuti gelas ukur 600 ml. Dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi larutan air dingin untuk didinginkan atau diturunkan suhunya. Larutan asam oksalat
panas diturunkan suhunya sampai 40, 30, 25, 20, dan 10 0 C. Saat mencapai suhu 40 0 C, larutan
asam oksalat dipipet 25 ml ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai 100 ml. Dipipet
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Diencerkan sampai sepertiga erlenmeyer. Ditetesi
indikator PP dan dititrasi oleh larutan NaOH. Titrasi pertama dilakukan dengan NaOH 0,2 N
sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Volume NaOH 0,2 N yang terpakai
selama titrasi dicatat dalam tabel data pengamatan. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali. Titrasi
kedua dilakukan dengan NaOH 0,5 N sampai warna larutan merah muda. Titrasi dilakukan
sebanyak 2 kali. Volume NaOH 0,5 N yang terpakai selama titrasi dicatat dalam tabel data
pengamatan. Prosedur kerja pada saat suhu mencapai 30, 25, 20, dan 10 0 C sama dengan
prosedur yang dilakukan saat suhu mencapai 400 C.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data sebanyak 16 data, delapan data dari
titrasi dengan NaOH 0,2 N dan delapan data dari NaOH 0,5 N. Data yang diperoleh dianalisis
dengan metode grafik atau analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif atau perhitungan.
S (Kelarutan
Suhu Asam Oksalat V1 NaOH V2 NaOH V rata-rata
No. Asam oksalat)
(0C) (ml) (ml) (ml)
S (Kelarutan
Suhu Asam Oksalat V1 NaOH V2 NaOH V rata-rata Asam
No.
(0C) (ml) (ml) (ml) oksalat)
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai kelarutan
asam oksalat pada suhu tertentu, nilai entalpi, dan panas pelarutan as am oksalat dengan metode
perhitungan. Nilai kelarutan asam oksalat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
V1 x N1 = V2 x N2
Dimana V1 : Volume NaOH
N1 : Normalitas NaOH
V2 : Volume Asam oksalat
N2 : Normalitas Asam oksalat
Data∆ untuk setiap penurunan suhu diperoleh dari persamaan Van’t Hoff yaitu :
1 ∆ [ 11]
Dimana : Kelarutan Asam oksalat pada suhu ke-2
1 : Kelarutan Asam oksalat pada suhu ke-1
∆ : Entalpi
: Tetapan Gas ideal = 8,314 J/mol
Dari hasil analisis data dengan metode perhitungan dapat ditentukan bahwa nilai panas
pelarutan (∆) pada saat NaOH 0,2 N adalah sebesar 72997,49 J/mol. Sedangkan nilai panas
pelarutan (∆ ) pada saat NaOH 0,5 N adalah sebesar 80448,72 J/mol. Kedua entalpi berharga
positif karena reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm.
∆) dapat ditentukan pula melalui metode regresi linier yaitu
Nilai panas pelarutan (
metodr grafik dengan grafik fungsi 1/T VS ln s.
Tabel 4. Data untuk Persamaan Grafik 1 (NaOH 0,2 N)
S (Kelarutan Asam
1/T Ln s
No. Suhu Asam Oksalat (T) oksalat)
ln s vs 1/T
0,2
0,18
0,16
0,14
0,12
s
n
0,1
l
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0,00318 0,0032 0,00322 0,00324 0,00326 0,00328 0,0033 0,00332
1/T
S (Kelarutan Asam
1/T Ln s
No. Suhu Asam Oksalat (T) oksalat)
ln s vs 1/T
1,12
1,1
1,08
1,06
1,04
s
n
l
1,02
0,98
0,96
0,94
0,00318 0,0032 0,00322 0,00324 0,00326 0,00328 0,0033 0,00332
1/T
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilaksanakan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu
pertama larutan jenuh merupakan suatu larutan sudah tidak dapat melarutkan lagi zat
terlarutnya. Kedua, semakin tinggi suhu maka semakin besar kelarutan suatu zat. Ketiga,
kelarutan asam oksalat dalam aquades pada berbagai suhu adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Data Kelarutan Asam Oksalat dalam ber bagai Suhu (NaOH 0,5 N)
1. 40 3,285 M
2. 30 3,018 M
3. 25 2,628 M
4. 20 2,252 M
5. 10 1,518 M
Tabel 7. Data Kelarutan Asam Oksalat dalam berbagai Suhu (NaOH 0,2 N)
1. 40 1,226 M
2. 30 1,208 M
3. 25 1,09 M
4. 20 0,79 M
5. 10 0,567 M
Kesimpulan yang terakhir yaitu harga panas pelarutan asam oksalat dapat ditentukan
melalui metode perhitungan atau metode grafik. Dalam percobaan ini harga panas pelarutan
asam oksalat diperoleh dari persamaan Van’s Hoff yaitu sebesar 72997,49 J/mol untuk titrasi
dengan NaOH 0,2 N dan sebesar 80448,72 J/mol untuk titrasi dengan NaOH 0,5 N.
Daftar Pustaka
Alberty, Robert A and Robert J.Silbey. 1996. Physical Chemistry 2nd edition. USA: John
Wiley and sons inc.
Dogra, S.K. 1984. Kimia Fisika dan Soal – Soal . Jakarta : UI – Press.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik . Semarang :
Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang