Anda di halaman 1dari 449

1

2 PRESIDEN
3 REPUBLIK INDONESIA

1
2
3 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
4 NOMOR 71 TAHUN 2010
5 TENTANG
6 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
7
8
9 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
10
11 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
12
13
14Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-
15 Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
16 Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
17 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa
18 kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
19 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
20 Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
21 Daerah, perlu menetapkan Peraturan
22 Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
23
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
24
25 MEMUTUSKAN: . . .
26
27 -2-
4
5
6 PRESIDEN
7 REPUBLIK INDONESIA
8

28
29 MEMUTUSKAN:
30
31Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI
32 PEMERINTAHAN.
33
34
35 BAB I
36 KETENTUAN UMUM
37
38 Pasal 1
39
40 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

41 1. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah


42 daerah.

43 2. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan,


44 pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi
45 dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta
46 penginterpretasian atas hasilnya.

47 3. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya


48 disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
49 diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
50 keuangan pemerintah.

51 4. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang


52 selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi
53 judul, nomor, dan tanggal efektif.

54 5. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah


55 konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar
56 Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi
57 Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun
58 laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan
59 keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu
60 masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar
61 Akuntansi Pemerintahan.

62 6. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi


63 Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah
64 penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP.
65
66 7. Buletin . . .
67 -3-
9
10
11 PRESIDEN
12 REPUBLIK INDONESIA
13

68
69 7. Buletin Teknis SAP adalah informasi
70 yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman
71 bagi pengguna.

72 8. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui


73 pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
74 pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui
75 pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan
76 pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang
77 ditetapkan dalam APBN/APBD.

78 9. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang


79 mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis
80 kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana
81 berbasis akrual.

82 10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang


83 selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana
84 dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
85 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
86 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang
87 bertugas menyusun SAP.

88 11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian


89 sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan
90 elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak
91 analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di
92 lingkungan organisasi pemerintah.
93
94 Pasal 2
95 (1) SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP.

96 (2) SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi


97 Pemerintahan.
98
99 Pasal 3
100 (1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat
101 dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP.
102
103
104 (2) IPSAP . . .
105 -4-
14
15
16 PRESIDEN
17 REPUBLIK INDONESIA
18

106
107 (2) IPSAP dan Buletin Teknis SAP
108 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan
109 diterbitkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada
110 Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
111 (3) Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
112 disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling
113 lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP
114 diterbitkan.
115
116
117 BAB II
118 PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
119
120
121 Pasal 4
122 (1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual.

123 (2) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat


124 (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP.

125 (3) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat


126 (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
127 Pemerintahan.

128 (4) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Kerangka
129 Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana
130 dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam
131 Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan
132 Pemerintah ini.
133
134 Pasal 5
135 (1) Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP
136 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), perubahan
137 tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah
138 mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

139 (2) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada


140 ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang
141 berlaku dalam penyusunan SAP.
142

143 (3) Rancangan . . .


19
20
21 PRESIDEN
22 REPUBLIK INDONESIA
23

144 -5-
145
146 (3) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud
147 pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri
148 Keuangan.

149 (4) Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan


150 perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
151 kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat
152 pertimbangan.
153
154 Pasal 6
155 (1) Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan
156 yang mengacu pada SAP.
157 (2) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat
158 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang
159 mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
160 Pemerintahan.
161 (3) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah
162 diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang
163 mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
164 Pemerintahan.
165 (4) Pedoman umum Sistem Akuntansi
166 Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
167 dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri
168 Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri
169 Dalam Negeri.
170
171 Pasal 7
172 (1) Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud
173 dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara
174 bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju
175 Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual.
176 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis
177 Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada
178 ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan
179 Menteri Keuangan.
180 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis
181 Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada

24
25
26 PRESIDEN
27 REPUBLIK INDONESIA
28

182 ayat (1) pada pemerintah daerah


183 diatur dengan Peraturan Menteri
184 Dalam Negeri.
185 Pasal 8 . . .
186 -6-
187
188 Pasal 8
189 (1) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud
190 dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP.

191 (2) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud


192 pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual
193 Akuntansi Pemerintahan.

194 (3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Kerangka
195 Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana
196 dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum
197 dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan
198 Pemerintah ini.
199
200
201 BAB III
202 KETENTUAN PENUTUP
203
204
205 Pasal 9
206 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
207
208 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
209 Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara
210 Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan
211 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503)
212 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
213
214 2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur
215 mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan
216 sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan
217 Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.
218
219
220 Pasal 10
221

29
30
31 PRESIDEN
32 REPUBLIK INDONESIA
33

222 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku


223 pada tanggal diundangkan.
224
225
226
227 Agar . . .
228
229 -7-
230
231
232 Agar setiap orang mengetahuinya,
233 memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
234 ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
235 Republik Indonesia.
236
237
238
Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 22 Oktober 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG


YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
239pada tanggal 22 Oktober 2010
240MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
241 REPUBLIK INDONESIA,
242
243 ttd
244
245 PATRIALIS AKBAR
246
247
248 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123
249
250
251
252
253 Salinan sesuai dengan aslinya
34
35
36 PRESIDEN
37 REPUBLIK INDONESIA
38

254 SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA


255 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
256 Bidang Perekonomian dan Industri,
257
258 ttd
259
260 SETIO SAPTO NUGROHO
261
262
263 PENJELASAN
264 ATAS
265 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
266 NOMOR 71 TAHUN 2010
267 TENTANG
268 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
269
270
271I. UMUM
272
273 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam
274 Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan
275 pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
276 sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi
277 pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi
278 Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan
279 Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan
280 Pemeriksa Keuangan.

281 Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses
282 baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut
283 merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap
284 terdapat dalam Lampiran III.

285 Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi


286 Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan
287 pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan
288 bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan
289 keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari
290 pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan
291 Standar Akuntansi Pemerintahan.

292 Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut,


293 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
294 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi
39
40
41 PRESIDEN
42 REPUBLIK INDONESIA
43

295 Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas


296 untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja
297 dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
298 ekuitas dana.

299
300 Penerapan . . .
301 -2-
302
303 Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat
304 sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1)
305 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
306 menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
307 belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
308 pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
309 belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor
310 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena
311 itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.
312 Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis
313 Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual
314 terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat
315 segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
316 pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
317 siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual.
318 Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai
319 dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
320 Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat
321 maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual.
322 Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan
323 menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan
324 diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.
325 Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual
326 dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku
327 kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan
328 pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan
329 dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan
330 sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
331 Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual,
332 Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP
333 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP
334 tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan
335 negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap

44
45
46 PRESIDEN
47 REPUBLIK INDONESIA
48

336 harus melalui proses baku penyusunan SAP dan


337 mendapat pertimbangan dari BPK.
338
339II. PASAL DEMI PASAL
340 Pasal 1 Cukup
341 jelas.
342
343 Pasal 2 . . .
344 -3-
345Pasal 2
346 Cukup jelas.
347
348 Pasal 3
349 Ayat (1)
350 IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu
351 guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP.
352 Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis
353 akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP
354 dan/atau IPSAP.
355 Ayat (2) Cukup
356 jelas.
357 Ayat (3) Cukup
358 jelas.
359
360 Pasal 4 Cukup
361 jelas.
362
363 Pasal 5
364 Ayat (1)
365 Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan,
366 penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP.
367 Ayat (2) Cukup
368 jelas.
369 Ayat (3) Cukup
370 jelas.
371 Ayat (4) Cukup
372 jelas.
373
374 Pasal 6
375 Ayat (1) Cukup
376 jelas.
377 Ayat (2)
49
50
51 PRESIDEN
52 REPUBLIK INDONESIA
53

378 Pedoman umum Sistem Akuntansi


379 Pemerintahan diperlukan dalam rangka
380 mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah
381 secara nasional.
382 Ayat (3)
383 Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
384 Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan
385 pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula
386 pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan
387 perundangundangan mengenai pengelolaan keuangan daerah.
388 Ayat (4) . . .
389 -4-
390Ayat (4)
391 Cukup jelas.
392
393 Pasal 7
394 Ayat (1)
395 Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan
396 memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.
397 Ayat (2) Cukup
398 jelas.
399 Ayat (3) Cukup
400 jelas.
401
402 Pasal 8 Cukup
403 jelas.
404
405 Pasal 9
406 Angka 1 Cukup
407 jelas.
408 Angka 2
409 Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak
410 bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku.
411 Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut
412 dan/atau disesuaikan.
413 IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang
414 tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan
415 tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang
416 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut
417 dan/atau disesuaikan.
418
419 Pasal 10

54
55
56 PRESIDEN
57 REPUBLIK INDONESIA
58

420 Cukup jelas.


421
422
423
424 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165
425

59
60

426 PRESIDEN
427 REPUBLIK INDONESIA

428
429
430
431
432
433
434
435

436 LAMPIRAN I
437 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
438 BERBASIS AKRUAL

439
440 PRESIDEN
441 REPUBLIK INDONESIA

442 DAFTAR ISI LAMPIRAN I


61
62

443 STANDAR AKUNTANSI


444 PEMERINTAHAN BERBASIS
445 AKRUAL
446
447
448
4491. LAMPIRAN I. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN
4502. LAMPIRAN I.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
4513. LAMPIRAN I.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS
452 KAS
4534. LAMPIRAN I.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS
4545. LAMPIRAN I.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
4556. LAMPIRAN I.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN
4567. LAMPIRAN I.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI
4578. LAMPIRAN I.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP
4589. LAMPIRAN I.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM
459 PENGERJAAN
46010. LAMPIRAN I.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN
46111. LAMPIRAN I.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN
462 KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI
463 AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
46412. LAMPIRAN I.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
46513. LAMPIRAN I.13 PSAP 12 LAPORAN OPERASIONAL

466

63
64
65 PRESIDEN
66 REPUBLIK INDONESIA

467

468 LAMPIRAN I.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

469 NOMOR 71 TAHUN 2010


470 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

471
472

473 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


474 BERBASIS AKRUAL
475
476
477
478
479

480 KERANGKA KONSEPTUAL


481 AKUNTANSI PEMERINTAHAN
482
483
484
485
486
487
488

489 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual –


490 DAFTAR ISI
491
492 Paragraf
67 (1)
68
69 PRESIDEN
70 REPUBLIK INDONESIA

493
494PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 1-5
495 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------------------- 1-3
496 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------------------- 4-5

497

498LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN --------------------------------------------------- 6-16


499 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN -------------- 8-9
500SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER PENDAPATAN
501 ANTAR PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 10
502 PENGARUH PROSES POLITIK ---------------------------------------------------------------- 11
503 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN
504 PEMERINTAH --------------------------------------------------------------------------------------- 12
505ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, TARGET FISKAL, DAN ALAT
506PENGENDALIAN ------------------------------------------------------- 13
507INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG MENGHASILKAN
508 PENDAPATAN -------------------------------------------------------------------------------------- 14
509KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK TUJUAN
510 PENGENDALIAN ----------------------------------------------------------------------------------- 15
511 PENYUSUTAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------------- 16

512

513PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA---------- --------------- 17-20


514 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------- 17
515 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ---------- 18-20

516

517ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN --------------------------------------------------------- 21-


51823
519PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------ 24-
52027
521 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 24-25
522 TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------- 26-27

523

71 (2)
72
73 PRESIDEN
74 REPUBLIK INDONESIA

524KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------------- 28-


52529
526DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------------- 30
527ASUMSI DASAR -------------------------------------------------------------------------------------------- 31-
52834
529 KEMANDIRIAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------------ 32
530 KESINAMBUNGAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------ 33
531 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY MEASUREMENT) ------ 34

532

533KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------- 35-40


534 RELEVAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 36-37
535 ANDAL ------------------------------------------------------------------------------------------------ 38
536 DAPAT DIBANDINGKAN ------------------------------------------------------------------------- 39
537 DAPAT DIPAHAMI --------------------------------------------------------------------------------- 40

538

539PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 41-55


540 BASIS AKUNTANSI ------------------------------------------------------------------------------- 42-45
541 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual –
NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) ------------------------------------------------------ 46-47
REALISASI (REALIZATION) -------------------------------------------------------------------- 48-49
SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE OVER
FORM) ------------------------------------------------------------------------------------------------- 50
PERIODISITAS (PERIODICITY) --------------------------------------------------------------- 51
KONSISTENSI (CONSISTENCY) -------------------------------------------------------------- 52
PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) ----------------------------------- 53
PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) -------------------------------------------- 54-55

KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL --------------------------------------- 56-59


MATERIALITAS ------------------------------------------------------------------------------------- 57
PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT -------------------------------------------------- 58
KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF ----------------------------- 59

UNSUR LAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------------------------------------- 60-83


LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------------------------------------- 61-62
LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ---------------------------------- 63
NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 64-77
Aset --------------------------------------------------------------------------------------------------- 66-72
Kewajiban--------------------------------------------------------------------------------------------- 73-76
Ekuitas ------------------------------------------------------------------------------------------------- 77
LAPORAN OPERASIONAL ---------------------------------------------------------------------- 78-79
75 (3)
76
77 PRESIDEN
78 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 80-81


LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ----------------------------------------------------------- 82
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------- 83

PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 84-97


KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN TERJADI --------- 87
KEANDALAN PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------ 88-89
PENGAKUAN ASET ------------------------------------------------------------------------------- 90-92
PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------------------- 93-94
PENGAKUAN PENDAPATAN ------------------------------------------------------------------ 95
PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA ------------------------------------------------------- 96-97

PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------ 98-99


542 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual –

79 (4)
80
81 PRESIDEN
82 REPUBLIK INDONESIA

543 PENDAHULUAN
544 TUJUAN
545 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari
546 penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
547 selanjutnya dapat disebut standar. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi:
548 (a) penyusun standar dalam melaksanakan tugasnya;
549 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang
550 belum diatur dalam standar;
551 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
552 keuangan disusun sesuai dengan standar; dan
553 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang
554 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar.
555 2. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat
556masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi pemerintahan.
557 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan
558standar, maka ketentuan standar diunggulkan relatif terhadap kerangka konseptual
559ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat diselesaikan sejalan
560dengan pengembangan standar akuntansi pemerintahan di masa depan.

561 RUANG LINGKUP


562 4. Kerangka konseptual ini membahas:
563 (a) tujuan kerangka konseptual;
564 (b) lingkungan akuntansi pemerintahan;
565 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna;
566 (d) entitas akuntansi dan entitas pelaporan;
567 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan,
568 serta dasar hukum;
569 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi
570 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi;
571 dan
572 (g) unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan
573 pengukurannya.
574 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan
575 pemerintah pusat dan daerah.

83 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 1


84
85 PRESIDEN
86 REPUBLIK INDONESIA

576 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN


577 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah
578 berpengaruh terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan
579 keuangannya.
580 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan
581 yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan
582 pelaporan keuangan adalah sebagai berikut:
583 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:
584 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
585 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar
586 pemerintah;
587 (3) pengaruh proses politik;
588 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. (b)
589 Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:
590 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan
591 sebagai alat pengendalian;
592 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;
593 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian;
594 dan
595 (4) Penyusutan nilai aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan
596 dalam kegiatan operasional pemerintahan.

597 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN


598 KEKUASAAN
599 8. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas Pancasila,
600kekuasaan ada di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat. Rakyat
601mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan
602dengan pendelegasian kekuasaan ini terdapat pemisahan wewenang di antara
603eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya sebagaimana diatur
604dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem ini
605dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan terhadap kemungkinan
606penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara negara.
607 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan
608 negara, pemerintah menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada
609DPR/DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan,
610pemerintah melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan peraturan
611perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pemerintah
612bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada
613DPR/DPRD.

87 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 2


88
89 PRESIDEN
90 REPUBLIK INDONESIA

614 SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER


615 PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH
616 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam sistem
617pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
618pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas cakupannya memberi
619arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. Adanya pemerintah yang
620menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang lebih besar mengakibatkan
621diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana umum, hibah, atau subsidi antar
622entitas pemerintahan.

623 PENGARUH PROSES POLITIK


624 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan
625kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya untuk
626mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan
627negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna
628memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan
629keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan
630berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

631 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN


632 PEMERINTAH
633 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara
634langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar pendapatan
635pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka memberikan pelayanan
636kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak berhubungan langsung
637dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak. Pajak yang
638dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah mengandung sifat-sifat
639tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam mengembangkan laporan keuangan,
640antara lain sebagai berikut:
641 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya
642 suka rela.
643 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak
644 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti
645 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai
646 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh.
647 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan
648 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur
649 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan
650 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan
651 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan

91 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 3


92
93 PRESIDEN
94 REPUBLIK INDONESIA

652 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi


653 lebih mudah.
654 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan
655 pemerintah adalah relatif sulit.

656 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK,


657 TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN
658 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil
659 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk
660 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk
661 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila
662 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran
663 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi
664 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu
665 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup
666 kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari
667 satu tahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah
668 mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara
669 lain karena:
670 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.
671 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
672 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
673 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi
674 hukum.
675 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah.
676 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
677 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
678 publik.

679 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG


680 MENGHASILKAN PENDAPATAN
681 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset
682yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti
683gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian
684besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program
685pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan
686manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi
687pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar
688aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah,
689bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa
690mendatang.

95 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 4


96
97 PRESIDEN
98 REPUBLIK INDONESIA

691 KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK


692 TUJUAN PENGENDALIAN
693 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan
694pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang
695memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing
696merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara
697belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat
698diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain
699kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
700pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.

701 PENYUSUTAN ASET TETAP


702 16. Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset tertentu
703seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. Seiring
704dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan penyesuaian
705nilai.

706 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA


707 PENGGUNA
708 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN
709 17. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
710 pemerintah, namun tidak terbatas pada:
711 (a) masyarakat;
712 (b) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
713 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
714 pinjaman; dan (d) pemerintah.

715 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA


716 LAPORAN KEUANGAN
717 18. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum
718untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan
719demikian, laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan
720spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, berhubung
721laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan
722keuangan negara, maka komponen laporan yang disajikan setidaktidaknya
723mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan
724peraturan perundang-undangan (statutory reports). Selain itu, karena pajak
725merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan

99 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 5


100
101 PRESIDEN
102 REPUBLIK INDONESIA

726keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu


727mendapat perhatian.
728 19. Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan serta
729posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai
730apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan munculnya hak
731dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat
732ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu
733laporan keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib
734disajikan demikian.
735 20. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum di
736dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang disajikan
737dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan
738pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk dan
739jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang diatur
740dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang dinyatakan
741lebih lanjut.

742 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN


743 21. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola
744anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan
745menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya.
746 22. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu
747atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan
748wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan keuangan yang
749bertujuan umum, yang terdiri dari:
750 (a) Pemerintah pusat;
751 (b) Pemerintah daerah;
752 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
753 pusat;
754 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
755 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
756 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
757 23. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat
758 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap
759 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan
760 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya.
761 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN
762 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN

103 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 6


104
105 PRESIDEN
106 REPUBLIK INDONESIA

763 24. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang


764 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
765 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
766 terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang
767 dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai
768 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
769 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
770 perundangundangan.
771 25. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk
772 melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam
773 pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode
774 pelaporan untuk kepentingan: (a) Akuntabilitas
775 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
776 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
777 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
778 (b) Manajemen
779 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu
780 entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
781 perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban,
782 dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
783 (c) Transparansi
784 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
785 berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
786 mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
787 pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya
788 dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
789 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)
790 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
791 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
792 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan
793 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
794 (e) Evaluasi Kinerja
795 Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan
796 sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja
797 yang direncanakan.
798 TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN
799 26. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi
800 yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat
801 keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

107 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 7


108
109 PRESIDEN
110 REPUBLIK INDONESIA

802 (a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
803 daya keuangan;
804 (b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
805 untuk membiayai seluruh pengeluaran;
806 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
807 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
808 dicapai;
809 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
810 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
811 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
812 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
813 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan
814 pajak dan pinjaman;
815 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
816 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
817 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
818 27. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan
819 keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber
820 daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan
821 anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset,
822 kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

823 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


824 28. Laporan keuangan pokok terdiri dari:
825 (a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
826 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
827 (c) Neraca;
828 (d) Laporan Operasional (LO);
829 (e) Laporan Arus Kas (LAK);
830 (f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
831 (g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
832 29. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 28,
833 entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi
834 akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
835 (statutory reports).
836 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN
837 30. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan
838 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara
839 lain:

111 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 8


112
113 PRESIDEN
114 REPUBLIK INDONESIA

840 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya
841 bagian yang mengatur keuangan negara;
842 (b) Undang-Undang di bidang keuangan negara;
843 (c) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
844 peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
845 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah,
846 khususnya yang mengatur keuangan daerah;
847 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan
848 keuangan pusat dan daerah;
849 (f) Peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran
850 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
851 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan
852 pusat dan daerah.

853 ASUMSI DASAR


854 31. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah
855 adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan
856 agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
857 (a) Asumsi kemandirian entitas;
858 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
859 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).

860 KEMANDIRIAN ENTITAS


861 32. Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi
862dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
863laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah
864dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
865adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya
866dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset
867dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
868termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-
869piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak
870terlaksananya program yang telah ditetapkan.

115 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 9


116
117 PRESIDEN
118 REPUBLIK INDONESIA

871 KESINAMBUNGAN ENTITAS


872 33. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan
873akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak
874bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.

875 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG


876 (MONETARY MEASUREMENT)
877 34. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
878kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
879agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

880 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN


881 KEUANGAN
882 35. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
883 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
884 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat
885 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
886 kualitas yang dikehendaki:
887 (a) Relevan;
888 (b) Andal;
889 (c) Dapat dibandingkan; dan (d) Dapat dipahami.

890 RELEVAN
891 36. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
892termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
893membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
894memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
895mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan
896dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.
897 37. Informasi yang relevan:
898 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
899 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
900 ekspektasi mereka di masa lalu.
901 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
902 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
903 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
904 (c) Tepat waktu
905 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
906 dalam pengambilan keputusan.

119 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 10


120
121 PRESIDEN
122 REPUBLIK INDONESIA

907 (d) Lengkap


908 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,
909 mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
910 pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada.
911 Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat
912 dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
913 penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.

914 ANDAL
915 38. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
916 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
917 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya
918 tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial
919 dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:
920 (a) Penyajian Jujur
921 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
922 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
923 disajikan.
924 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability)
925 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila
926 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya
927 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
928 (c) Netralitas
929 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
930 kebutuhan pihak tertentu.

931 DAPAT DIBANDINGKAN


932 39. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna
933jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau
934laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat
935dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat
936dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
937tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
938diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas
939pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan
940akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada
941periode terjadinya perubahan.

942 DAPAT DIPAHAMI


943 40. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
944oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan

123 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 11


124
125 PRESIDEN
126 REPUBLIK INDONESIA

945dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan


946memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi
947entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi
948yang dimaksud.

949 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN


950 KEUANGAN
951 41. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai
952 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun
953 standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan
954 kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan
955 keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan
956 dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
957 (a) Basis akuntansi;
958 (b) Prinsip nilai historis;
959 (c) Prinsip realisasi;
960 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
961 (e) Prinsip periodisitas;
962 (f) Prinsip konsistensi;
963 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan (h) Prinsip penyajian wajar.

964 BASIS AKUNTANSI


965 42. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
966pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset,
967kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan
968disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan
969laporan demikian.
970 43. Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat
971hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima
972di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban
973diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih
974telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
975Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak
976luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO.
977 44. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas,
978maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan
979penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum
980Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan
981pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas
982Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan

127 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 12


128
129 PRESIDEN
130 REPUBLIK INDONESIA

983dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis


984akrual.
985 45. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan
986 ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian
987 atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
988 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

989 NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST)


990 46. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar
991atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset
992tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara
993kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang
994akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
995 47. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain
996 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis,
997 dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.

998 REALISASI (REALIZATION)


999 48. Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah
1000diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan
1001digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. Mengingat
1002LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan atau
1003belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah menambah
1004atau mengurangi kas.
1005 49. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against
1006revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan
1007sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial.

1008 SUBSTANSIMENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE


1009 OVER FORM)
1010 50. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi
1011 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain
1012 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
1013 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau
1014 peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal
1015 tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

1016 PERIODISITAS (PERIODICITY)


1017 51. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu
1018dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur
1019dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang

131 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 13


132
133 PRESIDEN
134 REPUBLIK INDONESIA

1020digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran


1021juga dianjurkan.

1022 KONSISTENSI (CONSISTENCY)


1023 52. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang
1024serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
1025internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu
1026metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai
1027dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu
1028memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas
1029perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
1030Keuangan.

1031 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE)


1032 53. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
1033dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
1034keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan
1035atau Catatan atas Laporan Keuangan.

1036 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION)


1037 54. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi
1038Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
1039Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas
1040Laporan Keuangan.
1041 55. Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan
1042bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
1043keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan
1044hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam
1045penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-
1046hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga
1047aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak
1048dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat
1049tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja
1050menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja
1051mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan
1052keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.

1053 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN


1054 ANDAL
1055 56. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap
1056 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam

135 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 14


136
137 PRESIDEN
138 REPUBLIK INDONESIA

1057 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal
1058 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal
1059 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan
1060 pemerintah, yaitu:
1061 (a) Materialitas;
1062 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat;
1063 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif.

1064 MATERIALITAS
1065 57. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan
1066 keuangan pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang
1067 memenuhi kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila
1068 kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi
1069 tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil
1070 atas dasar laporan keuangan.

1071 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT


1072 58. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya
1073 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak
1074 semestinya menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari
1075 biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat
1076 merupakan proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak
1077 harus dipikul oleh pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat
1078 mungkin juga dinikmati oleh pengguna lain di samping mereka yang
1079 menjadi tujuan informasi, misalnya penyediaan informasi lanjutan kepada
1080 kreditor mungkin akan mengurangi biaya yang dipikul oleh suatu entitas
1081 pelaporan.

1082 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF


1083 59. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk
1084 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan
1085 normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah.
1086 Kepentingan relatif antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda,
1087 terutama antara relevansi dan keandalan. Penentuan tingkat kepentingan
1088 antara dua karakteristik kualitatif tersebut merupakan masalah
1089 pertimbangan profesional.
1090

1091 UNSUR LAPORAN KEUANGAN


1092 60. Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan
1093anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan

139 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 15


140
141 PRESIDEN
142 REPUBLIK INDONESIA

1094anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri
1095dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau
1096menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun
1097laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan
1098pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial.
1099 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
1100 61. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
1101dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
1102pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
1103realisasinya dalam satu periode pelaporan.
1104 62. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi
1105Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan.
1106Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :
1107 (a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
1108 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya
1109 yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
1110 yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
1111 kembali oleh pemerintah.
1112 (b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara
1113 Umum
1114 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih
1115 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
1116 pembayarannya kembali oleh pemerintah.
1117 (c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
1118 pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan
1119 dan dana bagi hasil.
1120 (d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
1121 berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali
1122 dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan
1123 maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran
1124 pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
1125 memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain
1126 dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan
1127 antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman,
1128 pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh
1129 pemerintah.

1130 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH


1131 63. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi
1132kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan
1133dengan tahun sebelumnya.

143 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 16


144
145 PRESIDEN
146 REPUBLIK INDONESIA

1134 NERACA
1135 64. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
1136mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 65. Unsur yang
1137dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas. Masing-masing
1138unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :
1139 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
1140 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
1141 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
1142 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
1143 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
1144 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
1145 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
1146 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
1147 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
1148 pemerintah.
1149 (c) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
1150 aset dan kewajiban pemerintah.

1151 Aset
1152 66. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah
1153potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak
1154langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan atau
1155penghematan belanja bagi pemerintah.
1156 67. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset
1157diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
1158direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)
1159bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
1160tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
1161 68. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
1162piutang, dan persediaan.
1163 69. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan
1164aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
1165kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar
1166diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan
1167aset lainnya.
1168 70. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan
1169dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam
1170jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi
1171investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain
1172investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek
1173pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara
1174lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya.

147 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 17


148
149 PRESIDEN
150 REPUBLIK INDONESIA

1175 71. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
1176bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam
1177pengerjaan.
1178 72. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
1179Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama
1180(kemitraan).
1181 Kewajiban
1182 73. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa
1183 pemerintah mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya
1184mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
1185 74. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
1186atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan,
1187kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman
1188dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga
1189internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
1190pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya.
1191 75. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
1192konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.
1193 76. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan
1194kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok
1195kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah
1196tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang
1197penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

1198 Ekuitas
1199 77. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
1200antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di
1201Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.

1202 LAPORAN OPERASIONAL


1203 78. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi
1204yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
1205pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode
1206pelaporan.
1207 79. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional
1208terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.
1209Masingmasing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
1210 (a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai
1211 kekayaan bersih.
1212 (b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai
1213 kekayaan bersih.

151 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 18


152
153 PRESIDEN
154 REPUBLIK INDONESIA

1214 (c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh
1215 suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
1216 perimbangan dan dana bagi hasil.
1217 (d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
1218 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
1219 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
1220 pengaruh entitas bersangkutan.

1221 LAPORAN ARUS KAS


1222 80. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan
1223 dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang
1224 menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir
1225 kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
1226 81. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari
1227 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan
1228 sebagai berikut:
1229 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
1230 Negara/Daerah.
1231 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
1232 Umum Negara/Daerah.

1233 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS


1234 82. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan
1235 atau
1236 penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

1237 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


1238 83. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif
1239 atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran,
1240 Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
1241 Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan
1242 juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan
1243 oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan
1244 untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta
1245 ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
1246 laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan
1247 mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut:
1248 (a) Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas
1249 Akuntansi;
1250 (b) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi
1251 makro;

155 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 19


156
157 PRESIDEN
158 REPUBLIK INDONESIA

1252 (c) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan
1253 berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
1254 (d) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
1255 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
1256 transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
1257 (e) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada
1258 lembar muka laporan keuangan;
1259 (f) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
1260 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
1261 keuangan;
1262 (g) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
1263 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

1264 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN


1265 84. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya
1266 kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi
1267 sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas,
1268 pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan
1269 beban, sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas
1270 pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah
1271 uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau
1272 peristiwa terkait.
1273 85. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau
1274 peristiwa untuk diakui yaitu:
1275 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan
1276 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke
1277 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan;
1278 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
1279 diukur atau dapat diestimasi dengan andal.
1280 86. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi
1281 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas.

1282 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN


1283 TERJADI
1284 87. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar
1285manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat
1286kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos
1287atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan.
1288Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional
1289pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat

159 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 20


160
161 PRESIDEN
162 REPUBLIK INDONESIA

1290ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat
1291penyusunan laporan keuangan.

1292 KEANDALAN PENGUKURAN


1293 88. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang
1294akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun ada
1295kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila
1296pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan,
1297maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas
1298Laporan Keuangan.
1299 89. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi
1300apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi
1301peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang.

1302 PENGAKUAN ASET


1303 90. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
1304diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
1305dengan andal.
1306 91. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang
1307atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas
1308masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih
1309terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi.
1310 92. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain
1311bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi,
1312pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain,
1313serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap
1314unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau
1315instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah
1316untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih
1317rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai
1318penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika
1319pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin
1320diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan.

1321 PENGAKUAN KEWAJIBAN


1322 93. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
1323sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada
1324sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai
1325penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
1326 94. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat
1327 dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.

163 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 21


164
165 PRESIDEN
166 REPUBLIK INDONESIA

1328 PENGAKUAN PENDAPATAN


1329 95. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan
1330tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan-LRA diakui
1331pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas
1332pelaporan.

1333 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA


1334 96. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi
1335aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
1336 97. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening
1337Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui
1338bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban
1339atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
1340perbendaharaan.

1341 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN


1342 98. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui
1343dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos
1344dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat
1345sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar
1346dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat
1347sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
1348memenuhi kewajiban yang bersangkutan.
1349 99. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang
1350rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu
1351dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.

167 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 22


168
169 PRESIDEN
170 REPUBLIK INDONESIA

171

1352 LAMPIRAN I.02

1353 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

1354 TANGGAL 22 OKTOBER 2010


1355
1356
1357 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
1358 BERBASIS AKRUAL
1359
1360 PERNYATAAN NO. 01
1361
1362
1363
1364
1365
1366
1367
1368

1369 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


1370
1371
1372
1373
1374
1375
1376
1377
1378
1379
1380
1381

1382 Lampiran I.02 PSAP 01 –

1383 DAFTAR ISI


1384
1385 Paragraf
172 (1)
173
174 PRESIDEN
175 REPUBLIK INDONESIA

176

1386
1387PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------------- 1-7
TUJUAN----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------------------- 2------------4
BASIS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------------------- 5------------7
DEFINISI-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 8
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------- 9-----12
TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN--------------------------------------------------------13
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------- 14-- -24

1388

1389STRUKTUR DAN ISI ---------------------------------------------------------------------------------- 25-113


1390 PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 25 - 26
1391 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------------------------------- 27 - 31
1392 Periode Pelaporan ------------------------------------------------------------------------------- 32 - 33
1393 Tepat Waktu --------------------------------------------------------------------------------------- 34
1394 LAPORAN REALISASI ANGGARAN --------------------------------------------------------- 35 - 40
1395 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH --------------------------------- 41 - 43
1396 NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 44 - 85
1397 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------------------------------ 45 - 53
1398 Aset Lancar ---------------------------------------------------------------------------------------- 54 - 55
1399 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------------------------------- 56 - 66
1400 Pengakuan Aset---------------------------------------------------------------------------------- 67 - 68
1401 Pengukuran Aset--------------------------------------------------------------------------------- 69 - 74
1402 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------------------------------- 75 - 77
1403 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------------------------------- 78 - 80
1404 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------------------------------- 81 - 82
1405 Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------------------------------- 83
1406 Ekuitas ---------------------------------------------------------------------------------------------- 84 - 85
1407INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM
1408 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 86 - 88
177 (2)
178
179 PRESIDEN
180 REPUBLIK INDONESIA

181

1409 LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 89 - 91


1410 LAPORAN OPERASIONAL --------------------------------------------------------------------- 92 - 100
1411 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ---------------------------------------------------------- 101 - 103
1412 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 104 - 113
1413 Struktur --------------------------------------------------------------------------------------------- 104 - 107
1414 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi ------------------------------------------------- 108 - 112
1415 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------------------------------- 113
1416TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------------------- 114 -
1417115

1418
1419
1420

1421 Lampiran I.02 PSAP 01 –

1422
1423 Lampiran :
1424 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah
1425 Pusat
1426 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah
1427 Provinsi/Kabupaten/Kota
1428 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.C : Contoh Format Laporan Perubahan
1429 Ekuitas Pemerintah Pusat
1430 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.D : Contoh Format Laporan Perubahan
1431 Ekuitas Pemerintah Provinsi/
1432 Kabupaten/Kota
1433 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.E : Contoh Format Laporan Perubahan
1434 SAL Pemerintah Pusat
1435 Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.F : Contoh Format Laporan Perubahan SAL
1436 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/
1437 Kota

182 (3)
183
184 PRESIDEN
185 REPUBLIK INDONESIA

186

1438 Lampiran I.02 PSAP 01 –

187 (4)
188
189 PRESIDEN
190 REPUBLIK INDONESIA

1439 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


1440BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN
1441 NO. 01

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


1442
1443 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
1444 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
1445 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
1446 Akuntansi Pemerintahan.

1447 PENDAHULUAN
1448

1449 TUJUAN
1450 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan
1451 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam
1452 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap
1453 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan
1454 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
1455 bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif
1456 sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
1457 Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan
1458 dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan,
1459 dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun
1460 dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan
1461 transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam
1462 standar akuntansi pemerintahan lainnya.

1463 RUANG LINGKUP


1464 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan
1465dengan basis akrual.
1466 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
1467dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan
1468pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas,
1469fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman,
1470serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan
1471terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik
1472lainnya seperti laporan tahunan.

191 Lampiran I.02 PSAP 01- 1


192
193 PRESIDEN
194 REPUBLIK INDONESIA

1473 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam


1474menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah
1475daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan
1476negara/daerah.

1477BASIS AKUNTANSI
1478 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
1479pemerintah yaitu basis akrual.
1480 6. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian
1481laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan
1482pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas.
1483 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis
1484akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang
1485ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran.

1486 DEFINISI
1487 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
1488 Pernyataan Standar dengan pengertian:
1489 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
1490 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
1491 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu
1492 secara sistematis untuk satu periode.
1493 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
1494 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
1495 Perwakilan Rakyat Daerah.
1496 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
1497 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
1498 Perwakilan Rakyat.
1499 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
1500 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
1501 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. Arus
1502 Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
1503 Bendahara Umum Negara/Daerah.
1504 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
1505 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
1506 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
1507 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
1508 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
1509 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
1510 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

195 Lampiran I.02 PSAP 01- 2


196
197 PRESIDEN
198 REPUBLIK INDONESIA

1511 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan
1512 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam
1513 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
1514 termasuk hak atas kekayaan intelektual.
1515 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1516 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
1517 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
1518 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
1519 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
1520 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
1521 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
1522 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
1523 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
1524 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode
1525 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
1526 kembali oleh pemerintah.
1527 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
1528 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
1529 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
1530 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
1531 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
1532 tahun anggaran.
1533 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
1534 aset dan kewajiban pemerintah.
1535 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna
1536 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
1537 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
1538 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
1539 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
1540 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
1541 berupa laporan keuangan.
1542 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
1543 ekonomi seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga
1544 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
1545 kepada masyarakat
1546 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
1547 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
1548 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
1549 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
1550 dan membayar seluruh pengeluaran daerah.

199 Lampiran I.02 PSAP 01- 3


200
201 PRESIDEN
202 REPUBLIK INDONESIA

1551 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
1552 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
1553 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
1554 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,
1555 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
1556 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
1557 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai
1558 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
1559 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
1560 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
1561 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
1562 pemerintah
1563 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
1564 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan,
1565 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
1566 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di
1567 antara dua laporan keuangan tahunan.
1568 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
1569 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
1570 menyajikan laporan keuangan.
1571 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
1572 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
1573 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
1574 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
1575 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
1576 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
1577 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
1578 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
1579 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
1580 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum
1581 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
1582 otorisasi tersebut.
1583 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
1584 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
1585 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
1586 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
1587 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
1588 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
1589 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan
1590 tidak perlu dibayar kembali.

203 Lampiran I.02 PSAP 01- 4


204
205 PRESIDEN
206 REPUBLIK INDONESIA

1591 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum


1592 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
1593 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
1594 dibayar kembali oleh pemerintah.
1595 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang
1596 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
1597 bersangkutan.
1598 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
1599 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
1600 barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
1601 rangka pelayanan kepada masyarakat.
1602 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima
1603 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan
1604 perundang-undangan.
1605 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
1606 laporan keuangan.
1607 Pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
1608 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
1609 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
1610 pengaruh entitas bersangkutan.
1611 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
1612 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
1613 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
1614 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
1615 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
1616 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
1617 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
1618 pada bank yang ditetapkan.
1619 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari
1620 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun
1621 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.
1622 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing
1623 ke rupiah pada kurs yang berbeda.
1624 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
1625 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
1626 signifikan.
1627 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
1628 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
1629 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu
1630 periode pelaporan.

207 Lampiran I.02 PSAP 01- 5


208
209 PRESIDEN
210 REPUBLIK INDONESIA

1631 Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama


1632 satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan
1633 non operasional dan pos luar biasa.
1634 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan
1635 belanja selama satu periode pelaporan.
1636 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
1637 pelaporan.
1638 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
1639 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
1640 bagi hasil.
1641 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan
1642 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan
1643 perundangundangan.

1644 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN


1645 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
1646 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
1647 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
1648 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas,
1649 hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat
1650 bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
1651 alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah
1652 adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
1653 dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang
1654 dipercayakan kepadanya, dengan:
1655 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
1656 dan ekuitas pemerintah;
1657 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
1658 kewajiban, dan ekuitas pemerintah;
1659 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
1660 daya ekonomi;
1661 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
1662 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
1663 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
1664 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
1665 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
1666 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
1667 pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
1668 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
1669 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi

211 Lampiran I.02 PSAP 01- 6


212
213 PRESIDEN
214 REPUBLIK INDONESIA

1670 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan,
1671 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan
1672 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
1673 pengguna mengenai:
1674 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
1675 anggaran; dan
1676 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
1677 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
1678 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan
1679 informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
1680 a. aset;
1681 b. kewajiban;
1682 c. ekuitas;
1683 d. pendapatan-LRA;
1684 e. belanja;
1685 f. transfer;
1686 g. pembiayaan;
1687 h. saldo anggaran lebih
1688 i. pendapatan-LO;
1689 j. beban; dan
1690 k. arus kas.
1691 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk
1692 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat
1693 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan
1694 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk
1695 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas
1696 pelaporan selama satu periode.

1697 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN


1698 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan
1699 berada pada pimpinan entitas.

1700 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


1701 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
1702 keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports)
1703 dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai
1704 berikut:
1705 a) Laporan Realisasi Anggaran;

215 Lampiran I.02 PSAP 01- 7


216
217 PRESIDEN
218 REPUBLIK INDONESIA

1706 b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;


1707 c) Neraca;
1708 d) Laporan Operasional;
1709 e) Laporan Arus Kas;
1710 f) Laporan Perubahan Ekuitas;
1711 g) Catatan atas Laporan Keuangan.
1712 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan
1713 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali:
1714 (a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai
1715 fungsi perbendaharaan umum;
1716 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh
1717 Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun
1718 laporan keuangan konsolidasiannya.
1719 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit
1720yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai
1721kuasa bendahara umum negara/daerah.
1722 17. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam
1723bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan
1724informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan
1725sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran
1726memuat anggaran dan realisasi.
1727 18. Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo
1728Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun
1729sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan
1730Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain
1731 yang diperkenankan.
1732 19. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya
1733ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus
1734sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna
1735untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan dalam
1736menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang.
1737 20. Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para
1738pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset,
1739seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi
1740sumber daya ekonomi.
1741 21. Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan
1742informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama
1743suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

219 Lampiran I.02 PSAP 01- 8


220
221 PRESIDEN
222 REPUBLIK INDONESIA

1744 22. Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang


1745mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak
1746kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar.
1747 23. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan
1748keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting baik
1749yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan
1750keuangan.
1751 24. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan
1752terhadap anggaran.

1753 STRUKTUR DAN ISI PENDAHULUAN

1754 25. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan


1755tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan
1756pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau
1757dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi
1758standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi
1759masing-masing.
1760 26. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam
1761arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar
1762muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
1763Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
1764Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut.
1765Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian
1766dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan
1767atas Laporan Keuangan.

1768 Identifikasi Laporan Keuangan


1769 27. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas
1770dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama.
1771 28. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku
1772untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan
1773dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu,
1774penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan
1775menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan
1776merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.
1777 29. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara
1778jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan
1779diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh
1780pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan:
1781 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;

223 Lampiran I.02 PSAP 01- 9


224
225 PRESIDEN
226 REPUBLIK INDONESIA

1782 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian
1783 dari beberapa entitas pelaporan;
1784 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang
1785 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;
1786 d) mata uang pelaporan; dan
1787 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan
1788 keuangan.

227 Lampiran I.02 PSAP 01- 10


228
229 PRESIDEN
230 REPUBLIK INDONESIA

1789 30. Persyaratan dalam paragraf 27 dapat dipenuhi dengan penyajian


1790judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan.
1791Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran
1792halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah
1793pengguna dalam memahami laporan keuangan.
1794 31. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana
1795informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat
1796diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan
1797dan informasi yang relevan tidak hilang.

1798 Periode Pelaporan


1799 32. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam
1800 setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
1801 laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih
1802 panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas
1803 pelaporan mengungkapkan informasi berikut:
1804 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
1805 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti
1806 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
1807 33. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah
1808 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun
1809 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting
1810 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode
1811 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh
1812 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual,
1813 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi
1814 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan
1815 keuangan konsolidasian.

1816 Tepat Waktu


1817 34. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak
1818 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan.
1819 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan
1820 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat
1821 waktu.

1822 LAPORAN REALISASI ANGGARAN


1823 35. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan
1824 kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan
1825 ketaatan terhadap APBN/APBD.

231 Lampiran I.02 PSAP 01- 11


232
233 PRESIDEN
234 REPUBLIK INDONESIA

1826 36. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi


1827 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
1828 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan
1829 37. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya
1830 unsur-unsur sebagai berikut:
1831 a. Pendapatan-LRA;
1832 b. belanja;
1833 c. transfer;
1834 d. surplus/defisit-LRA;
1835 e. pembiayaan;
1836 f.sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
1837 38. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan
1838antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
1839 39. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan
1840atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal
1841 yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan
1842moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
1843realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
1844dianggap perlu untuk dijelaskan.
1845 40. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian
1846Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait.

1847 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH


1848 41. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara
1849 komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: a) Saldo
1850 Anggaran Lebih awal;
1851 b) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
1852 c) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan;
1853 d) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
1854 e) Lain-lain;
1855 f) Saldo Anggaran Lebih Akhir.
1856 42. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian
1857lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan
1858Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
1859 43. Contoh format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan
1860pada ilustrasi PSAP 01 E dan 01 F. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan
1861merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan
1862penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan.

235 Lampiran I.02 PSAP 01- 12


236
237 PRESIDEN
238 REPUBLIK INDONESIA

1863 NERACA
1864 44. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
1865 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

1866 Klasifikasi

1867 45. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam


1868aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
1869kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
1870 46. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan
1871kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima
1872atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
1873dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam
1874waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
1875 47. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang
1876akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya
1877klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk
1878memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam
1879periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka
1880panjang.
1881 48. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan
1882bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
1883Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti
1884persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset
1885diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan
1886sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
1887 49. Neraca menyajikan secara komparatif dengan
1888 periode
1889 sebelumnya pos-pos berikut:
1890 a) kas dan setara kas;
1891 b) investasi jangka pendek;
1892 c) piutang pajak dan bukan pajak;
1893 d) persediaan;
1894 e) investasi jangka panjang;
1895 f) aset tetap;
1896 g) kewajiban jangka pendek;
1897 h) kewajiban jangka panjang;
1898 i) ekuitas.

239 Lampiran I.02 PSAP 01- 13


240
241 PRESIDEN
242 REPUBLIK INDONESIA

1899 50. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 49 disajikan


1900dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika
1901penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan
1902suatu entitas pelaporan.
1903
1904 51. Contoh format Neraca disajikan dalam ilustrasi PSAP 01.A dan 01.B
1905Standar ini. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari
1906standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan standar untuk
1907membantu dalam pelaporan keuangan.
1908 52. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah
1909didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
1910 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
1911 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;
1912 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
1913 53. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi
1914 kadangkadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh,
1915 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok
1916 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.

1917 Aset Lancar


1918 54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
1919 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
1920 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
1921 b) berupa kas dan setara kas.
1922 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan
1923 sebagai aset nonlancar.
1924 55. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
1925 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito
1926 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah
1927 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
1928 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan
1929 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
1930 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
1931 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis
1932 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
1933 komponen bekas.

243 Lampiran I.02 PSAP 01- 14


244
245 PRESIDEN
246 REPUBLIK INDONESIA

1934 Aset Nonlancar


1935 56. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang
1936dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak
1937langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat
1938umum.
1939 57. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka
1940panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah
1941pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca.
1942 58. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
1943untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
1944panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen.
1945 59. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
1946dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
1947 60. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
1948 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.
1949 61. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1950 a) Investasi dalam Surat Utang Negara;
1951 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
1952 kepada fihak ketiga; dan
1953 c) Investasi nonpermanen lainnya
1954 62. Investasi permanen terdiri dari:
1955 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan
1956 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
1957 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
1958 b) Investasi permanen lainnya.
1959 63. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa
1960manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan
1961pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
1962 64. Aset tetap terdiri dari:
1963 a) Tanah;
1964 b) Peralatan dan mesin;
1965 c) Gedung dan bangunan;
1966 d) Jalan, irigasi, dan jaringan;
1967 e) Aset tetap lainnya; dan
1968 f) Konstruksi dalam pengerjaan.
1969 65. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk
1970 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak

247 Lampiran I.02 PSAP 01- 15


248
249 PRESIDEN
250 REPUBLIK INDONESIA

1971 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut
1972 tujuan pembentukannya.
1973 66. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
1974 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan
1975 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama
1976 dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya.

1977 Pengakuan Aset


1978 67. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
1979diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
1980diukur dengan andal.
1981 68. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
1982 kepenguasaannya berpindah.

1983 Pengukuran Aset


1984 69. Pengukuran aset adalah sebagai berikut:
1985 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal;
1986 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
1987 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
1988 d) Persediaan dicatat sebesar:
1989 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
1990 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
1991 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
1992 donasi/rampasan.
1993 70. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan
1994termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
1995kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;
1996 71. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian
1997aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
1998maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
1999 72. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
2000tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
2001 73. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
2002meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
2003langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
2004listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
2005pembangunan aset tetap tersebut.

251 Lampiran I.02 PSAP 01- 16


252
253 PRESIDEN
254 REPUBLIK INDONESIA

2006 74. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan
2007dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
2008menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

2009 Kewajiban Jangka Pendek


2010 75. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
2011pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
2012tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
2013kewajiban jangka panjang.
2014 76. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
2015sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
2016transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang
2017akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
2018 77. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
2019tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya
2020bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak
2021ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

2022 Kewajiban Jangka Panjang


2023 78. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
2024 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk
2025 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
2026 jika:
2027 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
2028 bulan;
2029 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut
2030 atas dasar jangka panjang; dan
2031 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
2032 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap
2033 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
2034 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek
2035 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang
2036 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
2037 Keuangan.
2038 79. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
2039 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
2040 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan
2041 diharapkan tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang
2042 demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan
2043 jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.

255 Lampiran I.02 PSAP 01- 17


256
257 PRESIDEN
258 REPUBLIK INDONESIA

2044 Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada
2045 pada entitas (seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan
2046 kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara
2047 otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek
2048 kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum
2049 persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban
2050 pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
2051 80. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
2052 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi
2053 kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu
2054 yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan
2055 demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
2056 panjang hanya jika:
2057 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
2058 konsekuensi adanya pelanggaran, dan
2059 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
2060 bulan setelah tanggal pelaporan.

2061 Pengakuan Kewajiban


2062 81. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
2063sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang
2064ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
2065mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
2066 82. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada
2067saat kewajiban timbul.

2068 Pengukuran Kewajiban


2069 83. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata
2070 uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran
2071 mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
2072 neraca.

2073 Ekuitas

2074 84. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan


2075 selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.
2076 85. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada
2077 Laporan Perubahan Ekuitas.

2078 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM

259 Lampiran I.02 PSAP 01- 18


260
261 PRESIDEN
262 REPUBLIK INDONESIA

2079 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


2080 86. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca
2081maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos
2082yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi
2083entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut,
2084bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya.
2085 87. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di
2086Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar
2087Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan.
2088Faktorfaktor yang disebutkan dalam paragraf 86 dapat digunakan dalam
2089menentukan dasar bagi subklasifikasi.
2090 88. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya:
2091 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak
2092 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut
2093 sumbernya;
2094 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur
2095 akuntansi untuk persediaan;
2096 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar
2097 yang mengatur tentang aset tetap;
2098 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya;
2099 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya;
2100 (f) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan
2101 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat
2102 pengendalian dan metode penilaian.

2103 LAPORAN ARUS KAS


2104 89. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber,
2105 penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan
2106 saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
2107 90. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
2108 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
2109 91. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan
2110 yang berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar
2111 Akuntansi Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

2112 LAPORAN OPERASIONAL


2113 92. Laporan finansial mencakup laporan operasional yang
2114 menyajikan pos-pos sebagai berikut:
2115 a) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional;

263 Lampiran I.02 PSAP 01- 19


264
265 PRESIDEN
266 REPUBLIK INDONESIA

2116 b) Beban dari kegiatan operasional ;


2117 c) Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada;
2118 d) Pos luar biasa, bila ada;
2119 e) Surplus/defisit-LO.
2120 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam laporan
2121 operasional jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk
2122 menyajikan dengan wajar hasil operasi suatu entitas pelaporan.
2123 93. Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan
2124 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi
2125 ekonomi atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah
2126 ditetapkan.
2127 94. Penambahan pos-pos pada laporan operasional dan
2128 deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila
2129 diperlukan untuk menjelaskan operasi dimaksud. Faktor-faktor yang perlu
2130 dipertimbangkan meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen
2131 pendapatan-LO dan beban.
2132 95. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut suatu
2133 klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi
2134 (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor,
2135 beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak
2136 direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan.
2137 Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil
2138 karena tidak memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi.
2139 96. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi
2140 fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut
2141 program atau yang dimaksudkannya. Penyajian laporan ini
2142 memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan
2143 dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini
2144 pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas
2145 dasar pertimbangan tertentu.
2146 97. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut
2147 klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut
2148 klasifikasi ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji
2149 dan tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.
2150 98. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi
2151 fungsi tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan,
2152 serta hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi
2153 beban yang mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda
2154 dengan output entitas pelaporan bersangkutan. Karena penerapan
2155 masing-masing metode pada entitas yang berbeda mempunyai kelebihan
2156 tersendiri, maka standar ini memperbolehkan entitas pelaporan memilih

267 Lampiran I.02 PSAP 01- 20


268
269 PRESIDEN
270 REPUBLIK INDONESIA

2157 salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur operasi
2158 secara layak.
2159 99. Dalam Laporan Operasional, surplus/defisit penjualan
2160 aset nonlancar dan pendapatan/beban luar biasa dikelompokkan dalam
2161 kelompok tersendiri.
2162 100.PSAP 12 menguraikan secara lebih rinci Laporan
2163 Operasional yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi
2164 ekonomi. Laporan Operasional disajikan dalam bentuk perbandingan
2165 dengan tahun sebelumnya, yang contoh formatnya dapat dilihat pada
2166 ilustrasi PSAP 12.A dan 12.B.

2167 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS


2168 101. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan
2169 sekurangkurangnya pos-pos:
2170 a) Ekuitas awal
2171 b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
2172 c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang
2173 antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh
2174 perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar,
2175 misalnya:
2176 1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada
2177 periode-periode sebelumnya;
2178 2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
2179 d) Ekuitas akhir.
2180 102.Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian
2181lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan
2182Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2183 103.Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas disajikan pada ilustrasi
2184PSAP 01.C dan 01.D. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan
2185bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan
2186standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan.

2187 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

2188 Struktur

2189 104. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
2190 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
2191 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
2192 a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;

271 Lampiran I.02 PSAP 01- 21


272
273 PRESIDEN
274 REPUBLIK INDONESIA

2193 b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;


2194 c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
2195 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
2196 d) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
2197 kebijakankebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
2198 transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
2199 e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
2200 muka laporan keuangan;
2201 f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
2202 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
2203 keuangan;
2204 g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
2205 tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
2206 105.Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis.
2207Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo
2208Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan
2209Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan
2210informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2211 106.Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau
2212daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam
2213Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
2214Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan
2215Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah
2216penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar
2217Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang
2218diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti
2219kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
2220 107.Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah
2221susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2222Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan
2223dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.

2224 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi


2225 108. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan
2226 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
2227 (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
2228 keuangan;
2229 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
2230 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi
2231 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan

275 Lampiran I.02 PSAP 01- 22


276
277 PRESIDEN
278 REPUBLIK INDONESIA

2232 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
2233 laporan keuangan.
2234 109.Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
2235pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan
2236keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam
2237penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup
2238memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan
2239basis pengukuran tersebut.
2240 110.Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
2241diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan
2242tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
2243tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu
2244dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal
2245sebagai berikut:
2246 (a) Pengakuan pendapatan-LRA dan pendapatan-LO;
2247 (b) Pengakuan belanja;
2248 (c) Pengakuan beban;
2249 (d) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
2250 (e) Investasi;
2251 (f) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
2252 berwujud;
2253 (g) Kontrak-kontrak konstruksi;
2254 (h) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
2255 (i) Kemitraan dengan fihak ketiga;
2256 (j) Biaya penelitian dan pengembangan;
2257 (k) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
2258 (l) Dana cadangan;
2259 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
2260 111. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat
2261kegiatankegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan
2262atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk
2263pengakuan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib
2264(nonreciprocal revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi
2265terhadap selisih kurs.
2266 112. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai
2267pospos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material.
2268Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan
2269yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.

279 Lampiran I.02 PSAP 01- 23


280
281 PRESIDEN
282 REPUBLIK INDONESIA

2270 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya


2271 113. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini
2272 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
2273 keuangan, yaitu:
2274 a. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas
2275 tersebut beroperasi;
2276 b. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
2277 c. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
2278 operasionalnya.

2279 TANGGAL EFEKTIF


2280 114. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
2281 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
2282 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
2283 115. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan
2284 PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju
2285 Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

283 Lampiran I.02 PSAP 01- 24


284

2286
2287 PRESIDEN
2288 REPUBLIK INDONESIA

2289 LAMPIRAN I
2290 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2291 NOMOR 71 TAHUN 2010
2292 ILUSTRASI PSAP 01.A

2293 Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat

2294 PEMERINTAH PUSAT


2295 NERACA
2296 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
2297 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Bank Indonesia
5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx
6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
9 xxx xxx
Piutang Pajak
10 xxx xxx
Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Penyisihan
11 xxx xxx
Piutang
12 (xxx) (xxx)
13 Beban Dibayar Dimuka
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
14
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
15
Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx
16
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
17
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
18
19 Piutang Lainnya xxx xxx
20 Persediaan xxx xxx
21 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx
22 xxx xxx
23 INVESTASI JANGKA PANJANG
24 Investasi Nonpermanen
Pinjaman Jangka Panjang
xxx xxx
25 Dana Bergulir xxx xxx
26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx
27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx
30 Investasi Permanen
31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx
32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx
34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx
35
36 ASET TETAP
37 Tanah xxx xxx
38 Peralatan dan Mesin xxx xxx
39 Gedung dan Bangunan xxx xxx

285
286

2298
2299 PRESIDEN
2300 REPUBLIK INDONESIA

2301 LAMPIRAN I
2302 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2303 NOMOR 71 TAHUN 2010
2304 ILUSTRASI PSAP 01.A

2305 Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat

2306 PEMERINTAH PUSAT


2307 NERACA
2308 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
2309 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx


41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx
43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)
44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx
45
46 ASET LAINNYA
47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
50 Aset Tak Berwujud xxx xxx
51 Aset Lain-Lain xxx xxx
52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx
53
54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx
55
56 KEWAJIBAN
57
58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx
60 Utang Bunga xxx xxx
61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx
62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx
63 Utang Belanja xxx xxx
64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
65 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (59 s/d 64) xxx xxx
66
67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
68 Utang Luar Negeri xxx xxx
69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx
70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx
72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx
74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx
75
76 EKUITAS
77 EKUITAS xxx xxx
78 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx

287
288

2310
2311 PRESIDEN
2312 REPUBLIK INDONESIA

2313 LAMPIRAN I
2314 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2315 NOMOR 71 TAHUN 2010
2316 ILUSTRASI PSAP 01.B

2317 Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

2318 PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA


2319 NERACA
2320 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
2321 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Kas Daerah
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
6 Kas di Bendahara Penerimaan Investasi xxx xxx
7 Jangka Pendek xxx xxx
8 Piutang Pajak xxx xxx
9 Piutang Retribusi xxx xxx
10 Penyisihan Piutang xxx xxx
11 Belanja Dibayar Dimuka (xxx) (xxx)
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx
15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
17 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
18 Piutang Lainnya xxx xxx
19 Persediaan xxx xxx
20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx
21 xxx xxx
22 INVESTASI JANGKA PANJANG
23 Investasi Nonpermanen
24 Pinjaman Jangka Panjang
25 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx
26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
28 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 27) xxx xxx
xxx xxx
29 Investasi Permanen

30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx


31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx
33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx
34
35 ASET TETAP
36 Tanah xxx xxx
37 Peralatan dan Mesin xxx xxx
38 Gedung dan Bangunan xxx xxx
39 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
40 Aset Tetap Lainnya xxx xxx

2322

289
290
2323 PRESIDEN
2324 REPUBLIK INDONESIA

2325 Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

2326 PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA


2327 NERACA
2328 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
2329 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

41 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx


42 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)
43 Jumlah Aset Tetap (36 s/d 42) xxx xxx
44
45 DANA CADANGAN
46 Dana Cadangan xxx xxx
47 Jumlah Dana Cadangan (46) xxx xxx
48
49 ASET LAINNYA
50 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
51 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
52 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
53 Aset Tak Berwujud xxx xxx
54 Aset Lain-Lain xxx xxx
55 Jumlah Aset Lainnya (50 s/d 54) xxx xxx
56
57 JUMLAH ASET (20+33+43+47+55) xxxx xxxx
58
59 KEWAJIBAN
60
61 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
62 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx
63 Utang Bunga xxx xxx
64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx
65 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx
66 Utang Belanja xxx xxx
67 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
68 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s/d 67) xxx xxx
69
70 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
71 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx
72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
73 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx
74 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
75 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s/d 74) xxx xxx
76 JUMLAH KEWAJIBAN (68+75) xxx xxx
77
78 EKUITAS
79 EKUITAS xxx xxx
80 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (76+79) xxxx xxxx

2330
2331 PRESIDEN
2332 REPUBLIK INDONESIA

2333 LAMPIRAN I
2334 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2335 NOMOR 71 TAHUN 2010
2336 ILUSTRASI PSAP 01.C

291
292
2337 Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat

2338 PEMERINTAH PUSAT


2339 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
2340 UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
NO URAIAN 20X1 20X0

1 XXX XXX
EKUITAS AWAL
2 XXX XXX
SURPLUS/DEFISIT-LO
3
DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR:
4 XXX XXX
KOREKSI NILAI PERSEDIAAN
5 XXX XXX
6 SELISIH REVALUASI ASET TETAP LAIN-LAIN
XXX XXX
7 EKUITAS AKHIR XXX
XXX

2341

293
294

2342
2343 PRESIDEN
2344 REPUBLIK INDONESIA

2345 LAMPIRAN I
2346 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2347 NOMOR 71 TAHUN 2010
2348 ILUSTRASI PSAP 01.D

2349 Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Provinsi/Kabupaten/Kota

2350 PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA


2351 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
2352 UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
NO URAIAN 20X1 20X0

1 EKUITAS AWAL XXX XXX


2 XXX XXX
SURPLUS/DEFISIT-LO
3
DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR:
4 XXX XXX
KOREKSI NILAI PERSEDIAAN
5 XXX XXX
6 SELISIH REVALUASI ASET TETAP LAIN-LAIN XXX XXX
7 EKUITAS AKHIR XXX XXX

2353

295
296

2354
2355 PRESIDEN
2356 REPUBLIK INDONESIA

2357 LAMPIRAN I
2358 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2359 NOMOR 71 TAHUN 2010
2360 ILUSTRASI PSAP 01.E

2361 Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Pusat

2362 PEMERINTAH PUSAT


2363 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
2364 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
NO URAIAN 20X1 20X0

1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX


2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX)
3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX
4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX
5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX
6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX
7 Lain-lain XXX XXX
8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX

2365
2366 PRESIDEN
2367 REPUBLIK INDONESIA

2368 LAMPIRAN I
2369 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2370 NOMOR 71 TAHUN 2010
2371 ILUSTRASI PSAP 01.F

2372 Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Daerah

2373 PEMERINTAH DAERAH


2374 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
2375 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
NO URAIAN 20X1 20X0

297
298

1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX


2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX)
3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX
4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX
5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX
6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX
7 Lain-lain XXX XXX
8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX

299
300
301 PRESIDEN
302 REPUBLIK INDONESIA

2376 LAMPIRAN I.03 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

2377 NOMOR 71 TAHUN 2010


2378 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
2379
2380
2381

2382 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


2383 BERBASIS AKRUAL
2384
2385 PERNYATAAN NO. 02
2386
2387
2388
2389
2390

2391 LAPORAN REALISASI ANGGARAN


2392 BERBASIS KAS
2393
2394
2395
2396
2397
2398
2399
2400
2401
2402
2403
2404
2405
2406
2407

2408 Lampiran I.03 PSAP 02 –

2409 DAFTAR ISI


303 (1)
304
305 PRESIDEN
306 REPUBLIK INDONESIA

2410
2411 Paragraf
2412PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6
2413 TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------- 1-2
2414 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------- 3-4
2415 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN -------------------------------- 5-6
2416DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 7
2417STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------- 8-9
2418PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 10
2419TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------------- 11
2420ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------------- 12-15
2421INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI

2422ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS

2423LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------------- 16-17


2424AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------------ 18-20
2425AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA -------------------------------------------------------- 21-30
2426AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------------- 31-46
2427AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA -------------------------------------------------- 47-49
2428AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------------- 50
2429AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN------------------------------------------- 51-54
2430AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN---------------------------------------- 55-57
2431AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------------ 58-59
2432AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN

2433(SILPA/SIKPA) --------------------------------------------------------------------------------- 60-62


2434TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 63-66
2435TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 67-68
2436
2437
2438
307 (2)
308
309 PRESIDEN
310 REPUBLIK INDONESIA

2439

2440 Lampiran I.03 PSAP 02 –

2441Lampiran :
2442Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi
2443 Anggaran Pemerintah Pusat
2444Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran
2445 Pemerintah Provinsi
2446Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi
2447 Anggaran Pemerintah
2448 Kabupaten/Kota

311 (3)
312
313 PRESIDEN
314 REPUBLIK INDONESIA

2449 Lampiran I.03 PSAP 02 –

315 (4)
316
317 PRESIDEN
318 REPUBLIK INDONESIA

2450STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


2451BERBASIS AKRUAL

2452PERNYATAAN NO. 02

2453LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS


2454KAS
2455 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
2456 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
2457 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
2458 Akuntansi Pemerintahan.

2459PENDAHULUAN
2460TUJUAN
2461 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan
2462dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam
2463rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
2464perundang-undangan.
2465 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi
2466realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan
2467realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati
2468antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2469RUANG LINGKUP
2470 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan
2471 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan
2472 anggaran berbasis kas.
2473 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan,
2474 baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang memperoleh
2475 anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk
2476 perusahaan negara/daerah.

2477MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN


2478 5. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai
2479realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan
2480dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan
2481anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam
2482mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi,
2483akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:

319 Lampiran I.03 PSAP 02 - 1


320
321 PRESIDEN
322 REPUBLIK INDONESIA

2484 (a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan


2485 sumber daya ekonomi;
2486 (b). menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh
2487 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi
2488 dan efektivitas penggunaan anggaran.
2489 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna
2490dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai
2491kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara
2492menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat
2493menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi
2494perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:
2495 (a). telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;
2496 (b). telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan (c).
2497 telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2498DEFINISI
2499 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
2500Pernyataan Standar dengan pengertian:
2501 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
2502 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
2503 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
2504 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
2505 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
2506 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
2507 Perwakilan Rakyat Daerah.
2508 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
2509 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
2510 Perwakilan Rakyat.
2511 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
2512 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
2513 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
2514 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan
2515 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit
2516 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah
2517 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
2518 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
2519 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
2520 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
2521 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

323 Lampiran I.03 PSAP 02 - 2


324
325 PRESIDEN
326 REPUBLIK INDONESIA

2522 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya


2523 kembali oleh pemerintah.
2524 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
2525 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
2526 tahun anggaran.
2527 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
2528 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
2529 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
2530 berupa laporan keuangan.
2531 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
2532 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
2533 dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
2534 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
2535 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
2536 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
2537 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,
2538 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
2539 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kurs
2540 adalah rasio pertukaran dua mata uang.

2541 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan


2542 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
2543 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
2544 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
2545 otorisasi tersebut.
2546 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
2547 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode
2548 tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan
2549 tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
2550 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
2551 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
2552 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
2553 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
2554 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
2555 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
2556 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
2557 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
2558 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
2559 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
2560 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum

327 Lampiran I.03 PSAP 02 - 3


328
329 PRESIDEN
330 REPUBLIK INDONESIA

2561 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar


2562 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
2563 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
2564 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
2565 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
2566 pada bank yang ditetapkan.
2567 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari
2568 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun
2569 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.
2570 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
2571 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
2572 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu
2573 periode pelaporan.
2574 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan
2575 belanja selama satu periode pelaporan.
2576 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
2577 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
2578 bagi hasil.

STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN


2579
2580 8. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi
2581pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan,
2582yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu
2583periode.
2584 9. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan
2585secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu,
2586informasi berikut:
2587 (a). nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
2588 (b). cakupan entitas pelaporan;
2589 (c). periode yang dicakup; (d).
2590 mata uang pelaporan; dan (e).
2591 satuan angka yang digunakan.

PERIODE PELAPORAN
2592
2593 10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya
2594sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas
2595berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu
2596periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas
2597mengungkapkan informasi sebagai berikut:

331 Lampiran I.03 PSAP 02 - 4


332
333 PRESIDEN
334 REPUBLIK INDONESIA

2598 (a). alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;


2599 (b). fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi
2600 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

TEPAT WAKTU
2601
2602 11. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan
2603tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas
2604operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan
2605entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas
2606pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 (enam)
2607bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN


2608
2609 12. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga
2610menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
2611pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi
2612Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer,
2613surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi
2614Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang
2615memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan
2616fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara
2617anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut
2618angkaangka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
2619 13. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup
2620pos-pos sebagai berikut:
2621 (a). Pendapatan-LRA;
2622 (b). Belanja;
2623 (c). Transfer;
2624 (d). Surplus/defisit-LRA;
2625 (e). Penerimaan pembiayaan;
2626 (f). Pengeluaran pembiayaan;
2627 (g). Pembiayaan neto; dan
2628 (h). Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA).
2629 14. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan
2630Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
2631Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk
2632menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar.
2633 15. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam ilustrasi
2634PSAP 02.A, 02.B, dan 02.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan bukan

335 Lampiran I.03 PSAP 02 - 5


336
337 PRESIDEN
338 REPUBLIK INDONESIA

2635merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah memberikan gambaran
2636penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya.

2637INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN


2638REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN
2639ATAS LAPORAN KEUANGAN
2640 16. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut
2641jenis pendapatan-LRA dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih
2642lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
2643 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis
2644belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut
2645organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas
2646Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam
2647Catatan atas Laporan Keuangan.

AKUNTANSI ANGGARAN
2648
2649 18. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan
2650pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan
2651pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
2652 19. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur
2653anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
2654Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi
2655alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang
2656dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan
2657terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
2658 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran
2659 disahkan dan anggaran dialokasikan.

AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA
2660
2661 21. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
2662Umum Negara/Daerah.
2663 22. Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
2664 23. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan
2665lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat dan
2666dana bagi hasil dari pemerintah provinsi.
2667 24. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas
2668bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat
2669jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

339 Lampiran I.03 PSAP 02 - 6


340
341 PRESIDEN
342 REPUBLIK INDONESIA

2670 25. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto


2671(biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat
2672dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas
2673bruto dapat dikecualikan.

2674 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan
2675mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
2676layanan umum.
2677 27. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang
2678(recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan
2679maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
2680pendapatan-LRA.
2681 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
2682 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode
2683 penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang
2684 pendapatanLRA pada periode yang sama.
2685 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
2686 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode
2687 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada
2688 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
2689 30. Akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan
2690pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk
2691 keperluan pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.

AKUNTANSI BELANJA
2692
2693 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening
2694Kas Umum Negara/Daerah.
2695 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara
2696 pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban
2697atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
2698perbendaharaan.
2699 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan
2700mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
2701layanan umum.
2702 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis
2703belanja), organisasi, dan fungsi.
2704 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja
2705 yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas.
2706Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja
2707barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-
2708lain. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai,

343 Lampiran I.03 PSAP 02 - 7


344
345 PRESIDEN
346 REPUBLIK INDONESIA

2709belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja
2710tak terduga.
2711 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
2712sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
2713Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga,
2714subsidi, hibah, bantuan sosial.
2715 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
2716tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
2717Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung
2718dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.
2719 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
2720kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
2721penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
2722lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
2723pemerintah pusat/daerah.
2724 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah
2725sebagai berikut:
2726 Belanja Operasi:
2727 - Belanja Pegawai
2728 xxx - Belanja Barang
2729 xxx
2730 - Bunga xxx - Subsidi xxx - Hibah xxx
2731 - Bantuan Sosial xxx
2732 Belanja Modal
2733 - Belanja Aset Tetap
2734 xxx - Belanja Aset Lainnya
2735 xxx Belanja Lain-lain/Tak Terduga
2736 xxx
2737 Transfer xxx
2738
2739 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan
2740ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh
2741pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.
2742 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit
2743organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di
2744lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per
2745 kementerian negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya.

347 Lampiran I.03 PSAP 02 - 8


348
349 PRESIDEN
350 REPUBLIK INDONESIA

2746Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja


2747Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
2748 Sekretariat Daerah pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dinas
2749pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah
2750provinsi/kabupaten/kota.
2751 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada
2752fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan
2753kepada masyarakat.
2754 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:
2755 Belanja :
2756 - Pelayanan Umum xxx - Pertahanan
2757 xxx
2758 - Ketertiban dan Keamanan xxx
- Ekonomi xxx
- Perlindungan Lingkungan Hidup xxx
- Perumahan dan Permukiman xxx
- Kesehatan xxx
- Pariwisata dan Budaya xxx
- Agama xxx
- Pendidikan xxx
- Perlindungan sosial xxx
2759
2760 40. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan
2761 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
2762 41. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali
2763belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai
2764pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode
2765berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam
2766pendapatanLRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA.
2767 42. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan
2768pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk
2769keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan efisiensi
2770belanja tersebut.

2771AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA

351 Lampiran I.03 PSAP 02 - 9


352
353 PRESIDEN
354 REPUBLIK INDONESIA

2772 43. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu


2773periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.
2774 44. Surplus-LRA adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan
2775belanja selama satu periode pelaporan.

355 Lampiran I.03 PSAP 02 - 10


356
357 PRESIDEN
358 REPUBLIK INDONESIA

2776 45. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan


2777 belanja selama satu periode pelaporan.

AKUNTANSI PEMBIAYAAN
2778
2779 46. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan
2780pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan
2781diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan
2782untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan
2783pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi.
2784Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
2785kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan
2786modal oleh pemerintah.

AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN


2787
2788 47. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas
2789Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan
2790obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan
2791kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi
2792permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
2793 48. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada
2794Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
2795 49. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan
2796azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat
2797jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
2798 50. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang
2799 bersangkutan.

AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN


2800
2801 51. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas
2802Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga,
2803penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode
2804tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
2805 52. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari
2806Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
2807 53. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang
2808bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di

359 Lampiran I.03 PSAP 02 - 11


360
361 PRESIDEN
362 REPUBLIK INDONESIA

2809pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat


2810sebagai pendapatan-LRA dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.

AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO


2811
2812 54. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan
2813setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu.
2814 55. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran
2815pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan
2816 Neto.

2817AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN


2818ANGGARAN (SILPA/SIKPA)
2819 56. SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara
2820 realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.
2821 57. Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan
2822Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode
2823pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.
2824 58. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode
2825 pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.

TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING


2826
2827 59. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata
2828uang rupiah.
2829 60. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama
2830dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang
2831asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah
2832berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
2833 61. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
2834digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
2835rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah
2836berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk
2837memperoleh valuta asing tersebut.
2838 62. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
2839digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
2840mata uang asing lainnya, maka:
2841 (a). Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan
2842 dengan menggunakan kurs transaksi;

363 Lampiran I.03 PSAP 02 - 12


364
365 PRESIDEN
366 REPUBLIK INDONESIA

2843 (b). Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah
2844 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

367 Lampiran I.03 PSAP 02 - 13


368
369 PRESIDEN
370 REPUBLIK INDONESIA

2845 1 TANGGAL EFEKTIF


2846 2 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
2847 (PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan
2848 pertanggungjawaban pelaksanaan 4 anggaran
2849 mulai Tahun Anggaran 2010.
2850 5 68. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas
2851 pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4
2852 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

371 Lampiran I.03 PSAP 02 - 14


372

2853
2854 PRESIDEN
2855 REPUBLIK INDONESIA

2856 LAMPIRAN I
2857 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2858 NOMOR 71 TAHUN 2010
2859 ILUSTRASI PSAP 02.B

2860 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi

2861 PEMERINTAH PROVINSI


2862 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
2863 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

2864 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
xxx xxx xx xxx
3 Pendapatan Pajak Daerah
xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Retribusi Daerah
xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
xxx xxx xx xxx
6 Lain-lain PAD yang sah
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
8
9 PENDAPATAN TRANSFER
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN xxx xxx xx xxx
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
14 Dana Alokasi Khusus
xxxx xxxx xx xxxx
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12)
16
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA xxx xxx xx xxx
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
19 Dana Penyesuaian
xxxx xxxx xx xxxx
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19)
Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx
21
22 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
23 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Hibah
24 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Dana Darurat
25 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Lainnya
26 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx
27 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx
28 BELANJA
29 BELANJA OPERASI
30 Belanja Pegawai
31 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
32 Bunga xxx xxx xx xxx
33 Subsidi xxx xxx xx xxx
34 xxx xxx xx xxx
35 Hibah xxx xxx xx xxx
36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx
37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx
38
39 BELANJA MODAL
40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx
47
48 BELANJA TAK TERDUGA
Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx
49
50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx
51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx
52 TRANSFER
53 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA
54 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
55 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
56 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
57 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx

373
374
59 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59)
60
61 xxx xxx xxx xxx

2865
2866 PRESIDEN
2867 REPUBLIK INDONESIA

2868 PEMERINTAH PROVINSI


2869 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
2870 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

2871 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0
62
63
64 PEMBIAYAAN
65 xxx xxx xx xxx
66 PENERIMAAN PEMBIAYAAN xxx xxx xx xxx
67 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx
68 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
69 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
71 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
73 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
74 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
75 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxxx xxxx xx xxxx
78 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
79 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77)
xxx xxx xx xxx
80 xxx xxx xx xxx
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
81 xxx xxx xx xxx
Pembentukan Dana Cadangan
88 xxx xxx xx xxx
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
82 xxx xxx xx xxx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
83 xxx xxx xx xxx
84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
xxx xxx xx xxx
85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank
xxx xxx xx xxx
86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank
xxx xxx xx xxx
87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
91 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxxx xxxx xx xxxx
92
93 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91)
94 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92)
xxxx xxxx xx xxxx
95
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93)

2872
2873 PRESIDEN
2874 REPUBLIK INDONESIA

2875 LAMPIRAN I
2876 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2877 NOMOR 24 TAHUN 2010
2878 ILUSTRASI PSAP 02.C

2879 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota

2880 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


2881 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

375
376
2882 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

2883 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0

1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
5
Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx
6
Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
7
8 PENDAPATAN TRANSFER
9 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
10 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
11 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
12 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx
13
14 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx
15
16 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
17
18 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx
19 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx
20
21 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
22
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx
23
24 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx
Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx
25
26 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
27 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx
28 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx
29 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
30 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx
31 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx
32
33 BELANJA
34 BELANJA OPERASI
Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
35
Belanja Barang xxx xxx xx xxx
36
37 Bunga xxx xxx xx xxx
38 Subsidi xxx xxx xx xxx
39 Hibah xxx xxx xx xxx
40 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx
41 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx
42
43 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx
44 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
45 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
46 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
47 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
48 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
49 Belanja Aset Lainnya xxxx xxxx xx xxxx
50 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51)
51
52 BELANJA TAK TERDUGA xxx xxx xx xxx
53 Belanja Tak Terduga
xxx xxxx xx xxxx
54 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55)
JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx
55
56
57
58

2884
2885 PRESIDEN
2886 REPUBLIK INDONESIA

2887 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


2888 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
2889 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

377
378
2890 (Dalam Rupiah)
Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0

59 TRANSFER
60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA
61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx
63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx
65 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57 + 64)

66
67
SURPLUS/DEFISIT (33 - 65) xxx xxx xxx xxx
68
69
70 PEMBIAYAAN
71 PENERIMAAN PEMBIAYAAN
72 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx
73 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
74 xxx xxx xx xxx
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
75 xxx xxx xx xxx
Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
76 xxx xxx xx xxx
Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
77 xxx xxx xx xxx
78 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank
xxx xxx xx xxx
79 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank
xxx xxx xx xxx
80 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi
xxx xxx xx xxx
81 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
83 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
xxx xxx xx xxx
84 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
Jumlah Penerimaan (72 s/d 83) xxxx xxxx xx xxxx
85
86 xx
87 PENGELUARAN PEMBIAYAAN xxx xxx xx xxx
88 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
89 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xxx
xx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xxx
xx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xxx
91 xx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xxx
92 xx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xxx
93 xxx xxx xx xxx
94 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi
xxx xxx xx xxx
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya
Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
92 Jumlah Pengeluaran (87 s/d 91) xxxx xxxx xx xxxx
93 PEMBIAYAAN NETO (84 - 92)
94
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (67 + 93) xxxx xxxx xx xxxx

2891
2892 PRESIDEN
2893 REPUBLIK INDONESIA

2894 LAMPIRAN I
2895 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
2896 NOMOR 71 TAHUN 2010
2897 ILUSTRASI PSAP 02.A

2898 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat

2899 PEMERINTAH PUSAT


2900 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
2901 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
2902 (Dalam Rupiah)
Anggaran Realisasi Realisasi
20X1 20X1 (%) 20X0
NO. URAIAN

379
380
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN xxx xxx xx xxx
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx
7 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Cukai
8 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Bea Masuk
9 xxx xxx xx xxx
10 Pendapatan Pajak Ekspor
xxx xxx xx xxx
11 Pendapatan Pajak Lainnya
12 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)
13 xxx xxx xx xxx
14 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK xxx xxx xx xxx
15 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
16 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx
17 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya
18 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)
xxx xxx xx xxx
19
PENDAPATAN HIBAH xxx xxx xx xxx
20
21 xxx xxx xx xxx
22 Pendapatan Hibah
23 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)
24 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx
25 xxx xxx xx xxx
BELANJA xxx xxx xx xxx
26
27 BELANJA OPERASI xxx xxx xx xxx
28 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
29 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
30 Bunga xxx xxx xx xxx
31 Subsidi xxx xxx xx xxx
32 Hibah
33 Bantuan Sosial
34 Belanja Lain-lain
35 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32)
36
37 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx
38 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
39 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
40 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx
43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx
44

2903
2904 PRESIDEN
2905 REPUBLIK INDONESIA

2906 PEMERINTAH PUSAT


2907 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
2908 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
2909 (Dalam Rupiah)
Anggaran Realisasi Realisasi
20X1 20X1 (%) 20X0
NO. URAIAN
45 TRANSFER
46 DANA PERIMBANGAN xxx xxx xx xxx
47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx

381
382
51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50)
52
53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) xxx xxx xx xxx
54 xxx xxx xx xxx
Dana Otonomi Khusus
55 xxx xxx xx xxx
Dana Penyesuaian
56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx
57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57)
59
60 xxx xxx xx xxx
SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)
61 PEMBIAYAAN
62 PENERIMAAN
63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI xxx xxx xx xxx
64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx
65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx
66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx
69 xxx xxx xx xxx
Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara
70
Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)
72
73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx
74 xxx xxx xx xxx
Penerimaan Pinjaman Luar Negeri
75 xxx xxx xx xxx
Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional
76 xxx xxx xx xxx
77 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75)
78 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)
79
PENGELUARAN
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
xxx xxx xx xxx
81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya
Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx
84
Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
85
Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
86
87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx
88
xxx xxx xx xxx
89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
xxx xxx xx xxx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
xxx xxx xx xxx
91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional
xxx xxx xx xxx
92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)
xxx xxx xx xxx
93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)
94 xxx xxx xx xxx
PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)
95
xxxx xxxx xx xxxx
96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94)

383
384
385 PRESIDEN
386 REPUBLIK INDONESIA

2910

2911 LAMPIRAN I.04

2912 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

2913 TANGGAL 22 OKTOBER 2010


2914
2915
2916
2917
2918 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2919 BERBASIS AKRUAL
2920
2921 PERNYATAAN NO. 03
2922
2923
2924
2925

2926 LAPORAN ARUS KAS


2927
2928
2929
2930
2931
2932
2933
2934
2935
2936
2937

2938 Lampiran I.04 PSAP 03 – (i)

387
388
389 PRESIDEN
390 REPUBLIK INDONESIA

2939 DAFTAR ISI


2940
2941 Paragraf
2942PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-7
2943 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1- 2
2944 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 3-4
2945 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS ---------------------------------------------- 5-7
2946 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 8
2947 KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------------------------- 9-11
2948ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 12-14
2949PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 15-36
2950 AKTIVITAS OPERASI ---------------------------------------------------------------- 21-26
2951 AKTIVITAS INVESTASI -------------------------------------------------------------- 27-30
2952 AKTIVITAS PENDANAAN ----------------------------------------------------------- 31-34
2953 AKTIVITAS TRANSITORIS --------------------------------------------------------- 35-38
2954PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI,

2955INVESTASI, PENDANAAN, DAN TRANSITORIS -------------------------------- 39-41


2956PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH -------------- 42
2957ARUS KAS MATA UANG ASING ----------------------------------------------------- 43-45
2958BUNGA DAN BAGIAN LABA ---------------------------------------------------------- 46-49
2959PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI PEMERINTAH DALAM

2960PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI

2961LAINNYA ------------------------------------------------------------------------------------- 50-56


2962TRANSAKSI BUKAN KAS -------------------------------------------------------------- 57-58
2963KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ---------------------------------------------- 59
2964PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------------------------------------------- 60-62
2965TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 63-64
2966

2967Lampiran :

391
392
393 PRESIDEN
394 REPUBLIK INDONESIA

2968Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas

2969Pemerintah Pusat

2970Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas

2971Pemerintah Provinsi

2972Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas

2973Pemerintah Kabupaten/Kota

2974 Lampiran I.04 PSAP 03 – (ii)

395
396
397 PRESIDEN
398 REPUBLIK INDONESIA

2975STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


2976BERBASIS AKRUAL

2977PERNYATAAN NO. 03

LAPORAN ARUS KAS


2978
2979Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
2980paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
2981penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
2982Akuntansi Pemerintahan.

PENDAHULUAN
2983

2984TUJUAN
2985 1. Tujuan Pernyataan Standar Laporan Arus Kas adalah mengatur
2986penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai
2987perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan
2988 dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi,
2989investasi, pendanaan, dan transitoris selama satu periode akuntansi.
2990 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai
2991sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode
2992akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini
2993disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

2994RUANG LINGKUP
2995 3. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan
2996laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan
2997arus kas sesuai dengan standar ini untuk setiap periode penyajian laporan
2998keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok.
2999 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus
3000kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan
3001pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut
3002peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi
3003dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan
3004negara/daerah.

3005MANFAAT INFORMASI ARUS KAS


3006 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di
3007masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran
3008arus kas yang telah dibuat sebelumnya.

399 Lampiran I.04 PSAP 03 - 1


400
401 PRESIDEN
402 REPUBLIK INDONESIA

3009 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas
3010masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
3011 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus
3012kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam
3013mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan
3014struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas)

DEFINISI
3015
3016 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
3017Pernyataan Standar dengan pengertian:
3018Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh
3019pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
3020ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik
3021oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
3022uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
3023penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
3024dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
3025Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
3026Bendahara Umum Negara/Daerah.
3027Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
3028ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode
3029akuntansi.
3030Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
3031ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya
3032yang tidak termasuk dalam setara kas.
3033Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar
3034kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang
3035mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi utang dan piutang
3036jangka panjang.
3037 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas
3038yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan
3039pembiayaan pemerintah.
3040Aktivitas Transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas
3041yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
3042Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
3043peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
3044memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
3045Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
3046pelaporan yang menurunkan ekuitas yang dapat berupa pengeluaran atau
3047konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

403 Lampiran I.04 PSAP 03 - 2


404
405 PRESIDEN
406 REPUBLIK INDONESIA

3048Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban


3049untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas
3050pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Dana
3051cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
3052memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
3053tahun anggaran
3054Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
3055aset dan kewajiban pemerintah.
3056Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
3057entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
3058perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
3059berupa laporan keuangan.
3060Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
3061digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
3062Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
3063Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
3064dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
3065Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
3066Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
3067dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
3068Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
3069Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
3070seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
3071Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
3072komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
3073dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. Kurs adalah
3074rasio pertukaran dua mata uang.
3075Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.

3076Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
3077menyajikan laporan keuangan.
3078Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
3079berdasarkan harga perolehan.
3080Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
3081investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
3082kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
3083bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
3084sesudah perolehan awal investasi.
3085Metode Langsung adalah metode penyajian arus kas dimana
3086pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto harus
3087diungkapkan.

407 Lampiran I.04 PSAP 03 - 3


408
409 PRESIDEN
410 REPUBLIK INDONESIA

3088Metode Tidak Langsung adalah metode penyajian laporan arus kas dimana
3089surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional
3090nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas
3091atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur penerimaan dan
3092pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi
3093dan pendanaan.
3094Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah
3095ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan.
3096Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak
3097untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan
3098lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
3099Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
3100Negara/Daerah.
3101Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
3102Umum Negara/Daerah.
3103Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas
3104pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran.
3105Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
3106modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.
3107Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
3108dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
3109signifikan.
3110Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
3111pelaporan.
3112Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
3113terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
3114tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
3115pengaruh entitas bersangkutan.

KAS DAN SETARA KAS


3116
3117 9. Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas.
3118 10. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas
3119jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara
3120kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam
3121jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan.
3122Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud
3123mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal
3124perolehannya.
3125 11. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam
3126laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen

411 Lampiran I.04 PSAP 03 - 4


412
413 PRESIDEN
414 REPUBLIK INDONESIA

3127kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
3128transitoris.

3129ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS


3130 12. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu
3131atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
3132perundangundangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
3133laporan keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari:
3134(a) Pemerintah pusat;
3135(b) Pemerintah daerah;
3136(c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
3137 pusat; dan
3138(d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
3139 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
3140 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
3141 13. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan
3142laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi
3143perbendaharaan umum.
3144 14. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum
3145adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah
3146dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

3147PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS


3148 15. Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang
3149menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode
3150tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi,
3151pendanaan, dan transitoris.
3152 16. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan,
3153dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna
3154laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan
3155setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk
3156mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
3157transitoris.
3158 17. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa
3159aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok
3160utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam
3161aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan
3162diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan
3163diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi.

415 Lampiran I.04 PSAP 03 - 5


416
417 PRESIDEN
418 REPUBLIK INDONESIA

3164 18. Contoh format laporan arus kas yang disusun atas dasar akun-akun
3165finansial disajikan dalam ilustrasi PSAP 03.A, 03.B, dan 03.C standar ini. Ilustrasi
3166hanya merupakan contoh untuk membantu pemahaman dan bukan bagian dari
3167standar.
3168 19. Dalam hal entitas bersangkutan masih
3169 membukukan penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas
3170berdasarkan akun pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat
3171disajikan dengan mengacu pada akun-akun pelaksanaan anggaran tersebut.
3172 20. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran adalah
3173akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan
3174transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi
3175aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.

3176AKTIVITAS OPERASI
3177 21. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran
3178kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu
3179periode akuntansi.
3180 22. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang
3181menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang
3182cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa
3183mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
3184 23. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari:
(a) Penerimaan Perpajakan;
3185
(b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
3186
(c) Penerimaan Hibah;
3187
(d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; (e)
3188
3189Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan (f)
3190Penerimaan Transfer.
3191 24. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk:
3192(a) Pembayaran Pegawai;
3193(b) Pembayaran Barang;
3194(c) Pembayaran Bunga;
3195(d) Pembayaran Subsidi;
3196(e) Pembayaran Hibah;
3197(f) Pembayaran Bantuan Sosial;
3198(g) Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan (h) Pembayaran Transfer.
3199 25. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang
3200sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan

419 Lampiran I.04 PSAP 03 - 6


420
421 PRESIDEN
422 REPUBLIK INDONESIA

3201dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas


3202operasi.
3203 26. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan
3204suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal
3205kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan,
3206maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas
3207operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.

3208AKTIVITAS INVESTASI
3209 27. Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan
3210 dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan
3211aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas.
3212 28. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan
3213pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya
3214ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan
3215pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
3216 29. Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari:
3217(a) Penjualan Aset Tetap;
3218(b) Penjualan Aset Lainnya;
3219(c) Pencairan Dana Cadangan;
3220(d) Penerimaan dari Divestasi;
3221(e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas.
3222 30. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari:
3223(a) Perolehan Aset Tetap;
3224(b) Perolehan Aset Lainnya;
3225(c) Pembentukan Dana Cadangan;
3226(d) Penyertaan Modal Pemerintah;
3227(e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas.

3228AKTIVITAS PENDANAAN
3229 31. Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan
3230 dan pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian
3231piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang
3232mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka
3233panjang dan utang jangka panjang.
3234 32. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan
3235pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman
3236jangka panjang.
3237 33. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain:

423 Lampiran I.04 PSAP 03 - 7


424
425 PRESIDEN
426 REPUBLIK INDONESIA

3238(a) Penerimaan utang luar negeri;


3239(b) Penerimaan dari utang obligasi;
3240(c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah;
3241(d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara.
3242 34. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain:
3243(a) Pembayaran pokok utang luar negeri;
3244(b) Pembayaran pokok utang obligasi;
3245(c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; (d)
3246 Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.

3247AKTIVITAS TRANSITORIS
3248 35. Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan
3249 dan pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi,
3250investasi, dan pendanaan.
3251 36. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan
3252pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan
3253pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi
3254Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang
3255persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK
3256menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat
3257Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya
3258potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar
3259rekening kas umum negara/daerah.
3260 37. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK
3261dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali
3262uang persediaan dari bendahara pengeluaran.
3263 38. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK
3264dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang
3265persediaan kepada bendahara pengeluaran.

3266PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS


3267OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN
3268TRANSITORIS
3269 39. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama
3270penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi,
3271pendanaan, dan transitoris kecuali yang tersebut dalam paragraf 40.
3272 40. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas
3273operasi dengan cara:

427 Lampiran I.04 PSAP 03 - 8


428
429 PRESIDEN
430 REPUBLIK INDONESIA

3274(a) Metode Langsung


3275 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan
3276 pengeluaran kas bruto.
3277(b) Metode Tidak Langsung
3278 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan
3279 transaksitransaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau
3280 pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang
3281 akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk
3282 kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan.
3283 41. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah
3284sebaiknya menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari
3285aktivitas operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai
3286berikut:
3287(a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di
3288 masa yang akan datang;
3289(b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan
3290(c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat
3291 langsung diperoleh dari catatan akuntansi.

3292PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS


3293BERSIH
3294 42. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan
3295atas dasar arus kas bersih dalam hal:
3296(a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima
3297 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas
3298 pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah
3299 hasil kerjasama operasional.
3300(b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang
3301 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya
3302 singkat.

3303ARUS KAS MATA UANG ASING


3304 43. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus
3305dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan
3306mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
3307pada tanggal transaksi.
3308 44. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar
3309negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada
3310tanggal transaksi.

431 Lampiran I.04 PSAP 03 - 9


432
433 PRESIDEN
434 REPUBLIK INDONESIA

3311 45. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat


3312perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas.

435 Lampiran I.04 PSAP 03 - 10


436
437 PRESIDEN
438 REPUBLIK INDONESIA

BUNGA DAN BAGIAN LABA


3313
3314 46. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan
3315pengeluaran beban untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan
3316pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus
3317diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi
3318tersebut harus diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi secara konsisten
3319dari tahun ke tahun.
3320 47. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus
3321kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari
3322pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan.
3323 48. Jumlah pengeluaran beban pembayaran bunga utang yang
3324dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk
3325pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
3326 49. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan
3327negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah
3328kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah dalam
3329periode akuntansi yang bersangkutan.

3330PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI


3331PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/
3332DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI

3333LAINNYA
3334 50. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/daerah
3335 dan kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu
3336metode ekuitas dan metode biaya.
3337 51. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan
3338kemitraan dicatat sebesar nilai kas yang dikeluarkan.
3339 52. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang
3340dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas
3341investasi.
3342 53. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan
3343perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya harus disajikan secara
3344terpisah dalam aktivitas investasi.
3345 54. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan
3346perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode.
3347Hal-hal yang diungkapkan adalah:

439 Lampiran I.04 PSAP 03 - 11


440
441 PRESIDEN
442 REPUBLIK INDONESIA

3348(a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan;


3349(b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan
3350 kas dan setara kas;
3351(c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit
3352 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan
3353(d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh
3354 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh
3355 atau dilepas.
3356 55. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan
3357unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk
3358membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi,
3359investasi, pendanaan, dan transitoris. Arus kas masuk dari pelepasan tersebut
3360tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya.
3361 56. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan
3362negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan
3363perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya
3364sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi
3365lainnya.

3366TRANSAKSI BUKAN KAS


3367 57. Transaksi operasi, investasi, dan pendanaan yang tidak
3368mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak
3369dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan
3370dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3371 58. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten
3372dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak
3373mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang
3374tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran
3375atau hibah.

3376KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS


3377 59. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara
3378kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di
3379Neraca.

3380PENGUNGKAPAN LAINNYA

443 Lampiran I.04 PSAP 03 - 12


444
445 PRESIDEN
446 REPUBLIK INDONESIA

3381 60. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara
3382kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini
3383dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3384 61. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi
3385pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas
3386pelaporan.
3387 62. Contoh kas dan setara kas yang tidak boleh digunakan oleh entitas
3388adalah kas yang ditempatkan sebagai jaminan, dan kas yang dikhususkan
3389penggunannya untuk kegiatan tertentu.

TANGGAL EFEKTIF
3390
3391 63. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
3392berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
3393 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran
33942010.
3395 64. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
3396ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
3397paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

447 Lampiran I.04 PSAP 03 - 13


448

3398
3399 PRESIDEN
3400 REPUBLIK INDONESIA

3401 LAMPIRAN I
3402 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
3403 NOMOR 71 TAHUN 2010
3404 ILUSTRASI PSAP 03.A

3405 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT

3406 PEMERINTAH PUSAT

3407 LAPORAN ARUS KAS


3408 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3409 Metode Langsung
3410 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Penerimaan Pajak Penghasilan
4 Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX
5 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX
6 Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX
7 Penerimaan Cukai XXX XXX
8 Penerimaan Pajak Lainnya Penerimaan XXX XXX
9 Bea Masuk XXX XXX
10 Penerimaan Pajak Ekspor XXX XXX
11 Penerimaan Sumber Daya Alam XXX XXX
12 Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan XXX XXX
13 Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX
14 Penerimaan Hibah XXX XXX
15 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX
16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX
17 Arus Keluar Kas Pembayaran XXX XXX
18 Pegawai Pembayaran
19 Barang XXX XXX
20 Pembayaran Bunga XXX XXX
21 Pembayaran Subsidi XXX XXX
22 Pembayaran Bantuan Sosial Pembayaran XXX XXX
23 Hibah XXX XXX
24 Pembayaran Lain-lain XXX XXX
25 Pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
26 Pembayaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX
27 Pembayaran Dana Alokasi Umum XXX XXX
28 Pembayaran Dana Alokasi Khusus XXX XXX
XXX XXX
29 Pembayaran Dana Otonomi Khusus XXX XXX
30 Pembayaran Dana Penyesuaian XXX XXX
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa Jumlah XXX XXX
32 Arus Keluar Kas (18 s/d 31) XXX XXX
33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 32) Arus XXX XXX
34 Kas dari Aktivitas Investasi

35 Arus Masuk Kas

36 Penjualan atas Tanah XXX XXX


37 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
38 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
39 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
40 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
41 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
42 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX
43 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen Jumlah XXX XXX
44 Arus Masuk Kas (36 s/d 43) XXX XXX

449
450

3411
3412 PRESIDEN
3413 REPUBLIK INDONESIA

3414 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT

3415 PEMERINTAH PUSAT

3416 LAPORAN ARUS KAS


3417 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3418 Metode Langsung
3419 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0
45 Arus Keluar Kas

46 Perolehan Tanah XXX XXX


47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX
48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX
49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX
52 Pengeluaran Penyertaan Modal Negara XXX XXX
53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX
54 Jumlah Arus Keluar Kas (46 s/d 53) XXX XXX
55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (44 - 54) Arus XXX XXX
56 Kas dari Aktivitas Pendanaan

57 Arus Masuk Kas

58 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX


59 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
60 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
61 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX
62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Daerah XXX XXX
63 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
65 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 64) XXX XXX
66 Arus Keluar Kas

67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX


68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX
71 Pemberian Pinjaman kepada Daerah XXX XXX
72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
74 Jumlah Arus Keluar Kas (67 s/d 73) XXX XXX
75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (65 - 74) Arus XXX XXX
76 Kas dari Aktivitas Transitoris

77 Arus Masuk Kas

78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


79 Kiriman Uang Masuk XXX XXX
80 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 79) XXX XXX
81 Arus Keluar Kas

82 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


83 Kiriman Uang Keluar XXX XXX
84 Jumlah Arus Keluar Kas (82 s/d 83) XXX XXX
85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (80 - 84) XXX XXX
86 Kenaikan/Penurunan Kas (33+55+75+85) XXX XXX
87 Saldo Awal Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran
XXX XXX
88 Saldo Akhir Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran (86+87)
Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX
89 XXX XXX
Saldo Akhir Kas (88+89))
90 XXX XXX

451
452

3420
3421 PRESIDEN
3422 REPUBLIK INDONESIA

3423 LAMPIRAN I
3424 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
3425 NOMOR 71 TAHUN 2010
3426 ILUSTRASI PSAP 03.B

3427 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI

3428 PEMERINTAH PROVINSI

3429 LAPORAN ARUS KAS


3430 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3431 Metode Langsung
3432 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi


2 Arus Masuk Kas
3 Penerimaan Pajak Daerah
4 Penerimaan Retribusi Daerah
XXX XXX
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
XXX XXX
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah
XXX XXX
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
XXX XXX
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
XXX XXX
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum
XXX XXX
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus
XXX XXX
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus
XXX XXX
12 Penerimaan Dana Penyesuaian
XXX XXX
13 Penerimaan Hibah
XXX XXX
14 Penerimaan Dana Darurat
XXX XXX
15 Penerimaan Lainnya
XXX XXX
16 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa
XXX XXX
17 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16)
XXX XXX
18 Arus Keluar Kas Pembayaran Pegawai
19 Pembayaran Barang
20 Pembayaran Bunga XXX XXX
21 Pembayaran Subsidi XXX XXX
22 Pembayaran Beban Hibah XXX XXX
23 Pembayaran Beban Bantuan Sosial Pembayaran XXX XXX
24 Tak Terduga XXX XXX
25 Pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX
26 XXX XXX
XXX XXX
27 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX
28 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX
29 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX
30 Jumlah Arus Keluar Kas (19 s/d 29) XXX XXX
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (17 - 30) Arus XXX XXX
32 Kas dari Aktivitas Investasi

33 Arus Masuk Kas


34 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX
35 Penjualan atas Tanah XXX XXX
36 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
37 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
38 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
39 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
40 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
41 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
42 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX
43 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 42) XXX XXX
44 Arus Keluar Kas

45 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX

453
454
46 Perolehan Tanah XXX XXX
47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX
48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX
49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX

3433
3434 PRESIDEN
3435 REPUBLIK INDONESIA

3436 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI

3437 PEMERINTAH PROVINSI

3438 LAPORAN ARUS KAS


3439 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3440 Metode Langsung
3441 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX


51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX
52 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX
53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX
54 Jumlah Arus Keluar Kas (45 s/d 53) XXX XXX
55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (43 - 54) Arus XXX XXX
56 Kas dari Aktivitas Pendanaan

57 Arus Masuk Kas


58 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
59 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
60 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
61 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
62 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
63 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
65 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah XXX XXX
67 Arus Masuk Kas (58 s/d 66) XXX XXX
68 Arus Keluar Kas

69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX


70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
75 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
76 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
77 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
78 Jumlah Arus Keluar Kas (69 s/d 77) XXX XXX
79 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (67 - 78) Arus XXX XXX
80 Kas dari Aktivitas Transitoris

81 Arus Masuk Kas


82 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX
83 Jumlah Arus Masuk Kas (82) XXX XXX
84 Arus Keluar Kas

85 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


86 Jumlah Arus Keluar Kas (85) XXX XXX
87 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (83 - 86) XXX XXX
88 Kenaikan/Penurunan Kas (31+55+79+87) XXX XXX
89 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran
XXX XXX
90 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (88+89)
XXX XXX
91 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan
92 Saldo Akhir Kas (90+91) XXX XXX
XXX XXX

455
456

3442
3443 PRESIDEN
3444 REPUBLIK INDONESIA

3445 LAMPIRAN I
3446 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
3447 NOMOR 71 TAHUN 2010
3448 ILUSTRASI PSAP 03.C

3449 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

3450 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

3451 LAPORAN ARUS KAS


3452 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3453 Metode Langsung
3454 (Dalam Rupiah)
No Uraian 20X1 20X0
.
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Penerimaan Pajak Daerah
4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX
12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX
13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX
14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX
15 Penerimaan Hibah XXX XXX
16 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX
17 Penerimaan Lainnya XXX XXX
18 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX
19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18) XXX XXX
20 Arus Keluar Kas XXX XXX
21 Pembayaran Pegawai
22 Pembayaran Barang
23 Pembayaran Bunga XXX XXX
24 Pembayaran Subsidi XXX XXX
25 Pembayaran Hibah XXX XXX
XXX XXX
XXX XXX
26 Pembayaran Bantuan Sosial XXX XXX
27 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX
28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak XXX XXX
29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi XXX XXX
30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX
32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d XXX XXX
33 31) XXX XXX
34 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32)
Arus Kas dari Aktivitas Investasi
35 Arus Masuk Kas
36 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX
37 Penjualan atas Tanah XXX XXX
38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
40 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
41 Penjualan Aset Tetap XXX XXX
42 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX

457
458
43 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX
45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44) XXX XXX

3455
3456 PRESIDEN
3457 REPUBLIK INDONESIA

3458 CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

3459 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

3460 LAPORAN ARUS KAS


3461 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
3462 Metode Langsung
3463 (Dalam Rupiah)
No Uraian 20X1 20X0
.
46 Arus Keluar Kas
47 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX
48 Perolehan Tanah XXX XXX
49 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX
50 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX
51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
52 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
53 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX
54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX
55 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX
56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55) XXX XXX
57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56) XXX XXX
58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
59 Arus Masuk Kas
60 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
61 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
62 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
63 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
64 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
65 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
67 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
68 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68) XXX XXX
70 Arus Keluar Kas
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
77 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
78 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
79 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79) XXX XXX
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80) XXX XXX
82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris

83 Arus Masuk Kas


84 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX
85 Jumlah Arus Masuk Kas (84) XXX XXX
86 Arus Keluar Kas
87 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX
88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) XXX XXX

459
460
89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87) XXX XXX
90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) XXX XXX
91 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX
92 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91) XXX XXX
93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX
94 Saldo Akhir Kas (92+93)
XXX XXX

461
462
463 PRESIDEN
464 REPUBLIK INDONESIA

3464

LAMPIRAN I.05
3465 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
3466 NOMOR 71 TAHUN 2010
3467 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

3468
3469
3470
3471 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
3472 BERBASIS AKRUAL
3473 PERNYATAAN NO. 04
3474

3475 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


3476
3477
3478
3479
3480
3481
3482
3483
3484
3485

465
466
467 PRESIDEN
468 REPUBLIK INDONESIA

3486 Lampiran I.05 PSAP 04 – (i)


3487 DAFTAR ISI
3488
3489 Paragraf
3490PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6
3491 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2
3492 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-6
3493DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 7
3494KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------------- 8-11
3495STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------------------- 12-64
3496PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS

3497 PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------- 17-18


3498PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN

3499 FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO --------------------------------- 19-23


3500PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN

3501SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN

3502 HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ---------- 24-29


3503DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN

3504 PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN ----------------- 30-50


3505 ASUMSI DASAR AKUNTANSI ------------------------------------------------ 31-35
3506 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 36-38
3507 KEBIJAKAN AKUNTANSI ------------------------------------------------------ 39-50
3508PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING

3509POS YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN

3510 KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 51-57


3511PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH

3512PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG

3513BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN

3514 KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 58-60

469
470
471 PRESIDEN
472 REPUBLIK INDONESIA

3515 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ------------------------------ 61-63


3516 SUSUNAN -------------------------------------------------------------------------------- 64
3517TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------ 65-66
3518

3519 Lampiran I.05 PSAP 04 – (ii)

473
474
475 PRESIDEN
476 REPUBLIK INDONESIA

3520 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


3521 BERBASIS AKRUAL
3522 PERNYATAAN NO. 04

3523 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


3524 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
3525 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
3526 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
3527 Akuntansi Pemerintahan.

3528 PENDAHULUAN
3529 TUJUAN
3530 1. Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah
3531mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas
3532Laporan Keuangan.
3533 2. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk
3534meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang
3535lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah.

3536RUANG LINGKUP
3537 3. Standar ini harus diterapkan pada:
3538 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum untuk entitas pelaporan;
3539 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan untuk
3540 tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan.
3541 4. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
3542 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi
3543 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat,
3544 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan
3545 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan
3546 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari
3547 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan
3548 tahunan.
3549 5. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
3550 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
3551 keuangan konsolidasian, tidak termasuk badan usaha milik negara/daerah.
3552 6. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat
3553 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka
3554 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi kriteria

477 Lampiran I.05 PSAP 04 - 1


478
479 PRESIDEN
480 REPUBLIK INDONESIA

3555 satu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar akuntansi
3556 mengenai entitas pelaporan pemerintah.

3557 DEFINISI
3558 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
3559 Pernyataan Standar dengan pengertian:
3560 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah
3561 meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur
3562 dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
3563 sistematis untuk satu periode.
3564 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
3565 rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
3566 Perwakilan Rakyat Daerah.
3567 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
3568 rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
3569 Perwakilan Rakyat.
3570 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
3571 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
3572 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
3573 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
3574 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
3575 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
3576 alasan sejarah dan budaya.
3577 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
3578 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
3579 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
3580 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
3581 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
3582 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah
3583 yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
3584 bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
3585 pemerintah.
3586 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
3587 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
3588 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban
3589 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
3590 aset dan kewajiban pemerintah.
3591 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
3592 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
3593 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
3594 berupa laporan keuangan.

481 Lampiran I.05 PSAP 04 - 2


482
483 PRESIDEN
484 REPUBLIK INDONESIA

3595 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi,


3596 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
3597 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
3598 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
3599 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
3600 pemerintah.
3601 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
3602 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
3603 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
3604 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
3605 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
3606 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
3607 dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
3608 bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
3609 penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
3610 memanfaatkan surplus anggaran.
3611 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
3612 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
3613 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
3614 dibayar kembali oleh pemerintah.
3615 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
3616 penambah ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan.
3617 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
3618 laporan keuangan.
3619 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan Saldo Anggaran Lebih yang
3620 berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan
3621 tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.

KETENTUAN UMUM
3622
3623 8. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan
3624 atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan
3625 keuangan untuk tujuan umum.
3626 9. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan
3627 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk
3628 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan
3629 mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman
3630 di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas
3631 sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi
3632 informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.
3633 10. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari

485 Lampiran I.05 PSAP 04 - 3


486
487 PRESIDEN
488 REPUBLIK INDONESIA

3634 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran
3635 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual.
3636 Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung
3637 melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan.
3638 Pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting
3639 bagi pembaca laporan keuangan.
3640 11. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi
3641 yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman
3642 dalam memahami laporan keuangan.

3643STRUKTUR DAN ISI


3644 12. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara
3645 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan
3646 Operasional dan Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang
3647 dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3648 13. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau
3649 daftar
3650terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
3651 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
3652 Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula
3653 dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
3654 diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta
3655 pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar
3656 atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen
3657 lainnya.
3658 14. Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas
3659 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
3660 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
3661 (b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
3662 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
3663 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
3664 (d) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan
3665 kebijakankebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
3666 transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
3667 (e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
3668 muka laporan keuangan;
3669 (f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
3670 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
3671 keuangan; dan

489 Lampiran I.05 PSAP 04 - 4


490
491 PRESIDEN
492 REPUBLIK INDONESIA

3672 (g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
3673 disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
3674 15. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan
3675 keuangan mengikuti pernyataan standar akuntansi berlaku yang mengatur
3676 tentang pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya, Pernyataan
3677 Standar Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan
3678 pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran
3679 persediaan.
3680 16. Untuk memudahkan pembaca dalam
3681 memahami laporan
3682 keuangan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan
3683 secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang
3684 mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas
3685 pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode.

3686PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN


3687DAN ENTITAS AKUNTANSI
3688 17. Catatan atas Laporan Keuangan harus
3689 mengungkapkan
3690 informasi yang merupakan gambaran entitas secara umum.
3691 18. Untuk membantu pemahaman para pembaca laporan
3692 keuangan,
3693 perlu ada penjelasan awal mengenai baik entitas pelaporan maupun entitas
3694 akuntansi yang meliputi:
3695 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas tersebut
3696 berada;
3697 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan
3698 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan
3699 kegiatan operasionalnya.

3700PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/


3701KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO
3702 19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu
3703 pembaca memahami realisasi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara
3704 keseluruhan, termasuk kebijakan fiskal/keuangan dan kondisi ekonomi
3705 makro.
3706 20. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas
3707Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab
3708pertanyaanpertanyaan seperti bagaimana perkembangan realisasi dan posisi
3709keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai.

493 Lampiran I.05 PSAP 04 - 5


494
495 PRESIDEN
496 REPUBLIK INDONESIA

3710 21. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas


3711pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting
3712mengenai realisasi dan posisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan
3713dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana
3714lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan
3715perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam
3716penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya.
3717 22. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
3718Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan
3719pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan
3720pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan
3721APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan
3722intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara.
3723 23. Ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
3724Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang
3725digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator
3726ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik
3727Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak,
3728tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.

3729PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN


3730SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN
3731HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET
3732 24. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan
3733perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan
3734dengan anggaran yang pertama kali disetujui oleh DPR/DPRD, hambatan dan
3735kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta
3736masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan
3737untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
3738 25. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi
3739 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan
3740 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi
3741 dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada,
3742 yang disetujui oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali
3743 disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan
3744 keuangan entitas pelaporan.
3745 26. Ikhtisar pencapaian target keuangan merupakan perbandingan
3746 secara garis besar antara target sebagaimana yang tertuang dalam APBN/APBD
3747 dengan realisasinya.
3748 27. Ikhtisar ini disajikan untuk memperoleh gambaran umum
3749tentang

497 Lampiran I.05 PSAP 04 - 6


498
499 PRESIDEN
500 REPUBLIK INDONESIA

3750 kinerja keuangan pemerintah dalam merealisasikan potensi pendapatan-LRA dan


3751 alokasi belanja yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD.
3752 28. Ikhtisar ini disajikan baik untuk pendapatan-LRA, belanja,
3753maupun
3754 pembiayaan dengan struktur sebagai berikut:
3755 (a) nilai target total;
3756 (b) nilai realisasi total;
3757 (c) prosentase perbandingan antara target dan realisasi; dan
3758 (d) alasan utama terjadinya perbedaan antara target dan realisasi.
3759 29. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen
3760entitas
3761 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya
3762 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang
3763 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.

3764DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN


3765PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN
3766 30. Entitas pelaporan mengungkapkan dasar penyajian
3767laporan
3768 keuangan dan kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

3769ASUMSI DASAR AKUNTANSI


3770 31. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu yang
3771 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak perlu diungkapkan
3772 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika entitas pelaporan tidak
3773 mengikuti asumsi atau konsep tersebut dan disertai alasan dan penjelasan.
3774 32. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan,
3775asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah
3776anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar
3777standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
3778 (a) Asumsi kemandirian entitas;
3779 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
3780 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
3781 33. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi
3782 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
3783 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah
3784 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
3785 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya
3786 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset

501 Lampiran I.05 PSAP 04 - 7


502
503 PRESIDEN
504 REPUBLIK INDONESIA

3787 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
3788 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud,
3789 utangpiutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya
3790 program yang telah ditetapkan.
3791 34. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas
3792pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah
3793diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam
3794jangka pendek.
3795 35. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
3796 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
3797 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

3798PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN


3799 36. Pengguna/pemakai laporan keuangan pemerintah meliputi:
3800 (a) Masyarakat;
3801 (b) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
3802 (c) Pihak yang memberi atau yang berperan dalam proses donasi, investasi,
3803 dan pinjaman; dan (d) Pemerintah.
3804 37. Para pemakai/pengguna laporan keuangan membutuhkan
3805 keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang
3806 dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan
3807 lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika laporan keuangan
3808 tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam
3809 penyusunan laporan keuangan.
3810 38. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan
3811 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan
3812 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
3813 keuangan yang sangat membantu pengguna/pemakai laporan keuangan, karena
3814 kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu
3815 komponen laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih,
3816 neraca, laporan operasional, laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas
3817 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih.

3818KEBIJAKAN AKUNTANSI
3819 39. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu
3820 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan
3821 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan
3822 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.
3823 40. Empat pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan
3824 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:

505 Lampiran I.05 PSAP 04 - 8


506
507 PRESIDEN
508 REPUBLIK INDONESIA

3825 (a) Pertimbangan Sehat


3826 (b) Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui
3827 dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan
3828 penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan
3829 (c) Substansi Mengungguli Bentuk
3830 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan sesuai
3831 dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata mengacu
3832 bentuk hukum transaksi atau kejadian.
3833 (d) Materialitas
3834 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup material
3835 yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan.
3836 41. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus
3837 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip
3838 akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-
3839 metode penerapannya yang secara material mempengaruhi penyajian
3840 Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran
3841 Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan
3842 Perubahan Ekuitas. Pengungkapan juga harus meliputi pertimbangan-
3843 pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-prinsip
3844 yang sesuai.
3845 42. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan
3846 atas Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
3847 (a) Entitas pelaporan;
3848 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
3849 (c) Dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
3850 keuangan;
3851 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
3852 dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini diterapkan oleh
3853 suatu entitas pelaporan pada masa transisi. Sebaliknya penerapan lebih
3854 dini disarankan berdasarkan kesiapan entitas.
3855 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
3856 laporan keuangan.
3857 43. Diungkapkannya entitas pelaporan dalam kebijakan
3858 akuntansi adalah untuk menyatakan bahwa entitas yang berhak membuat
3859 kebijakan akuntansi hanyalah entitas pelaporan. Entitas akuntansi hanya
3860 mengikuti kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh entitas pelaporan di
3861 atasnya. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan
3862 dan komponennya mempunyai potensi kesalahpahaman
3863 pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada.

509 Lampiran I.05 PSAP 04 - 9


510
511 PRESIDEN
512 REPUBLIK INDONESIA

3864 44. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi


3865 Pemerintahan telah
3866 menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan
3867 keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari
3868 laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan
3869 Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan
3870 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan
3871 pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada
3872 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
3873 45. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui dasar-
3874 dasar
3875 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan.
3876 Apabila lebih dari satu dasar pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan
3877 keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat
3878 mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan dasar pengukuran
3879 tersebut.
3880 46. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan
3881 akuntansi diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat
3882 pengungkapan tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami
3883 setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan
3884 dalam paragraf 40 dapat dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan
3885 kebijakan akuntasi yang perlu

513 Lampiran I.05 PSAP 04 - 10


514
515 PRESIDEN
516 REPUBLIK INDONESIA

3886 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk


3887 disajikan antara lain:
3888 (a) Pengakuan pendapatan-LRA;
3889 (b) Pengakuan pendapatan-LO;
3890 (c) Pengakuan belanja;
3891 (d) Pengakuan beban;
3892 (e) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
3893 (f) Investasi;
3894 (g) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;
3895 (h) Kontrak-kontrak konstruksi;
3896 (i) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
3897 (j) Kemitraan dengan pihak ketiga;
3898 (k) Biaya penelitian dan pengembangan;
3899 (l) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
3900 (m) Pembentukan dana cadangan;
3901 (n) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai;
3902 (o) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
3903 47. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-
3904 kegiatan
3905 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
3906 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
3907 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, penjabaran
3908 mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs.
3909 48. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan
3910 walaupun nilai pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan
3911 sebelumnya tidak material. Selain itu, perlu pula diungkapkan
3912 kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang tidak diatur
3913 dalam Standar ini.
3914 49. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan
3915 angkaangka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan
3916 akuntansi berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak
3917 perubahan secara kuantitatif harus diungkapkan.
3918 50. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak
3919 mempunyai pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus
3920 diungkapkan jika berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun
3921 yang akan datang.

517 Lampiran I.05 PSAP 04 - 11


518
519 PRESIDEN
520 REPUBLIK INDONESIA

3922PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS


3923YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN
3924 51. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan
3925 rincian dan penjelasan atas masing-masing pos dalam Laporan
3926 Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
3927 Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan
3928 Perubahan Ekuitas.
3929 52. Penjelasan atas Laporan Realisasi Anggaran disajikan
3930 untuk pos
3931 pendapatan-LRA, belanja, dan pembiayaan dengan struktur sebagai berikut:
3932 (a) Anggaran;
3933 (b) Realisasi;
3934 (c) Prosentase pencapaian;
3935 (d) Penjelasan atas perbedaan antara anggaran dan realisasi;
3936 (e) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3937 (f) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3938 (g) Rincian lebih lanjut pendapatan-LRA menurut sumber pendapatan;
3939 (h) Rincian lebih lanjut belanja menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan
3940 fungsi;
3941 (i) Rincian lebih lanjut pembiayaan; dan
3942 (j) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
3943 53. Penjelasan atas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
3944 disajikan untuk Saldo Anggaran Lebih awal periode, penggunaan Saldo Anggaran
3945 Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan,
3946 koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, dan SAL akhir periode dengan
3947 struktur sebagai berikut:
3948 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3949 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3950 (c) Rincian yang diperlukan; dan
3951 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
3952 54. Penjelasan atas Laporan Operasional disajikan untuk pos
3953 pendapatan-LO dan beban dengan struktur sebagai berikut:
3954 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3955 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3956 (c) Rincian lebih lanjut pendapatan-LO menurut sumber pendapatan;

521 Lampiran I.05 PSAP 04 - 12


522
523 PRESIDEN
524 REPUBLIK INDONESIA

3957 (d) Rincian lebih lanjut beban menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi;
3958 dan
3959 (e) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
3960 55. Penjelasan atas Neraca disajikan untuk pos aset, kewajiban, dan
3961 ekuitas dengan struktur sebagai berikut:
3962 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3963 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3964 (c) Rincian lebih lanjut atas masing-masing akun dalam aset lancar, investasi
3965 jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek, kewajiban
3966 jangka panjang, dan ekuitas; dan
3967 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
3968 56. Penjelasan atas Laporan Arus Kas disajikan untuk pos arus kas
3969 dari aktivitas operasi, aktivitas investasi aset non keuangan, aktivitas pembiayaan,
3970 dan aktivitas nonanggaran dengan struktur sebagai berikut:
3971 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3972 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3973 (c) Rincian lebih lanjut atas atas masing-masing akun dalam masing-masing
3974 aktivitas; dan
3975 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
3976 57. Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas disajikan untuk ekuitas
3977 awal periode, surplus/defisit-LO, dampak kumulatif
3978 perubahan kebijakan/kesalahan mendasar, dan ekuitas akhir periode dengan
3979 struktur sebagai berikut:
3980 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
3981 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
3982 (c) Rincian yang diperlukan; dan
3983 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.

3984PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH


3985PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG
3986BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN
3987KEUANGAN
3988 58. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan
3989 informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar
3990 Akuntansi Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-
3991 pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas
3992 laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-

525 Lampiran I.05 PSAP 04 - 13


526
527 PRESIDEN
528 REPUBLIK INDONESIA

3993 komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam Catatan atas Laporan


3994 Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang belum
3995 disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
3996 59. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran
3997 yang
3998 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai
3999 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka
4000 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan
4001 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan
4002 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas
4003 pelaporan pada periode yang akan datang.
4004 60. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan
4005 keuangan
4006 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian
4007 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang
4008 telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus,
4009 pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman
4010 pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan
4011 keuangan. Dalam kebijakan akuntansi pos aset tetap disebutkan dasar pengukuran
4012 adalah harga perolehan. Penelitian terhadap akun-akun yang mendukung pos aset
4013 tersebut menunjukkan ada salah satu akun aset dengan harga selain harga
4014 perolehan, karena aset dimaksud diperoleh dari donasi.

4015PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA
4016 61. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus
4017 mengungkapkan informasi yang bila tidak diungkapkan akan
4018 menyesatkan bagi pembaca laporan.
4019 62. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan
4020 kejadian-
4021 kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti:
4022 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan;
4023 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru;
4024 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca;
4025 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan; dan
4026 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang
4027 harus ditanggulangi pemerintah.
4028 63. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai
4029 pelengkap standar ini.

529 Lampiran I.05 PSAP 04 - 14


530
531 PRESIDEN
532 REPUBLIK INDONESIA

4030SUSUNAN
4031 64. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
4032 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
4033 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
4034 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
4035 (b) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
4036 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya; (d)
4037 Kebijakan akuntansi yang penting:
4038 i. Entitas pelaporan;
4039 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
4040 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
4041 keuangan;
4042 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
4043 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh
4044 suatu entitas pelaporan;
4045 v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
4046 laporan keuangan.
4047 (e) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
4048 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
4049 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
4050 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
4051 Laporan Keuangan.
4052 (f) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan.

TANGGAL EFEKTIF
4053
4054 65. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
4055 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
4056 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran
4057 2010.
4058 66. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan
4059 PSAP
4060 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
4061 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

533 Lampiran I.05 PSAP 04 - 15


534
535 PRESIDEN
536 REPUBLIK INDONESIA

4062

4063 LAMPIRAN I.06 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

4064 NOMOR 71 TAHUN 2010


4065 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

4066
4067
4068 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
4069 BERBASIS AKRUAL
4070
4071 PERNYATAAN NO. 05
4072
4073
4074
4075
4076
4077

4078 AKUNTANSI PERSEDIAAN


4079
4080
4081
4082
4083
4084
4085
4086
4087
4088

4089 Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)


4090
4091

537
538
539 PRESIDEN
540 REPUBLIK INDONESIA

4092
4093 DAFTAR ISI
4094
4095 Paragraf
4096PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------ 1-3
4097 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1
4098 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 2-3
4099DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 4
4100UMUM -------------------------------------------------------------------------------------------- 5-12
4101PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 13-14
4102PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------------------- 15-21
4103BEBAN PERSEDIAAN ---------------------------------------------------------------------- 22-25
4104PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 26
4105TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------- 27-28
4106 Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)

541
542
543 PRESIDEN
544 REPUBLIK INDONESIA

4107STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


4108BERBASIS AKRUAL
4109PERNYATAAN NO. 05

AKUNTANSI PERSEDIAAN
4110
4111Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
4112standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
4113ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

PENDAHULUAN
4114

4115TUJUAN
4116 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
4117akuntansi persediaan yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.

4118RUANG LINGKUP
4119 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh
4120persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini
4121diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk
4122perusahaan negara/daerah.
4123 3. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
4124 a. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan
4125 dibebankan ke suatu akun konstruksi dalam pengerjaan; dan
4126 b. Instrumen keuangan.

DEFINISI
4127
4128 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
4129Pernyataan Standar dengan pengertian:
4130Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
4131pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
4132ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
4133pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
4134termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
4135bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
4136alasan sejarah dan budaya.
4137Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak
4138yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.

545 Lampiran I.06 PSAP 05 -1


546
547 PRESIDEN
548 REPUBLIK INDONESIA

4139Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
4140dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
4141barangbarang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
4142rangka pelayanan kepada masyarakat.
4143Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
4144modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

UMUM
4145
4146 5. Persediaan merupakan aset yang berupa:
4147a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
4148 kegiatan operasional pemerintah;
4149b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses
4150 produksi;
4151c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
4152 diserahkan kepada masyarakat;
4153d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
4154 dalam rangka kegiatan pemerintahan.
4155 6. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
4156disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor,
4157barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas
4158pakai seperti komponen bekas.
4159 7. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga
4160meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku
4161pembuatan alat-alat pertanian.
4162 8. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai
4163persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
4164 9. Persediaan dapat terdiri dari:
4165a. Barang konsumsi;
4166b. Amunisi;
4167c. Bahan untuk pemeliharaan;
4168d. Suku cadang;
4169e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
4170f. Pita cukai dan leges;
4171g. Bahan baku;
4172h. Barang dalam proses/setengah jadi;
4173i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
4174j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.

549 Lampiran I.06 PSAP 05 -2


550
551 PRESIDEN
552 REPUBLIK INDONESIA

4175 10. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
4176strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga
4177seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai
4178persediaan.
4179 11. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan
4180kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraf 9 butir j, misalnya sapi,
4181kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman.
4182 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam
4183neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

PENGAKUAN
4184
4185 13. Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi
4186 masa
4187depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
4188dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau
4189kepenguasaannya berpindah.
4190 14. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan
4191dengan hasil inventarisasi fisik.

PENGUKURAN
4192
4193 15. Persediaan disajikan sebesar:
4194a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
4195b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
4196c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/
4197 rampasan.
4198 16. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya
4199pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
4200dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang
4201serupa mengurangi biaya perolehan.
4202 17. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan:
4203a. Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang
4204b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak
4205 material dan bermacam-macam jenis.
4206 18. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
4207untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
4208 19. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang
4209terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
4210dialokasikan secara sistematis.

553 Lampiran I.06 PSAP 05 -3


554
555 PRESIDEN
556 REPUBLIK INDONESIA

4211 20. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai


4212dengan menggunakan nilai wajar.
4213 21. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau
4214penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan
4215transaksi wajar (arm length transaction).

BEBAN PERSEDIAAN
4216
4217 22. Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan
4218(use
4219of goods).
4220 23. Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka
4221penyajian Laporan Operasional.
4222 24. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka
4223pengukuran
4224pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai
4225dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan.
4226 25. Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran
4227pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara
4228saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi
4229dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode
4230penilaian yang digunakan.

PENGUNGKAPAN
4231
4232 26. Laporan keuangan mengungkapkan:
4233a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
4234b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang
4235 digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang
4236 digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau
4237 diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses
4238 produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
4239 masyarakat; dan
4240c. Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang.

TANGGAL EFEKTIF
4241
4242 27. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
4243berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
4244pelaksanaan anggaran mulai tahun anggaran 2010.
4245 28. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP

557 Lampiran I.06 PSAP 05 -4


558
559 PRESIDEN
560 REPUBLIK INDONESIA

4246ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
4247paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
4248
4249
4250

561 Lampiran I.06 PSAP 05 -5


562
563 PRESIDEN
564 REPUBLIK INDONESIA

4251

4252 LAMPIRAN I.07

4253 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

4254 TANGGAL 22 OKTOBER 2010


4255
4256
4257
4258 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
4259 BERBASIS AKRUAL
4260
4261 PERNYATAAN NO. 06
4262
4263
4264
4265
4266
4267

4268 AKUNTANSI INVESTASI


4269
4270
4271
4272
4273
4274
4275
4276
4277
4278

4279 Lampiran I.07 PSAP 06 – (i)

4280

565
566
567 PRESIDEN
568 REPUBLIK INDONESIA

4281
4282
4283 DAFTAR ISI
4284
4285
4286 Paragraf

4287PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- 1- 5
4288 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------- 1
4289 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------ 2- 5
4290DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6
4291BENTUK INVESTASI -------------------------------------------------------------------------- 7- 8
4292KLASIFIKASI INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 9 - 19
4293PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 20 - 22
4294PENGUKURAN INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 23 - 35
4295METODE PENILAIAN INVESTASI --------------------------------------------------------- 36 - 38
4296PENGAKUAN HASIL INVESTASI --------------------------------------------------------- 39 - 40
4297PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI ---------------------------------------- 41 - 42
4298PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------------- 43
4299TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------- 44 - 45

4300 Lampiran I.07 PSAP 06 – (ii)

569
570
571 PRESIDEN
572 REPUBLIK INDONESIA

4301STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


4302BERBASIS AKRUAL
4303PERNYATAAN NO. 06

4304AKUNTANSI INVESTASI
4305Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
4306paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
4307penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
4308Akuntansi Pemerintahan.

4309PENDAHULUAN
4310TUJUAN
4311 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
4312akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang
4313harus disajikan dalam laporan keuangan.

4314RUANG LINGKUP
4315 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian
4316seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
4317yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
4318 Akuntansi Pemerintahan.
4319 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
4320menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
4321keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
4322 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi investasi
4323pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek maupun
4324investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, klasifikasi,
4325pengukuran dan metode penilaian investasi, serta pengungkapannya pada
4326laporan keuangan.
4327 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
4328 (a) Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara
4329 kas;
4330 (b) Investasi dalam perusahaan asosiasi; (c) Kerjasama
4331 operasi; dan
4332(d) Investasi dalam properti.

573 Lampiran I.07 PSAP 06 - 1


574
575 PRESIDEN
576 REPUBLIK INDONESIA

DEFINISI
4333
4334 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
4335Pernyataan Standar dengan pengertian:
4336Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor
4337dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya
4338legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
4339Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
4340ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga
4341dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
4342kepada masyarakat.
4343Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
4344dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
4345Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
4346lebih dari 12 (dua belas) bulan.
4347Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak
4348termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara
4349tidak berkelanjutan.
4350Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
4351untuk dimiliki secara berkelanjutan.
4352Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak
4353dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada
4354peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun
4355golongan masyarakat tertentu.
4356Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
4357berdasarkan harga perolehan.
4358Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
4359investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
4360kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
4361bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
4362sesudah perolehan awal investasi.
4363Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas
4364yang dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan
4365tertentu untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya.
4366Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai
4367yang tertera dalam lembar saham dan obligasi.
4368Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu
4369investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.
4370Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
4371yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.

577 Lampiran I.07 PSAP 06 - 2


578
579 PRESIDEN
580 REPUBLIK INDONESIA

4372Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya


4373mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan
4374maupun joint venture dari investornya.
4375Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
4376modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

4377BENTUK INVESTASI
4378 7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antara lain untuk
4379memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang
4380belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
4381 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan
4382sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa
4383pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
4384instrumen ekuitas.

4385KLASIFIKASI INVESTASI
4386 9. Investasi pemerintah diklasifikasikan menjadi dua yaitu
4387investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka
4388pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka
4389panjang merupakan kelompok aset nonlancar.
4390 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai
4391berikut:
4392 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
4393 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
4394 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
4395 (c) Berisiko rendah.
4396 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka
4397pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah, karena
4398dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga, tidak termasuk dalam
4399investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok
4400investasi jangka pendek antara lain adalah:
4401 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu
4402 badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
4403 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;
4404 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan
4405 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat
4406 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun
4407 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau

581 Lampiran I.07 PSAP 06 - 3


582
583 PRESIDEN
584 REPUBLIK INDONESIA

4408 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
4409 kebutuhan kas jangka pendek.
4410 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka
4411pendek, antara lain terdiri atas:
4412 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang
4413 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
4414 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh
4415 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia
4416 (SBI).
4417 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat
4418 penanaman investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen.
4419 Investasi Permanen adalah investasi jangka panjang yang
4420 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan
4421 Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
4422 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
4423 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang
4424 dimaksudkan untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk
4425 memperjualbelikan atau menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak
4426 berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang berjangka waktu lebih
4427 dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus menerus
4428 atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.
4429 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah
4430 adalah investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi
4431 untuk mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam
4432 jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi
4433 permanen dapat berupa:
4434 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan
4435 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara;
4436 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk
4437 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
4438 masyarakat.
4439 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara
4440lain dapat berupa:
4441 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
4442 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah;
4443 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
4444 kepada pihak ketiga;
4445 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat
4446 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;

585 Lampiran I.07 PSAP 06 - 4


586
587 PRESIDEN
588 REPUBLIK INDONESIA

4447 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk
4448 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang
4449 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
4450 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga (saham)
4451pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan modal
4452bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.
4453 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak
4454bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli
4455oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
4456dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak
4457tercakup dalam pernyataan ini.
4458 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan
4459kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri.

4460PENGAKUAN INVESTASI
4461 20. Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam
4462bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui
4463sebagai investasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
4464 (a) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa
4465 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
4466 dapat diperoleh pemerintah;
4467 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
4468 memadai (reliable).
4469 21. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas
4470 dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan
4471 piutang menjadi investasi memenuhi kriteria pengakuan investasi yang
4472 pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat
4473 ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang akan
4474 datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang
4475 pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat
4476 ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh
4477 memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh
4478 manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin
4479 timbul.
4480 22. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan
4481 pada
4482paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran
4483 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang
4484 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
4485 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau

589 Lampiran I.07 PSAP 06 - 5


590
591 PRESIDEN
592 REPUBLIK INDONESIA

4486 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian,
4487 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan.

PENGUKURAN INVESTASI
4488
4489 23. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat
4490membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, nilai pasar
4491dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk
4492investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai
4493nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya.
4494 24. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga,
4495misalnya saham dan obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya
4496perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu
4497sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya
4498yang timbul dalam rangka perolehan tersebut.
4499 25. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa
4500biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar investasi
4501pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada
4502nilai wajar, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain yang
4503diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.
4504 26. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya
4505dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal
4506deposito tersebut.
4507 27. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya
4508penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi
4509harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam
4510rangka perolehan investasi tersebut.
4511 28. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi
4512jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki
4513berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya.
4514 29. Investasi nonpermanen yang dimaksudkan untuk
4515penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai bersih yang
4516dapat direalisasikan.
4517 30. Investasi nonpermanen untuk penyehatan/penyelamatan
4518perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan perbankan
4519 31. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di
4520proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai
4521sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
4522perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian
4523proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga.

593 Lampiran I.07 PSAP 06 - 6


594
595 PRESIDEN
596 REPUBLIK INDONESIA

4524 32. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran


4525aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah
4526sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga
4527perolehannya tidak ada.
4528 33. Harga perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar
4529dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam rupiah dengan
4530menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada
4531tanggal transaksi.
4532 34. Diskonto atau premi pada pembelian investasi diamortisasi
4533selama periode dari pembelian sampai saat jatuh tempo sehingga hasil
4534yang konstan diperoleh dari investasi tersebut.
4535 35. Diskonto atau premi yang diamortisasi tersebut dikreditkan atau
4536didebetkan pada pendapatan bunga, sehingga merupakan penambahan atau
4537pengurangan dari nilai tercatat investasi (carrying value) tersebut.

4538METODE PENILAIAN INVESTASI


4539 36. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode
4540yaitu:
4541 (a) Metode biaya;
4542 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya
4543 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian
4544 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi
4545 pada badan usaha/badan hukum yang terkait.
4546 (b) Metode ekuitas;
4547 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat investasi
4548 awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar
4549 bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian
4550 laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima pemerintah
4551 akan mengurangi nilai investasi pemerintah. Penyesuaian terhadap
4552 nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan
4553 investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat
4554 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
4555 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;
4556 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama
4557 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu
4558 dekat.
4559 37. Penggunaan metode pada paragraf 36 didasarkan pada
4560kriteria sebagai berikut:
4561(a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;

597 Lampiran I.07 PSAP 06 - 7


598
599 PRESIDEN
600 REPUBLIK INDONESIA

4562(b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20%
4563 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode
4564 ekuitas;
4565(c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
4566(d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih
4567 yang direalisasikan.
4568 38. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan
4569saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode
4570penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the
4571degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri
4572adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain:
4573 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;
4574 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
4575 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan
4576 investee;
4577 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam rapat/pertemuan
4578 dewan direksi.

4579PENGAKUAN HASIL INVESTASI


4580 39. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek,
4581antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi, dan dividen tunai (cash
4582dividend), diakui pada saat diperoleh dan dicatat sebagai pendapatan.
4583 40. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari
4584penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode
4585biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila
4586menggunakan metode ekuitas, bagian laba berupa dividen tunai yang
4587diperoleh oleh pemerintah dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dan
4588mengurangi nilai investasi pemerintah. Dividen dalam bentuk saham yang
4589diterima tidak akan menambah nilai investasi pemerintah.

4590PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI


4591 41. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena penjualan,
4592pelepasan hak karena peraturan pemerintah, dan lain sebagainya.
4593 42. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai
4594tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan kepada keuntungan/rugi
4595pelepasan investasi. Keuntungan/rugi pelepasan investasi disajikan dalam
4596laporan operasional.

601 Lampiran I.07 PSAP 06 - 8


602
603 PRESIDEN
604 REPUBLIK INDONESIA

4597PENGUNGKAPAN
4598 43. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan
4599pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain:
4600 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
4601 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
4602 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun
4603 investasi jangka panjang;
4604 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan
4605 tersebut;
4606 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; (f)
4607 Perubahan pos investasi.

605 Lampiran I.07 PSAP 06 - 9


606
607 PRESIDEN
608 REPUBLIK INDONESIA

46081 TANGGAL EFEKTIF


46092 44. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
4610(PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
4611pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran mulai
4612Tahun Anggaran 2010.
46135 45. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas
4614pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4
4615(empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

609 Lampiran I.07 PSAP 06 - 10


610
611 PRESIDEN
612 REPUBLIK INDONESIA

4616

4617 LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


4618 NOMOR 71 TAHUN 2010
4619 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
4620
4621
4622

4623 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


4624 BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN
4625 NO. 07
4626
4627
4628
4629
4630

4631 AKUNTANSI ASET TETAP


4632
4633
4634
4635
4636
4637
4638

4639
4640

4641 Lampiran I.08 PSAP 07 – (i)


4642 DAFTAR ISI
4643
4644 Paragraf
4645PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-3
613
614
615 PRESIDEN
616 REPUBLIK INDONESIA

4646 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1


4647 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-3
4648DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 4
4649UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 5-6
4650KLASIFIKASI ASET TETAP ---------------------------------------------------------------- 7-14
4651PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------------- 15-19
4652PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------ 20-22
4653PENILAIAN AWAL ASET TETAP --------------------------------------------------------- 23-48
4654 KOMPONEN BIAYA -------------------------------------------------------------------- 28-37
4655 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN -------------------------------------------- 38-40
4656 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN ---------------------------------------------- 41
4657 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) -------------------------- 42-44
4658 ASET DONASI -------------------------------------------------------------------------- 45-48
4659PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT
4660EXPENDITURES) ------------------------------------------------------------------------------ 49-51
4661PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT)
4662 TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------------- 52-60
4663 PENYUSUTAN --------------------------------------------------------------------------- 53-58
4664 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) ---------------------- 59-60
4665AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------------- 61-64
4666ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------------- 65-72
4667ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------------ 73-75
4668ASET MILITER (MILITARY ASSETS) --------------------------------------------------- 76
4669PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -------- 77-79
4670PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 80-83
4671TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 84-85
4672 Lampiran I.08 PSAP 07 – (ii)

617
618
619 PRESIDEN
620 REPUBLIK INDONESIA

4673STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


4674BERBASIS AKRUAL

4675PERNYATAAN NO. 07

AKUNTANSI ASET TETAP


4676
4677Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
4678paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
4679penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
4680Akuntansi Pemerintahan.

PENDAHULUAN
4681

4682TUJUAN
4683 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
4684untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta penentuan
4685dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat
4686(carrying value) aset tetap.

4687RUANG LINGKUP
4688 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk
4689 seluruh unit pemerintah yang menyajikan laporan keuangan
4690 untuk tujuan umum dan mengatur tentang perlakuan akuntansinya,
4691 termasuk pengakuan, penilaian, penyajian, dan pengungkapan yang
4692 diperlukan.
4693 3. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk:
4694(a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural
4695 resources); dan
4696(b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas
4697 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui
4698 (nonregenerative natural resources).
4699Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk
4700mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a)
4701dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.

DEFINISI
4702
4703 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
4704Pernyataan Standar dengan pengertian:

621 Lampiran I.08 PSAP 07 -1


622
623 PRESIDEN
624 REPUBLIK INDONESIA

4705Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
4706pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
4707ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
4708oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
4709uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
4710penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
4711dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
4712Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
471312 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
4714dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
4715Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang
4716masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang
4717masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan
4718atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
4719yang siap untuk dipergunakan.
4720Masa manfaat adalah:
4721(a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
4722 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
4723(b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset
4724 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
4725Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
4726masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. Nilai
4727tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung dari
4728biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. Nilai
4729wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang
4730memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Penyusutan
4731adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat
4732disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
4733bersangkutan.

4734UMUM
4735 5. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
4736dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap
4737pemerintah adalah:
4738(a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh
4739 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan
4740 kontraktor;
4741(b) Hak atas tanah.

625 Lampiran I.08 PSAP 07 -2


626
627 PRESIDEN
628 REPUBLIK INDONESIA

4742 6. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai
4743untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan
4744perlengkapan (supplies).

4745KLASIFIKASI ASET TETAP


4746 7. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat
4747atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah
4748sebagai berikut:
4749(a) Tanah;
4750(b) Peralatan dan Mesin;
4751(c) Gedung dan Bangunan;
4752(d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; (e) Aset Tetap Lainnya; dan
4753(f) Konstruksi dalam Pengerjaan.
4754 8. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang
4755diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah
4756dan dalam kondisi siap dipakai.
4757 9. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
4758yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
4759pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
4760 10. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
4761bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya
4762signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam
4763kondisi siap pakai.
4764 11. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
4765yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah
4766dan dalam kondisi siap dipakai.
4767 12. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
4768dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
4769dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
4770dipakai.
4771 13. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
4772dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
4773selesai seluruhnya.
4774 14. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
4775pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset
4776lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

4777PENGAKUAN ASET TETAP

629 Lampiran I.08 PSAP 07 -3


630
631 PRESIDEN
632 REPUBLIK INDONESIA

4778 15. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan
4779dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat
4780diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut :
4781(a) Berwujud;
4782(b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
4783(c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
4784(d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan (e)
4785 Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
4786 16. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat
4787lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi
4788masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung
4789maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut
4790dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah.
4791Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan
4792bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait.
4793Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima
4794entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.
4795 17. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan
4796oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
4797dimaksudkan untuk dijual.
4798 18. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau
4799diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.
4800 19. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti
4801bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara
4802hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
4803Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum
4804dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti
4805pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan
4806sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus
4807diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah
4808berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat
4809tanah atas nama pemilik sebelumnya.

4810PENGUKURAN ASET TETAP


4811 20. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian
4812aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
4813maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
4814 21. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi
4815pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan
4816biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu

633 Lampiran I.08 PSAP 07 -4


634
635 PRESIDEN
636 REPUBLIK INDONESIA

4817pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi
4818pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga
4819kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi.
4820 22. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
4821meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
4822langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
4823listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
4824pembangunan aset tetap tersebut.

PENILAIAN AWAL ASET TETAP


4825
4826 23. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui
4827sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya
4828harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
4829 24. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut
4830adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
4831 25. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau
4832donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh
4833pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah
4834daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan
4835kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian
4836wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan
4837peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang
4838tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi
4839pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai
4840berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
4841 26. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat
4842perolehan untuk kondisi pada paragraf 24 bukan merupakan suatu proses
4843penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti
4844pada paragraf 23. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 59 dan
4845paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk
4846periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
4847 27. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya
4848perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca
4849awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca
4850awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya
4851perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.

4852KOMPONEN BIAYA
4853 28. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
4854konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat

637 Lampiran I.08 PSAP 07 -5


638
639 PRESIDEN
640 REPUBLIK INDONESIA

4855diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi


4856yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
4857dimaksudkan.
4858 29. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
4859(a) biaya persiapan tempat;
4860(b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
4861 (handling cost);
4862(c) biaya pemasangan (installation cost);
4863(d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan (e) biaya konstruksi.
4864 30. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya
4865perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
4866dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
4867penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus
4868dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai
4869bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua
4870tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
4871 31. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah
4872pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh
4873peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi
4874harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung
4875lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin
4876tersebut siap digunakan.
4877 32. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh
4878biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh
4879gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga
4880pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan
4881pajak.
4882 33. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan
4883seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk
4884memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya
4885perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai
4886jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
4887 34. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya
4888yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset
4889tersebut sampai siap pakai.
4890 35. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu
4891komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan
4892secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi
4893kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa

641 Lampiran I.08 PSAP 07 -6


642
643 PRESIDEN
644 REPUBLIK INDONESIA

4894tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk
4895membawa aset ke kondisi kerjanya.
4896 36. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola
4897ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
4898 37. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga
4899pembelian.
4900KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
4901 38. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan
4902atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum
4903selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam
4904pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai.
4905 39. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai
4906Konstruksi Dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset
4907dalam pengerjaan, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset
4908tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh
4909kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip dan
4910rincian yang ada pada PSAP 08.
4911 40. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau
4912dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu
4913akun yang sesuai dalam pos aset tetap.

4914PEROLEHAN SECARA GABUNGAN


4915 41. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh
4916secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan
4917tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang
4918bersangkutan.

4919PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS)


4920 42. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau
4921pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya
4922dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh
4923yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah
4924disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain
4925yang ditransfer/diserahkan.
4926 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu
4927aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai
4928wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran
4929dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada
4930keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang

645 Lampiran I.08 PSAP 07 -7


646
647 PRESIDEN
648 REPUBLIK INDONESIA

4931baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset
4932yang dilepas.
4933 44. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti
4934adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam
4935kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down)
4936dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai
4937aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk
4938pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila
4939terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya,
4940maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai
4941nilai yang sama.

4942ASET DONASI
4943 45. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus
4944dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
4945 46. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa
4946persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan
4947nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh
4948satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut
4949akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya
4950secara hukum, seperti adanya akta hibah.
4951 47. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset
4952tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah.
4953Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk
4954pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap
4955selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset
4956tetap dengan pertukaran.
4957 48. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset
4958donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional.

4959PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN


4960 (SUBSEQUENT EXPENDITURES)
4961 49. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang
4962memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi
4963manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu
4964produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai
4965tercatat aset yang bersangkutan.
4966 50. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 49 harus ditetapkan
4967dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 49

649 Lampiran I.08 PSAP 07 -8


650
651 PRESIDEN
652 REPUBLIK INDONESIA

4968dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk


4969dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi
4970atau tidak.
4971 51. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam
4972jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi
4973(capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang
4974ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan
4975mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk
4976maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus
4977diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
4978Keuangan.

4979PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT


4980MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL
4981 52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap
4982tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang
4983memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
4984penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas.

4985PENYUSUTAN
4986 53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu
4987aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa
4988manfaat aset yang bersangkutan.
4989 54. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai
4990pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan
4991dalam laporan operasional.
4992 55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode
4993yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang
4994digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan
4995jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah.
4996 56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau
4997secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
4998penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
4999penyesuaian.
5000 57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
5001(a) Metode garis lurus (straight line method); atau
5002(b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
5003(c) Metode unit produksi (unit of production method)
5004 58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
5005tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

653 Lampiran I.08 PSAP 07 -9


654
655 PRESIDEN
656 REPUBLIK INDONESIA

5006PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION)


5007 59. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya
5008tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut
5009penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
5010Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
5011pemerintah yang berlaku secara nasional.
5012 60. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
5013penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta
5014pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas.
5015Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam
5016akun ekuitas.

657 Lampiran I.08 PSAP 07 - 10


658
659 PRESIDEN
660 REPUBLIK INDONESIA

5017AKUNTANSI TANAH
5018 61. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak
5019diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan
5020seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
5021 62. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu
5022periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat
5023berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang
5024dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
5025itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk
5026mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap
5027dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan
5028ini.
5029 63. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya
5030dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta
5031perundangundangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
5032Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat
5033permanen.
5034 64. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar
5035negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar
5036negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta
5037perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
5038Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas
5039tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah
5040dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat
5041diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas
5042waktu.

5043ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)


5044 65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk
5045menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut
5046harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
5047 66. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset
5048 bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah.
5049Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-
5050tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of
5051art). Beberapa karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu
5052aset bersejarah:
5053(a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
5054 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;

661 Lampiran I.08 PSAP 07 - 11


662
663 PRESIDEN
664 REPUBLIK INDONESIA

5055(b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
5056 pelepasannya untuk dijual;
5057(c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
5058 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
5059(d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus
5060 dapat mencapai ratusan tahun.
5061 67. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam
5062waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan
5063perundang-undangan.
5064 68. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang
5065diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk
5066pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai
5067dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan
5068akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan
5069tersebut.
5070 69. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah
5071unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan
5072Keuangan dengan tanpa nilai.
5073 70. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus
5074dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya
5075pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung
5076untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada
5077pada periode berjalan.
5078 71. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat
5079lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh
5080bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus
5081tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset
5082tetap lainnya.
5083 72. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada
5084karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).

5085ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE


5086ASSETS)
5087 73. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur.
5088Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya
5089mempunyai karakteristik sebagai berikut:
5090(a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
5091(b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
5092(c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan

665 Lampiran I.08 PSAP 07 - 12


666
667 PRESIDEN
668 REPUBLIK INDONESIA

5093(d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.


5094 74. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh
5095pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai
5096aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus
5097diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.
5098 75. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan,
5099sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.

5100ASET MILITER (MILITARY ASSETS)


5101 76. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi
5102definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
5103yang ada pada Pernyataan ini.

5104PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT


5105AND DISPOSAL)
5106 77. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau
5107bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada
5108manfaat ekonomi masa yang akan datang.
5109 78. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas
5110harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
5111Keuangan.
5112 79. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
5113tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset
5114lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

5115PENGUNGKAPAN
5116 80. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk
5117masingmasing jenis aset tetap sebagai berikut:
5118(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
5119 (carrying amount);
5120(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
5121 menunjukkan:
5122 (1) Penambahan;
5123 (2) Pelepasan;
5124 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
5125 (4) Mutasi aset tetap lainnya.
5126(c) Informasi penyusutan, meliputi:

669 Lampiran I.08 PSAP 07 - 13


670
671 PRESIDEN
672 REPUBLIK INDONESIA

5127 (1) Nilai penyusutan;


5128 (2) Metode penyusutan yang digunakan;
5129 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
5130 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan
5131 akhir periode;
5132
81. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
(a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
(b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
tetap;
(c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
(d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
5133 82. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka halhal
5134berikut harus diungkapkan:
5135(a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
5136(b) Tanggal efektif penilaian kembali;
5137(c) Jika ada, nama penilai independen;
5138(d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
5139 pengganti;
5140(e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.
5141 83. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain
5142 nama,
5143jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud.

5144TANGGAL EFEKTIF
5145 84. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
5146 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
5147 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun
5148 Anggaran 2010.
5149 85. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan
5150 PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas
5151 Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran
5152 2010.
5153
5154

673 Lampiran I.08 PSAP 07 - 14


674
675 PRESIDEN
676 REPUBLIK INDONESIA

5155 LAMPIRAN I.09

5156 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER
51572010

5158
5159
5160
5161STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
5162BERBASIS AKRUAL
5163
5164PERNYATAAN NO. 08
5165
5166
5167
5168

5169AKUNTANSI
5170KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
5171
5172
5173
5174
5175
5176
5177
5178
5179
5180
5181

5182

5183 Lampiran I.09 PSAP 08 – (i)

677
678
679 PRESIDEN
680 REPUBLIK INDONESIA
681

5184 DAFTAR ISI


5185
5186 Paragraf
5187 PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-5
5188 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-2
5189 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------- 3-5
5190 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------- 6
5191 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN --------------------------------------------- 7-8
5192 KONTRAK KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 9-10
5193PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK

5194 KONSTRUKSI ------------------------------------------------------------------------------- 11-13


5195 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN ------------------------- 14-17
5196 PENGUKURAN ----------------------------------------------------------------------------- 18-33
5197 BIAYA KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 19-33
5198 PENGUNGKAPAN ------------------------------------------------------------------------- 34-36
5199 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 37-38

682 Lampiran I.09 PSAP 08 -


683
684 PRESIDEN
685 REPUBLIK INDONESIA

5200 Lampiran I.09 PSAP 08 – (ii)

686
687
688 PRESIDEN
689 REPUBLIK INDONESIA
690
5201STANDAR AKUNTANSI
5202PEMERINTAHAN
5203BERBASISAKRUAL
5204PERNYATAAN NO. 08

5205AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


5206Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5207paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
5208penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
5209Akuntansi Pemerintahan.

5210PENDAHULUAN
5211TUJUAN
5212 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
5213mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan.
5214 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
5215 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi
5216 Dalam Pengerjaan;
5217 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; (c)
5218 penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

5219RUANG LINGKUP
5220 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan
5221aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
5222dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
5223pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib
5224menerapkan standar ini.
5225 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
5226berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
5227selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
5228berlainan.
5229 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan
5230adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai
5231dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

5232DEFINISI
5233 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
5234Pernyataan Standar dengan pengertian:

5235 1

691 Lampiran I.09 PSAP 08 -


692
693 PRESIDEN
694 REPUBLIK INDONESIA
695

5236STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


5237BERBASIS AKRUAL
5238PERNYATAAN NO. 08

5239AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


5240Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5241paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
5242penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
5243Akuntansi Pemerintahan.

5244PENDAHULUAN
5245TUJUAN
5246 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
5247mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan.
5248 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
5249 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi
5250 Dalam Pengerjaan;
5251 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; (c)
5252 penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

5253RUANG LINGKUP
5254 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan
5255aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
5256dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
5257pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib
5258menerapkan standar ini.
5259 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
5260berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
5261selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
5262berlainan.
5263 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan
5264adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai
5265dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

5266DEFINISI
5267 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
5268Pernyataan Standar dengan pengertian:

696 Lampiran I.09 PSAP 08 - 1


697
698 PRESIDEN
699 REPUBLIK INDONESIA
700

5269Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
5270pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
5271ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
5272oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
5273uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
5274penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
5275dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
5276Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
527712 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
5278dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
5279Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam
5280proses pembangunan.
5281Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk
5282konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu
5283sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan
5284fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
5285Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk
5286membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan
5287entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak
5288konstruksi.
5289Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum
5290pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
5291Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
5292penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
5293Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan
5294pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
5295Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga
5296pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran
5297jumlah tersebut.
5298Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang
5299dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum
5300dibayar oleh pemberi kerja.

5301KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


5302 7. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
5303mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya
5304yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
5305periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi
5306pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
5307perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.

701 Lampiran I.09 PSAP 08 - 2


702
703 PRESIDEN
704 REPUBLIK INDONESIA
705

5308 8. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri


5309(swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

5310KONTRAK KONSTRUKSI
5311 9. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah
5312aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal
5313rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
5314seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
5315 10. Kontrak konstruksi dapat meliputi:
5316 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
5317 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
5318 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
5319 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
5320 pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan
5321 value engineering;
5322 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.

5323PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK


5324KONSTRUKSI
5325 11. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara
5326 terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu,
5327 adalah perlu untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen
5328 kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau
5329 suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan
5330 hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
5331 12. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset,
5332 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak
5333 konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini
5334 terpenuhi:
5335(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
5336(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta
5337 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang
5338 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; (c) Biaya masing-
5339 masing aset dapat diidentifikasikan.
5340 13. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan
5341konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah
5342sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak

706 Lampiran I.09 PSAP 08 - 3


707
708 PRESIDEN
709 REPUBLIK INDONESIA
710

5343tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak


5344konstruksi terpisah jika:
5345(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,
5346 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak
5347 semula; atau
5348(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga
5349 kontrak semula.

5350PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM


5351PENGERJAAN
5352 14. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam
5353Pengerjaan jika:
5354(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang
5355berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; (b) biaya perolehan
5356tersebut dapat diukur secara andal; dan (c) aset tersebut masih dalam
5357proses pengerjaan.
5358 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang
5359dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan
5360oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan
5361dalam aset tetap.
5362 16. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap
5363yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
5364(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
5365(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
5366 17. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset
5367 tetap yang bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan
5368 bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan
5369 konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan
5370 tujuan perolehannya.

5371PENGUKURAN
5372 18. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya
5373 perolehan.

5374BIAYA KONSTRUKSI
5375 19. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola:
5376(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;

711 Lampiran I.09 PSAP 08 - 4


712
713 PRESIDEN
714 REPUBLIK INDONESIA
715

5377(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
5378 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
5379(c) biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi
5380 yang bersangkutan.
5381 20. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan
5382konstruksi antara lain meliputi:
(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
pelaksanaan konstruksi;
(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan
dengan konstruksi.
5383 21. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada
5384umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
5385 (a) Asuransi;
5386 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
5387 berhubungan dengan konstruksi tertentu;
5388 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi
5389 yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
5390 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis
5391 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang
5392 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan
5393 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
5394 22. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak
5395konstruksi meliputi:
5396(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
5397 tingkat penyelesaian pekerjaan;
5398(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung
5399 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
5400 tanggal pelaporan;
5401(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
5402 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
5403 23. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan kontraktor lainnya.
5404 24. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan
5405secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan
5406dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai
5407penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.

716 Lampiran I.09 PSAP 08 - 5


717
718 PRESIDEN
719 REPUBLIK INDONESIA
720

5408 25. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari


5409 keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam
5410spesifikasi atau rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan
5411kontrak.
5412 26. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman
5413yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya
5414konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan
5415secara andal.
5416 27. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang
5417timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
5418konstruksi.
5419 28. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi
5420jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus dibayar pada
5421periode yang bersangkutan.
5422 29. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis
5423aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode
5424yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan
5425metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
5426 30. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi
5427 dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
5428force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa
5429pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
5430 31. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat
5431terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur
5432tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
5433pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja
5434atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara
5435dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force
5436majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga
5437pada periode yang bersangkutan.
5438 32. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan
5439yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis
5440pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya
5441pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam
5442proses pengerjaan.
5443 33. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang
5444masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12.
5445Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan
5446maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian
5447kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan
5448yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

721 Lampiran I.09 PSAP 08 - 6


722
723 PRESIDEN
724 REPUBLIK INDONESIA
725

5449PENGUNGKAPAN
5450 34. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai
5451Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
5452(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
5453 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
5454(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya.
5455(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar;
5456(d) Uang muka kerja yang diberikan; (e) Retensi.
5457 35. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang
5458 retensi, misalnya termin pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi
5459 kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan
5460 atas Laporan Keuangan.
5461 36. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman
5462 sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan
5463 penyerapannya sampai tanggal tertentu.

5464TANGGAL EFEKTIF
5465 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
5466berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
5467pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
5468 38. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
5469ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
5470paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
5471
5472
5473

726 Lampiran I.09 PSAP 08 - 7


727
728 PRESIDEN
729 REPUBLIK INDONESIA

5474 LAMPIRAN I.10

5475 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

5476 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

5477
5478

5479STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


5480BERBASIS AKRUAL
5481

5482PERNYATAAN NO. 09
5483
5484
5485
5486
5487

5488 AKUNTANSI KEWAJIBAN


5489
5490
5491
5492
5493
5494
5495
5496
5497

5498 Lampiran I.10 PSAP 09 – (i)


5499 DAFTAR ISI
5500
730
731
732 PRESIDEN
733 REPUBLIK INDONESIA

5501 Paragraf
5502PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4
5503TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1
5504RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-4
5505DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 5
5506UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 6-8
5507KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 9-17
5508PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 18-
550931

5510PENGUKURAN KEWAJIBAN -------------------------------------------------------------- 32-


551161

5512UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) ------------------ 35-37


5513UTANG TRANSFER -------------------------------------------------------------------- 38-39
5514UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) ---------------------------------------- 40-41
5515UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) -------------------------------- 42-43
5516BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG -------------------------------- 44-45
5517KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT

5518LIABILITIES) ------------------------------------------------------------------------------ 46
5519UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN

5520 DAN YANG DIPERJUALBELIKAN -------------------------------------------------- 47-


55
5521 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan
5522 (Non-Traded Debt)--------------- --------------------------------------------- 48-50
Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) ------------ 51-55
PERUBAHAN VALUTA ASING ------------------------------------------------------------ 56-61
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------------- 62-64
TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------------- 65-68
RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------------- 69-81
PENGHAPUSAN UTANG ------------------------------------------------------------------- 76-81
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG
PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------------- 82-86
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------- 87-88

734
735
736 PRESIDEN
737 REPUBLIK INDONESIA

TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 89-90


5523 Lampiran I.10 PSAP 09 – (ii)

738
739
740 PRESIDEN
741 REPUBLIK INDONESIA

5524STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


5525BERBASIS AKRUAL
5526PERNYATAAN NO. 09
5527KEWAJIBAN
5528Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5529paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
5530penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
5531Akuntansi Pemerintahan.

5532PENDAHULUAN
5533TUJUAN
5534 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
5535akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat,
5536amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.

5537RUANG LINGKUP
5538 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
5539 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum
5540 dan mengatur tentang perlakuan akuntansinya,
5541 termasuk pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
5542 yang diperlukan.
5543 3. Pernyataan Standar ini mengatur:
5544(a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek
5545 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam
5546 Negeri dan Utang Luar Negeri.
5547(b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang
5548 asing.
5549(c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi
5550 pinjaman.
5551(d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah.
5552 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan
5553 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut.
5554 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
5555(a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi.
5556(b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.

742 Lampiran I.10 PSAP 09 -1


743
744 PRESIDEN
745 REPUBLIK INDONESIA

5557(c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari
5558 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti
5559 pada paragraf 3(b).
5560Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri.

5561DEFINISI
5562 5. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
5563Pernyataan Standar dengan pengertian:
5564Amortisasi utang adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto
5565selama umur utang pemerintah.
5566Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut
5567Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar
5568siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.
5569Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung
5570oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. Debitur adalah
5571pihak yang menerima utang dari kreditur.
5572Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present
5573value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) dari suatu utang
5574karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif.
5575Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
5576entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
5577perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
5578berupa laporan keuangan.
5579Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
5580penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
5581pemerintah.
5582Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur.
5583Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum
5584pasti.
5585Kewajiban kontinjensi adalah:
5586(a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
5587 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya
5588 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya
5589 berada dalam kendali suatu entitas; atau
5590(b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui
5591 karena:
5592 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) bahwa suatu
5593 entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat
5594 ekonomi untuk menyelesaikan kewajibannya; atau

746 Lampiran I.10 PSAP 09 -2


747
748 PRESIDEN
749 REPUBLIK INDONESIA

5595 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
5596Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
5597Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan
5598jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah.
5599Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali
5600transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang
5601pemerintah.
5602Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang
5603dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau
5604premium yang belum diamortisasi.
5605Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari
560612 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga
5607secara diskonto.
5608Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang
5609pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah
5610sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan
5611(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.
5612Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present
5613value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
5614bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif.
5615Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk
5616memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa
5617pengurangan jumlah utang.
5618Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan
5619utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai
5620jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat
5621Utang Negara (SUN).
5622Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka
5623waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
5624secara diskonto.
5625Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan
5626utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
5627pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia,
5628sesuai dengan masa berlakunya.
5629Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan
5630entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal.

UMUM
5631
5632 6. Karakteristik utama kewajiban adalah bahwa
5633 pemerintah mempunyai kewajiban sampai saat ini yang

750 Lampiran I.10 PSAP 09 -3


751
752 PRESIDEN
753 REPUBLIK INDONESIA

5634 dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya


5635ekonomi di masa yang akan datang.
5636 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
5637atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan,
5638kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pendanaan pinjaman
5639dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga
5640internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena perikatan dengan
5641pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu
5642kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib
5643pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan
5644pemberi jasa lainnya.
5645 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
5646konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.

KLASIFIKASI KEWAJIBAN
5647
5648 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap
5649 pos kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang
5650 diharapkan akan diselesaikan setelah tanggal pelaporan.
5651 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan
5652bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
5653Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga
5654dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan
5655sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang.
5656 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
5657pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
5658tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
5659kewajiban jangka panjang.
5660 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
5661sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer
5662pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan
5663menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
5664 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
5665tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya
5666bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak
5667Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
5668 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
5669jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan
5670diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
5671jika:

754 Lampiran I.10 PSAP 09 -4


755
756 PRESIDEN
757 REPUBLIK INDONESIA

5672(a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
5673 bulan; dan
5674(b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban
5675 tersebut atas dasar jangka panjang; dan
5676(c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian
5677 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
5678 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
5679 disetujui.
5680 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka
5681pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang
5682mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
5683 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
5684berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
5685digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
5686tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
5687dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pendanaan jangka panjang dan
5688diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana
5689kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus
5690tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat
5691dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos
5692jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum
5693persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada
5694tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
5695 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
5696(covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
5697jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan
5698posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat
5699diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
5700(a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
5701 konsekuensi adanya pelanggaran, dan
5702(b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam
5703 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

5704PENGAKUAN KEWAJIBAN
5705 18. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
5706sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang
5707ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
5708mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
5709 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi)
5710sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya

758 Lampiran I.10 PSAP 09 -5


759
760 PRESIDEN
761 REPUBLIK INDONESIA

5711suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin


5712dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan
5713bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang
5714melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi
5715dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena
5716ketidaksengajaan.
5717 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai.
5718Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran.
5719Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran sangat
5720penting untuk menentukan saat pengakuan kewajiban.
5721 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh
5722pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan,
5723dan/atau pada saat kewajiban timbul.
5724 22. Kewajiban dapat timbul dari:
5725(a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
5726(b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum
5727 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas
5728 sampai dengan saat tanggal pelaporan;
5729(c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);
5730 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged
5731 events).
5732 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-
5733masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu
5734nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya
5735atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan
5736pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa
5737sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa
5738depan.
5739 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai
5740pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang
5741diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi
5742pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja)
5743menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji
5744yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai
5745lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan.
5746 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak
5747dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan
5748atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Dalam hal ini, hanya ada satu arah
5749arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu
5750kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada
5751tanggal pelaporan.

762 Lampiran I.10 PSAP 09 -6


763
764 PRESIDEN
765 REPUBLIK INDONESIA

5752 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus
5753kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika
5754pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan
5755hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan
5756pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui
5757transaksi dengan pertukaran.
5758 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian
5759yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara
5760pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar
5761kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam
5762hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan
5763basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan
5764pertukaran.
5765 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan
5766kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan
5767kewajiban, sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada
5768memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan, dan sepanjang
5769jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini
5770adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan
5771pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah.
5772 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian
5773yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai
5774konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan
5775untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab
5776luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering
5777diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya
5778tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang
5779timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah
5780dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
5781Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban
5782sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab
5783keuangan pemerintah, dan atas biaya yang timbul sehubungan dengan
5784kejadian tersebut telah terjadi transaksi dengan pertukaran atau tanpa
5785pertukaran.
5786 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan
5787biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria
5788berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya
5789yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat
5790kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum
5791dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban
5792bencana).

766 Lampiran I.10 PSAP 09 -7


767
768 PRESIDEN
769 REPUBLIK INDONESIA

5793 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari kejadian


5794yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kotakota
5795Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi bencana
5796tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari pemerintah karena
5797memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kotakota tersebut.
5798Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi sumbangan
5799pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor yang dibayar
5800oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau tanpa
5801pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang untuk
5802barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang diserahkan
5803atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa pertukaran, suatu
5804kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal
5805pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke pemerintah untuk
5806membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan sesuai persyaratan
5807program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah.

PENGUKURAN KEWAJIBAN
5808
5809 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata
5810uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran
5811mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
5812neraca.
5813 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban
5814pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang
5815tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti
5816transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta
5817asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan
5818dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
5819 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti
5820karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan
5821nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan.

5822UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE)


5823 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk
5824barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus
5825mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang
5826tersebut
5827 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan
5828spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang
5829dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan
5830berita acara kemajuan pekerjaan.

770 Lampiran I.10 PSAP 09 -8


771
772 PRESIDEN
773 REPUBLIK INDONESIA

5831 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit


5832pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit
5833nonpemerintahan.

5834UTANG TRANSFER
5835 38. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk
5836melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan
5837perundangundangan.
5838 39. Utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang
5839berlaku.
5840UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST)
5841 40. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar
5842biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat
5843berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang
5844bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap
5845akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
5846 41. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk
5847sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat
5848Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota,
5849dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.

5850UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK)


5851 42. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan
5852berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada
5853laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
5854 43. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus
5855diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang
5856dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo
5857pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo
5858pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah
5859yang masih harus disetorkan.

5860BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG


5861 44. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian
5862lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam
5863waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
5864 45. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
5865adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus
5866dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

774 Lampiran I.10 PSAP 09 -9


775
776 PRESIDEN
777 REPUBLIK INDONESIA

5867KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES)


5868 46. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak
5869termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya
5870tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan
5871disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik
5872masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai
5873dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah
5874diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan
5875pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada
5876pihak lain.

778 Lampiran I.10 PSAP 09 - 10


779
780 PRESIDEN
781 REPUBLIK INDONESIA

5877UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN DAN


5878YANG DIPERJUALBELIKAN
5879 47. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang
5880tersebut yang dapat berbentuk:
5881(a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
5882(b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt)

5883Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded


5884Debt)
5885 48. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak
5886diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada
5887pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam
5888kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan.
5889 49. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan
5890adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international
5891seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini
5892biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).
5893 50. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat
5894mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang menggunakan tarif
5895bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif
5896bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks
5897lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan
5898tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan
5899data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.

5900Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt)


5901 51. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat
5902diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari
5903pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode
5904akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau
5905hasil penjualan, penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
5906dibayarkan ke pemegangnya, dan penilaian pada periode diantaranya untuk
5907menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah.
5908 52. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam
5909bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat
5910memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
5911 53. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai
5912pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium
5913yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar
5914nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari.

782 Lampiran I.10 PSAP 09 - 11


783
784 PRESIDEN
785 REPUBLIK INDONESIA

5915Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya


5916selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual
5917dengan harga premium nilainya akan berkurang.
5918 54. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh
5919tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk
5920Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai
5921berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo bila dijual dengan
5922nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman pemerintah yang
5923dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian
5924selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada.
5925 55. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan
5926metode garis lurus.

5927PERUBAHAN VALUTA ASING


5928 56. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan
5929menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
5930 57. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs
5931spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal
5932transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama
5933seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut.
5934Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk
5935suatu periode tidak dapat diandalkan.
5936 58. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata
5937uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan
5938kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
5939 59. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang
5940asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan
5941atau penurunan ekuitas periode berjalan.
5942 60. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata
5943uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang
5944berhubungan dan ekuitas pada entitas pelaporan.
5945 61. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan
5946diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui
5947pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi
5948berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus
5949diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs
5950untuk masing-masing periode.

786 Lampiran I.10 PSAP 09 - 12


787
788 PRESIDEN
789 REPUBLIK INDONESIA

5951PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH


5952TEMPO
5953 62. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum
5954jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik (call feature) oleh penerbit
5955dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk
5956penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka selisih antara harga
5957perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus disajikan pada Laporan
5958Operasional dan diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan
5959sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.
5960 63. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat
5961(carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap
5962 sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu
5963 dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan aset yang berhubungan.
5964 64. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat
5965(carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan aset yang
5966terkait, jumlah perbedaan yang ada juga disajikan dalam Laporan Operasional
5967pada pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional dan diungkapkan pada
5968Catatan atas Laporan Keuangan.

5969TUNGGAKAN
5970 65. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan
5971dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas
5972Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
5973 66. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh
5974tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau
5975bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai
5976saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur
5977diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
5978 67. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan
5979dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan.
5980Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang
5981menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan
5982dan solvabilitas satu entitas.
5983 68. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan
5984di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.

5985RESTRUKTURISASI UTANG
5986 69. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan
5987utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif

790 Lampiran I.10 PSAP 09 - 13


791
792 PRESIDEN
793 REPUBLIK INDONESIA

5988sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai


5989tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut
5990melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan
5991persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada
5992Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos
5993kewajiban yang terkait.
5994 70. Restrukturisasi dapat berupa:
5995(a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan
5996 dengan utang baru; atau
5997(b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah
5998 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang
5999 dapat berbentuk:
6000 (1) Perubahan jadwal pembayaran,
6001 (2) Penambahan masa tenggang, atau
6002 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang
6003 jatuh tempo dan/atau tertunggak.
6004 71. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga
6005efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode
6006antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif
6007yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai
6008jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan
6009baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat
6010bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru
6011dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
6012 72. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru
6013harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
6014 73. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana
6015ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk
6016bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka
6017debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan
6018jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam
6019persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas
6020Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang
6021berkaitan.
6022 74. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang
6023sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas
6024masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa
6025depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
6026 75. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat
6027merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai

794 Lampiran I.10 PSAP 09 - 14


795
796 PRESIDEN
797 REPUBLIK INDONESIA

6028contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi
6029keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk
6030menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur
6031pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang
6032sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus
6033diestimasi.
6034PENGHAPUSAN UTANG
6035 76. Penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur
6036kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam
6037bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
6038 77. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke
6039kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di
6040bawah nilai tercatatnya.
6041 78. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di
6042bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada
6043paragraf 73 berlaku.
6044 79. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di
6045bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai
6046debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas ke nilai
6047wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 73, serta mengungkapkan
6048pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban
6049dan aset nonkas yang berhubungan.
6050 80. Informasi dalam Catatan atas Laporan
6051 Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul
6052sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih
6053antara:
6054(a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah
6055dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya
6056penerbitan yang belum diamortisasi), dengan (b) Nilai wajar aset yang dialihkan
6057ke kreditur.
6058 81. Penilaian kembali aset pada paragraf 80 akan menghasilkan
6059perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk
6060penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas
6061Laporan Keuangan.

798 Lampiran I.10 PSAP 09 - 15


799
800 PRESIDEN
801 REPUBLIK INDONESIA

6062BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN


6063UTANG PEMERINTAH
6064 82. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah
6065biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman
6066dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
6067(a) Bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka
6068 pendek maupun jangka panjang;
6069(b) Commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik;
6070(c) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
6071(d) Amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman
6072 seperti biaya konsultan, ahli hukum, dan sebagainya.
6073(e) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal
6074 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
6075 83. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan
6076dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus
6077dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.
6078 84. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung
6079dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap
6080aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan
6081secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman
6082ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 86.
6083 85. Dalam keadaan tertentu, sulit untuk mengidentifikasikan adanya
6084hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset
6085tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila
6086perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi
6087pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat
6088terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan
6089dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan
6090jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga
6091diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan
6092hal tersebut.
6093 86. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus
6094digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus
6095dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata
6096tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu
6097yang berkaitan selama periode pelaporan.

802 Lampiran I.10 PSAP 09 - 16


803
804 PRESIDEN
805 REPUBLIK INDONESIA

6098PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN


6099 87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam
6100bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik
6101kepada pemakainya.
6102 88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi
6103yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
6104(a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang
6105 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
6106(b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis
6107 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
6108(c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat
6109 bunga yang berlaku;
6110(d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh
6111 tempo;
6112(e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
6113 (1) Pengurangan pinjaman;
6114 (2) Modifikasi persyaratan utang;
6115 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
6116 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
6117 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
6118 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode
6119 pelaporan.
6120(f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur
6121 utang berdasarkan kreditur.
6122(g) Biaya pinjaman:
6123 (1) Perlakuan biaya pinjaman;
6124 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang
6125 bersangkutan; dan
6126 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.

6127TANGGAL EFEKTIF
6128 89. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
6129berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
6130 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran
61312010.

806 Lampiran I.10 PSAP 09 - 17


807
808 PRESIDEN
809 REPUBLIK INDONESIA

6132 90. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
6133ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
6134paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

810 Lampiran I.10 PSAP 09 - 18


811
812 PRESIDEN
813 REPUBLIK INDONESIA

6135 LAMPIRAN I.11

6136 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

6137 TANGGAL 22 OKTOBER 2010


6138
6139
6140
6141 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
6142 BERBASIS AKRUAL
6143
6144 PERNYATAAN NO. 10
6145

6146

6147

6148 KOREKSI KESALAHAN,


6149 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI,
6150 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN
6151 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
6152
6153
6154
6155
6156
6157

6158 Lampiran I.11 PSAP 10 - (i)

814
815
816 PRESIDEN
817 REPUBLIK INDONESIA

6159 DAFTAR ISI


6160

6161 Paragraf
6162 PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3
6163 TUJUAN------------------------------------------------------------------------------- 1
6164 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------ 2-3
6165 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------ 4
6166 KOREKSI KESALAHAN --------------------------------------------------------------- 5-36
6167 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 37-42
6168 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI ------------------------------------------- 43-45
6169 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN ----------------------------------------- 46-50
6170 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 51-52
6171

6172

6173

6174

6175

818
819
820 PRESIDEN
821 REPUBLIK INDONESIA

6176 Lampiran I.11 PSAP 10 - (ii)

822
823
824 PRESIDEN
825 REPUBLIK INDONESIA

6177STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


6178BERBASIS AKRUAL
6179PERNYATAAN NO. 10

6180KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN


6181AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI,
6182 DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
6183 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6184 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6185 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
6186 Akuntansi Pemerintahan.

6187 PENDAHULUAN
6188TUJUAN
6189 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
6190 akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan,
6191 perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang
6192 tidak dilanjutkan.

6193RUANG LINGKUP
6194 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu
6195entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan
6196pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi
6197akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi
6198Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
6199Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan
6200atas Laporan Keuangan.
6201 3. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
6202menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua
6203entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah
6204pemerintah pusat/daerah.

6205 DEFINISI
6206 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
6207 Pernyataan Standar dengan pengertian:

826 Lampiran I.11 PSAP 10 -1


827
828 PRESIDEN
829 REPUBLIK INDONESIA

6208 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar,


6209 konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai
6210 oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
6211 keuangan.
6212 Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai
6213 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode
6214 berjalan atau periode sebelumnya.
6215 Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang
6216 tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang
6217 seharusnya.

6218 Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi
6219 tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program,
6220 atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan
6221 tanpa mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain.

6222 Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang
6223 mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru,
6224 pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain.

6225 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
6226 laporan keuangan.

6227 KOREKSI KESALAHAN


6228 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau
6229beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan.
6230Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi
6231oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan penerapan
6232standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau
6233kelalaian.
6234 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh
6235signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga
6236laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
6237 7. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi
6238yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan
6239menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi
6240yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan
6241pada catatan atas laporan keuangan.
6242 8. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua)
6243 jenis:

830 Lampiran I.11 PSAP 10 -2


831
832 PRESIDEN
833 REPUBLIK INDONESIA

6244 (a) Kesalahan tidak berulang;


6245 (b) Kesalahan berulang dan sistemik.
6246 9. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak
6247 akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
6248 (a) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
6249 (b) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
6250 10. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang
6251disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang
6252diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak
6253dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau
6254tambahan pembayaran dari wajib pajak.
6255 11. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui.
6256 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
6257periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak,
6258dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode
6259berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun
6260pendapatan-LO atau akun beban.
6261 13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
6262periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan
6263keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan
6264pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatanLRA atau akun
6265belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban.
6266 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
6267mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
6268terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas,
6269apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan
6270dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal
6271mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun
6272Saldo Anggaran Lebih.
6273 15. Contoh koreksi kesalahan belanja:
6274 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu
6275 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo
6276 kas dan pendapatan lain-lain-LRA.
6277 (b) yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset,
6278 yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan
6279 kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan
6280 menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA.

834 Lampiran I.11 PSAP 10 -3


835
836 PRESIDEN
837 REPUBLIK INDONESIA

6281 (c) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun
6282 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo
6283 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
6284 (d) yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset,
6285 yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan
6286 mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
6287 16. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak
6288berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah
6289maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
6290sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun
6291aset bersangkutan.
6292 17. Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas:
6293 (a) yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu
6294 pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan
6295 kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan
6296 menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap.
6297 (b) yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu
6298 pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan
6299 menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas.
6300 18. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga
6301mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode
6302sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara
6303material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
6304sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan
6305lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan
6306dengan pembetulan pada akun ekuitas.
6307 19. Contoh koreksi kesalahan beban:
6308 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu
6309 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo
6310 kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO.
6311 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun
6312 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban
6313 lainlain-LO dan mengurangi saldo kas.
6314 20. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang
6315tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
6316menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan
6317periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada
6318akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih.

838 Lampiran I.11 PSAP 10 -4


839
840 PRESIDEN
841 REPUBLIK INDONESIA

6319 21. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA:


6320 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan
6321 negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah
6322 akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
6323 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi
6324 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh:
6325 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo
6326 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
6327 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan
6328 menambah Saldo Anggaran Lebih.
6329 22. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak
6330berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah
6331maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
6332sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun
6333ekuitas.
6334 23. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO:
6335 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan
6336 negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah
6337 akun kas dan menambah akun ekuitas.
6338 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi
6339 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh:
6340 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas
6341 dan mengurangi saldo kas.
6342 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah
6343 Ekuitas.
6344 24. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan
6345 pengeluaran pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi
6346 pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun
6347 mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode
6348 tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada
6349 akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih.
6350 25. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan
6351 pembiayaan:
6352 (a) yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran
6353 kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A,
6354 dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan
6355 menambah akun Saldo Anggaran Lebih.

842 Lampiran I.11 PSAP 10 -5


843
844 PRESIDEN
845 REPUBLIK INDONESIA

6356 (b) yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu
6357 pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman
6358 tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo
6359 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
6360 26. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan:
6361 (a) yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran
6362 utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran
6363 angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun
6364 Saldo Anggaran Lebih.
6365 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran
6366 utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo
6367 kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih.
6368 27. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan
6369 kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
6370 menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan
6371 periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan
6372 pada akun kas dan akun kewajiban bersangkutan
6373 28. Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban:
6374 (a) yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena
6375 dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu kewajiban
6376 dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban
6377 terkait.
6378 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran
6379 kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan
6380 menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas.
6381 29. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah
6382ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah.
6383 30. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16,
6384dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja
6385entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
6386 31. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18,
6387dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang
6388bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
6389 32. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-
6390 periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum
6391 maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan,
6392 pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode
6393 kesalahan ditemukan.

846 Lampiran I.11 PSAP 10 -6


847
848 PRESIDEN
849 REPUBLIK INDONESIA

6394 33. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi


6395 kas sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk
6396pembelian peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan,
6397irigasi, dan jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan
6398mengurangi akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan
6399mesin. Pada Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi.
6400 34. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada
6401paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi
6402pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan
6403mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan.
6404 35. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode
6405yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun
6406berjalan pada aktivitas yang bersangkutan.
6407 36. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan
6408Keuangan.

6409 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI


6410 37. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan
6411keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui
6412kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena
6413itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada
6414setiap periode.
6415 38. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran
6416akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi,
6417metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi.
6418 39. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya
6419apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh
6420peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau
6421apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi
6422mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan
6423dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.
6424 40. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai
6425 berikut:
6426 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara
6427 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
6428 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang
6429 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.

850 Lampiran I.11 PSAP 10 -7


851
852 PRESIDEN
853 REPUBLIK INDONESIA

6430 41. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset


6431 merupakan suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian,
6432 perubahan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang
6433 telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
6434 42. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada
6435 Laporan Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas
6436 Laporan Keuangan.

6437 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI


6438 43. Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi
6439akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan
6440penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah.
6441 44. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi
6442 akuntansi disajikan pada Laporan Operasional pada periode
6443perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh,
6444perubahan estimasi masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun
6445perubahan dan tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap
6446tersebut.
6447 45. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang
6448akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila
6449tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan
6450pengaruh perubahan itu.

6451 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN


6452 46. Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah dihapuskan
6453oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, atau kantor
6454terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan.
6455 47. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan --
6456 misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan,
6457 tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban
6458 tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak
6459 sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait
6460 pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan atas
6461 Laporan Keuangan.
6462 48. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu
6463segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan
6464walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi
6465yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan.

854 Lampiran I.11 PSAP 10 -8


855
856 PRESIDEN
857 REPUBLIK INDONESIA

6466 49. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu
6467tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah
6468operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya
6469entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian
6470bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah
6471dan lain-lain.
6472 50. Bukan merupakan penghentian operasi apabila :
6473(a) Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara
6474 evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan
6475 publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain.

6476(b) Fungsi tersebut tetap ada.

6477(c) Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya
6478 berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah
6479 lain.

6480(d) Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya,
6481 menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut.

6482 TANGGAL EFEKTIF


6483 51. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku
6484 efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
6485 mulai Tahun Anggaran 2010.
6486 52. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini,
6487 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
6488 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

858 Lampiran I.11 PSAP 10 -9


859
860 PRESIDEN
861 REPUBLIK INDONESIA

6489 LAMPIRAN I.12


6490 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
6491 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

6492
6493
6494
6495 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
6496 BERBASIS AKRUAL
6497
6498 PERNYATAAN NO. 11
6499
6500
6501
6502
6503
6504

6505 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN


6506
6507
6508
6509
6510
6511
6512
6513

6514 Lampiran I.12 PSAP 11 – (i)

6515
6516
6517

862
863
864 PRESIDEN
865 REPUBLIK INDONESIA

6518 DAFTAR ISI


6519
6520
6521 Paragraf
6522PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5
6523 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 1
6524 RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------- 2-5
6525DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6
6526PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ------------------------- 7-13
6527ENTITAS PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 14
6528ENTITAS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------- 15-17
6529BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --------------- 18-21
6530PROSEDUR KONSOLIDASI --------------------------------------------------------------- 22-23
6531PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------- 24-25
6532TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 26-27
6533

6534
6535
6536
6537

6538 Lampiran I.12 PSAP 11 – (ii)

866
867
868 PRESIDEN
869 REPUBLIK INDONESIA

6539 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


6540 BERBASIS AKRUAL

6541 PERNYATAAN NO. 11

6542 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN


6543 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6544 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6545 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
6546 Akuntansi Pemerintahan.

6547 PENDAHULUAN
6548TUJUAN

6549 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan


6550 laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka
6551 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
6552 statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan
6553 dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk
6554 tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi
6555 kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga
6556 legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan
6557 perundangundangan.

6558RUANG LINGKUP
6559 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan
6560 yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi
6561 menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas.
6562 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat
6563 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas
6564 pelaporan, termasuk laporan keuangan badan layanan umum.
6565 4. Laporan keuangan konsolidasian pada
6566 kementerian/lembaga/pemerintah daerah sebagai entitas
6567 pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi
6568 termasuk laporan keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum
6569 Daerah.
6570 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
6571 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;

870 Lampiran I.12 PSAP 11 - 1


871
872 PRESIDEN
873 REPUBLIK INDONESIA

6572 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;


6573 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
6574 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

6575 DEFINISI
6576 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
6577 Pernyataan Standar dengan pengertian:

6578 Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah
6579 instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
6580 pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
6581 yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
6582 melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

6583 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna


6584 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
6585 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.

6586 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
6587 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
6588 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
6589 berupa laporan keuangan.

6590Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang


6591 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan
6592 lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan
6593 mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu
6594 entitas pelaporan konsolidasian.

6595 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang


6596 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan,
6597 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

6598 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


6599 KONSOLIDASIAN

6600 7. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari


6601 Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL,
6602 Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas,
6603 Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

874 Lampiran I.12 PSAP 11 - 2


875
876 PRESIDEN
877 REPUBLIK INDONESIA

6604 8. Laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada


6605 paragraf 7, disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali:
6606 a. Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh
6607 entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum;
6608 b. Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang
6609 hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat.

6610 9. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk


6611 periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan
6612 entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode
6613 sebelumnya.
6614 10. Pemerintah Pusat menyampaikan laporan keuangan
6615 konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada
6616 lembaga legislatif.
6617 11. Pemerintah daerah menyampaikan laporan
6618 keuangan konsolidasian dari semua entitas akuntansi dibawahnya
6619 kepada lembaga legislatif.
6620 12. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti
6621 dengan eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts).
6622 Namun demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan,
6623 maka hal tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
6624 Keuangan.
6625 13. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara
6626 lain sisa uang persediaan yang belum
6627 dipertanggungjawabkan oleh bendahara pengeluaran sampai
6628 dengan akhir periode akuntansi.

6629 ENTITAS PELAPORAN


6630 14. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan
6631 perundangundangan, yang umumnya bercirikan:

6632 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau mendapat
6633 pemisahan kekayaan dari anggaran,
6634 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
6635 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau
6636 pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan
6637 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak
6638 langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.

878 Lampiran I.12 PSAP 11 - 3


879
880 PRESIDEN
881 REPUBLIK INDONESIA

6639 ENTITAS AKUNTANSI


6640 15. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi
6641 dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan
6642 anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas
6643 pelaporan.
6644 16. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau
6645 mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan
6646 akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar
6647 Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern
6648 dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan
6649 laporan keuangan oleh entitas pelaporan.
6650 17. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang
6651 berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh
6652 signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai
6653 entitas pelaporan.

6654 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN


6655 UMUM DAERAH

6656 18. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan umum,


6657 memungut dan menerima, serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima
6658 berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum
6659 sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara
6660 lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita.
6661 19. Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD)
6662 BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan
6663 keuangannya dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara
6664 organisatoris membawahinya.
6665 20. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun bukan
6666 berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang
6667 dipisahkan, BLU/BLUD adalah entitas pelaporan.
6668 21. Konsolidasi laporan keuangan BLU/BLUD pada
6669 kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang secara
6670 organisatoris membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan
6671 BLU/BLUD disusun menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar
6672 akuntansi yang dipakai oleh organisasi yang membawahinya.

6673 PROSEDUR KONSOLIDASI

882 Lampiran I.12 PSAP 11 - 4


883
884 PRESIDEN
885 REPUBLIK INDONESIA

6674 22. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini


6675 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang
6676 diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya,
6677 atau yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas akuntansi
6678 lainnya, dengan mengeliminasi akun timbal balik.
6679 23. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan
6680 dengan menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang
6681 secara organisatoris berada di bawahnya.

6682 PENGUNGKAPAN
6683 24. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan
6684 nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status
6685 masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi.
6686 25. Dalam hal konsolidasi tidak diikuti dengan eliminasi akun timbal balik
6687 sebagaimana disebut pada paragraf 12, maka perlu diungkapkan namanama dan
6688 besaran saldo akun timbal balik tersebut, dan disebutkan pula alasan belum
6689 dilaksanakannya eliminasi.

6690 TANGGAL EFEKTIF


6691 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku
6692 efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
6693 mulai Tahun Anggaran 2010.
6694 27. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini,
6695 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
6696 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

886 Lampiran I.12 PSAP 11 - 5


887
888 PRESIDEN
889 REPUBLIK INDONESIA

6697 LAMPIRAN I.13

6698 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010

6699 TANGGAL 22 OKTOBER 2010


6700
6701
6702
6703 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
6704 BERBASIS AKRUAL
6705
6706 PERNYATAAN NO. 12
6707

6708

6709

6710 LAPORAN OPERASIONAL


6711

6712

6713

6714

6715

6716

6717

6718

6719 Lampiran I.13 PSAP 12 – (i)

890
891
892 PRESIDEN
893 REPUBLIK INDONESIA

6720 DAFTAR ISI

6721

6722 Paragraf
6723PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4
6724 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2
6725 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-4
6726MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL ------------------------------- 5-7
6727DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 8
6728PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 9-10
6729STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL ----------------------------------- 11-15
6730INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN OPERASIONAL

6731ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ----------------------- 16-18


6732AKUNTANSI PENDAPATAN-LO ---------------------------------------------------------- 19-31
6733AKUNTANSI BEBAN ------------------------------------------------------------------------- 32-
673441

6735SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL ---------------------------- 42-44

6736SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL --------------------- 45-47


6737POS LUAR BIASA ---------------------------------------------------------------------------- 48-50
6738SURPLUS/DEFISIT-LO ---------------------------------------------------------------------- 51-52
6739TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 53-56
6740TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK BARANG

6741DAN JASA --------------------------------------------------------------------------------------- 57-58


6742TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 59-60
6743

6744Lampiran :
6745Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.A : Contoh Format Laporan Operasional
6746 Pemerintah Pusat
6747Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.B : Contoh Format Laporan Operasional
6748 Pemerintah Provinsi

894
895
896 PRESIDEN
897 REPUBLIK INDONESIA

6749Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.C : Contoh Format Laporan Operasional


6750 Pemerintah Kabupaten/Kota

6751 Lampiran I.13 PSAP 12 – (ii)

898
899
900 PRESIDEN
901 REPUBLIK INDONESIA

6752STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


6753BERBASIS AKRUAL
6754PERNYATAAN NO. 12

6755 LAPORAN OPERASIONAL


6756Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
6757standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
6758ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

6759PENDAHULUAN

6760TUJUAN
6761 1. Tujuan pernyataan standar Laporan
6762 Operasional adalah
6763menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Operasional untuk pemerintah dalam
6764rangka memenuhi tujuan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana
6765ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
6766 2. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang
6767kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban,
6768dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.

6769RUANG LINGKUP
6770 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan
6771Operasional.
6772 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas
6773pelaporan
6774dan entitas akuntansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
6775dalam menyusun laporan operasional yang menggambarkan pendapatan-LO,
6776beban, dan surplus/defisit operasional dalam suatu periode pelaporan tertentu,
6777tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

6778MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL


6779 5. Laporan Operasional menyediakan informasi
6780 mengenai
6781seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan
6782dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu
6783entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan
6784periode sebelumnya.

902 Lampiran I.13 PSAP 12 - 1


903
904 PRESIDEN
905 REPUBLIK INDONESIA

6785 6. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam


6786mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh
6787entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi:
6788 (a) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk
6789 menjalankan pelayanan;
6790 (b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
6791 mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan
6792 kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
6793 (c) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk
6794 mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang
6795 dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
6796 (d) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan
6797 ekuitas (bila surplus operasional).
6798 7. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari
6799siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan
6800Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai
6801keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.

6802DEFINISI
6803 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
6804Pernyataan Standar dengan pengertian:
6805Azas Bruto adalah suatu prinsip tidak diperkenankannya pencatatan
6806penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau
6807tidak diperkenankannya pencatatan pengeluaran setelah dilakukan
6808kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
6809Bantuan Keuangan adalah beban pemerintah dalam bentuk bantuan uang
6810kepada pemerintah lainnya yang digunakan untuk pemerataan dan/atau
6811peningkatan kemampuan keuangan.
6812Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
6813masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Basis
6814Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
6815peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul.
6816Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
6817pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
6818konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
6819Beban Hibah adalah beban pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa
6820kepada pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan
6821organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat.

906 Lampiran I.13 PSAP 12 - 2


907
908 PRESIDEN
909 REPUBLIK INDONESIA

6822Beban Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap
6823yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
6824bersangkutan.
6825Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk
6826mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain
6827yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
6828Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna
6829barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun
6830laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
6831Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
6832entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
6833perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
6834berupa laporan keuangan.
6835Pendapatan Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang
6836atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan
6837organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak
6838secara terus-menerus.
6839Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
6840penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak
6841perlu dibayar kembali.
6842Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak
6843untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan lain
6844yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
6845Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
6846terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
6847tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
6848pengaruh entitas bersangkutan.
6849Subsidi adalah beban pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga
6850tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual
6851produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat.
6852Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional adalah selisih lebih/kurang antara
6853pendapatan-operasional dan beban selama satu periode pelaporan.
6854Surplus/Defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu
6855periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non
6856operasional dan pos luar biasa.
6857Untung/Rugi Penjualan Aset merupakan selisih antara nilai buku aset dengan
6858harga jual aset.

6859PERIODE PELAPORAN
6860 9. Laporan Operasional disajikan sekurang-kurangnya sekali

910 Lampiran I.13 PSAP 12 - 3


911
912 PRESIDEN
913 REPUBLIK INDONESIA

6861dalam setahun. Dalam situasi tertentu, apabila tanggal laporan suatu entitas
6862berubah dan Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode
6863yang lebih pendek dari satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi
6864sebagai berikut:
6865(a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;
6866(b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan
6867 catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
6868 10. Manfaat Laporan Operasional berkurang jika laporan tersebut
6869 tidak
6870tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi pemerintah
6871tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan untuk
6872menyajikan laporan keuangan tepat waktu.

6873STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL


6874 11. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur
6875 pendapatanLO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan
6876 non operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan
6877 surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara
6878 komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas
6879 Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas
6880 keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta
6881 daftardaftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk
6882 dijelaskan.

6883 12. Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara


6884jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi
6885berikut:
6886(a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi
6887 lainnya;
6888(b) cakupan entitas pelaporan; (c) periode yang
6889 dicakup; (d) mata uang pelaporan; dan
6890(e) satuan angka yang digunakan.
6891 13. Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai
6892berikut:
6893(a) Pendapatan-LO
6894(b) Beban
6895(c) Surplus/Defisit dari operasi
6896(d) Kegiatan non operasional
6897(e) Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa
6898(f) Pos Luar Biasa

914 Lampiran I.13 PSAP 12 - 4


915
916 PRESIDEN
917 REPUBLIK INDONESIA

6899(g) Surplus/Defisit-LO

6900 14. Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan


6901sub
6902jumlah lainnya apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
6903Pemerintahan, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan
6904Laporan Operasional secara wajar.

6905 15. Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi


6906PSAP 12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan
6907bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan
6908penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya.

6909INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN


6910OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN
6911KEUANGAN
6912 16. Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO
6913 yang
6914diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber
6915pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
6916 17. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan
6917menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan
6918klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang
6919berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
6920 18. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun
6921klasifikasi beban menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang
6922menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis.

6923AKUNTANSI PENDAPATAN-LO
6924 19. Pendapatan-LO diakui pada saat:
6925(a) Timbulnya hak atas pendapatan;
6926(b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
6927 20. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan
6928perundang-
6929undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan.
6930 21. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu
6931pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
6932diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan.

918 Lampiran I.13 PSAP 12 - 5


919
920 PRESIDEN
921 REPUBLIK INDONESIA

6933 22. Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak
6934yang
6935telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.
6936 23. Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber
6937pendapatan.
6938 24. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat
6939dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan,
6940pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah.
6941 25. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah
6942daerah
6943dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah,
6944pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan
6945tersebut diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
6946 26. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas
6947bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat
6948jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
6949 27. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO
6950bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat
6951di estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto
6952dapat dikecualikan.
6953 28. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan
6954mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
6955layanan umum.
6956 29. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang
6957(recurring)
6958atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode
6959sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
6960 30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
6961(non-
6962recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan
6963pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang
6964sama.
6965 31. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
6966(non-
6967recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya
6968dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan
6969pengembalian tersebut.

6970AKUNTANSI BEBAN

922 Lampiran I.13 PSAP 12 - 6


923
924 PRESIDEN
925 REPUBLIK INDONESIA

6971 32. Beban diakui pada saat:


6972a. timbulnya kewajiban;
6973b. terjadinya konsumsi aset;
6974c. terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
6975 33. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari
6976pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah.
6977Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar
6978pemerintah.
6979 34. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat
6980pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban
6981dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah.
6982 35. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi
6983pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset
6984bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi
6985jasa adalah penyusutan atau amortisasi.
6986 36. Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan
6987mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
6988layanan umum.
6989 37. Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi.
6990 38. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan
6991jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban
6992barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban
6993penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi
6994ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban
6995bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset
6996tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak terduga.
6997 39. Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode
6998yang dapat dikelompokkan menjadi:
6999(a) Metode garis lurus (straight line method);
7000(b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method); (c)
7001 Metode unit produksi (unit of production method).

7002 40. Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang


7003atau
7004kewajiban untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu
7005entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
7006 41. Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban,
7007yang terjadi pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada
7008periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas

926 Lampiran I.13 PSAP 12 - 7


927
928 PRESIDEN
929 REPUBLIK INDONESIA

7009beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan


7010penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas.

7011SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL


7012 42. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih
7013antara
7014pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan.
7015 43. Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang
7016antara
7017pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan.
7018 44. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama
7019satu
7020periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional.

7021SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL


7022 45. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu
7023dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional.
7024 46. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non
7025operasional
7026antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian
7027kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya.

7028 47. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan


7029operasional dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan
7030surplus/defisit sebelum pos luar biasa.

7031POS LUAR BIASA


7032 48. Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya
7033dalam Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum
7034Pos Luar Biasa.
7035 49. Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai
7036karakteristik sebagai berikut:
7037(a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun
7038anggaran; (b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan (c)
7039kejadian diluar kendali entitas pemerintah.

7040 50. Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan
7041pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

930 Lampiran I.13 PSAP 12 - 8


931
932 PRESIDEN
933 REPUBLIK INDONESIA

7042SURPLUS/DEFISIT-LO

7043 51. Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang


7044antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan
7045kejadian luar biasa.
7046 52. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan
7047ke Laporan Perubahan Ekuitas.

7048TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING


7049 53. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata
7050uang rupiah.
7051 54. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama
7052dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang
7053asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah
7054berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
7055 55. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
7056digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah,
7057maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah
7058berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk
7059memperoleh valuta asing tersebut.
7060 56. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
7061digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
7062mata uang asing lainnya, maka:
7063(a) Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan
7064 menggunakan kurs transaksi
7065(b) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah
7066 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

7067TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK


7068BARANG/JASA
7069 57. Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam
7070 bentuk
7071barang/jasa harus dilaporkan dalam Laporan Operasional dengan cara
7072menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping
7073itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada
7074Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi
7075yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban.
7076 58. Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara
7077lain hibah dalam wujud barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi.

934 Lampiran I.13 PSAP 12 - 9


935
936 PRESIDEN
937 REPUBLIK INDONESIA

7078TANGGAL EFEKTIF
7079 59. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku
7080efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
7081mulai Tahun Anggaran 2010.
7082 60. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini,
7083entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling
7084lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

7085 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


7086 ttd
7087 .
7088
7089 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

938 Lampiran I.13 PSAP 12 - 10


939

7090
7091 PRESIDEN
7092 REPUBLIK INDONESIA

7093 LAMPIRAN I
7094 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
7095 NOMOR 71 TAHUN 2010 2005
7096 ILUSTRASI PSAP 12.A

7097 Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat

7098 PEMERINTAH PUSAT


7099 LAPORAN OPERASIONAL
7100 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
7101 (Dalam rupiah)
No URAIAN 20x1 20x0 Kenaikan/ (%)
Penurunan
KEGIATAN OPERASIONAL
PENDAPATAN
PENDAPATAN PERPAJAKAN
1
Pendapatan Pajak Penghasilan
2 xxx xxx xxx xxx
3 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah
xxx xxx xxx xxx
4 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx
5 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx
6 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx
7 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx
8 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx
9 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx
10 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx
11
12 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
13 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx
14 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx
15 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx
16 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx
17
18 PENDAPATAN HIBAH
19 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx
20 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx
21 xxx xxx xxx xxx
JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)
22
23
BEBAN
24
25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx
26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx
27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx
28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx
29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx
30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx
31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx
32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx
33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx
34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx
35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx
36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx
37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx
38
39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37)
40 xxx xxx xxx xxx
41 KEGIATAN NON OPERASIONAL

42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx


43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx
47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d xxx xxx xxx xxx
48 46) SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx
49
50 POS LUAR BIASA
51 Pendapatan Luar Biasa

xxx xxx xxx xxx


52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx

940
941
53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx
54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx

7102
7103 PRESIDEN
7104 REPUBLIK INDONESIA

7105 LAMPIRAN I
7106 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
7107 NOMOR 71 TAHUN 20102005
7108 ILUSTRASI PSAP 12.B

7109 Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi


7110 PEMERINTAH PROVINSI
7111 LAPORAN OPERASIONAL
7112 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
7113 (Dalam rupiah)
No URAIAN 20X1 20X0 Kenaikan/ (%)
Penurunan
KEGIATAN OPERASIONAL
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pendapatan Pajak Daerah
1 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx
2 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx
3 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx
4 xxx xxx xxx xxx
Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 )
5 xxx xxx xxx xxx
6 PENDAPATAN TRANSFER
7 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN
8 Dana Bagi Hasil Pajak
9 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
10 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx
11 xxx xxx xxx xxx
Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx
12 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx
13
xxx xxx xxx xxx
14 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
15 Dana Otonomi Khusus
16 Dana Penyesuaian
17 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx
18 xxx xxx xxx xxx
Jumlah Pendapatan Transfer (15 +20 )
19 xxx xxx xxx xxx
20 xxx xxx xxx xxx
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
21
Pendapatan Hibah
22
Pendapatan Dana Darurat
23
Pendapatan Lainnya
24 xxx xxx xxx xxx
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (24 s/d 26) xxx xxx xxx xxx
25
JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxx xxx xxx xxx
26
xxx xxx xxx xxx
27
BEBAN xxx xxx xxx xxx
28
Beban Pegawai
29
30
31 xxx xxx xxx xxx
32 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx
33 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx
34 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx
35 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx
36 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx
37 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx
38 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx
39 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx
40 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx
41 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx
42 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx
43 JUMLAH BEBAN (31 s/d 42) xxx xxx xxx xxx
44 SURPLUS/DEFISIT KEGIATAN OPERASIONAL (28-43) xxx xxx xxx xxx
45
46 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
47 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
48 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
49 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
50 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
51 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx
52 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL (47 s/d 51) xxx xxx xxx xxx
53 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44+ 52) xxx xxx xxx xxx

942
943
54 POS LUAR BIASA
55 xxx xxx xxx xxx
56 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
57 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
58 POS LUAR BIASA (56-57) xxx xxx xxx xxx
59 SURPLUS/DEFISIT-LO (53 + 58) xxx xxx xxx xxx

7114
7115 PRESIDEN
7116 REPUBLIK INDONESIA

7117 LAMPIRAN I
7118 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
7119 NOMOR 71 TAHUN 20102005
7120 ILUSTRASI PSAP 12.C

7121 Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota

7122 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


7123 LAPORAN OPERASIONAL
7124 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
7125 (Dalam rupiah)
Kenaikan/
No URAIAN 20X1 20X0 Penurunan (%)

1 KEGIATAN OPERASIONAL
2 PENDAPATAN
3 PENDAPATAN ASLI DAERAH
4 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx
5 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx
6 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx
7 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx
8 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx
9
1 PENDAPATAN TRANSFER
0 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN
11 Dana Bagi Hasil Pajak
1 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx
2 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx
1 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx
3 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx
1 xxx xxx xxx xxx
4 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
1 Dana Otonomi Khusus
5 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx
1 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx
6 xxx xxx xxx xxx
1 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
7 Pendapatan Bagi Hasil Pajak
1 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xxx xxx
8 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxx xxx xxx xxx
1 Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25)
9 xxx xxx xxx xxx
2 xxx xxx xxx xxx
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
0
Pendapatan Hibah
2
Pendapatan Dana Darurat
1 xxx xxx xxx xxx
Pendapatan Lainnya
2 xxx xxx xxx xxx
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (29 s/d 31)
2 xxx xxx xxx xxx
JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32)
2 xxx xxx xxx xxx
3 xxx xxx xxx xxx
BEBAN
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0
3
1
3
2
3
3
3
4
3

944
945
5

36 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx


37 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx
38 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx
39 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx
40 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx
41 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx
42 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx
43 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx
44 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx
45 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx
46 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx
4 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx
7 JUMLAH BEBAN (36 s/d 47) xxx xxx xxx xxx
4
8 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48)
4 xxx xxx xxx xxx
9 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
5
0
5
1
5
2
53 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
54 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
55 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx
56 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx
5 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx
7 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(53 s/d 57) xxx xxx xxx xxx
5 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (50 + 58) xxx xxx xxx xxx
8
5 POS LUAR BIASA
9
6
0
6
1 xxx xxx xxx xxx
62 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
63 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx
64 POS LUAR BIASA ( 62-63) xxx xxx xxx xxx
65 SURPLUS/DEFISIT-LO ( 59 + 64) xxx xxx xxx xxx

946
947

7126 PRESIDEN
7127 REPUBLIK INDONESIA

7128
7129
7130
7131
7132
7133
7134
7135
7136
7137
7138
7139
7140

7141 LAMPIRAN II
7142 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
7143 BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

948
949

7144
7145 PRESIDEN
7146 REPUBLIK INDONESIA

7147 DAFTAR ISI LAMPIRAN II


7148 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS
7149 KAS MENUJU AKRUAL
7150
7151
71521. LAMPIRAN II. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN
71532. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
71543. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
71554. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS
71565. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
71576. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN
71587. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI
71598. LAMPIRAN II.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP
71609. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM
7161 PENGERJAAN
716210. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN
716311. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN
7164 KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA
716512. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
7166
7167

950
951

7168

952
953
954 PRESIDEN
955 REPUBLIK INDONESIA

7169
7170
7171
7172 LAMPIRAN II.01
7173 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
7174 NOMOR 71 TAHUN 20102005
7175 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

7176

7177

7178

7179

7180

7181 KERANGKA KONSEPTUAL


7182 AKUNTANSI PEMERINTAHAN
7183
7184
7185
7186
7187
7188
7189
7190
7191
7192
7193
7194 DAFTAR ISI
7195
7196 Paragraf
7197
7198 PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5
7199 Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------------- 1-3
7200 Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------------- 4-5
7201

956 LAMPIRAN II.01 KK – (1)


957
958 PRESIDEN
959 REPUBLIK INDONESIA

7202 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN -------------------------------------- 6-15


7203 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan ------------------- 8-9
7204 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer
7205 Pendapatan antar Pemerintah ---------------------------------------------------------- 10
7206 Pengaruh Proses Politik ------------------------------------------------------------------ 11
7207 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah ------------ 12
7208 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal, dan Alat
7209 Pengendalian ---------------------------------------------------------------------------- 13
7210 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan ------------------- 14
7211 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan Pengendalian --- 15
7212
7213 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI -------------------------------------- 15-18
7214 Pengguna Laporan Keuangan ---------------------------------------------------------- 15
7215 Kebutuhan Informasi ----------------------------------------------------------------- 17-18
7216
7217 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------------------- 19-20
7218
7219 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------- 21-24
7220 Peranan Pelaporan Keuangan ----------------------------------------------------- 21-22
7221 Tujuan Pelaporan Keuangan ------------------------------------------------------- 23-24
7222
7223 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------- 25-26
7224
7225 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------- 27
7226
7227 ASUMSI DASAR ---------------------------------------------------------------------------- 28-
7228 31 Kemandirian Entitas
7229 ----------------------------------------------------------------------- 29 Kesinambungan
7230 Entitas ------------------------------------------------------------------ 30
7231 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) -------------------- 31
7232
7233 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN ------------------------- 32-37
7234 Relevan ---------------------------------------------------------------------------------- 33-
7235 34 Andal
7236 ------------------------------------------------------------------------------------------ 35
7237 Dapat Dibandingkan -----------------------------------------------------------------------
7238 36 Dapat Dipahami
7239 ---------------------------------------------------------------------------- 37 PRINSIP
7240 AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------- 38-52
7241 Basis Akuntansi ------------------------------------------------------------------------ 39-
7242 42 Nilai Historis (Historical Cost) ------------------------------------------------------
7243 43-44 Realisasi (Realization) ---------------------------------------------------------------

960 LAMPIRAN II.01 KK – (2)


961
962 PRESIDEN
963 REPUBLIK INDONESIA

7244 45-46 Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)


7245 --------------- 47
7246 Periodisitas (Periodicity) ------------------------------------------------------------------
7247 48 Konsistensi (Consistency)
7248 ---------------------------------------------------------------- 49 Pengungkapan Lengkap
7249 (Full Disclosure) ------------------------------------------- 50
7250 Penyajian Wajar (Fair Presentation) ---------------------------------------------- 51-52
7251
7252 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ------------------------- 53-56
7253 Materialitas ----------------------------------------------------------------------------------- 54
7254 Pertimbangan Biaya dan Manfaat ------------------------------------------------------ 55
7255 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif ----------------------------------------- 56
7256
7257 UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 57-77
7258 Laporan Realisasi Anggaran ------------------------------------------------------- 57-58
7259 Neraca ----------------------------------------------------------------------------------- 59-72
7260 Aset --------------------------------------------------------------------------------- 61-67
7261 Kewajiban ------------------------------------------------------------------------ 68-71
7262 Ekuitas Dana -------------------------------------------------------------------------- 72
7263 Laporan Arus Kas --------------------------------------------------------------------- 73-74
7264 Catatan atas Laporan Keuangan -------------------------------------------------------
7265 75
7266 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas -------------- 76-77
7267
7268 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------ 78-
7269 89 Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi
7270 ------------------- 81 Keandalan Pengukuran
7271 -------------------------------------------------------------- 82-83 Pengakuan Aset
7272 ----------------------------------------------------------------------- 84-85 Pengakuan
7273 Kewajiban --------------------------------------------------------------- 86-87
7274 Pengakuan Pendapatan ------------------------------------------------------------------
7275 88
7276 Pengakuan Belanja ------------------------------------------------------------------------ 89
7277
7278 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------- 90-91

964 LAMPIRAN II.01 KK – (3)


965
966 PRESIDEN
967 REPUBLIK INDONESIA

7279 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

7280 PENDAHULUAN Tujuan


7281 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari
7282 penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
7283 Tujuannya adalah sebagai acuan bagi:
7284 (a) penyusun standar akuntansi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya;
7285 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi
7286 yang belum diatur dalam standar;
7287 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
7288 keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan; dan
7289 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang
7290 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar
7291 Akuntansi Pemerintahan.
7292 2. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal
7293terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi
7294Pemerintahan.
7295 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan
7296standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi diunggulkan relatif
7297terhadap kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian
7298diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi
7299di masa depan.

7300 Ruang Lingkup


7301 4. Kerangka konseptual ini membahas:
7302 (a) tujuan kerangka konseptual;
7303 (b) lingkungan akuntansi pemerintah;
7304 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna;
7305 (d) entitas pelaporan;
7306 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;
7307 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi
7308 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi;
7309 dan

968 LAMPIRAN II.01 KK - 1


969
970 PRESIDEN
971 REPUBLIK INDONESIA

7310 (g) definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan
7311 keuangan.
7312 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan
7313 pemerintah pusat dan daerah.

7314 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN


7315 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh
7316terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya.
7317 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang
7318 perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan
7319keuangan adalah sebagai berikut:
7320(a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:
7321 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
7322 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar
7323 pemerintah;
7324 (3) adanya pengaruh proses politik;
7325 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. (b)
7326 Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:
7327 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan
7328 sebagai alat pengendalian;
7329 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;
7330 dan
7331 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian.

7332 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan


7333 Kekuasaan
7334 8. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas
7335demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan
7336kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian
7337kekuasaan ini adalah pemisahan wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan
7338yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan
7339terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara
7340pemerintahan.

972 LAMPIRAN II.01 KK - 2


973
974 PRESIDEN
975 REPUBLIK INDONESIA

7341 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintahan,


7342pihak eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak
7343legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pihak
7344eksekutif melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan
7345perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pihak
7346eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada
7347pihak legislatif dan rakyat.

7348 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer


7349 Pendapatan antar Pemerintah
7350 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam
7351sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah
7352propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas
7353cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit.
7354Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang
7355lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana
7356umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan.

7357 Pengaruh Proses Politik


7358 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan
7359kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya
7360untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan
7361keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber
7362lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting
7363dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik
7364untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

7365 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan


7366 Pelayanan Pemerintah
7367 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara
7368langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar
7369pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka
7370memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak
7371berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
7372wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah

976 LAMPIRAN II.01 KK - 3


977
978 PRESIDEN
979 REPUBLIK INDONESIA

7373mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam


7374mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut:
7375 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya
7376 suka rela.
7377 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak
7378 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti
7379 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai
7380 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh.
7381 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan
7382 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur
7383 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan
7384 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan
7385 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan
7386 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi
7387 lebih mudah.
7388 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan
7389 pemerintah adalah relatif sulit.

7390 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik,


7391 Target Fiskal, dan Alat Pengendalian
7392 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil
7393 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk
7394 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk
7395 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila
7396 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran
7397 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi
7398 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu
7399 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak
7400 tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau
7401 kurang dari setahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan
7402 pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan
7403 keuangan, antara lain karena:
7404 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.
7405 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
7406 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
7407 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi
7408 hukum.

980 LAMPIRAN II.01 KK - 4


981
982 PRESIDEN
983 REPUBLIK INDONESIA

7409 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah.


7410 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
7411 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
7412 publik.

7413 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan


7414 Pendapatan
7415 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset
7416yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti
7417gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian
7418besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program
7419pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan
7420manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi
7421pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar
7422aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah,
7423bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa
7424mendatang.

7425 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk


7426 Tujuan Pengendalian
7427 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan
7428pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang
7429memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing
7430merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara
7431belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat
7432diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain
7433kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
7434pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.

7435 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI

7436 Pengguna Laporan Keuangan

984 LAMPIRAN II.01 KK - 5


985
986 PRESIDEN
987 REPUBLIK INDONESIA

7437 16. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan


7438pemerintah, namun tidak terbatas pada: (a) masyarakat;
7439 (b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
7440 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
7441 pinjaman; dan (d) pemerintah.

7442 Kebutuhan Informasi


7443 17. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum
7444untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan
7445demikian laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi
7446kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian,
7447berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka
7448ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para
7449pembayar pajak perlu mendapat perhatian.
7450 18. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum
7451di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang
7452disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian
7453dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk
7454dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang
7455diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang
7456dinyatakan lebih lanjut.

7457 ENTITAS PELAPORAN


7458 19. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu
7459 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
7460 perundangundangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
7461 laporan keuangan, yang terdiri dari: (a) Pemerintah pusat;
7462 (b) Pemerintah daerah;
7463 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
7464 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
7465 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
7466 20. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat
7467pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap
7468aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan
7469wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya.

988 LAMPIRAN II.01 KK - 6


989
990 PRESIDEN
991 REPUBLIK INDONESIA

7470 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN


7471 KEUANGAN

7472 Peranan Pelaporan Keuangan


7473 21. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
7474relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
7475suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
7476terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja,
7477transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai
7478kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
7479dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
7480perundangundangan.
7481 22. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan
7482upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
7483kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk
7484kepentingan: (a) Akuntabilitas
7485 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
7486 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
7487 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
7488 (b) Manajemen
7489 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu
7490 entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
7491 perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban,
7492 dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
7493 (c) Transparansi
7494 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
7495 masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
7496 untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
7497 pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
7498 dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan
7499 perundangundangan.
7500 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)
7501 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
7502 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
7503 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan
7504 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

992 LAMPIRAN II.01 KK - 7


993
994 PRESIDEN
995 REPUBLIK INDONESIA

7505 Tujuan Pelaporan Keuangan


7506 23. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan
7507 informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan
7508 membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
7509 (a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
7510 untuk membiayai seluruh pengeluaran.
7511 (b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber
7512 daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan
7513 peraturan perundang-undangan.
7514 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
7515 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
7516 dicapai.
7517 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
7518 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
7519 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
7520 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
7521 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan
7522 pajak dan pinjaman.
7523 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
7524 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
7525 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
7526 24. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan
7527menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan,
7528pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas
7529pelaporan.

7530 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


7531 25. Laporan keuangan pokok terdiri dari:
7532 (a) Laporan Realisasi Anggaran;
7533 (b) Neraca;
7534 (c) Laporan Arus Kas;
7535 (d) Catatan atas Laporan Keuangan.
7536 26. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 25,
7537entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan
7538Laporan Perubahan Ekuitas.

996 LAMPIRAN II.01 KK - 8


997
998 PRESIDEN
999 REPUBLIK INDONESIA

7539 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN


7540 27. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan
7541peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara
7542lain:
7543 (a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang
7544 mengatur keuangan negara;
7545 (b) Undang-undang di bidang keuangan negara;
7546 (c) Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7547 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah
7548 daerah, khususnya yang mengatur keuangan daerah;
7549 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan
7550 keuangan pusat dan daerah;
7551 (f) Ketentuan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran
7552 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
7553 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan
7554 pusat dan daerah.

7555 ASUMSI DASAR


7556 28. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah
7557 adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan
7558 agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
7559 (a) Asumsi kemandirian entitas;
7560 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
7561 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).

7562 Kemandirian Entitas


7563 29. Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun
7564akuntansi, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang
7565mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga
7566tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan
7567keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya
7568kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan
7569tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan
7570sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
7571termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud,

1000 LAMPIRAN II.01 KK - 9


1001
1002 PRESIDEN
1003 REPUBLIK INDONESIA

7572utang-piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya


7573program yang telah ditetapkan.

7574 Kesinambungan Entitas


7575 30. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas
7576pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah
7577diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam
7578jangka pendek.

7579 Keterukuran dalam Satuan Uang


7580 (Monetary Measurement)
7581 31. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
7582kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
7583agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

7584 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN


7585 KEUANGAN
7586 32. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
7587normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
7588memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat
7589normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
7590kualitas yang dikehendaki:
7591 (a) Relevan;
7592 (b) Andal;
7593 (c) Dapat dibandingkan; dan (d) Dapat dipahami.

7594 Relevan
7595 33. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
7596termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
7597membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
7598memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi

1004 LAMPIRAN II.01 KK - 10


1005
1006 PRESIDEN
1007 REPUBLIK INDONESIA

7599mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan
7600dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.
7601 34. Informasi yang relevan :
7602 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
7603 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
7604 ekspektasi mereka di masa lalu.
7605 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
7606 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
7607 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
7608 (c) Tepat waktu
7609 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
7610 dalam pengambilan keputusan.
7611 (d) Lengkap
7612 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,
7613 yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
7614 pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir
7615 informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan
7616 dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat
7617 dicegah.

7618 Andal
7619 35. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
7620 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
7621 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau
7622 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut
7623 secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi
7624 karakteristik:
7625 (a) Penyajian Jujur
7626 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
7627 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
7628 disajikan.
7629 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability)
7630 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila
7631 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya
7632 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
7633 (c) Netralitas

1008 LAMPIRAN II.01 KK - 11


1009
1010 PRESIDEN
1011 REPUBLIK INDONESIA

7634 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
7635 kebutuhan pihak tertentu.

7636 Dapat Dibandingkan


7637 36. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih
7638berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya
7639atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan
7640dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal
7641dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama
7642dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas
7643yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila
7644entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik
7645daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut
7646diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.

7647 Dapat Dipahami


7648 37. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
7649oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
7650dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan
7651memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi
7652entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi
7653yang dimaksud.

7654 PRINSIP AKUNTANSI DAN


7655 PELAPORAN KEUANGAN
7656 38. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai
7657ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan
7658standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam
7659melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam
7660memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip
7661yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
7662 (a) Basis akuntansi;
7663 (b) Prinsip nilai historis;
7664 (c) Prinsip realisasi;

1012 LAMPIRAN II.01 KK - 12


1013
1014 PRESIDEN
1015 REPUBLIK INDONESIA

7665 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;


7666 (e) Prinsip periodisitas;
7667 (f) Prinsip konsistensi;
7668 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan (h) Prinsip penyajian wajar.

7669 Basis Akuntansi


7670 39. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
7671pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan
7672pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk
7673pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
7674 40. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa
7675pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum
7676Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
7677dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan.
7678Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan
7679anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih
7680realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai
7681seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada
7682Laporan Realisasi Anggaran.
7683 41. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan
7684ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat
7685kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
7686memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
7687 42. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan
7688sebagaimana dimaksud pada paragraf 26 menyelenggarakan akuntansi dan
7689penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual,
7690baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam
7691pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian
7692Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas.

7693 Nilai Historis (Historical Cost)


7694 43. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar
7695atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset
7696tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara
7697kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang
7698akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.

1016 LAMPIRAN II.01 KK - 13


1017
1018 PRESIDEN
1019 REPUBLIK INDONESIA

7699 44. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain
7700karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai
7701historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.

7702 Realisasi (Realization)


7703 45. Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah
7704diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan
7705digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut.
7706 46. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against
7707revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan
7708sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial.

7709 Substansi Mengungguli Bentuk Formal


7710 (Substance Over Form)
7711 47. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi
7712 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain
7713 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
7714 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi
7715 atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka
7716 hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan
7717 Keuangan.

7718 Periodisitas (Periodicity)


7719 48. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan
7720perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat
7721diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama
7722yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan
7723semesteran juga dianjurkan.

7724 Konsistensi (Consistency)


7725 49. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang
7726serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
7727internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu
7728metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai
7729dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu
7730memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas

1020 LAMPIRAN II.01 KK - 14


1021
1022 PRESIDEN
1023 REPUBLIK INDONESIA

7731perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan


7732Keuangan.

7733 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)


7734 50. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
7735dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
7736keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan
7737atau Catatan atas Laporan Keuangan.

7738 Penyajian Wajar (Fair Presentation)


7739 51. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi
7740Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
7741 52. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan
7742diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.
7743Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya
7744dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan
7745keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat
7746melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau
7747pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu
7748rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak
7749memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja
7750menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja
7751mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan
7752keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.

7753 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN


7754 ANDAL
7755 53. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap
7756keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam
7757mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal
7758akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal
7759yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan
7760pemerintah, yaitu:
7761 (a) Materialitas;
7762 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat;
7763 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif.

1024 LAMPIRAN II.01 KK - 15


1025
1026 PRESIDEN
1027 REPUBLIK INDONESIA

7764 Materialitas
7765 54. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan
7766pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria
7767materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian
7768 untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut
7769dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar
7770laporan keuangan.

7771 Pertimbangan Biaya dan Manfaat


7772 55. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya
7773penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya
7774menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya
7775penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan
7776proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh
7777pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati
7778oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya
7779penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya
7780yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan.

7781 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif


7782 56. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk
7783mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif
7784yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif
7785antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan
7786keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif
7787tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional.

7788 UNSUR LAPORAN KEUANGAN

7789 Laporan Realisasi Anggaran


7790 57. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
7791dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
7792pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
7793realisasinya dalam satu periode pelaporan.

1028 LAMPIRAN II.01 KK - 16


1029
1030 PRESIDEN
1031 REPUBLIK INDONESIA

7794 58. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi
7795Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
7796Masingmasing unsur didefinisikan sebagai berikut :
7797 (a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
7798 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya
7799 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
7800 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
7801 kembali oleh pemerintah.
7802 (b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai
7803 penambah nilai kekayaan bersih.
7804 (c) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum
7805 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar
7806 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
7807 pembayarannya kembali oleh pemerintah.
7808 (d) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
7809 pengurang nilai kekayaan bersih.
7810 (e) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
7811 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
7812 bagi hasil.
7813 (f) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
7814 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
7815 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
7816 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
7817 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
7818 (g) Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil
7819 divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk
7820 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas
7821 lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

7822 Neraca
7823 59. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
7824mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
7825 60. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan
7826ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut :
7827 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
7828 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
7829 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
7830 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan

1032 LAMPIRAN II.01 KK - 17


1033
1034 PRESIDEN
1035 REPUBLIK INDONESIA

7831 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk


7832 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
7833 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
7834 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
7835 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
7836 pemerintah.
7837 (c) Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
7838 antara aset dan kewajiban pemerintah.

7839 Aset
7840 61. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah
7841potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun
7842tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan
7843atau penghematan belanja bagi pemerintah.
7844 62. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu
7845aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
7846direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)
7847bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
7848tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
7849 63. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
7850piutang, dan persediaan.
7851 64. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan
7852aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
7853kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar
7854diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan,
7855dan aset lainnya.
7856 65. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan
7857dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam
7858jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi
7859investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain
7860investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek
7861pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara
7862lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya.
7863 66. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
7864bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam
7865pengerjaan.
7866 67. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
7867Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama
7868(kemitraan).

1036 LAMPIRAN II.01 KK - 18


1037
1038 PRESIDEN
1039 REPUBLIK INDONESIA

7869 Kewajiban
7870 68. Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah
7871mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan
7872pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
7873 69. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
7874atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan,
7875kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman
7876dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga
7877internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
7878pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya.
7879 70. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
7880konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.
7881 71. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan
7882kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok
7883kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah
7884tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang
7885penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

7886 Ekuitas Dana


7887 72. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
7888 (a) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban
7889 jangka pendek.
7890 (b) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam
7891 dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban
7892 jangka panjang.
7893 (c) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang
7894 dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai
7895 peraturan perundang-undangan.

7896 Laporan Arus Kas


7897 73. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
7898aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi
7899non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan
7900saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
7901 74. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari
7902penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai
7903berikut:

1040 LAMPIRAN II.01 KK - 19


1041
1042 PRESIDEN
1043 REPUBLIK INDONESIA

7904 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara
7905 Umum Negara/Daerah.
7906 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
7907 Umum Negara/Daerah.

7908 Catatan atas Laporan Keuangan


7909 75. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau
7910 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
7911 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
7912 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
7913 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam
7914 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan
7915 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas
7916 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
7917 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
7918 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan
7919 hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
7920 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
7921 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
7922 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
7923 transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
7924 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi
7925 Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face)
7926 laporan keuangan;
7927 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
7928 sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja
7929 dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan
7930 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang
7931 wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan
7932 keuangan.

7933 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan


7934 Perubahan Ekuitas
7935 76. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan dan
7936belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam laporan dimaksud, perlu

1044 LAMPIRAN II.01 KK - 20


1045
1046 PRESIDEN
1047 REPUBLIK INDONESIA

7937disajikan informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan


7938klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit.
7939 77. Laporan lainnya yang diperkenankan adalah Laporan Perubahan
7940Ekuitas, yakni laporan yang menunjukkan kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
7941pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

7942 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN


7943 78. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses
7944 penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa
7945dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur
7946aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan,
7947sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang
7948bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap
7949pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.
7950 79. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau
7951 peristiwa untuk diakui yaitu:
7952 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan
7953 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke
7954 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan;
7955 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
7956 diukur atau dapat diestimasi dengan andal.
7957 80. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi
7958kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas.

7959 Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa


7960 Depan Terjadi
7961 81. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar
7962manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat
7963kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos
7964atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan.
7965Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional
7966pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat
7967ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat
7968penyusunan laporan keuangan.

7969 Keandalan Pengukuran

1048 LAMPIRAN II.01 KK - 21


1049
1050 PRESIDEN
1051 REPUBLIK INDONESIA

7970 82. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang
7971akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun
7972ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila
7973pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan,
7974maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas
7975Laporan Keuangan.
7976 83. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi
7977apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi
7978peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang.

7979 Pengakuan Aset


7980 84. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
7981diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
7982dengan andal.
7983 85. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain
7984bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi,
7985pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain,
7986serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap
7987unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau
7988instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah
7989untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih
7990rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai
7991penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika
7992pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin
7993diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan.

7994 Pengakuan Kewajiban


7995 86. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
7996sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan
7997kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut
7998mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
7999 87. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada
8000 saat kewajiban timbul.

8001 Pengakuan Pendapatan

1052 LAMPIRAN II.01 KK - 22


1053
1054 PRESIDEN
1055 REPUBLIK INDONESIA

8002 88. Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di
8003Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan
8004menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut.

8005 Pengakuan Belanja


8006 89. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya pengeluaran
8007dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus
8008pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat
8009pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
8010mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada
8011saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat.

8012 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN


8013 90. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui
8014dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos
8015dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat
8016sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan
8017yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai
8018nominal.
8019 91. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang
8020rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih
8021dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.

1056 LAMPIRAN II.01 KK - 23


1057
1058 PRESIDEN
1059 REPUBLIK INDONESIA

8022 LAMPIRAN II.02


8023 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
8024 NOMOR 71 TAHUN 2010
8025 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
8026
8027
8028
8029
8030 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
8031 PERNYATAAN NO. 01
8032
8033
8034
8035
8036
8037
8038

8039 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


8040
8041
8042
8043
8044
8045
8046
8047
8048
8049
8050
8051
8052

8053 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (i)


8054 DAFTAR ISI
8055
8056 Paragraf
8057
1060
1061
1062 PRESIDEN
1063 REPUBLIK INDONESIA

8058 PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------- 1-7


8059 Tujuan -------------------------------------------------------------------------- 1
8060 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------- 2-4
8061 Basis Akuntansi -------------------------------------------------------------- 5-7 DEFINISI
8062 ------------------------------------------------------------------------------ 8 TUJUAN
8063 LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------- 9-12
8064 TANGGUNGJAWAB PELAPORAN KEUANGAN -------------------------- 13
8065 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------- 14-21
8066 STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------- 22-108
8067 Pendahuluan ------------------------------------------------------------------ 22-23
8068 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------- 24-28
8069 Periode Pelaporan------------------------------------------------------- 29-30
8070 Tepat Waktu -------------------------------------------------------------- 31
8071 Laporan Realisasi Anggaran ---------------------------------------------- 32-37
8072 Neraca -------------------------------------------------------------------------- 38-81
8073 Neraca ---------------------------------------------------------------------- 38
8074 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------ 39-47
8075 Aset Lancar --------------------------------------------------------------- 48-49
8076 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------- 50-60
8077 Pengakuan Aset --------------------------------------------------------- 61-62
8078 Pengukuran Aset -------------------------------------------------------- 63-68
8079 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------- 69-71
8080 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------- 72-74
8081 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------- 75-76
8082 Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------- 77
8083 Ekuitas Dana ------------------------------------------------------------- 78-81
8084 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam
8085 Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------- 82-84
8086 Laporan Arus Kas ----------------------------------------------------------- 85-87
8087 Laporan Kinerja Keuangan ------------------------------------------------ 88-94
8088 Laporan Perubahan Ekuitas ----------------------------------------------- 95-96
8089 Catatan atas Laporan Keuangan --------------------------------------- 97-106
8090 Struktur --------------------------------------------------------------------- 97-100
8091 Penyajian Kebijakan-Kebijakan Akuntansi ------------------------ 101-105
8092 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------- 106
8093 TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------- 107
8094 Lampiran:
8095 Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat
8096 Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca
8097 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

8098 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (ii)

1064
1065
1066 PRESIDEN
1067 REPUBLIK INDONESIA

8099 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


8100 PERNYATAAN NO. 01

8101 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


8102 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
8103 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
8104 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8105 Akuntansi Pemerintahan.

8106 PENDAHULUAN

8107 Tujuan
8108 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan
8109 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam
8110 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap
8111 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan
8112 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
8113 bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
8114 standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan
8115 keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi
8116 laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas
8117 untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis
8118 akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan,
8119 pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan
8120 peristiwaperistiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan
8121 lainnya.

8122 Ruang Lingkup


8123 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan
8124disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
8125transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset,
8126kewajiban, dan ekuitas dana.’
8127 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
8128dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan
8129pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak yang
8130memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta
8131pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah

1068 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 1


1069
1070 PRESIDEN
1071 REPUBLIK INDONESIA

8132atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya
8133seperti laporan tahunan
8134 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
8135menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah
8136daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan
8137negara/daerah.

8138 Basis Akuntansi


8139 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
8140pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer,
8141dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
8142ekuitas dana.
8143 6. Entitas pelaporan diperkenankan untuk
8144 menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan
8145menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan,
8146belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan
8147ekuitas dana.
8148 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan
8149menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap
8150menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas.

8151 DEFINISI
8152 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
8153 Standar dengan pengertian:
8154 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
8155 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
8156 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
8157 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
8158 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
8159 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
8160 Perwakilan Rakyat Daerah.
8161 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
8162 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
8163 Perwakilan Rakyat.
8164 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
8165 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
8166 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. Arus
8167 Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
8168 Bendahara Umum Negara/Daerah.

1072 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 2


1073
1074 PRESIDEN
1075 REPUBLIK INDONESIA

8169 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
8170 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
8171 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
8172 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
8173 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
8174 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
8175 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
8176 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan
8177 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam
8178 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
8179 termasuk hak atas kekayaan intelektual.
8180 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
8181 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
8182 dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
8183 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
8184 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
8185 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
8186 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
8187 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
8188 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
8189 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
8190 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
8191 oleh pemerintah.
8192 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
8193 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
8194 tahun anggaran.
8195 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
8196 antara aset dan kewajiban pemerintah.
8197 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna
8198 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
8199 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
8200 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
8201 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
8202 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
8203 keuangan.
8204 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
8205 ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga
8206 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
8207 kepada masyarakat
8208 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
8209 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

1076 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 3


1077
1078 PRESIDEN
1079 REPUBLIK INDONESIA

8210 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
8211 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan
8212 pengeluaran pemerintah daerah.
8213 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
8214 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung
8215 seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat.
8216 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,
8217 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
8218 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kemitraan
8219 adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai komitmen
8220 untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan
8221 menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
8222 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
8223 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
8224 pemerintah
8225 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
8226 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan
8227 sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
8228 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di
8229 antara dua laporan keuangan tahunan.
8230 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
8231 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
8232 menyajikan laporan keuangan.
8233 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
8234 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
8235 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
8236 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
8237 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
8238 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
8239 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
8240 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
8241 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
8242 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum
8243 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
8244 otorisasi tersebut.
8245 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
8246 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
8247 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
8248 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
8249 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
8250 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
8251 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang

1080 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 4


1081
1082 PRESIDEN
1083 REPUBLIK INDONESIA

8252 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
8253 kembali oleh pemerintah.
8254 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan
8255 kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
8256 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
8257 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah,
8258 dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan
8259 dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
8260 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima
8261 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan
8262 perundang-undangan.
8263 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
8264 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
8265 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
8266 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
8267 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
8268 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
8269 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
8270 pada bank yang ditetapkan.
8271 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing
8272 ke rupiah pada kurs yang berbeda.
8273 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
8274 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
8275 signifikan.
8276 Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
8277 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD
8278 selama satu periode pelaporan.
8279 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja
8280 selama satu periode pelaporan.
8281 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
8282 pelaporan.
8283 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
8284 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
8285 bagi hasil.
8286 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan
8287 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan
8288 perundangundangan.

1084 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 5


1085
1086 PRESIDEN
1087 REPUBLIK INDONESIA

8289 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN


8290 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
8291 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
8292 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
8293 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan
8294 suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat
8295 dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik,
8296 tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang
8297 berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas
8298 entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:
8299 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
8300 dan ekuitas dana pemerintah;
8301 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
8302 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
8303 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
8304 daya ekonomi;
8305 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
8306 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
8307 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
8308 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
8309 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
8310 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
8311 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
8312 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
8313 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi
8314 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan,
8315 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan
8316 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
8317 pengguna mengenai:
8318 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
8319 anggaran; dan
8320 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
8321 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
8322 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan
8323 keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
8324 a. aset;
8325 b. kewajiban;
8326 c. ekuitas dana;
8327 d. pendapatan;

1088 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 6


1089
1090 PRESIDEN
1091 REPUBLIK INDONESIA

8328 e. belanja;
8329 f. transfer;
8330 g. pembiayaan; dan
8331 h. arus kas.
8332 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk
8333 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat
8334 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan
8335 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk
8336 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas
8337 pelaporan selama satu periode.

8338 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN


8339 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan
8340 berada pada pimpinan entitas.

8341 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


8342 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan
8343 keuangan pokok adalah:
8344 a) Laporan Realisasi Anggaran;
8345 b) Neraca;
8346 c) Laporan Arus Kas; dan
8347 d) Catatan atas Laporan Keuangan.
8348 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh
8349setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh
8350unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
8351 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang
8352ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa
8353bendaharawan umum negara/daerah.
8354 17. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya
8355ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus sumber
8356daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk
8357melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan dalam
8358menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang.
8359 18. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam
8360bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan
8361informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan
8362sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran
8363memuat anggaran dan realisasi.

1092 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 7


1093
1094 PRESIDEN
1095 REPUBLIK INDONESIA

8364 19. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan


8365 untuk membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan
8366entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi
8367keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini
8368termasuk rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator
8369kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain
8370mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan.
8371 20. Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas
8372pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual
8373dan Laporan Perubahan Ekuitas.
8374 21. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan
8375 terhadap anggaran.

8376 STRUKTUR DAN ISI Pendahuluan


8377 22. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu
8378pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan
8379pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau dalam Catatan atas
8380Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai lampiran standar ini
8381yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-
8382masing.
8383 23. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam arti
8384yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar muka
8385laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Pengungkapan
8386yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya
8387disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. Kecuali ada standar
8388yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian dibuat pada lembar
8389muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

8390 Identifikasi Laporan Keuangan


8391 24. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas dari
8392informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama.
8393 25. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku
8394untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam
8395suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, penting bagi
8396pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan menurut
8397Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan
8398merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.
8399 26. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas.
8400Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada
8401setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman yang
8402memadai atas informasi yang disajikan:

1096 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 8


1097
1098 PRESIDEN
1099 REPUBLIK INDONESIA

8403 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;


8404 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian
8405 dari beberapa entitas pelaporan;
8406 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang
8407 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;
8408 d) mata uang pelaporan; dan
8409 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada
8410 laporan keuangan.
8411 27. Persyaratan dalam paragraf 26 dapat dipenuhi dengan
8412 penyajian judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman
8413 laporan keuangan. Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan
8414 tentang penomoran halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga
8415 dapat mempermudah pengguna dalam memahami laporan keuangan.
8416 28. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti
8417 bilamana
8418 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat
8419 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka
8420 diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang.

8421 Periode Pelaporan


8422 29. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam
8423 setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
8424 laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih
8425 panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan
8426 mengungkapkan informasi berikut:
8427 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
8428 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti
8429 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
8430 30. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah
8431 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun
8432 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting
8433 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode
8434 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh
8435 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual,
8436 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi
8437 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan
8438 keuangan konsolidasian.
8439

1100 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 9


1101
1102 PRESIDEN
1103 REPUBLIK INDONESIA

8440 Tepat Waktu


8441 31. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak
8442 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan.
8443 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan
8444 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat
8445 waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
8446 setelah berakhirnya tahun anggaran.

8447 Laporan Realisasi Anggaran


8448 32. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan
8449 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
8450 APBN/APBD.
8451 33. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber,
8452 alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
8453 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan
8454 34. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-
8455 kurangnya unsur-unsur sebagai berikut: a) pendapatan;
8456 b) belanja;
8457 c) transfer;
8458 d) surplus/defisit;
8459 e) pembiayaan;
8460 f) sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
8461 35. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan
8462antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
8463 36. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan
8464atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal
8465 yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan
8466moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
8467realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
8468dianggap perlu untuk dijelaskan.
8469 37. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian
8470Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait.

8471 Neraca
8472 38. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
8473 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.

1104 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 10


1105
1106 PRESIDEN
1107 REPUBLIK INDONESIA

8474 Klasifikasi
8475 39. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset
8476lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
8477kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
8478 40. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan
8479kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima
8480atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan
8481jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih
8482dari 12 (dua belas) bulan.
8483 41. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang
8484akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya
8485klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk
8486memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam
8487periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka
8488panjang.
8489 42. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan
8490bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
8491Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti
8492persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset
8493diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan
8494sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
8495 43. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:
8496 a) kas dan setara kas;
8497 b) investasi jangka pendek;
8498 c) piutang pajak dan bukan pajak;
8499 d) persediaan;
8500 e) investasi jangka panjang;
8501 f) aset tetap;
8502 g) kewajiban jangka pendek;
8503 h) kewajiban jangka panjang;
8504 i) ekuitas dana.
8505 44. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 43 disajikan
8506dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika
8507penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan
8508suatu entitas pelaporan.
8509 45. Contoh format Neraca disajikan dalam Lampiran III.A dan III.B Standar
8510ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian dari standar.
8511Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan standar untuk membantu
8512dalam pelaporan keuangan.
8513 46. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah

1108 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 11


1109
1110 PRESIDEN
1111 REPUBLIK INDONESIA

8514 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:


8515 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
8516 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;
8517 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
8518 47. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi
8519 kadangkadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh,
8520 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok
8521 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.
8522 Aset Lancar
8523 48. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
8524 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
8525 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
8526 b) berupa kas dan setara kas.
8527 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan
8528 sebagai aset nonlancar.
8529 49. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
8530 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito
8531 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah
8532 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
8533 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan
8534 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
8535 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
8536 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis
8537 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
8538 komponen bekas.
8539 Aset Nonlancar
8540 50. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan
8541aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung
8542untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum.
8543 51. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka
8544panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah
8545pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca.
8546 52. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
8547untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang
8548terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen.
8549 53. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
8550dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
8551 54. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
8552dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.

1112 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 12


1113
1114 PRESIDEN
1115 REPUBLIK INDONESIA

8553 55. Investasi nonpermanen terdiri dari:


8554 a) Pembelian Surat Utang Negara;
8555 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
8556 kepada fihak ketiga; dan
8557 c) Investasi nonpermanen lainnya
8558 56. Investasi permanen terdiri dari:
8559 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan
8560 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
8561 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
8562 b) Investasi permanen lainnya.
8563 57. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
8564lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
8565dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
8566 58. Aset tetap terdiri dari:
8567 a) Tanah;
8568 b) Peralatan dan mesin;
8569 c) Gedung dan bangunan;
8570 d) Jalan, irigasi, dan jaringan;
8571 e) Aset tetap lainnya; dan
8572 f) Konstruksi dalam pengerjaan.

8573 59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk


8574 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang
8575 tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan
8576 dirinci menurut tujuan pembentukannya.

8577 60. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset


8578 lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud,
8579 tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua
8580 belas) bulan, dan aset kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan).

8581 Pengakuan Aset


8582 61. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
8583diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
8584dengan andal.
8585 62. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
8586 kepenguasaannya berpindah. Pengukuran
8587 Aset
8588 63. Pengukuran aset adalah sebagai berikut:

1116 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 13


1117
1118 PRESIDEN
1119 REPUBLIK INDONESIA

8589 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal;


8590 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
8591 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
8592 d) Persediaan dicatat sebesar:
8593 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
8594 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
8595 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
8596 donasi/rampasan.
8597 64. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan
8598termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan
8599yang sah atas investasi tersebut;
8600 65. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian
8601aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka
8602nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
8603 66. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
8604tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
8605 67. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
8606meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung
8607termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
8608peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan
8609aset tetap tersebut.
8610 68. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan
8611dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs
8612tengah bank sentral pada tanggal neraca. Kewajiban Jangka Pendek
8613 69. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
8614pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
8615tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
8616kewajiban jangka panjang.
8617 70. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
8618sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer
8619pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan
8620menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
8621 71. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo
8622dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga
8623pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak ketiga
8624(PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

8625 Kewajiban Jangka Panjang


8626 72. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
8627 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk

1120 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 14


1121
1122 PRESIDEN
1123 REPUBLIK INDONESIA

8628 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
8629 jika:
8630 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
8631 bulan;
8632 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut
8633 atas dasar jangka panjang; dan
8634 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
8635 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap
8636 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
8637 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek
8638 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang
8639 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
8640 Keuangan.
8641 73. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
8642berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan
8643(roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan
8644segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk
8645menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai
8646kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan
8647kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan
8648pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara
8649otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali
8650penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan
8651keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah
8652jangka panjang.
8653 74. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
8654(covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka
8655pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi
8656keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat
8657diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
8658 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
8659 konsekuensi adanya pelanggaran, dan
8660 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
8661 bulan setelah tanggal pelaporan.

8662 Pengakuan Kewajiban


8663 75. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
8664sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
8665menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban
8666tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.

1124 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 15


1125
1126 PRESIDEN
1127 REPUBLIK INDONESIA

8667 76. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada
8668saat kewajiban timbul. Pengukuran Kewajiban
8669 77. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata
8670uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran
8671mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
8672neraca. Ekuitas Dana
8673 78. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah dalam
8674Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan:
8675 a) Ekuitas Dana Lancar, termasuk sisa lebih pembiayaan anggaran /saldo
8676 anggaran lebih;
8677 b) Ekuitas Dana Investasi;
8678 c) Ekuitas Dana Cadangan.
8679 79. Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban
8680jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan anggaran,
8681cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus disediakan untuk
8682pembayaran utang jangka pendek.
8683 80. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang
8684tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi
8685dengan kewajiban jangka panjang.
8686 81. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang
8687dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan.

8688 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas
8689 Laporan Keuangan
8690 82. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca
8691maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos yang
8692disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas
8693yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, bilamana
8694perlu, sesuai dengan sifatnya.
8695 83. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di Catatan
8696atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar Akuntansi
8697Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktorfaktor yang
8698disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan dasar bagi
8699subklasifikasi.
8700 84. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya:
8701 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak
8702 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut
8703 sumbernya;

1128 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 16


1129
1130 PRESIDEN
1131 REPUBLIK INDONESIA

8704 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur
8705 akuntansi untuk persediaan;
8706 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar
8707 yang mengatur tentang aset tetap;
8708 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya;
8709 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya;
8710 (f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar,
8711 ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan;
8712 (g) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan
8713 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat
8714 pengendalian dan metode penilaian.

8715 Laporan Arus Kas


8716 85. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber,
8717 penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan
8718 saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
8719 86. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
8720 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan
8721 nonanggaran.
8722 87. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan
8723 yang berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar
8724 Akuntansi Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

8725 Laporan Kinerja Keuangan


8726 88. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis
8727 akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan
8728 pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja
8729 Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut: a)
8730 Pendapatan dari kegiatan operasional;
8731 b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
8732 c) Surplus atau defisit.
8733 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja
8734 Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk
8735 menyajikan dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan.
8736 89. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan
8737operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi
8738atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
8739 90. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan deskripsi
8740yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk

1132 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 17


1133
1134 PRESIDEN
1135 REPUBLIK INDONESIA

8741menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan meliputi materialitas


8742dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban.
8743 91. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu
8744klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi
8745(sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban
8746transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada
8747berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk
8748diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi
8749beban operasional pada berbagai fungsi.
8750 92. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut klasifikasi
8751fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya.
8752Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai
8753dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini
8754pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar
8755pertimbangan tertentu.
8756 93. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi
8757fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi
8758ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan
8759pegawai, dan beban bunga pinjaman.
8760 94. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi
8761tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat
8762organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, baik
8763langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan
8764bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
8765berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan entitas
8766pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur
8767kinerja secara layak.

8768 Laporan Perubahan Ekuitas


8769 95. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan
8770 Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan
8771 sekurang-kurangnya pos-pos:
8772 a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran;
8773 b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti
8774 diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara
8775 langsung dalam ekuitas;
8776 c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi
8777 kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah.
8778 96. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam
8779 lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan :

1136 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 18


1137
1138 PRESIDEN
1139 REPUBLIK INDONESIA

8780 a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta
8781 perubahannya selama periode berjalan.
8782 b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah, rekonsiliasi
8783 antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode
8784 mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah.

8785 Catatan atas Laporan Keuangan


8786 Struktur
8787 97. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
8788 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
8789 Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai
8790 berikut:
8791 a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
8792 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala
8793 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
8794 b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
8795 c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
8796 kebijakankebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
8797 transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
8798 d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
8799 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
8800 laporan keuangan;
8801 e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
8802 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
8803 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
8804 f) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
8805 tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
8806 g) daftar dan skedul.
8807 98. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis.
8808Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas
8809harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan
8810atas Laporan Keuangan.
8811 99. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
8812terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
8813Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam
8814Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan
8815dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-
8816pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas

1140 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 19


1141
1142 PRESIDEN
1143 REPUBLIK INDONESIA

8817laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen


8818lainnya.
8819 100. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah
8820susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
8821Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan
8822dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.

8823 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi


8824 101. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan
8825 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
8826 (a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
8827 keuangan;
8828 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
8829 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi
8830 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan
8831 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
8832 laporan keuangan.
8833 102. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
8834pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan.
8835Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan
8836keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat
8837mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan basis pengukuran
8838tersebut.
8839 103. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
8840diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan
8841tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
8842tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu
8843dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai
8844berikut:
8845 (a) Pengakuan pendapatan;
8846 (b) Pengakuan belanja;
8847 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
8848 (d) Investasi;
8849 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
8850 berwujud;
8851 (f) Kontrak-kontrak konstruksi;
8852 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
8853 (h) Kemitraan dengan fihak ketiga;
8854 (i) Biaya penelitian dan pengembangan;

1144 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 20


1145
1146 PRESIDEN
1147 REPUBLIK INDONESIA

8855 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
8856 (k) Dana cadangan;
8857 (l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
8858 104. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat
8859kegiatankegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan
8860atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk
8861pengakuan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib
8862(nonreciprocal revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi
8863terhadap selisih kurs.
8864 105. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai
8865pospos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material.
8866Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan
8867yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.
8868 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya
8869 106. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini
8870 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
8871 keuangan, yaitu:
8872 i. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana
8873 entitas tersebut beroperasi;
8874 ii. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
8875 iii. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
8876 operasionalnya.

8877 TANGGAL EFEKTIF


8878 107. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
8879 diberlakukan untuk laporan keuangan atas
8880 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
8881 anggaran 2014.

1148 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 21


1149

8882
8883 PRESIDEN
8884 REPUBLIK INDONESIA

8885 Lampiran II
8886 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
8887 Ilustrasi PSAP 01.A

8888 Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat

8889 NERACA
8890 PEMERINTAH PUSAT
8891 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
8892 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0
1 ASET
2 ASET LANCAR
3 Kas di Bank Indonesia xxx xxx
4 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
8 Piutang Pajak xxx xxx
9 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx
13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx
15 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
16 Piutang Lainnya xxx xxx
17 Persediaan xxx xxx
18
Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx
19
INVESTASI JANGKA PANJANG
20
Investasi Nonpermanen
21
Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
22
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
23
24 Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx
25 Dana Bergulir xxx xxx
Investasi dalam Obligasi xxx xxx
26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
28 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 27) xxx xxx
29 Investasi Permanen
30 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx
31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx
33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx
34 ASET TETAP
35 Tanah xxx xxx
36 Peralatan dan Mesin xxx xxx
37 Gedung dan Bangunan xxx xxx
38 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
39 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
40 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx
41 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)
42 Jumlah Aset Tetap (35 s/d 41) xxx xxx

1150
1151

8893
8894 PRESIDEN
8895 REPUBLIK INDONESIA

8896 NERACA
8897 PEMERINTAH PUSAT
8898 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
8899 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0
43 ASET LAINNYA
44 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
45 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx
46 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
47 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
48 Aset Tak Berwujud xxx xxx
49 Aset Lain-Lain xxx xxx
50 Jumlah Aset Lainnya (44 s/d 49) xxx xxx
51 JUMLAH ASET (18+33+42+50) xxxx xxxx
52
53 KEWAJIBAN
54 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
55 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx
56 Utang Bunga xxx xxx
57 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx
58 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
59 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (55 s/d 58) xxx xxx
60 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
61 Utang Luar Negeri xxx xxx
62 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx
63 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
64 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
65 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (61 s/d 64) xxx xxx
66 JUMLAH KEWAJIBAN (59+65) xxx xxx
67
68 EKUITAS DANA
69 EKUITAS DANA LANCAR
70 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx
71 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx
72 Cadangan Piutang xxx xxx
73 Cadangan Persediaan xxx xxx
74 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka (xxx) (xxx)
75 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (70 s/d 74) xxx xxx
76 EKUITAS DANA INVESTASI
77 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx
78 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx
79 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx
80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang (xxx) (xxx)
81 Jangka P j Jumlah Ekuitas Dana Investasi (77 s/d 80) xxx xxx
82 JUMLAH EKUITAS DANA (75+81) xxx xxx
83 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (66+82) xxxx xxxx

1152
1153

8900
8901 PRESIDEN
8902 REPUBLIK INDONESIA

8903 Lampiran II
8904 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
8905 Ilustrasi PSAP 01.B

8906 Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

8907 NERACA
8908 PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
8909 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
8910 (Dalam Rupiah)
No Uraian 20X 20X
. 1 0
1 ASET
2 ASET LANCAR
3 Kas di Kas Daerah
4 Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
5
Investasi Jangka Pendek xxx xxx
6 xxx xxx
Piutang Pajak
7 xxx xxx
Piutang Retribusi
8 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
9 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx
xxx xxx
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
xxx xxx
12 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
xxx xxx
13 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx
14 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
15 Piutang Lainnya xxx xxx
Persediaan xxx xxx
16
Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx
17
INVESTASI JANGKA PANJANG xxx xxx
18 Investasi Nonpermanen
19 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara
20 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah
21 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya
xxx xxx
22 Investasi dalam Surat Utang Negara
xxx xxx
23 xxx xxx
24 xxx xxx
25 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
26 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx
27 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 26) xxx xxx
28 Investasi Permanen
29 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx
30 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
31 Jumlah Investasi Permanen (29 s/d 30) xxx xxx
32 Jumlah Investasi Jangka Panjang (27 + 31) xxx xxx
33 ASET TETAP
34 Tanah xxx xxx
35 Peralatan dan Mesin xxx xxx
36 Gedung dan Bangunan xxx xxx
37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx
40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)

1154
1155
41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx
42 DANA CADANGAN
43 Dana Cadangan xxx xxx
44 Jumlah Dana Cadangan (43) xxx xxx

8911
8912 PRESIDEN
8913 REPUBLIK INDONESIA

8914 PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA


8915 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
8916 (Dalam Rupiah)
No Uraian 20X 20X
. 1 0
45 ASET LAINNYA
46 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
47 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx
48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
50 Aset Tak Berwujud xxx xxx
51 Aset Lain-Lain xxx xxx
52 Jumlah Aset Lainnya (46 s/d 51) xxx xxx
53 JUMLAH ASET (18+32+41+44+52) xxxx xxxx
54
55 KEWAJIBAN
56 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
57 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx
58 Utang Bunga xxx xxx
59 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx
60 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah xxx xxx
Lainnya
61 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan xxx xxx
Bank
62 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan xxx xxx
bukan Bank
63 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
65 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx
66 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (57 s/d 65) xxx xxx
67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
68 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx
69 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
70 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx
71 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx
72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx
73 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx
74 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 73) xxx xxx
75 JUMLAH KEWAJIBAN (66+74) xxx xxx
76 EKUITAS DANA
77 EKUITAS DANA LANCAR
78 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx
79 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx
80 Cadangan Piutang xxx xxx
81 Cadangan Persediaan xxx xxx
82 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang (xxx (xxx
83 Jangka Pendek Jumlah Ekuitas Dana Lancar (78 s/d 82) ) )
xxx xxx

1156
1157
84 EKUITAS DANA INVESTASI
85 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx
86 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx
87 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx
88 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang (xxx (xxx
89 Jangka Panjang Jumlah Ekuitas Dana Investasi (85 s/d ) )
90 88) xxx xxx
EKUITAS DANA CADANGAN
91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx
92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx
93 JUMLAH EKUITAS DANA (83+89+92) xxx xxx
94 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA xxx
(75+93) xxxx
x

1158
1159
1160 PRESIDEN
1161 REPUBLIK INDONESIA

8917
8918 LAMPIRAN II.03
8919 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
8920 NOMOR 71 TAHUN 20102005 TANGGAL
8921 22 OKTOBER 201005
8922
8923
8924
8925
8926 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
8927 PERNYATAAN NO. 02
8928
8929
8930
8931
8932
8933
8934

8935 LAPORAN REALISASI ANGGARAN


8936
8937
8938
8939
8940
8941
8942
8943
8944
8945
8946
8947
8948
8949
8950 DAFTAR ISI
8951 Paragraf
8952PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-5
8953 Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------- 1-2

1162 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (1)


1163
1164 PRESIDEN
1165 REPUBLIK INDONESIA

8954 Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------- 3-5


8955MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 6-7
8956DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- I8
8957STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 9-10
8958PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------- 11
8959TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------- 12 ISI
8960LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------- 13-16
8961INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
8962REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS
8963 LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------------- 17-18
8964AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------ 19-21
8965AKUNTANSI PENDAPATAN -------------------------------------------------------- 22-30
8966AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------- 31-46
8967AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT --------------------------------------------------- 47-49
8968AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------- 50
8969AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN ------------------------------------ 51-54
8970AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN --------------------------------- 55-57
8971AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------ 58-59
8972AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN ------- 60-61
8973TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------- 62
8974TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN
8975BERBENTUK BARANG DAN JASA ----------------------------------------------- 63
8976TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 64
8977
8978Lampiran:
8979Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan
8980 Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat
8981Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan
8982 Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi
8983Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan
8984 Realisasi Anggaran Pemerintah
8985 Kabupaten/
8986 Kota

1166 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (2)


1167
1168 PRESIDEN
1169 REPUBLIK INDONESIA

8987STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


8988PERNYATAAN NO. 02

8989LAPORAN REALISASI ANGGARAN


8990Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
8991paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
8992penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8993Akuntansi Pemerintahan

PENDAHULUAN
8994

Tujuan
8995

8996 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan


8997dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam
8998rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
8999perundang-undangan.
9000 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah
9001 memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan
9002secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan
9003 realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang
9004telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan
9005perundang-undangan.

Ruang Lingkup
9006

9007 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan


9008Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan
9009akuntansi berbasis kas.
9010 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap
9011 entitas pelaporan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
9012daerah, yang memperoleh anggaran berdasarkan
9013 APBN/APBD, tidak termasuk perusahaan negara/daerah .
9014 5. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan
9015menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun Laporan
9016Realisasi Anggaran yang berbasis kas.

MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN


9017

1170 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 1


1171
1172 PRESIDEN
1173 REPUBLIK INDONESIA

9018 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai


9019realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari suatu
9020entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya.
9021Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi
9022keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan
9023ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
9024(a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
9025 sumber daya ekonomi;
9026(b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh
9027 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi
9028 dan efektivitas penggunaan anggaran.
9029 7. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna
9030dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai
9031kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara
9032menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat
9033menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi
9034perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:
(a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;
9035
(b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan (c)
9036
9037 telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9038DEFINISI
9039 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan
9040dalam Pernyataan Standar dengan pengertian:
9041Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
9042pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
9043yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu
9044secara sistematis untuk satu periode.
9045Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
9046keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
9047Perwakilan Rakyat Daerah.
9048Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
9049keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
9050Perwakilan Rakyat.
9051Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
9052mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
9053melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
9054Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan
9055secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit

1174 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 2


1175
1176 PRESIDEN
1177 REPUBLIK INDONESIA

9056organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah


9057dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
9058Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
9059peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
9060Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
9061Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
9062anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
9063oleh pemerintah.
9064Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
9065yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam
9066satu tahun anggaran.

9067Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
9068entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
9069wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
9070keuangan.

9071Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
9072Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan
9073pengeluaran Pemerintah Daerah.

9074Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
9075Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung
9076seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat.

9077Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,


9078aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
9079pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

9080Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.

9081Otorisasi Kredit Anggaran ( allotment) adalah dokumen pelaksanaan


9082anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
9083instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
9084Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
9085otorisasi tersebut.
9086Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
9087yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
9088bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
9089kembali oleh pemerintah.
9090Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
9091kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
9092anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang

1178 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 3


1179
1180 PRESIDEN
1181 REPUBLIK INDONESIA

9093dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup


9094defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
9095Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
9096modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
9097Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
9098modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
9099Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
9100negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
9101Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
9102seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
9103Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
9104daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
9105seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
9106pada bank yang ditetapkan.
9107Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja
9108selama satu periode pelaporan.
9109Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
9110dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
9111bagi hasil.

STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN


9112

9113 9. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi


9114pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang masing-
9115masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
9116 10. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan
9117secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu,
9118informasi berikut:
(a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
9119
(b) cakupan entitas pelaporan;
9120
(c) periode yang dicakup; (d)
9121 mata uang pelaporan; dan (e) satuan
9122angka yang digunakan.

PERIODE PELAPORAN
9123

9124 11. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya


9125sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas
9126berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu
9127periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas
9128mengungkapkan informasi sebagai berikut:

1182 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 4


1183
1184 PRESIDEN
1185 REPUBLIK INDONESIA

9129(a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;


9130(b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi
9131 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
9132TEPAT WAKTU
9133 12. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika
9134 laporan tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti
9135 kompleksitas operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas
9136 ketidakmampuan entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan
9137 tepat waktu. Suatu entitas pelaporan menyajikan Laporan Realisasi
9138 Anggaran selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun
9139 anggaran.

9140ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN


9141 13. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa
9142 sehingga menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer,
9143 surplus/defisit, dan pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang
9144 wajar. Laporan Realisasi Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan,
9145 belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dengan anggarannya.
9146 Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas
9147 Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang mempengaruhi
9148 pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab
9149 terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya,
9150 serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap
9151 perlu untuk dijelaskan.
9152 14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya
9153 mencakup pos-pos sebagai berikut:
9154(a) Pendapatan
9155(b) Belanja
9156(c) Transfer
9157(d) Surplus atau defisit
9158(e) Penerimaan pembiayaan
9159(f) Pengeluaran pembiayaan
9160(g) Pembiayaan neto; dan
9161(h) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA)
9162 15. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam
9163 Laporan Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan
9164 Standar Akuntansi Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut

1186 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 5


1187
1188 PRESIDEN
1189 REPUBLIK INDONESIA

9165 diperlukan untuk menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara


9166 wajar.
9167 16. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam
9168 lampiran IV.A-C standar ini. Lampiran merupakan ilustrasi dan bukan
9169 merupakan bagian dari standar. Tujuan lampiran ini adalah
9170 mengilustrasikan penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi
9171 artinya.
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
9172

REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN


9173

ATAS LAPORAN KEUANGAN


9174

9175 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan


9176 menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan
9177 rincian lebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas
9178 Laporan Keuangan.
9179 18. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja
9180 menurut jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi
9181 belanja menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi
9182 Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja
9183 menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

AKUNTANSI ANGGARAN
9184

9185 19. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban


9186 dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu
9187 pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
9188 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur
9189 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan
9190 pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang
9191 dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri
9192 dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran
9193 (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan
9194 dan pengeluaran pembiayaan.
9195 21. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran
9196disahkan dan anggaran dialokasikan.

AKUNTANSI PENDAPATAN
9197

1190 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 6


1191
1192 PRESIDEN
1193 REPUBLIK INDONESIA

9198 22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening


9199 Kas Umum Negara/Daerah.
9200 23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
9201 24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas
9202 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari
9203 pemerintah pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi.
9204 25. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas
9205 bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
9206 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
9207 pengeluaran).
9208 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui
9209 dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur
9210 mengenai badan layanan umum.
9211 27. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang
9212 (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan
9213 maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
9214 pendapatan.
9215 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
9216recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode
9217penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
9218periode yang sama.
9219 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
9220recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode
9221sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada
9222periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
9223 30. Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan
9224pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk
9225 keperluan pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.

AKUNTANSI BELANJA
9226

9227 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening
9228Kas Umum Negara/Daerah.
9229 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara
9230 pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban
9231atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
9232perbendaharaan.
9233 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan
9234mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
9235layanan umum.

1194 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 7


1195
1196 PRESIDEN
1197 REPUBLIK INDONESIA

9236 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis


9237belanja), organisasi, dan fungsi.
9238 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan
9239 belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan
9240suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja
9241pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial,
9242dan belanja lain-lain. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi terdiri
9243dari belanja pegawai, belanja barang , belanja modal, bunga, subsidi, hibah,
9244bantuan sosial, dan belanja tak terduga.
9245 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
9246sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
9247Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga,
9248subsidi, hibah, bantuan sosial.
9249 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
9250tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
9251Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung
9252dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
9253 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
9254kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
9255penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
9256lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
9257pemerintah pusat/daerah.
9258 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah
9259sebagai berikut:
9260 Belanja Operasi:
9261- Belanja Pegawai
9262 xxx - Belanja Barang
9263 xxx
9264- Bunga xxx - Subsidi xxx - Hibah xxx
9265- Bantuan Sosial xxx
9266
9267 Belanja Modal:
9268- Belanja Aset Tetap
9269 xxx - Belanja Aset Lainnya
9270 xxx
9271 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx

1198 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 8


1199
1200 PRESIDEN
1201 REPUBLIK INDONESIA

9272 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari


9273 entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran
9274 dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil
9275 oleh pemerintah daerah.
9276 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi
9277 berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja
9278 menurut organisasi di lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja
9279 per kementerian negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya.
9280 Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain
9281 belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
9282 Sekretariat Daerah pemerintah provinsi/kabupaten /kota, dinas
9283 pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah
9284 provinsi/kabupaten/kota.
9285 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang
9286 didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam
9287 memberikan pelayanan kepada masyarakat.
9288 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah
9289 sebagai berikut:
Belanja :
- Pelayanan Umum xxx
- Pertahanan xxx
- Ketertiban dan Keamanan xxx
- Ekonomi xxx
- Perlindungan Lingkungan Hidup xxx
- Perumahan dan Permukiman xxx
- Kesehatan xxx
- Pariwisata dan Budaya xxx
- Agama xxx
- Pendidikan xxx
- Perlindungan sosial xxx
9290
9291
9292 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai
9293 dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
9294 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan
9295 kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja
9296 dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama.

1202 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 9


1203
1204 PRESIDEN
1205 REPUBLIK INDONESIA

9297 Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas


9298 pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain.
9299 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi
9300 kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat
9301 dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen dengan
9302 cara yang memungkinkan pengukuran kegiatan belanja tersebut.

AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT
9303

9304 47. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan


9305 belanja selama satu periode pelaporan.
9306 48. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan
9307 belanja selama satu periode pelaporan.
9308 49. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
9309 belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
9310 Surplus/Defisit.
AKUNTANSI PEMBIAYAAN
9311

9312 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi


9313 keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang
9314 perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran
9315 pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau
9316 memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain
9317 dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara,
9318 pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
9319 kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan
9320 penyertaan modal oleh pemerintah.

AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN


9321

9322 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan


9323 Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari
9324 penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi
9325 perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang
9326 diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya,
9327 dan pencairan dana cadangan.
9328 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima
9329 pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
9330 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan
9331 berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan

1206 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 10


1207
1208 PRESIDEN
1209 REPUBLIK INDONESIA

9332 bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah


9333 dikompensasikan dengan pengeluaran)
9334 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana
9335 Cadangan yang
9336bersangkutan.

AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN


9337

9338 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran


9339 Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman
9340 kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran
9341 kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan
9342 pembentukan dana cadangan.
9343 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat
9344 dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
9345 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana
9346 Cadangan yang bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari
9347 pengelolaan Dana Cadangan di pemerintah daerah merupakan
9348 penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan
9349 dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO
9350

9351 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan


9352 pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode
9353 tahun anggaran tertentu.
9354 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan
9355 pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat
9356 dalam pos Pembiayaan Neto.

AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN


9357

ANGGARAN (SILPA/SIKPA)
9358

9359 60. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah


9360 selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
9361 selama satu periode pelaporan.
9362 61. Selisih lebih/kurang antara
9363 realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu
9364 periode pelaporan dicatat dalam pos
9365 SiLPA/SiKPA.

1210 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 11


1211
1212 PRESIDEN
1213 REPUBLIK INDONESIA

TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING


9366

9367 62. Transaksi dalam mata uang asing harus


9368 dibukukan dalam mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah
9369 mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank sentral pada
9370 tanggal transaksi.

TRANSAKSI
9371 PENDAPATAN, BELANJA, DAN
PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA
9372

9373 63. Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan


9374 dalam bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Laporan
9375 Realisasi Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa
9376 tersebut pada tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi
9377 semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada
9378 Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan
9379 semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan,
9380 belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh transaksi
9381 berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang,
9382 barang rampasan, dan jasa konsultansi.

1214 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 12


1215
1216 PRESIDEN
1217 REPUBLIK INDONESIA

93831 TANGGAL EFEKTIF


93842 64. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini
9385dapat 3 diberlakukan untuk laporan keuangan atas
9386pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran
9387sampai dengan tahun anggaran 2014.

1218 LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 13


1219 PRESIDEN REPUBLIK
1220 INDONESIA

9388 LAMPIRAN II
9389 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
9390 NOMOR 71 TAHUN 2010
9391 ILUSTRASI PSAP 02.A

9392 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat

9393 LAPORAN REALISASI ANGGARAN


9394 PEMERINTAH PUSAT
9395 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
9396 (Dalam Rupiah)
Anggaran Realisasi
20X1 20X1 (%) Realisasi 20X0
NO. URAIAN
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN xxx xxx xx xxx
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx
7 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Cukai
8 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Bea Masuk
9 xxx xxx xx xxx
10 Pendapatan Pajak Ekspor
Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx
11
12 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)
13 xxx xxx xx xxx
PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Sumber Daya Alam
15 xxx xxx xx xxx
16 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba
xxx xxx xx xxx
17 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya
18 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d
19 16) PENDAPATAN HIBAH Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx
20 xxx xxx xx xxx
Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)
21 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx
22
23 BELANJA
24 BELANJA OPERASI xxx xxx xx xxx
25 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
26 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
27 Bunga xxx xxx xx xxx
28 Subsidi xxx xxx xx xxx
29 xxx xxx xx xxx
Hibah
30 xxx xxx xx xxx
31 Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx
32
33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx
34 xxx xxx xx xxx
35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx
36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41)
43 JUMLAH BELANJA (33 + 42)
44
xxx xxx xx xxx
45 TRANSFER
xxx xxx xx xxx
46 DANA PERIMBANGAN
xxx xxx xx xxx
47 Dana Bagi Hasil Pajak
xxx xxx xx xxx
48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
49 xxx xxx xx xxx
Dana Alokasi Umum
50 Dana Alokasi Khusus
51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx
52 xxx xxx xx xxx
53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) xxx xxx xx xxx
54 Dana Otonomi Khusus
55 xxx xxx xx xxx
Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx

1221
1222 PRESIDEN REPUBLIK
1223 INDONESIA

56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55)


57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56)
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx
59
60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)
9397 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
9398 PEMERINTAH PUSAT
9399 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
9400 (Dalam Rupiah)
Anggaran Realisasi
20X1 20X1 (%) Realisasi 20X0
NO. URAIAN
61 PEMBIAYAAN
62 PENERIMAAN
63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx
64
xxx xxx xx xxx
65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan
xxx xxx xx xxx
66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi
xxx xxx xx xxx
67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx
69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
71 xxx xxx xx xxx
Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)
72
73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
74 xxx xxx xx xxx
Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx
75
Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx
76
Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx
77
78 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)
79
PENGELUARAN
80 xxx xxx xx xxx
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
81 xxx xxx xx xxx
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
83 xxx xxx xx xxx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya
84 xxx xxx xx xxx
Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP)
85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
87
Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86)
88 xxx xxx xx xxx
89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx
91 xxx xxx xx xxx
Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional
92 xxx xxx xx xxx
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)
93 xxx xxx xx xxx
JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)
94 xxx xxx xx xxx
95 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (60 + 94)

9401

9402

9403

9404
9405

9406
9407 LAMPIRAN II
9408 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

1224
1225 PRESIDEN REPUBLIK
1226 INDONESIA

9409 NOMOR 71 TAHUN 2010


9410 ILUSTRASI PSAP 02.B

9411 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi


9412 PEMERINTAH PROVINSI
9413 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
9414 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

9415 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
xxx xxx xx xxx
3 Pendapatan Pajak Daerah
xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Retribusi Daerah
xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
xxx xxx xx xxx
6 Lain-lain PAD yang sah
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
8
9 PENDAPATAN TRANSFER
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN xxx xxx xx xxx
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
14 Dana Alokasi Khusus
xxxx xxxx xx xxxx
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12)
16
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA xxx xxx xx xxx
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
19 Dana Penyesuaian
xxxx xxxx xx xxxx
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19)
Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx
21
22 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
23 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Hibah
24 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Dana Darurat
25 xxx xxx xx xxx
Pendapatan Lainnya
26 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx
27 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx
28 BELANJA
29 BELANJA OPERASI xxx xxx xx xxx
30 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
31 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
32 Bunga xxx xxx xx xxx
33 Subsidi xxx xxx xx xxx
34 Hibah xxx xxx xx xxx
35 Bantuan Sosial
36 xxxx xxxx xx xxxx
Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36)
37
38 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx
39 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
40 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
41 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
42 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
43 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
44 Belanja Aset Lainnya xxxx xxxx xx xxxx
45 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45)
46
47 BELANJA TAK TERDUGA xxx xxx xx xxx
48 Belanja Tak Terduga xxx xxxx xx xxxx
49 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx
50 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50)
51
52 TRANSFER
53 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA xxx xxx xx xxx
54 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
55 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
56 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxxx xx xxxx
57 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58)

1227
1228 PRESIDEN REPUBLIK
1229 INDONESIA

59 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx


60
61

1230
1231 PRESIDEN

9416 REPUBLIK INDONESIA

9417 PEMERINTAH PROVINSI


9418 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
9419 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

9420 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0
62
63
64 PEMBIAYAAN
65 xxx xxx xx xxx
66 PENERIMAAN PEMBIAYAAN xxx xxx xx xxx
67 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx
68 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
69 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
71 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
73 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
74 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
75 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxxx xxxx xx xxxx
78 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
79 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77)
xxx xxx xx xxx
80 xxx xxx xx xxx
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
81 xxx xxx xx xxx
Pembentukan Dana Cadangan
88 xxx xxx xx xxx
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
82 xxx xxx xx xxx
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
83 xxx xxx xx xxx
84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
xxx xxx xx xxx
85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank
xxx xxx xx xxx
86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank
xxx xxx xx xxx
87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
91 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxxx xxxx xx xxxx
92
93 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91)
94 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92)
xxxx xxxx xx xxxx
95
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93)

9421
9422
9423
9424
9425
9426

9427
9428 PRESIDEN
9429 REPUBLIK INDONESIA

1232
1233

9430 LAMPIRAN II
9431 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
9432 NOMOR 71 TAHUN 2010
9433 ILUSTRASI PSAP 02.C

9434 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota

9435 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


9436 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
9437 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

9438 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0

1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah xx
Pendapatan Retribusi Daerah xx
4
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
5
Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
6
Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
7
8 PENDAPATAN TRANSFER
9 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
10 Dana Bagi Hasil Pajak xx
11 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xx
12 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
13 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
14 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx
15
16 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
17 Dana Otonomi Khusus xx
18 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
19 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx
20
21 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
22 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xx
23 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
24 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx
25 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25)
xxxx xxxx xx xxxx
26
27 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
28 Pendapatan Hibah
xx
29 Pendapatan Dana Darurat
xxx xxx xxx xxx xx xxx xxx
30 Pendapatan Lainnya
xxx xxx xx xxx
31 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31)
JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxx xxx xx xxx
32
xxxx xxxx xx xxxx
33
34 BELANJA
35 BELANJA OPERASI
36 Belanja Pegawai
37 xxx xxx xx xxx
38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
39 Bunga xxx xxx xx xxx
40 Subsidi xxx xxx xx xxx
41 Hibah xxx xxx xx xxx
42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx
43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx
44
45 BELANJA MODAL
46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx
53
54 BELANJA TAK TERDUGA
55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx
56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx

1234
1235

57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx


9439 PRESIDEN
9440 REPUBLIK INDONESIA

9441 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


9442 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
9443 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

9444 (Dalam Rupiah)


Anggaran Realisasi Realisasi
NO. URAIAN 20X1 20X1 (%) 20X0

58
59 TRANSFER
60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA
61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx
63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx
65
66 SURPLUS/DEFISIT (33 - 64)
xxx xxx xxx xxx
67
68 PEMBIAYAAN
69
70 PENERIMAAN PEMBIAYAAN Penggunaan
71 SiLPA xxx xxx xx xxx
72 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
73 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
74 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
76 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
78 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
79 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
80 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah xxx xxx xx xxx
83 Penerimaan (71 s/d 82) xxxx xxxx xx xxxx
84
85 PENGELUARAN PEMBIAYAAN
86 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
87 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx
88 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx
93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx
88 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
90 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
91 Jumlah Pengeluaran (86 s/d 90) xxx xxx xx xxx
92 PEMBIAYAAN NETO (83 - 91) xxxx xxxx xx xxxx
93
94 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66 + 92)
xxxx xxxx xx xxxx

9445

9446

9447

1236
1237

9448
9449

9450

1238
1239
9451
9452 LAMPIRAN II.04
9453 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
9454 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL
9455 22 OKTOBER 2010
9456

9457

9458 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


9459 PERNYATAAN NO. 03
9460

9461

9462

9463

9464 LAPORAN ARUS KAS


9465
9466
9467
9468
9469
9470
9471
9472
9473
9474
9475

9476

9477 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (i)


9478

9479
9480 PRESIDEN
9481 REPUBLIK INDONESIA

1240
1241
1242 PRESIDEN
1243 REPUBLIK INDONESIA
9482

9483 DAFTAR ISI


9484
9485 Paragraf
9486PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-10
9487Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------- 1- 2
9488Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------------------------- 3-4
9489Manfaat Informasi Arus Kas ----------------------------------------------------------- 5-7
9490Definisi -------------------------------------------------------------------------------------- 8 Kas
9491dan Setara Kas --------------------------------------------------------------------- 9-10
9492ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------- 11-13
9493PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS----------------------------------------------- 14-31
9494Aktivitas Operasi ------------------------------------------------------------------------- 18-22
9495Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan ---------------------------------------------- 23-25
9496Aktivitas Pembiayaan ------------------------------------------------------------------- 26-28
9497Aktivitas Nonanggaran ------------------------------------------------------------------ 29-31
9498PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI,
9499INVESTASI ASET NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN, DAN
9500NONANGGARAN ----------------------------------------------------------------------- 32-34
9501PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH ----------- 35
9502ARUS KAS MATA UANG ASING --------------------------------------------------- 36-38
9503BUNGA DAN BAGIAN LABA -------------------------------------------------------- 39-42
9504INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH
9505DAN KEMITRAAN ---------------------------------------------------------------------- 43-45
9506PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN NEGARA/
9507DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA --------------------------------------- 46-49
9508TRANSAKSI BUKAN KAS ----------------------------------------------------------- 50-51
9509KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------- 52
9510PENGUNGKAPAN LAINNYA -------------------------------------------------------- 53-55
9511TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 56
9512
9513
9514Lampiran :
9515Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
9516 Pusat
9517Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
9518 Provinsi
9519Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
9520 Kabupaten/Kota
9521

9522 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (ii)

1244
1245
1246 PRESIDEN
1247 REPUBLIK INDONESIA

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


9523 NO. 03
LAPORAN ARUS KAS
9524

9525Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah


9526paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
9527penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
9528Akuntansi Pemerintahan.

PENDAHULUAN
9529

Tujuan
9530
9531 1. Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur
9532penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai
9533perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan
9534 dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi,
9535investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode
9536akuntansi.
9537 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai
9538sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode
9539akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini
9540disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

Ruang Lingkup
9541
9542 3. Pemerintah pusat dan daerah menyusun laporan arus kas
9543sesuai dengan standar ini dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah
9544satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian
9545laporan keuangan.
9546 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan
9547arus kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan
9548pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut
9549peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi
9550dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan
9551negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan
9552yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Manfaat Informasi Arus Kas


9553
9554 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di
9555masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran
9556arus kas yang telah dibuat sebelumnya.

1248 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 1


1249
1250 PRESIDEN
1251 REPUBLIK INDONESIA

9557 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas
9558masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
9559 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus
9560kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam
9561mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan
9562dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

Definisi
9563
9564 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan
9565 dalam Pernyataan Standar dengan pengertian :
9566Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh
9567pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
9568ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik
9569oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
9570uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
9571penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
9572dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
9573Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
9574pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
9575pembiayaan yang diukur dalam satuan uang yang disusun menurut
9576klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
9577Apropriasi adalah anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
9578mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
9579melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
9580Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
9581Bendahara Umum Negara/Daerah.
9582Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
9583ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode
9584akuntansi.
9585Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan
9586pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap
9587dan aset nonkeuangan lainnya.
9588Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar
9589kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang
9590mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka
9591panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan
9592dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran.

1252 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 2


1253
1254 PRESIDEN
1255 REPUBLIK INDONESIA

9593Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas


9594yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan
9595pembiayaan pemerintah.
9596Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
9597Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
9598anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
9599oleh pemerintah.
9600Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
9601yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
9602satu tahun anggaran.
9603Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
9604antara aset dan kewajiban pemerintah.
9605Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
9606entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
9607wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
9608keuangan.
9609Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
9610penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
9611pemerintah.
9612Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
9613digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
9614Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
9615Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
9616dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
9617Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
9618Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
9619seluruh penerimaan negara dan seluruh pengeluaran negara.
9620Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
9621komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
9622dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
9623Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
9624Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.

9625Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
9626menyajikan laporan keuangan.
9627Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
9628berdasarkan harga perolehan.
9629Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
9630investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut

1256 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 3


1257
1258 PRESIDEN
1259 REPUBLIK INDONESIA

9631kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan


9632bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
9633sesudah perolehan awal investasi.
9634Otorisasi Kredit Anggaran ( allotment) adalah dokumen pelaksanaan
9635anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
9636instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
9637Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
9638otorisasi tersebut.
9639Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
9640yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
9641bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
9642kembali oleh pemerintah.
9643Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
9644Negara/Daerah.
9645Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
9646Umum Negara/Daerah.
9647Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas
9648pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran.
9649Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
9650modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.
9651Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
9652dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
9653signifikan.
9654Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
9655pelaporan.
9656Transfer masuk adalah penerimaan uang dari suatu entitas pelaporan lain
9657termasuk penerimaan dari dana perimbangan dan dana bagi hasil.
9658Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
9659kepada entitas pelaporan lainnya termasuk pengeluaran untuk dana
9660perimbangan dan dana bagi hasil.

Kas dan Setara Kas


9661
9662 9. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas
9663jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara
9664kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam
9665jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan.
9666Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud
9667mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal
9668perolehannya.

1260 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 4


1261
1262 PRESIDEN
1263 REPUBLIK INDONESIA

9669 10. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam
9670laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen
9671kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan,
9672pembiayaan, dan nonanggaran.

9673ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS


9674 11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari
9675satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
9676perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
9677berupa laporan keuangan yang terdiri dari:
9678(a) Pemerintah pusat;
9679(b) Pemerintah daerah; dan
9680(c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
9681 organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan
9682 satuan organisasi dimaksud wajib membuat laporan arus kas.
9683 12. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan
9684laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi
9685perbendaharaan
9686 13. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah
9687unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau
9688kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

9689PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS


9690 14. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan
9691pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan
9692aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan,
9693 pembiayaan, dan nonanggaran.
9694 15. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset
9695nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang
9696memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas
9697tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga
9698dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi
9699aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.
9700 16. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari
9701beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari
9702pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan
9703diklasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga
9704utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi.

1264 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 5


1265
1266 PRESIDEN
1267 REPUBLIK INDONESIA

9705 17. Contoh format laporan arus kas disajikan dalam Lampiran V.A-C
9706standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi untuk membantu pemahaman
9707dan bukan bagian dari standar.

9708Aktivitas Operasi
9709 18. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang
9710menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang
9711cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang
9712tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
9713 19. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari:
9714(a) Penerimaan Perpajakan;
9715(b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
9716(c) Penerimaan Hibah;
9717(d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi
9718 Lainnya; dan
9719(e) Transfer masuk.
9720 20. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk
9721pengeluaran: (a) Belanja Pegawai;
9722(b) Belanja Barang;
9723(c) Bunga;
9724(d) Subsidi;
9725(e) Hibah;
9726(f) Bantuan Sosial;
9727(g) Belanja Lain-lain/Tak Terduga; dan (h) Transfer keluar.
9728 21. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga
9729 yang sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual,
9730 maka perolehan dan penjualan surat berharga tersebut
9731 diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi.
9732 22. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk
9733 kegiatan suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah
9734 sebagai modal kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai
9735 aktivitas periode berjalan, maka pemberian dana tersebut harus
9736 diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Kejadian ini dijelaskan
9737 dalam catatan atas laporan keuangan.

9738Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan

1268 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 6


1269
1270 PRESIDEN
1271 REPUBLIK INDONESIA

9739 23. Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan


9740 mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka
9741 perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk
9742 meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat
9743 di masa yang akan datang.
9744 24. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan
9745 terdiri
9746dari:
9747(a) Penjualan Aset Tetap;
9748(b) Penjualan Aset Lainnya.
9749 25. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri
9750dari:
9751(a) Perolehan Aset Tetap;
9752(b) Perolehan Aset Lainnya.

9753Aktivitas Pembiayaan
9754 26. Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan dan
9755pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan
9756surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak lain terhadap
9757arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di masa yang
9758akan datang.
9759 27. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:
9760(a) Penerimaan Pinjaman;
9761(b) Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara;
9762(c) Penerimaan dari Divestasi;
9763(d) Penerimaan Kembali Pinjaman; (e) Pencairan Dana Cadangan.
9764 28. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:
9765(a) Penyertaan Modal Pemerintah;
9766(b) Pembayaran Pokok Pinjaman;
9767(c) Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan (d) Pembentukan Dana
9768 Cadangan.

9769Aktivitas Nonanggaran
9770 29. Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan
9771dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan,

1272 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 7


1273
1274 PRESIDEN
1275 REPUBLIK INDONESIA

9772belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara
9773lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan
9774kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar
9775atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan
9776Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum
9777negara/daerah.
9778 30. Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan
9779PFK dan kiriman uang masuk.
9780 31. Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran
9781PFK dan kiriman uang keluar.

9782PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS


9783OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN,
9784PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN
9785 32. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok
9786utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi,
9787investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran kecuali yang
9788tersebut dalam paragraf 35.
9789 33. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas
9790operasi dengan cara:
9791(a) Metode Langsung
9792Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan
9793pengeluaran kas bruto.
9794(b) Metode Tidak Langsung
9795Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan
9796transaksitransaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau
9797pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan
9798datang, serta unsur pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang
9799berkaitan dengan aktivitas investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan.
9800 34. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah
9801sebaiknya menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari
9802aktivitas operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai
9803berikut:
9804(a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di
9805 masa yang akan datang;
9806(b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan

1276 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 8


1277
1278 PRESIDEN
1279 REPUBLIK INDONESIA

9807(c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat
9808 langsung diperoleh dari catatan akuntansi.

9809PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS


9810BERSIH
9811 35. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan
9812atas dasar arus kas bersih dalam hal:
9813(a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima
9814 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan
9815 aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu
9816 contohnya adalah hasil kerjasama operasional.
9817(b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang
9818 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya
9819 singkat.

9820ARUS KAS MATA UANG ASING


9821 36. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus
9822dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan
9823mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
9824pada tanggal transaksi.
9825 37. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar
9826negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada
9827tanggal transaksi.
9828 38. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat
9829perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas.

9830BUNGA DAN BAGIAN LABA


9831 39. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan
9832pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan
9833pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus
9834diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi
9835tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten
9836dari tahun ke tahun.
9837 40. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus
9838kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari
9839pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan.

1280 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 9


1281
1282 PRESIDEN
1283 REPUBLIK INDONESIA

9840 41. Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang


9841dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk
9842pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
9843 42. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan
9844negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah
9845kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah
9846dalam periode akuntansi yang bersangkutan.

9847INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/


9848DAERAH DAN KEMITRAAN
9849 43. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/ daerah dan
9850kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode
9851ekuitas dan metode biaya.
9852 44. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/ daerah dan
9853kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai
9854perolehannya.
9855 45. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang
9856dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas
9857pembiayaan.

9858PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN


9859NEGARA/DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA
9860 46. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan
9861perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan
9862secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan.
9863 47. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan
9864perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode.
9865Hal-hal yang diungkapkan adalah:
9866(a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan;
9867(b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan
9868 kas dan setara kas;
9869(c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit
9870 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan
9871(d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh
9872 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh
9873 atau dilepas.

1284 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 10


1285
1286 PRESIDEN
1287 REPUBLIK INDONESIA

9874 48. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan
9875unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk
9876membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi,
9877investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Arus kas masuk
9878dari pelepasan tersebut tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya.
9879 49. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan
9880negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan
9881perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya
9882sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi
9883lainnya.

9884TRANSAKSI BUKAN KAS


9885 50. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak
9886mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak
9887dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan
9888dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
9889 51. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten
9890dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak
9891mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas
9892yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui
9893pertukaran atau hibah.

9894KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS


9895 52. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara
9896kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di
9897Neraca.

9898PENGUNGKAPAN LAINNYA
9899 53. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan
9900setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini
9901dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
9902 54. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi
9903pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas
9904pelaporan.
9905 55. Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan basis
9906kas, laporan arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami hubungan
9907antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran pemerintah.

1288 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 11


1289
1290 PRESIDEN
1291 REPUBLIK INDONESIA

TANGGAL EFEKTIF
9908
9909 56. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
9910diberlakukan untuk laporan keuangan atas
9911 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
9912anggaran 2014.

1292 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 12


1293

9913
9914 PRESIDEN
9915 REPUBLIK INDONESIA

9916 LAMPIRAN II
9917 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
9918 NOMOR 71 TAHUN 2010
9919 ILUSTRASI PSAP 03.A

9920 Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat

9921 LAPORAN ARUS KAS


9922 PEMERINTAH PUSAT
9923 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
9924 Metode Langsung
9925 (Dalam Rupiah)
No Uraian 20X1 20X0
.
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Pendapatan Pajak Penghasilan XXX XXX
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX
7 Pendapatan Cukai XXX XXX
8 Pendapatan Bea Masuk XXX XXX
9 Pendapatan Pajak Ekspor XXX XXX
10 Pendapatan Pajak Lainnya XXX XXX
11 Pendapatan Sumber Daya Alam XXX XXX
12 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba XXX XXX
13 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX
14 Pendapatan Hibah XXX XXX
15 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 14) XXX XXX
16 Arus Keluar Kas
17 Belanja Pegawai XXX XXX
18 Belanja Barang XXX XXX
19 Bunga XXX XXX
20 Subsidi XXX XXX
21 Hibah XXX XXX
22 Bantuan Sosial XXX XXX
23 Belanja Lain-lain XXX XXX
24 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
25 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX
26 Dana Alokasi Umum XXX XXX
27 Dana Alokasi Khusus XXX XXX
28 Dana Otonomi Khusus XXX XXX
29 Dana Penyesuaian XXX XXX
30 Jumlah Arus Keluar Kas (17 s/d 29) XXX XXX
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (15 - 30) XXX XXX
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
33 Arus Masuk Kas

34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX


35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
38 Pendapatan Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
39 Pendapatan Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d XXX XXX
41 39)
Arus Keluar Kas
42 Belanja Tanah XXX XXX
43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX
44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX
45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX
47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX
48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX
49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX

1294
1295

9926
9927 PRESIDEN
9928 REPUBLIK INDONESIA

9929 LAPORAN ARUS KAS


9930 PEMERINTAH PUSAT
9931 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
9932 Metode Langsung
9933 (Dalam Rupiah)
No. Uraian 20X1 20X0

50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan

51 Arus Masuk Kas

52 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX


53 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
54 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
55 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX
56 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
57 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
58 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX
59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX
60 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 59) XXX XXX
61 Arus Keluar Kas

62 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX


63 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
64 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
65 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) XXX XXX
66 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
67 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX
69 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX
70 Jumlah Arus Keluar Kas (62 s/d 69) XXX XXX
71 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (60 - 70) XXX XXX
72 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran

73 Arus Masuk Kas

74 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


75 Kiriman Uang Masuk XXX XXX
76 Jumlah Arus Masuk Kas (74 s/d 75) XXX XXX
77 Arus Keluar Kas

78 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


79 Kiriman Uang Keluar XXX XXX
80 Jumlah Arus Keluar Kas (78 s/d 79) XXX XXX
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (76 - 80) XXX XXX
82 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 71 + 81) XXX XXX
83 Saldo Awal Kas di BUN XXX XXX
84 Saldo Akhir Kas di BUN (82 + 83) XXX XXX
85 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX
86 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX
87 Saldo Akhir Kas (84 + 85 + 86) XXX XXX

9934
9935 PRESIDEN
9936 REPUBLIK INDONESIA

9937 LAMPIRAN II
9938 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

1296
1297
9939 NOMOR 71 TAHUN 2010
9940 ILUSTRASI PSAP 03.B

9941 Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi

9942 LAPORAN ARUS KAS


9943 PEMERINTAH PROVINSI
9944 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
9945 Metode Langsung
9946 (Dalam Rupiah)
No
Uraian 20X1 20X0
.
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX
4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX
7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX
9 Dana Alokasi Umum XXX XXX
10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX
11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX
12 Dana Penyesuaian XXX XXX
13 Pendapatan Hibah XXX XXX
14 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX
15 Pendapatan Lainnya XXX XXX
16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX
17 Arus Keluar Kas
18 Belanja Pegawai
19 Belanja Barang XXX XXX
20 Bunga XXX XXX
Subsidi XXX XXX
21
XXX XXX
22 Hibah
XXX XXX
23 Bantuan Sosial
XXX XXX
24 Belanja Tak Terduga XXX XXX
25 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX
26 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX
27 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX
28 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 27) XXX XXX
29 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 28) XXX XXX
30 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan

31 Arus Masuk Kas

32 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX


33 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
34 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
35 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
36 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
37 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
38 Jumlah Arus Masuk Kas (32 s/d 37) XXX XXX
39 Arus Keluar Kas

40 Belanja Tanah XXX XXX


41 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX
42 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX
43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
44 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX
45 Belanja Aset Lainnya XXX XXX
46 Jumlah Arus Keluar Kas (40 s/d 45) XXX XXX
47 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (38 - 46) XXX XXX

9947
9948 PRESIDEN
9949 REPUBLIK INDONESIA

9950 LAPORAN ARUS KAS


9951 PEMERINTAH PROVINSI
9952 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0

1298
1299
9953 Metode Langsung
9954 (Dalam Rupiah)
No
Uraian 20X1 20X0
.
48 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan

49 Arus Masuk Kas

50 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX


51 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
52 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
53 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
54 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
55 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
56 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
57 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
58 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
61 Jumlah Arus Masuk Kas (50 s/d 60) XXX XXX
62 Arus Keluar Kas

63 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX


64 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX
65 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
66 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
71 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
73 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
74 Jumlah Arus Keluar Kas (63 s/d 73) XXX XXX
75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (61 - 74) XXX XXX
76 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran

77 Arus Masuk Kas

78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


79 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 78) XXX XXX
80 Arus Keluar Kas

81 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


82 Jumlah Arus Keluar Kas (81 s/d 81) XXX XXX
83 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (79 - 82) XXX XXX
84 Kenaikan/Penurunan Kas (29 + 47 + 75 + 83) XXX XXX
85 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX
86 Saldo Akhir Kas di BUD (84 + 85) XXX XXX
87 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran
XXX XXX
Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan
88 XXX XXX
Saldo Akhir Kas (86 + 87 + 88)
89 XXX XXX

9955
9956 PRESIDEN
9957 REPUBLIK INDONESIA

9958 LAMPIRAN II
9959 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
9960 NOMOR 71 TAHUN 2010
9961 ILUSTRASI PSAP 03.C

9962 Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota

9963 LAPORAN ARUS KAS


9964 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
9965 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
9966 Metode Langsung
9967 (Dalam Rupiah)

No. Uraian 20X1 20X0

1300
1301
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Pendapatan Pajak Daerah
4 Pendapatan Retribusi Daerah
XXX XXX
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX
7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Dana XXX XXX
9 Alokasi Umum XXX XXX
10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX
11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX
12 Dana Penyesuaian XXX XXX
13 Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX
14 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX
15 Pendapatan Hibah XXX XXX
XXX XXX
16 Pendapatan Dana Darurat
XXX XXX
17 Pendapatan Lainnya
XXX XXX
18 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 17) XXX XXX
19 Arus Keluar Kas
20 Belanja Pegawai
21 Belanja Barang XXX XXX
22 Bunga XXX XXX
23 Subsidi XXX XXX
24 Hibah XXX XXX
25 Bantuan Sosial XXX XXX
26
Belanja Tak Terduga XXX XXX
27
Bagi Hasil Pajak XXX XXX
28
Bagi Hasil Retribusi XXX XXX
XXX XXX
29 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX
30 Jumlah Arus Keluar Kas (20 s/d 29) XXX XXX
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (18 - 30) XXX XXX
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan

33 Arus Masuk Kas

34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX


35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
38 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap XXX XXX
39 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX
41 Arus Keluar Kas

42 Belanja Tanah XXX XXX


43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX
44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX
45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX
47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX
48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX
49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX

9968
9969 PRESIDEN REPUBLIK
9970 INDONESIA

9971 LAPORAN ARUS KAS


9972 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
9973 Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
9974 Metode Langsung
9975 (Dalam Rupiah)

No. Uraian 20X1 20X0

50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan

51 Arus Masuk Kas

52 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX


53 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
54 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
55 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
56 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX

1302
1303
57 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
58 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
59 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
61 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah XXX XXX
63 Arus Masuk Kas (52 s/d 62) XXX XXX
64 Arus Keluar Kas

65 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX


66 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX
67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
74 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
75 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
76 Jumlah Arus Keluar Kas (65 s/d 75) XXX XXX
77 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (64 - 76) XXX XXX
78 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran

79 Arus Masuk Kas

80 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


81 Jumlah Arus Masuk Kas (80 s/d 80) XXX XXX
82 Arus Keluar Kas

83 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX


84 Jumlah Arus Keluar Kas (83 s/d 83) XXX XXX
85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (81 - 84) XXX XXX
86 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 77 + 85) XXX XXX
87 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX
88 Saldo Akhir Kas di BUD (86 + 87)
XXX XXX
Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran
89 XXX XXX
Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan
90 XXX XXX
Saldo Akhir Kas (88 + 89 + 90)
91 XXX XXX

1304
1305
1306 PRESIDEN
1307 REPUBLIK INDONESIA
1308

9976
9977 LAMPIRAN II.05
9978 PERATURAN PEMERINTAH
9979 REPUBLIK INDONESIA
9980 NOMOR 71 TAHUN 2010
9981 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
9982

9983

9984 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


9985 PERNYATAAN NO. 04
9986
9987
9988
9989
9990

9991 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


9992
9993
9994
9995
9996
9997
9998
9999
10000
10001
10002
10003

10004 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (i)


10005

10006 DAFTAR ISI


10007
1309
1310
1311 PRESIDEN
1312 REPUBLIK INDONESIA
1313

10008 Paragraf
10009PENDAHULUAN

10010 ------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN


10011 --------------------------------------------------------------------------- 1
10012 RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------- 2 - 5
10013DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 6
10014KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------- 7- 10
10015STRUKTUR DAN ISI ------------------------------------------------------------------- 11- 65
10016 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/
10017 KEUANGAN, EKONOMI MAKRO, PENCAPAIAN TARGET UNDANG-
10018 UNDANG APBN/PERATURAN DAERAH APBD,
10019 BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI
10020 DALAM PENCAPAIAN TARGET ------------------------------------------- 16-24
10021 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN
10022 SELAMA TAHUN PELAPORAN -------------------------------------------- 25-33
10023 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN
10024 PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN --------- 34-54
10025 ASUMSI DASAR AKUNTANSI --------------------------------------- 35-39
10026 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------ 40-42
10027 KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------------- 43-44
10028 ISI KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 45-54
10029 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN
10030 OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
10031 YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA
10032 LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 55-57
10033 PENGUNGKAPAN INFORMASI UNTUK POS-POS ASET DAN
10034 KEWAJIBAN YANG TIMBUL SEHUBUNGAN
10035 DENGAN PENERAPAN BASIS AKRUAL ATAS PENDAPATAN
10036 DAN BELANJA DAN REKONSILIASINYA DENGAN
10037 PENERAPAN BASIS KAS ---------------------------------------------------- 58-61
10038 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------- 62-65
10039SUSUNAN --------------------------------------------------------------------------------- 66
10040TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 67

10041 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (ii)

1314
1315
1316 PRESIDEN
1317 REPUBLIK INDONESIA
1318

10042 STANDAR AKUNTANSI


10043 PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 04

10044 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

10045 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
10046 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
10047 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
10048 Akuntansi Pemerintahan.

10049 PENDAHULUAN
10050 Tujuan
10051 1. Tujuan Pernyataan Standar ini mengatur penyajian dan
10052 pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

10053 Ruang Lingkup


10054 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan pada:
10055 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum oleh entitas pelaporan;
10056 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan
10057 untuk tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas
10058 pelaporan.
10059 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
10060dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi
10061keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat,
10062legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan
10063dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan
10064keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari
10065laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan
10066tahunan.
10067 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
10068menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
10069keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
10070 5. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat
10071menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka
10072standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi
10073kriteria suatu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar
10074akuntansi yang mengatur mengenai entitas pelaporan pemerintah.

1319 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 1


1320
1321 PRESIDEN
1322 REPUBLIK INDONESIA
1323

10075 DEFINISI
10076 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan
10077 dalam Pernyataan Standar dengan pengertian:
10078 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
10079 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
10080 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
10081 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
10082 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana
10083 keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
10084 Perwakilan Rakyat Daerah.
10085 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
10086 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
10087 Perwakilan Rakyat.
10088 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
10089 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
10090 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
10091 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
10092 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
10093 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
10094 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
10095 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
10096 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
10097 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Basis
10098 kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
10099 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
10100 Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah
10101 yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
10102 bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh
10103 pemerintah.
10104 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
10105 antara aset dan kewajiban pemerintah.
10106 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
10107 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
10108 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
10109 keuangan.
10110 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,
10111 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
10112 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

1324 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 2


1325
1326 PRESIDEN
1327 REPUBLIK INDONESIA
1328

10113 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa


10114 masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya
10115 ekonomi pemerintah.
10116 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
10117 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
10118 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
10119 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
10120 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
10121 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
10122 kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun
10123 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
10124 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
10125 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
10126 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
10127 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
10128 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
10129 kembali oleh pemerintah.
10130

10131 KETENTUAN UMUM


10132 7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan
10133 atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan
10134 keuangan untuk tujuan umum.
10135 8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan
10136 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk
10137 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu,
10138 Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai
10139 potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari
10140 kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan
10141 Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami
10142 Laporan Keuangan.
10143 9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari
10144 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran
10145 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual.
10146 Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung
10147 melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan.
10148 Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan
10149 keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan.
10150 10. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan
10151 akuntansi yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat
10152 menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan.

1329 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 3


1330
1331 PRESIDEN
1332 REPUBLIK INDONESIA
1333

10153 STRUKTUR DAN ISI


10154 11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara
10155 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
10156 Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi
10157 terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
10158 12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau
10159 daftar
10160 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
10161 Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas
10162 Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
10163 oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta
10164 pengungkapanpengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang
10165 wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-
10166 komitmen lainnya.
10167 13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi
10168 tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam
10169 rangka pengungkapan yang memadai, antara lain:
10170 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
10171 makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut
10172 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
10173 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
10174 pelaporan;
10175 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
10176 dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
10177 transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
10178 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
10179 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
10180 laporan keuangan;
10181 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
10182 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
10183 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
10184 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian
10185 yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan
10186 keuangan.
10187
10188 14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan
10189mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos
10190yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

1334 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 4


1335
1336 PRESIDEN
1337 REPUBLIK INDONESIA
1338

10191tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan


10192kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan.
10193 15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan
10194atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, daftar dan
10195skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan
10196padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan.

10197PenyajianInformasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan,


10198 Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang
10199 APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan
10200Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target

10201 16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu


10202pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas
10203pelaporan secara keseluruhan.
10204 17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas
10205Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab
10206pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi
10207keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai.
10208 18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas
10209pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi
10210dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode
10211sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya
10212sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan
10213adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan
10214anggaran dibandingkan dengan realisasinya.
10215 19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
10216Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan
10217pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan
10218pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam
10219 kebijakan penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas
10220anggaran, kebijakan intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar
10221surat utang negara.
10222 20. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan atas
10223Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang
10224digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator
10225ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik
10226Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak,
10227tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.
10228 21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan
10229perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan

1339 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 5


1340
1341 PRESIDEN
1342 REPUBLIK INDONESIA
1343

10230dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh


10231DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang
10232telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh
10233manajemen entitas pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
10234 22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi
10235tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan
10236persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti
10237kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan
10238yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran
10239pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi
10240anggaran dan keuangan entitas pelaporan.
10241 23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai
10242target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan
10243sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya
10244kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan
10245Keuangan.
10246 24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas
10247pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya
10248yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang
10249memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.

10250 Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama


10251 Tahun Pelaporan

10252 25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi


10253Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan
10254operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan.
10255 26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda
10256dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna
10257laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi
10258perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan
10259pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan
10260target yang telah ditetapkan.
10261 27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan
10262secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan pencapaian
10263kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas suatu
10264program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan
10265masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan hasil
10266(outcome) dengan target yang ditetapkan.
10267 28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan
10268dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator

1344 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 6


1345
1346 PRESIDEN
1347 REPUBLIK INDONESIA
1348

10269sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang


10270berlaku. Ikhtisar pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan
10271Keuangan harus:
10272 (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk
10273 mencapai tujuan;
10274 (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja
10275 keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan
10276 (c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh
10277 manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan
10278 bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan
10279 andal;
10280 29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus:
10281 (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif;
10282 (b) Menyajikan data historis yang relevan;
10283 (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang
10284 telah ditetapkan;
10285 (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh
10286 manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk
10287 dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan
10288 tujuan atau rencana.
10289 30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas
10290pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya
10291dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program.
10292 31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan
10293pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan
10294relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan
10295Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke
10296program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain:
10297 (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya
10298 menggunakan satu indikator saja;
10299 (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja
10300 berada pada tingkat yang dilaporkan; dan
10301 (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan
10302 konsekuensi yang tidak diinginkan.
10303 32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan informasi
10304penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu pengguna
10305memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai kinerja
10306keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang
10307mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan.

1349 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 7


1350
1351 PRESIDEN
1352 REPUBLIK INDONESIA
1353

10308 33. Informasi penjelasan mungkin


10309 termasuk, sebagai contoh, informasi mengenai faktor yang
10310substansial yang berada di luar kendali entitas, dan informasi mengenai faktor-
10311faktor yang membuat entitas mempunyai pengaruh penting.
10312 Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan
10313 Kebijakan Akuntansi Keuangan
10314 34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas
10315pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan
10316kebijakan akuntansi.

10317 Asumsi Dasar Akuntansi


10318 35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi
10319 tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak
10320 diungkapkan secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak
10321 mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
10322 36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
10323 Pemerintahan, asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan
10324 pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu
10325 dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
10326 (a) Asumsi kemandirian entitas;
10327 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
10328 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
10329 37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi
10330dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
10331laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah
10332dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
10333adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya
10334dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset
10335dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
10336termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud,
10337utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya
10338program yang telah ditetapkan.
10339 38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan
10340akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak
10341bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.
10342 39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
10343kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
10344agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

1354 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 8


1355
1356 PRESIDEN
1357 REPUBLIK INDONESIA
1358

10345 Pengguna Laporan Keuangan


10346 40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang
10347berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan karyawan. Pemakai penting
10348lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan,
10349calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang
10350membuat peraturan.
10351 41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan
10352membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari
10353informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan
10354dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika
10355laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih
10356yang penting dalam penyusunan laporan keuangan.
10357 42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan
10358dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan
10359kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
10360keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena
10361kadangkadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu
10362komponen laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan
10363lainnya terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih.

10364 Kebijakan Akuntansi


10365 43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu
10366disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan
10367yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan
10368secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.
10369 44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan
10370 kebijakan akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan
10371oleh manajemen:
10372 (a) Pertimbangan Sehat
10373 Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya
10374 diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak
10375 membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan.
10376 (b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal
10377 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan
10378 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata
10379 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.
10380 (c) Materialitas

1359 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 9


1360
1361 PRESIDEN
1362 REPUBLIK INDONESIA
1363

10381 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua


10382 komponen yang cukup material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-
10383 keputusan. Isi Kebijakan Akuntansi
10384 45. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus
10385 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang
10386 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang
10387 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran,
10388 Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi
10389 pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih
10390 prinsipprinsip yang sesuai.
10391 46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas
10392 Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
10393 (a) Entitas pelaporan;
10394 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
10395 (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
10396 keuangan;
10397 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
10398 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar
10399 Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;
10400 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
10401 laporan keuangan.
10402 47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan
10403keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk
10404dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan.
10405Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang
10406ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya
10407mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam
10408 mengidentifikasi permasalahan yang ada.
10409 48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah
10410menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan
10411laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi
10412yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan
10413pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk
10414pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
10415Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa harus
10416melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka Konseptual
10417Akuntansi Pemerintahan.
10418 49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
10419pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan
10420keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam penyusunan

1364 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 10


1365
1366 PRESIDEN
1367 REPUBLIK INDONESIA
1368

10421laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus


10422cukup memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang
10423menggunakan basis pengukuran tersebut.
10424 50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi
10425diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan
10426tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
10427tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat
10428dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu
10429diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk
10430disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
10431(a) Pengakuan pendapatan;
(b) Pengakuan belanja;
(c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
(d) investasi;
(e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
berwujud;
(f) Kontrak-kontrak konstruksi;
(g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
(h) Kemitraan dengan pihak ketiga;
(i) Biaya penelitian dan pengembangan;
(j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
(k) Pembentukan dana cadangan;
(l) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai;
10432 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
10433 51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan dan
10434kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
10435Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
10436pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib,
10437penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs.
10438 52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai
10439pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak
10440material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih
10441dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.
10442 53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angkaangka
10443dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi berpengaruh
10444material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara kuantitatif harus
10445diungkapkan.
10446 54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai
10447pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika
10448berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang.

1369 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 11


1370
1371 PRESIDEN
1372 REPUBLIK INDONESIA
1373

10449 Pengungkapan Informasi yang


10450 diharuskan oleh pernyataan Standar Akuntansi
10451 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
10452 laporan keuangan

10453 55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi


10454yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
10455Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang
10456diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
10457kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam
10458Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain
10459yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
10460 56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang
10461digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai
10462dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka
10463laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan
10464gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan
10465akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan
10466entitas pelaporan pada periode yang akan datang.
10467 57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan
10468harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian
10469persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang
10470telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus,
10471pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman
10472pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan
10473keuangan.

10474 Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan


10475 kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan
10476 basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
10477 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas

10478 58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis


10479akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset
10480dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual dan
10481menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
10482 59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26 dan
1048376 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya dengan
10484basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut harus
10485menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output entitas dan

1374 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 12


1375
1376 PRESIDEN
1377 REPUBLIK INDONESIA
1378

10486outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan,


10487laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai
10488pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini
10489dimaksudkan agar pembaca laporan dapat memahami pos-pos aset dan
10490kewajiban yang timbul dikarenakan penerapan basis akrual pada pos-pos
10491pendapatan dan belanja, seperti pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar
10492di muka, dan biaya penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut
10493merupakan akibat dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan
10494belanja.
10495 60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara
10496Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan
10497rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari
10498Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut
10499selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset
10500bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai
10501yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran.
10502 61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan
10503atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian
10504dari Catatan atas Laporan Keuangan.

10505 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya


10506 62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan
10507informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca
10508laporan.
10509 63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila
10510belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu:
10511 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas
10512 tersebut berada;
10513 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
10514 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan
10515 kegiatan operasionalnya.
10516 64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan
10517 kejadiankejadian penting selama tahun pelaporan, seperti:
10518 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan;
10519 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen
10520 baru;
10521 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan (d)
10522 Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan.

1379 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 13


1380
1381 PRESIDEN
1382 REPUBLIK INDONESIA
1383

10523 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial,


10524 misalnya adanya pemogokan yang harus ditanggulangi pemerintah.
10525 65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku
10526 sebagai pelengkap standar ini.

10527 SUSUNAN
10528 66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
10529 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
10530 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
10531 (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target
10532 UndangUndang APBN/Perda APBD;
10533 (b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
10534 (c) Kebijakan akuntansi yang penting:
10535 i. Entitas pelaporan;
10536 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
10537 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
10538 keuangan;
10539 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
10540 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
10541 oleh suatu entitas pelaporan;
10542 v. setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
10543 laporan keuangan.
10544 (d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
10545 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
10546 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
10547 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
10548 Laporan Keuangan.
10549 (e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan
10550 dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
10551 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang
10552 menggunakan basis akrual;
10553 (f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum
10554 daerah.

10555 TANGGAL EFEKTIF


10556 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
10557 diberlakukan untuk laporan keuangan atas

1384 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 14


1385
1386 PRESIDEN
1387 REPUBLIK INDONESIA
1388

10558 pertanggungjawaban
10559 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.
10560
10561
10562

1389 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 15


1390
1391 PRESIDEN
1392 REPUBLIK INDONESIA

1393

10563 LAMPIRAN II.06


10564 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
10565 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL
10566 22 OKTOBER 2010
10567

10568

10569 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


10570 PERNYATAAN NO. 05
10571

10572

10573

10574

10575 AKUNTANSI PERSEDIAAN


10576
10577
10578
10579
10580
10581
10582
10583
10584
10585
10586

10587 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (i)


10588 DAFTAR ISI

1394
1395
1396 PRESIDEN
1397 REPUBLIK INDONESIA

1398

10589

10590 Paragraf
10591PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4
10592 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------- 1
10593 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------------- 2-4
10594DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5
10595UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-13
10596PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------- 14-17
10597PENGUKURAN -------------------------------------------------------------------------- 18-24
10598PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 25
10599TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 26

10600 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (ii)

1399
1400
1401 PRESIDEN
1402 REPUBLIK INDONESIA

1403

10601STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


10602PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN

10603Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
10604standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
10605ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi
10606Pemerintahan.

10607PENDAHULUAN Tujuan
10608 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi
10609untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam laporan
10610keuangan.

10611 Ruang Lingkup


10612 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh
10613persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan
10614disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
10615transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset,
10616kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas
10617pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
10618 3. Perusahaan negara/daerah dipersyaratkan tunduk pada Standar
10619Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
10620 4. Standar ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pemerintah
10621pusat dan daerah yang meliputi :
10622(a) Definisi,
10623(b) Pengakuan (c) Pengukuran, dan (d)
10624 Pengungkapan.

10625DEFINISI
10626 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
10627Standar dengan pengertian:
10628Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
10629pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
10630ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
10631pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
10632termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa

1404 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 1


1405
1406 PRESIDEN
1407 REPUBLIK INDONESIA

1408

10633bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena


10634alasan sejarah dan budaya.
10635Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak
10636yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
10637Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
10638dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
10639barangbarang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
10640rangka pelayanan kepada masyarakat.
10641Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
10642modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

UMUM
10643
10644 6. Persediaan merupakan aset yang berwujud:
10645 Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
10646 kegiatan operasional pemerintah;
10647 Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses
10648 produksi;
10649 Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
10650 diserahkan kepada masyarakat.
10651 Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
10652 dalam rangka kegiatan pemerintahan;
10653 7. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
10654disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor,
10655barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas
10656pakai seperti komponen bekas.
10657 8. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi
10658barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan
10659alatalat pertanian.
10660 9. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai
10661persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
10662 10. Persediaan dapat meliputi: Barang konsumsi;

10663 Amunisi;
10664 Bahan untuk pemeliharaan;
10665 Suku cadang;
10666 Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;

1409 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 2


1410
1411 PRESIDEN
1412 REPUBLIK INDONESIA

1413

10667 Pita cukai dan leges;


10668 Bahan baku ;
10669 Barang dalam proses/setengah jadi;
10670 Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
10671 Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
10672 11. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
10673strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga
10674seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai
10675persediaan.
10676 12. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
10677antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman.
10678 13. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam
10679neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

PENGAKUAN
10680
10681 14. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa
10682depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
10683diukur dengan andal.
10684 15. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya
10685dan/ atau kepenguasaannya berpindah.
10686 16. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil
10687inventarisasi fisik.
10688 17. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek
10689swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam
10690pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.

PENGUKURAN
10691
10692 18. Persediaan disajikan sebesar:
10693 (a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
10694 (b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
10695 (c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara
10696 lainnya seperti donasi/rampasan;
10697 19. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya
10698pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat

1414 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 3


1415
1416 PRESIDEN
1417 REPUBLIK INDONESIA

1418

10699dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang
10700serupa mengurangi biaya perolehan.
10701 20. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan
10702yang terakhir diperoleh.
10703 21. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
10704untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
10705 22. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan
10706persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
10707sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan
10708rencana kerja dan anggaran.
10709 23. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai
10710dengan menggunakan nilai wajar.
10711 24. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian
10712kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar.

10713PENGUNGKAPAN
10714 25. Laporan keuangan mengungkapkan:
10715 (a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
10716 (b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan
10717 yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau
10718 perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang
10719 disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan
10720 barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk
10721 dijual atau diserahkan kepada masyarakat ;
10722 (c) Kondisi persediaan;

10723TANGGAL EFEKTIF
10724 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat diberlakukan
10725untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
10726sampai dengan tahun anggaran 2014.
10727
10728

1419 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 4


1420
1421 PRESIDEN
1422 REPUBLIK INDONESIA

10729
10730 LAMPIRAN II.07
10731 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
10732 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL
10733 22 OKTOBER 2010
10734

10735

10736 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


10737 PERNYATAAN NO. 06
10738

10739

10740

10741

10742

10743 AKUNTANSI INVESTASI


10744
10745
10746
10747
10748
10749
10750
10751
10752
10753

10754 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (i)


10755 DAFTAR ISI

10756

1423
1424
1425 PRESIDEN
1426 REPUBLIK INDONESIA

10757 Paragraf

10758PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1- 5

10759Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------- 1

10760Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------------- 2 - 5

10761DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- 6

10762BENTUK INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 7 - 8

10763KLASIFIKASI INVESTASI ----------------------------------------------------------- 9 -19

10764PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------ 20 - 23

10765PENGUKURAN INVESTASI ---------------------------------------------------------- 24 - 32

10766METODE PENILAIAN INVESTASI ------------------------------------------------- 33 - 35

10767PENGAKUAN HASIL INVESTASI -------------------------------------------------- 36 - 37

10768PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI -------------------------------- 38- 41

10769PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 42

10770TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 43

10771 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (ii)

10772

1427
1428
1429 PRESIDEN
1430 REPUBLIK INDONESIA

10773STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN


10774NO. 06
10775AKUNTANSI INVESTASI
10776Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
10777paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
10778penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
10779Akuntansi Pemerintahan.

10780PENDAHULUAN Tujuan
10781 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
10782akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang
10783harus disajikan dalam laporan keuangan.

10784Ruang Lingkup
10785 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian
10786seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
10787yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos
10788pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk
10789pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan Standar
10790Akuntansi Pemerintahan.
10791 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
10792menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
10793keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
10794 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan
10795 akuntansi
10796investasi pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek
10797maupun investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan,
10798klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi, serta
10799pengungkapannya pada laporan keuangan.
10800 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
10801 (a) Investasi dalam perusahaan asosiasi; (b)
10802 Kerjasama operasi; dan
10803(c) Investasi dalam properti.

1431 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 1


1432
1433 PRESIDEN
1434 REPUBLIK INDONESIA

DEFINISI
10804
10805 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
10806Standar dengan pengertian:
10807Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor
10808dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya
10809legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
10810Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
10811ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga
10812dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
10813kepada masyarakat.
10814Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
10815dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
10816Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
10817lebih dari 12 (dua belas) bulan.
10818Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak
10819termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara
10820tidak berkelanjutan.
10821Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
10822untuk dimiliki secara berkelanjutan.
10823Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak
10824dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada
10825peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun
10826golongan masyarakat tertentu.
10827Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
10828berdasarkan harga perolehan.
10829Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
10830investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
10831kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
10832bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
10833sesudah perolehan awal investasi.
10834Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas
10835yang dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan
10836tertentu untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya.
10837Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai
10838yang tertera dalam lembar saham dan obligasi.
10839Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu
10840investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.

1435 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 2


1436
1437 PRESIDEN
1438 REPUBLIK INDONESIA

1 1439

10841Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
10842yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
10843Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya
10844mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan
10845maupun joint venture dari investornya.
10846Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
10847modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

10848BENTUK INVESTASI
10849 7. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara
10850lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam
10851jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi
10852jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
10853 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan
10854sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa
10855pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
10856instrumen ekuitas.

10857KLASIFIKASI INVESTASI
10858 9. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka
10859pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan
10860kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan
10861kelompok aset nonlancar.
10862 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai
10863berikut:
10864 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
10865 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
10866 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan
10867 kas;
10868 (c) Berisiko rendah.
10869 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka
10870pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah karena
10871dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam
10872investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok
10873investasi jangka pendek antara lain adalah :

1440 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 3


1441
1442
1443 PRESIDEN
1444 REPUBLIK INDONESIA

10874 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan
10875 suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
10876 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;

1445 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 4


1446
1447 PRESIDEN
1448 REPUBLIK INDONESIA

1 1449

10877 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan
10878 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat
10879 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun
10880 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau
10881 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
10882 kebutuhan kas jangka pendek .
10883 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka
10884pendek, antara lain terdiri atas :
10885 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang
10886 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
10887 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh
10888 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia
10889 (SBI).
10890 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat
10891 penanaman
10892investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen
10893adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara
10894berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka
10895panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
10896 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang
10897 dimaksudkan untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk
10898 memperjualbelikan atau menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak
10899 berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang berjangka waktu lebih
10900 dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus
10901 menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.
10902 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah
10903 adalah investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi
10904 untuk mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam
10905 jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi
10906 permanen ini dapat berupa
10907:
10908 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan
10909 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara;
10910 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk
10911 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
10912 masyarakat.
10913 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara
10914lain dapat berupa:

1450 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 5


1451
1452
1453 PRESIDEN
1454 REPUBLIK INDONESIA

1 1455

10915 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
10916 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah;
10917 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
10918 kepada pihak ketiga;
10919 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat
10920 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;
10921 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk
10922 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang
10923 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
10924 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga
10925(saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu
10926kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan
10927perseroan.
10928 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak
10929bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli
10930oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
10931dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak
10932tercakup dalam pernyataan ini.
10933 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan
10934kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri

10935PENGAKUAN INVESTASI
10936 20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai
10937investasi apabila memenuhi salah satu kriteria:
10938 (a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
10939 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
10940 dapat diperoleh pemerintah;
10941 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
10942 memadai (reliable).
10943 21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka
10944 pendek diakui sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak
10945 dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi
10946 anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh
10947 investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.
10948 22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas
10949 atau aset memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas
10950 perlu mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan
10951 manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang akan datang

1456 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 6


1457
1458
1459 PRESIDEN
1460 REPUBLIK INDONESIA

1 1461

10952 berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang


10953 pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat
10954 ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh
10955 memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh
10956 manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin
10957 timbul.
10958 23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan
10959 pada paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya
10960 transaksi pertukaran atau pembelian yang didukung dengan bukti yang
10961 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu,
10962 suatu investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya
10963 perolehannya atau berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan.
10964 Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai estimasi yang layak dapat
10965 digunakan.

PENGUKURAN INVESTASI
10966
10967 24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat
10968membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar
10969dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi
10970yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai
10971tercatat atau nilai wajar lainnya.
10972 25. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga,
10973misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya
10974perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu
10975sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya
10976yang timbul dalam rangka perolehan tersebut.
10977 26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa
10978biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi pada
10979tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai
10980wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain
10981yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.
10982 27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya
10983dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal
10984deposito tersebut.
10985 28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya
10986penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi
10987harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam
10988rangka perolehan investasi tersebut.
10989 29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian
10990obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk

1462 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 7


1463
1464
1465 PRESIDEN
1466 REPUBLIK INDONESIA

1 1467

10991dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan


10992investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang
10993akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan.
10994 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di
10995proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai
10996sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
10997perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian
10998proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga.
10999 31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran
11000aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah

1468 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 8


1469
1470
1471 PRESIDEN
1472 REPUBLIK INDONESIA

11001 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga
11002 perolehannya tidak ada.
11003 32. Harga perolehan investasi dalam valuta
11004 asing harus dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar
11005(kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi.

11006 METODE PENILAIAN INVESTASI


11007 33. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode
11008 yaitu:
11009 (a) Metode biaya;
11010 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya
11011 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar
11012 bagian hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya
11013 investasi pada badan usaha/badan hukum yang terkait.
11014 (b) Metode ekuitas;
11015 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat
11016 investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi
11017 sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan.
11018 Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima
11019 pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak
11020 dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi
11021 juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi
11022 pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat
11023 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
11024 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;
11025 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama
11026 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu
11027 dekat.
11028 34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada
11029 kriteria sebagai berikut:
11030 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;
11031 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20%
11032 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode
11033 ekuitas;
11034 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
11035 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih
11036 yang direalisasikan.

1473 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 9


1474
1475 PRESIDEN
1476 REPUBLIK INDONESIA

11037 35. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan


11038 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode
11039 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the
11040 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri
11041 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain:
11042 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;
11043 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
11044 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan
11045 investee;
11046 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam
11047 rapat/pertemuan dewan direksi.

11048 PENGAKUAN HASIL INVESTASI


11049 36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek,
11050antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash
11051dividend) dicatat sebagai pendapatan.
11052 37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari
11053penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode
11054biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila
11055menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah
11056akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak dicatat sebagai
11057pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk saham yang
11058diterima akan menambah nilai investasi pemerintah dan ekuitas dana yang
11059diinvestasikan dengan jumlah yang sama.

11060 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI


11061 38. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena
11062 penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain
11063 sebagainya.
11064 39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui
11065 sebagai penerimaan kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai
11066 pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari
11067 pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai
11068 penerimaan pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu
11069 yang dimiliki pemerintah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata.
11070 40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai
11071 investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah.

1477 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 10


1478
1479 PRESIDEN
1480 REPUBLIK INDONESIA

11072
11073 41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi
11074 investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset
11075 Lain-lain dan sebaliknya.

11076 PENGUNGKAPAN
11077 42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan
11078 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain:
11079 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
11080 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
11081 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun
11082 investasi jangka panjang;
11083 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan
11084 tersebut;
11085 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; (f)
11086 Perubahan pos investasi.

11087 TANGGAL EFEKTIF


11088 43. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
11089 diberlakukan sampai dengan tahun anggaran 2014.

11090

1481 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 11


1482
1483 PRESIDEN
1484 REPUBLIK INDONESIA

11091
11092 LAMPIRAN II.08
11093 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
11094 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL
11095 22 OKTOBER 2010
11096
11097

11098 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


11099 PERNYATAAN NO. 07
11100
11101
11102
11103
11104
11105

11106 AKUNTANSI ASET TETAP


11107
11108
11109
11110
11111
11112
11113
11114
11115
11116
11117

11118 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (i)


11119
11120
11121 DAFTAR ISI
11122

1485
1486
1487 PRESIDEN
1488 REPUBLIK INDONESIA

11123 Paragraf
11124PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4
11125 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1-2
11126 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------- 3-4
11127DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5
11128UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-7
11129KLASIFIKASI ASET TETAP --------------------------------------------------------- 8-15
11130PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------- 16-21
11131PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------ 22-23
11132PENILAIAN AWAL ASET TETAP -------------------------------------------------- 24-49
11133 Komponen Biaya ------------------------------------------------------------------ 29-38
11134 Konstruksi Dalam Pengerjaan ------------------------------------------------- 39-41
11135 Perolehan Secara Gabungan -------------------------------------------------- 42
11136 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) ------------------------------------ 43-45
11137 Aset Donasi ------------------------------------------------------------------------ 46-49
11138PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT
11139EXPENDITURES) ----------------------------------------------------------------------- 50-52
11140PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT)
11141TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------- 53-59
11142 Penyusutan ------------------------------------------------------------------------- 54-57
11143 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) ------------------------------ 58-59
11144AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------- 60-63
11145ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------- 64-71
11146ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------ 72-74
11147ASET MILITER (MILITARY ASSETS) -------------------------------------------- 75
11148PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -- 76-78
11149PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------- 79-81
11150TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 82

11151 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (ii)


11152

1489
1490
1491 PRESIDEN
1492 REPUBLIK INDONESIA

11153STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN


11154NO. 07
11155AKUNTANSI ASET TETAP
11156Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
11157paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
11158penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
11159Akuntansi Pemerintahan.

11160PENDAHULUAN
11161Tujuan
11162 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
11163akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah
11164saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan
11165akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value)
11166aset tetap.
11167 2. Pernyataan Standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat
11168diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset
11169dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

Ruang Lingkup
11170
11171 3. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
11172pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
11173mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian,
11174penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Pernyataan
11175Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya mensyaratkan
11176 perlakuan akuntansi yang berbeda.
11177 4. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk:
11178(a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative
11179 natural resources); dan
11180(b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas
11181 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui
11182 (nonregenerative natural resources).
11183Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk
11184mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a)
11185dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.

DEFINISI
11186

1493 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 1


1494
1495 PRESIDEN
1496 REPUBLIK INDONESIA

11187 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan


11188dalam Pernyataan Standar dengan pengertian berikut:
11189Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
11190pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
11191ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
11192oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
11193uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
11194penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
11195dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
11196Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1119712 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
11198dimanfaatkan oleh masyarakat umum
11199Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau
11200nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada
11201saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi
11202dan tempat yang siap untuk dipergunakan.
11203Masa manfaat adalah:
11204(a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
11205 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
11206(b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset
11207 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
11208Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
11209masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. Nilai
11210tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung dari
11211biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. Nilai
11212wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak yang
11213memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Penyusutan
11214adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan
11215manfaat dari suatu aset.

11216UMUM
11217 6. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
11218dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap
11219pemerintah adalah:
11220(a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh
11221 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan
11222 kontraktor;
11223(b) Hak atas tanah.
11224 7. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang
11225 dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan
11226 (materials) dan perlengkapan (supplies).

1497 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 2


1498
1499 PRESIDEN
1500 REPUBLIK INDONESIA

11227KLASIFIKASI ASET TETAP


11228 8. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam
11229 sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah
11230 klasifikasi aset tetap yang digunakan: (a) Tanah;
11231(b) Peralatan dan Mesin;
11232(c) Gedung dan Bangunan;
11233(d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; (e) Aset Tetap Lainnya; dan
11234(f) Konstruksi dalam Pengerjaan.
11235 9. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang
11236diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah
11237dan dalam kondisi siap dipakai.
11238 10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
11239yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
11240pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
11241 11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
11242bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya
11243yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
11244dalam kondisi siap pakai.
11245 12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
11246yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah
11247dan dalam kondisi siap dipakai.
11248 13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
11249dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
11250dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
11251dipakai.
11252 14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
11253dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
11254selesai seluruhnya.
11255 15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
11256pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset
11257lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

11258PENGAKUAN ASET TETAP


11259 16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus
11260berwujud dan memenuhi kriteria:
11261(a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
11262(b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
11263(c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan (d)
11264 Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

1501 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 3


1502
1503 PRESIDEN
1504 REPUBLIK INDONESIA

11265 17. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih
11266dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa
11267depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak
11268langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa
11269aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi
11270masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila
11271entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian
11272ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut.
11273Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.
11274 18. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila
11275terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang
11276mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset
11277 yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat
11278diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan
11279entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang
11280digunakan dalam proses konstruksi.
11281 19. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan
11282oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
11283dimaksudkan untuk dijual.
11284 20. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah
11285diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat
11286penguasaannya berpindah.
11287 21. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat
11288bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan
11289secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan
11290bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara
11291hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan,
11292seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta)
11293dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut
11294harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut
11295telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas
11296sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

11297PENGUKURAN ASET TETAP


11298 22. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian
11299aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
11300maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
11301 23. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
11302meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
11303langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
11304listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
11305pembangunan aset tetap tersebut.

1505 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 4


1506
1507 PRESIDEN
1508 REPUBLIK INDONESIA

11306PENILAIAN AWAL ASET TETAP


11307 24. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui
11308sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya
11309harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
11310 25. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset
11311tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
11312 26. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau
11313donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh
11314pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah
11315daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan
11316kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian
11317wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang
11318dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang
11319tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi
11320pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai
11321berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
11322 27. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat
11323perolehan untuk kondisi pada paragraf 25 bukan merupakan suatu proses
11324penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti
11325pada paragraf 24. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 58 dan
11326paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk
11327periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
11328 28. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya
11329perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca
11330awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca
11331awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya
11332perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.

11333Komponen Biaya
11334 29. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
11335konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat
11336diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi
11337yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
11338dimaksudkan.
11339 30. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
(a) biaya persiapan tempat;
(b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
(handling cost);
(c) biaya pemasangan (instalation cost);
(d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan

1509 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 5


1510
1511 PRESIDEN
1512 REPUBLIK INDONESIA

(e) biaya konstruksi.


11340 31. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya
11341perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya
11342yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan,
11343pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah
11344tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak
11345pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
11346dimusnahkan.
11347 32. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah
11348pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin
11349tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya
11350pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh
11351dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
11352 33. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh
11353biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap
11354pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi,
11355termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
11356 34. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan
11357seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan
11358sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan
11359biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap
11360pakai.
11361 35. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya
11362yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
11363 36. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan
11364suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat
11365diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke
11366kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi
11367serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu
11368untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
11369 37. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola
11370ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
11371 38. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga
11372pembelian.

11373Konstruksi dalam Pengerjaan


11374 39. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan
11375atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum
11376selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam
11377pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai.

1513 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 6


1514
1515 PRESIDEN
1516 REPUBLIK INDONESIA

11378 40. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai


11379Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset
11380dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset
11381tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh
11382kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip
11383dan rincian yang ada pada PSAP 08.
11384 41. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau
11385dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset
11386tetap.

11387Perolehan Secara Gabungan


11388 42. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh
11389secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan
11390tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang
11391bersangkutan.

11392Pertukaran Aset (Exchanges of Assets)


11393 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau
11394pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya
11395dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh
11396yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah
11397disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara
11398 kas yang ditransfer/diserahkan.
11399 44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu
11400aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai
11401wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran
11402dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada
11403keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang
11404baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset
11405yang dilepas.
11406 45. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti
11407adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam
11408kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down)
11409dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai
11410aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk
11411pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila
11412terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini
11413mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang
11414sama.

11415Aset Donasi

1517 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 7


1518
1519 PRESIDEN
1520 REPUBLIK INDONESIA

11416 46. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus
11417dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
11418 47. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa
11419persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan
11420nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh
11421satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut
11422akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya
11423secara hukum, seperti adanya akta hibah.
11424 48. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset
11425tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah.
11426Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk
11427pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah
11428dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti
11429perolehan aset tetap dengan pertukaran.
11430 49. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset
11431donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan
11432jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi
11433anggaran.

11434PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN


11435(SUBSEQUENT EXPENDITURES)
11436 50. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang
11437memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi
11438manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas,
11439mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada
11440nilai tercatat aset yang bersangkutan.
11441 51. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 50 harus ditetapkan
11442dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 50
11443dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk
11444dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus
11445dikapitalisasi atau tidak.
11446 52. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam
11447jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi
11448(capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang
11449ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan
11450mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk
11451maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus
11452diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
11453Keuangan.

1521 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 8


1522
1523 PRESIDEN
1524 REPUBLIK INDONESIA

11454PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT


11455MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL
11456 53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap
11457tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang
11458memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
11459penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun
11460Diinvestasikan dalam Aset Tetap.

Penyusutan
11461
11462 54. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode
11463yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang
11464digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan
11465jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan
11466untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap
11467dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
11468 55. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau
11469secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
11470penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
11471penyesuaian.
11472 56. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
11473(a) Metode garis lurus (straight line method); atau
11474(b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
11475(c) Metode unit produksi (unit of production method)
11476 57. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
11477tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)


11478
11479 58. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya
11480tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut
11481penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
11482Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan
11483ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
11484 59. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
11485penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta
11486pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas.
11487Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam
11488ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap.

AKUNTANSI TANAH
11489

1525 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 9


1526
1527 PRESIDEN
1528 REPUBLIK INDONESIA

11490 60. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak


11491diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan
11492seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
11493 61. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu
11494periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat
11495berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang
11496dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
11497itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk
11498mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap
11499dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan
11500ini.
11501 62. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya
11502dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta
11503perundangundangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
11504Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat
11505permanen.
11506 63. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar
11507negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar
11508negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta
11509perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
11510Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas
11511tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah
11512dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat
11513diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas
11514waktu.

11515ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)


11516 64. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk
11517menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut
11518harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
11519 65. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah
11520dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset
11521bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala
11522(archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art).
11523Karakteristikkarakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari
11524suatu aset bersejarah,
11525(a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
11526 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
11527(b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
11528 pelepasannya untuk dijual;

1529 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 10


1530
1531 PRESIDEN
1532 REPUBLIK INDONESIA

11529(c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
11530 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
11531(d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus
11532 dapat mencapai ratusan tahun.
11533 66. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam
11534waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan
11535perundang-undangan yang berlaku.
11536 67. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang
11537diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk
11538pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai
11539dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan
11540akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan
11541tersebut.
11542 68. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah
11543unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan
11544Keuangan dengan tanpa nilai.
11545 69. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus
11546dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya
11547tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset
11548bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
11549 70. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat
11550lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh
11551bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus
11552tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset
11553tetap lainnya.
11554 71. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada
11555karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).

11556ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE


11557ASSETS)
11558 72. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur.
11559Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya
11560mempunyai karakteristik sebagai berikut:
11561(a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
11562(b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
11563(c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
11564(d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
11565 73. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh
11566pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai

1533 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 11


1534
1535 PRESIDEN
1536 REPUBLIK INDONESIA

11567aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus
11568diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.
11569 74. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan,
11570sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.

11571ASET MILITER (MILITARY ASSETS)


11572 75. Peralatan militer, baik yang umum maupun
11573 khusus, memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai
11574dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.

11575PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT


11576AND DISPOSAL)
11577 76. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau
11578bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada
11579manfaat ekonomik masa yang akan datang.
11580 77. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas
11581harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
11582Keuangan.
11583 78. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
11584tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset
11585lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

11586PENGUNGKAPAN
11587 79. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk
11588masingmasing jenis aset tetap sebagai berikut:
11589(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
11590 (carrying amount);
11591(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
11592 menunjukkan:
11593 (1) Penambahan;
11594 (2) Pelepasan;
11595 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
11596 (4) Mutasi aset tetap lainnya.
11597(c) Informasi penyusutan, meliputi:
11598 (1) Nilai penyusutan;
11599 (2) Metode penyusutan yang digunakan;
11600 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;

1537 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 12


1538
1539 PRESIDEN
1540 REPUBLIK INDONESIA

11601 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan
11602 akhir periode;
80. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
(a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
(b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
tetap;
(c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
(d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
11603 81. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal
11604berikut harus diungkapkan:
11605(a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
11606(b) Tanggal efektif penilaian kembali;
11607(c) Jika ada, nama penilai independen;
11608(d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
11609 pengganti;
11610(e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap;

11611TANGGAL EFEKTIF
11612 82. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
11613diberlakukan untuk laporan keuangan atas
11614pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
11615anggaran 2014.
11616
11617
11618
11619
11620
11621
11622
11623
11624

1541 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 13


1542
1543 PRESIDEN
1544 REPUBLIK INDONESIA

11625
11626 LAMPIRAN II.09
11627 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
11628 NOMOR 71 TAHUN 2010
11629 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
11630

11631

11632

11633 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


11634 PERNYATAAN NO. 08
11635

11636

11637

11638

11639 AKUNTANSI
11640 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
11641
11642

11643

11644

11645

11646

11647

11648

11649 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (i)


11650

1545
1546
1547 PRESIDEN
1548 REPUBLIK INDONESIA

11651

11652 DAFTAR ISI

11653

11654 Paragraf
11655 PENDAHULUAN…………………………………………..………………… 1 -4
11656 Tujuan………………… ……………………………...….…………..…. 1-2
11657 Ruang Lingkup…………………………………………………....…..... 3-4
11658 DEFINISI………………………………………………………………………. 5
11659 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN …..………………………..…….. 6-7
11660 KONTRAK KONSTRUKSI.…….……………………….……………..……. 8 - 9
11661 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI......…… 10-12
11662 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN……………...…. 13-16
11663 PENGUKURAN…………………………………………..………………...… 17-
11664 32 PENGUNGKAPAN ………….………………………………………...……..
11665 33-35
11666 TANGGAL EFEKTIF.....…………………………………………………………. 36

1549
1550
1551 PRESIDEN
1552 REPUBLIK INDONESIA

11667 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (ii)

1553
1554

1555
1556 PRESIDEN
1557 REPUBLIK INDONESIA
1558
11668STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN
11669NO. 08
11670AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
11671Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
11672paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
11673penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
11674Akuntansi Pemerintahan.

11675PENDAHULUAN

11676TUJUAN
11677 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
11678mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan
11679metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam
11680Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat
11681sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
11682 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
11683(a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi
11684 Dalam Pengerjaan;
11685(b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; (c)
11686 penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

11687RUANG LINGKUP
11688 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan
11689aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
11690dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
11691pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib
11692menerapkan standar ini.
11693 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
11694berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
11695selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
11696berlainan.

1559 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 1


1560

1561
1562 PRESIDEN
1563 REPUBLIK INDONESIA
1564
11697DEFINISI
11698 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan
11699dalam Pernyataan Standar dengan pengertia:
11700Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
11701pembangunan.
11702Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk
11703konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu
11704sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan
11705fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
11706Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk
11707membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan
11708entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak
11709konstruksi.
11710Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum
11711pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
11712Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
11713penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. Pemberi
11714kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak
11715ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
11716Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga
11717pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran
11718jumlah tersebut.
11719Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang
11720dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum
11721dibayar oleh pemberi kerja.

11722KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


11723 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
11724mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya
11725yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
11726periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi
11727pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
11728perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.
11729 7. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri
11730(swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

1565 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 2


1566

1567
1568 PRESIDEN
1569 REPUBLIK INDONESIA
1570
11731KONTRAK KONSTRUKSI
11732 8. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah
11733aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal
11734rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
11735seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
11736 9. Kontrak konstruksi dapat meliputi:
11737(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
11738 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
11739(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
11740(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan
11741 konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
11742 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi
11743 lingkungan.

11744PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI


11745 10. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah
11746untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu
11747untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi
11748tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak
11749konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi
11750atau kelompok kontrak konstruksi.
11751 11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset,
11752konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi
11753yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
11754(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
11755(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta
11756 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang
11757 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; (c) Biaya masing-
11758 masing aset dapat diidentifikasikan.
11759 12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan
11760konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah
11761sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak
11762tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak
11763konstruksi terpisah jika:

1571 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 3


1572

1573
1574 PRESIDEN
1575 REPUBLIK INDONESIA
1576
11764(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,
11765 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak
11766 semula; atau
11767(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga
11768 kontrak semula.

11769PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


11770 13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam
11771Pengerjaan jika:
11772(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang
11773berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; (b) biaya perolehan
11774tersebut dapat diukur secara andal; dan (c) aset tersebut masih dalam
11775proses pengerjaan.
11776 14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang
11777dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan
11778oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan
11779dalam aset tetap.
11780 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap
11781yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
11782(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
11783(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
11784 16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap
11785yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan
11786siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

11787PENGUKURAN
11788 17. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya
11789perolehan.
11790
11791Biaya Konstruksi
11792 18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
11793(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
11794(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
11795 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan

1577 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 4


1578

1579
1580 PRESIDEN
1581 REPUBLIK INDONESIA
1582
11796(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi
11797 yang bersangkutan.
11798 19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan
11799konstruksi antara lain meliputi:
11800(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
11801(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
11802(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
11803 pelaksanaan konstruksi;
11804(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
11805(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan
11806 dengan konstruksi.
11807 20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada
11808umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
11809(a) Asuransi;
11810(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
11811 berhubungan dengan konstruksi tertentu;
11812(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang
11813 bersangkutan seperti biaya inspeksi.
11814Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis
11815dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang
11816mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan
11817adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
11818 21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui
11819kontrak konstruksi meliputi:
11820(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
11821 tingkat penyelesaian pekerjaan;
11822(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung
11823 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
11824 tanggal pelaporan;
11825(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
11826 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
11827 22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.
11828 23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan
11829secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan

1583 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 5


1584

1585
1586 PRESIDEN
1587 REPUBLIK INDONESIA
1588
11830dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai
11831penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
11832 24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang
11833disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan
11834perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
11835 25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman
11836yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya
11837konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan
11838secara andal.
11839 26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang
11840timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
11841konstruksi.
11842 27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh
11843melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang
11844bersangkutan.
11845 28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis
11846aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode
11847yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan
11848metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
11849 29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi
11850 dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
11851force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa
11852pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
11853 30. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat
11854terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur
11855tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
11856pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja
11857atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara
11858dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force
11859majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga
11860pada periode yang bersangkutan.
11861 31. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan
11862yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis
11863pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya
11864pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam
11865proses pengerjaan.
11866 32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang
11867masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12.

1589 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 6


1590

1591
1592 PRESIDEN
1593 REPUBLIK INDONESIA
1594
11868Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan
11869maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian
11870kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan
11871yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

11872PENGUNGKAPAN
11873 33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai
11874Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
11875(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
11876 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
11877(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
11878(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
11879(d) Uang muka kerja yang diberikan; (e) Retensi.
11880 34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan
11881 tentang retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja
11882 selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan
11883 atas Laporan Keuangan.
11884 35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman
11885 sumber dana dimaksudkan memberi gambaran
11886 sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu.

11887TANGGAL EFEKTIF
11888 36. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
11889diberlakukan untuk laporan keuangan atas
11890pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
11891anggaran 2014.

1595 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 7


1596
1597 PRESIDEN
1598 REPUBLIK INDONESIA

11892 LAMPIRAN II.10


11893 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
11894 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL
11895 22 OKTOBER 2010
11896
11897

11898 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


11899 PERNYATAAN NO. 09
11900
11901
11902
11903
11904
11905

11906 AKUNTANSI KEWAJIBAN


11907
11908
11909
11910
11911
11912
11913
11914
11915
11916
11917

11918 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (i)


11919 DAFTAR ISI
11920
11921 Paragraf

1599
1600
1601 PRESIDEN
1602 REPUBLIK INDONESIA

11922PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4


11923 Tujuan ------------------------------------------------------------------------------ 1
11924 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------- 2-4
11925DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5
11926UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-8
11927KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------- 9-17
11928 PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------
1192918-31
11930PENGUKURAN KEWAJIBAN ------------------------------------------------------- 32-59
11931 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) ------------------------- 35-37
11932 Utang Bunga (Accrued Interest) --------------------------------------------- 38-39
11933 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) ------------------------------------ 40-41
11934 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang ------------------------------------ 42-43
11935 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) ----------------- 44 Utang
11936 Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang
11937 Diperjualbelikan ----------------------------------------------------------------- 45-53
11938 Perubahan Valuta Asing ------------------------------------------------------ 54-59
11939PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------- 60-62
11940TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------- 63-66
11941RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------- 67-78
11942 Penghapusan Utang ----------------------------------------------------------- 73-78
11943BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG
11944PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 79-83
11945PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------- 84-85
11946TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 86

11947 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (ii)

1603
1604
1605 PRESIDEN
1606 REPUBLIK INDONESIA

11948STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN


11949NOMOR 09

11950KEWAJIBAN

11951Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah


11952paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
11953penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
11954Akuntansi Pemerintahan.

11955PENDAHULUAN
11956Tujuan
11957 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
11958akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat,
11959amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.

11960Ruang Lingkup
11961 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
11962pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
11963mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk
11964 pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang
11965diperlukan.
11966 3. Pernyataan Standar ini mengatur:
11967(a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek
11968 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam
11969 Negeri dan Utang Luar Negeri.
11970(b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang
11971 asing.
11972(c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi
11973 pinjaman.
11974(d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah.
11975 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan
11976 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut.
11977 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
11978(a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi.
11979(b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
11980(c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari
11981 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti
11982 pada paragraf 3(b).

1607 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 1


1608
1609 PRESIDEN
1610 REPUBLIK INDONESIA

11983Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri.

11984DEFINISI
11985 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan
11986dalam Pernyataan Standar dengan pengertian:
11987Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama
11988umur utang pemerintah.
11989Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya
11990disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup
11991lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.
11992Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung
11993oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. Debitur adalah
11994pihak yang menerima utang dari kreditur.
11995Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present
11996value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
11997bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif.
11998Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
11999entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
12000wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
12001keuangan.
12002Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
12003penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
12004pemerintah.
12005Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur.
12006Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum
12007pasti.
12008Kewajiban kontinjensi adalah:
12009(a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
12010 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya
12011 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya
12012 berada dalam kendali suatu entitas; atau
12013(b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak
12014 diakui karena:
12015 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas
12016 mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis
12017 untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
12018 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. Kurs
12019 adalah rasio pertukaran dua mata uang.
12020Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan
12021jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah.

1611 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 2


1612
1613 PRESIDEN
1614 REPUBLIK INDONESIA

12022Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali
12023transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang
12024pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran,
12025perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan
12026perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan
12027menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
12028Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang
12029dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau
12030premium yang belum diamortisasi.
12031Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih
12032dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
12033bunga secara diskonto.
12034Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang
12035pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah
12036sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan
12037(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.
12038Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present
12039value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
12040bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif.
12041Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur
12042untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa
12043pengurangan jumlah utang, dalam bentuk:
12044(a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan
12045 dengan utang baru; atau
12046(b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah
12047 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan
12048 utang dapat berbentuk:
12049 (1) Perubahan jadwal pembayaran,
12050 (2) Penambahan masa tenggang, atau
12051 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga
12052 yang jatuh tempo dan/atau tertunggak.
12053Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan
12054utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai
12055jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat
12056Utang Negara (SUN).
12057Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka
12058waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
12059secara diskonto.
12060Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan
12061utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin

1615 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 3


1616
1617 PRESIDEN
1618 REPUBLIK INDONESIA

12062pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia,


12063sesuai dengan masa berlakunya.
12064Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan
12065entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal.

UMUM
12066
12067 6. Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa
12068 pemerintah mempunyai kewajiban sampai saat ini yang
12069 dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya
12070ekonomi di masa yang akan datang.
12071 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
12072atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan,
12073kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman
12074dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga
12075internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
12076pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu
12077kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib
12078pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan
12079pemberi jasa lainnya.
12080 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
12081konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.

KLASIFIKASI KEWAJIBAN
12082
12083 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap
12084 pos kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan
12085diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas)
12086bulan setelah tanggal pelaporan.
12087 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan
12088bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
12089Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga
12090dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan
12091sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang.
12092 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
12093pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
12094tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
12095kewajiban jangka panjang.
12096 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
12097sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
12098transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang
12099akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
12100 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
12101tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya

1619 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 4


1620
1621 PRESIDEN
1622 REPUBLIK INDONESIA

12102bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak
12103Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
12104 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
12105jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan
12106diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
12107jika:
12108(a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
12109 bulan; dan
12110(b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban
12111 tersebut atas dasar jangka panjang; dan
12112(c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian
12113 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
12114 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
12115 disetujui.
12116 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka
12117pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang
12118mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12119 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
12120berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
12121digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
12122tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
12123dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
12124dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di
12125mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
12126kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini
12127tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan
12128sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan
12129kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi
12130kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
12131 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
12132(covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
12133jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
12134dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
12135kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
12136(a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
12137 konsekuensi adanya pelanggaran, dan
12138(b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam
12139 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

12140PENGAKUAN KEWAJIBAN

1623 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 5


1624
1625 PRESIDEN
1626 REPUBLIK INDONESIA

12141 18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan


12142kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber
12143daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan
12144kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban
12145tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
12146 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi)
12147sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya
12148suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin
12149dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan
12150bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal
12151yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti
12152transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan
12153karena ketidaksengajaan.
12154 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai.
12155Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa pertukaran.
12156Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa pertukaran sangat
12157penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban.
12158 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau
12159pada saat kewajiban timbul.
12160 22. Kewajiban dapat timbul dari:
12161(a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
12162(b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum
12163 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai
12164 dengan saat tanggal pelaporan;
12165(c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);
12166 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged
12167 events).

12168 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-


12169masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu
12170nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya
12171atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan
12172pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa
12173sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa
12174depan.
12175 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai
12176pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang
12177diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi
12178pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja)
12179menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji
12180yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai
12181lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan.

1627 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 6


1628
1629 PRESIDEN
1630 REPUBLIK INDONESIA

12182 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak
12183dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan
12184atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber
12185daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus
12186diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.
12187 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus
12188kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika
12189pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan
12190hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan
12191pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui
12192transaksi dengan pertukaran.
12193 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian
12194yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara
12195pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar
12196kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam
12197hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan
12198basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan
12199pertukaran.
12200 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan
12201kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan
12202kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan
12203kebijakan yang ada memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar
12204kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan
12205andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan
12206pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah.
12207 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian
12208yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai
12209konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan
12210untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab
12211luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering
12212diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya
12213tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang
12214timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah
12215dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
12216Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban
12217sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab
12218keuangan pemerintah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian
12219tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa
12220pertukaran.
12221 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan
12222biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria
12223berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya

1631 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 7


1632
1633 PRESIDEN
1634 REPUBLIK INDONESIA

12224yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat
12225kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum
12226dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban
12227bencana).
12228 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari
12229kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di
12230kotakota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi
12231bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari
12232pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi
12233kotakota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi
12234sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor
12235yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau
12236tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang
12237untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang
12238diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa
12239pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum
12240dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke
12241pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan
12242sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah.

PENGUKURAN KEWAJIBAN
12243
12244 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam
12245mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
12246Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
12247tanggal neraca.
12248 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban
12249pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang
12250tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti
12251transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta
12252asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan
12253dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
12254 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti
12255karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan
12256nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan.

Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)


12257
12258 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk
12259barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus
12260mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang
12261tersebut
12262 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan
12263spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang

1635 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 8


1636
1637 PRESIDEN
1638 REPUBLIK INDONESIA

12264dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan


12265berita acara kemajuan pekerjaan.
12266 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit
12267pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit
12268nonpemerintahan.

Utang Bunga (Accrued Interest)


12269
12270 38. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar
12271biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat
12272berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang
12273bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap
12274akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
12275 39. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk
12276sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat
12277Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi,
12278kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.

Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)


12279
12280 40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan
12281berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada
12282laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
12283 41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus
12284diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang
12285dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo
12286pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo
12287pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar
12288jumlah yang masih harus disetorkan.

Bagian Lancar Utang Jangka Panjang


12289
12290 42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian
12291lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam
12292waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
12293 43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
12294adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus
12295dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current


12296

1639 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 9


1640
1641 PRESIDEN
1642 REPUBLIK INDONESIA

12297Liabilities)
12298 44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak
12299termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya
12300tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan
12301disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik
12302masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai
12303dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah
12304diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan
12305pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada
12306pihak lain.

12307Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan


12308yang Diperjualbelikan
12309 45. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang
12310tersebut yang dapat berbentuk:
12311(a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
12312(b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt)
12313Utang Pemerintah yang tidak
12314Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)
12315 46. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak
12316diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada
12317pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam
12318kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan.
12319 47. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan
12320adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international
12321seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini
12322biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).
12323 48. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat
12324menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga
12325tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga
12326dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya,
12327penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga
12328tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data
12329sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. Utang
12330Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
12331 49. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat
12332diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari
12333pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode
12334akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau

1643 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 10


1644
1645 PRESIDEN
1646 REPUBLIK INDONESIA

12335hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
12336dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya
12337 untuk menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah.
12338 50. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam
12339bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat
12340memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
12341 51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai
12342pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium
12343yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar
12344nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai
12345pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah
12346nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas
12347yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang.
12348 52. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh
12349tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk
12350Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai
12351berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila
12352dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman
12353pemerintah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari,
12354maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau
12355premium yang ada.
12356 53. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan
12357metode garis lurus.

12358Perubahan Valuta Asing


12359 54. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan
12360menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
12361 55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs
12362spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal
12363transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama
12364seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut.
12365Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk
12366suatu periode tidak dapat diandalkan.
12367 56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata
12368uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan
12369kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
12370 57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang
12371asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan
12372atau penurunan ekuitas dana periode berjalan.
12373 58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata
12374uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang
12375berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan.

1647 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 11


1648
1649 PRESIDEN
1650 REPUBLIK INDONESIA

12376 59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan
12377diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui
12378pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi
12379berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs
12380harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan
12381perubahan kurs untuk masing-masing periode.

12382PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH


12383TEMPO
12384 60. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum
12385jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature)
12386dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk
12387penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga
12388perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada
12389Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang
12390berkaitan.
12391 61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat
12392(carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap
12393sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah
12394kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan.
12395 62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat
12396(carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana
12397yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas
12398Laporan Keuangan.

12399TUNGGAKAN
12400 63. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan
12401dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas
12402Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
12403 64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh
12404tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau
12405bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai
12406saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur
12407diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
12408 65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan
12409dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan.
12410Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang
12411menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan
12412dan solvabilitas satu entitas.
12413 66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan
12414didalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.

1651 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 12


1652
1653 PRESIDEN
1654 REPUBLIK INDONESIA

12415RESTRUKTURISASI UTANG
12416 67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan
12417utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif
12418sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai
12419tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut
12420melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan
12421persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada
12422Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos
12423kewajiban yang terkait.
12424 68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga
12425efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode
12426antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif
12427yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai
12428jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan
12429baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat
12430bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru
12431dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
12432 69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru
12433harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan .
12434 70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana
12435ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk
12436bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka
12437debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan
12438jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam
12439persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas
12440Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang
12441berkaitan.
12442 71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang
12443sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran
12444kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas
12445masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
12446 72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat
12447merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai
12448contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi
12449keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk
12450menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur
12451pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang
12452sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus
12453diestimasi.

12454Penghapusan Utang

1655 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 13


1656
1657 PRESIDEN
1658 REPUBLIK INDONESIA

12455 73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan


12456oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang
12457debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
12458 74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke
12459kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di
12460bawah nilai tercatatnya.
12461 75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di
12462bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada
12463paragraf 70 berlaku.
12464 76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di
12465bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas
12466sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas
12467dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta
12468mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari
12469pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.
12470 77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus
12471mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi
12472kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:
12473(a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau
12474ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau
12475biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan (b) Nilai wajar aset yang
12476dialihkan ke kreditur.
12477 78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan
12478perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk
12479penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas
12480Laporan Keuangan.

12481BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN


12482UTANG PEMERINTAH
12483 79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah
12484biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman
12485dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
12486(a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek
12487 maupun jangka panjang;
12488(b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
12489(c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya
12490 konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya .
12491(d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal
12492 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.

1659 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 14


1660
1661 PRESIDEN
1662 REPUBLIK INDONESIA

12493 80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan


12494dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset)
12495harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu
12496tersebut.
12497 81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung
12498dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap
12499aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan
12500secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman
12501ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82.
12502 82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya
12503hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset
12504tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila
12505perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi
12506pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat
12507terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan
12508dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan
12509jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga
12510diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan
12511hal tersebut.
12512 83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus
12513digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus
12514dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata
12515tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu
12516yang berkaitan selama periode pelaporan.

12517PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN


12518 84. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam
12519bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik
12520kepada pemakainya.
12521 85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi
12522yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
12523(a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang
12524 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
12525(b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis
12526 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
12527(c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat
12528 bunga yang berlaku;
12529(d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh
12530 tempo;
12531(e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
12532 (1) Pengurangan pinjaman;

1663 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 15


1664
1665 PRESIDEN
1666 REPUBLIK INDONESIA

12533 (2) Modifikasi persyaratan utang;


12534 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
12535 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
12536 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
12537 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode
12538 pelaporan.
12539(f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur
12540 utang berdasarkan kreditur.
12541(g) Biaya pinjaman:
12542 (1) Perlakuan biaya pinjaman;
12543 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang
12544 bersangkutan; dan
12545 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.

12546TANGGAL EFEKTIF
12547 86. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12548diberlakukan untuk laporan keuangan atas
12549pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
12550anggaran 2014.
12551

1667 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 16


1668
1669 PRESIDEN
1670 REPUBLIK INDONESIA

1671

12552
12553 LAMPIRAN II.11
12554 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
12555 NOMOR 71 TAHUN 2010
12556 TANGGAL 22 OKTOBER 2010
12557

12558

12559

12560 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


12561 PERNYATAAN NO. 10
12562

12563

12564

12565

12566 KOREKSI KESALAHAN,


12567 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI,
12568 DAN PERISTIWA LUAR BIASA
12569
12570
12571
12572
12573

12574 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (i)

1672
1673
1674 PRESIDEN
1675 REPUBLIK INDONESIA

12575 DAFTAR ISI

12576

12577 Paragraf
12578PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3
12579 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1
12580 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------- 2–3
12581DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 4
12582KOREKSI KESALAHAN -------------------------------------------------------------- 5–23
12583PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------- 24–29
12584PERISTIWA LUAR BIASA ----------------------------------------------------------- 30–36
12585TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------- 37

12586 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (ii)

1676
1677
1678 PRESIDEN
1679 REPUBLIK INDONESIA

1680

12587 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


12588 PERNYATAAN NO. 10
12589 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN
12590 AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA

12591 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
12592 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
12593 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
12594 Akuntansi Pemerintahan.

12595 PENDAHULUAN

12596 Tujuan
12597 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
12598 atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa luar biasa.

12599 Ruang Lingkup


12600 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu
12601 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan
12602 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar
12603 biasa.
12604 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
12605 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua
12606 entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah
12607 pemerintah pusat/daerah.

12608 DEFINISI
12609 4. Berikut Istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
12610 Standar dengan pengertian:
12611 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi,
12612 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
12613 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
12614 Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai
12615 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode
12616 berjalan atau periode sebelumnya.

1681 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 1


1682
1683 PRESIDEN
1684 REPUBLIK INDONESIA

1685

12617 Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji
12618 dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.
12619 Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas
12620 berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan
12621 terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki
12622 dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi
12623 aset/kewajiban.

12624 KOREKSI KESALAHAN


12625 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau
12626 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan.
12627 Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti
12628 transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis,
12629 kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan
12630 interpretasi fakta, kecurangan , atau kelalaian.
12631 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh
12632 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga
12633 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
12634 7. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompok-kan dalam 2
12635 (dua) jenis:
12636 (a) Kesalahan yang tidak berulang;
12637 (b) Kesalahan yang berulang dan sistemik;
12638 8. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan
12639 tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: (a)
12640 Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
12641(b) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya;
12642 9. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang
12643 disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang
12644 diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari
12645 wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau
12646 tambahan pembayaran dari wajib pajak.
12647 10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi
12648 segera setelah diketahui.
12649 11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
12650 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak,
12651 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode
12652 berjalan.

1686 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 2


1687
1688 PRESIDEN
1689 REPUBLIK INDONESIA

1690

12653 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
12654 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan
12655 keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan
12656 pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang
12657 bersangkutan.
12658 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
12659 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
12660 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas,
12661 serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan
12662 keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan
12663 dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta
12664 akun ekuitas dana yang terkait.
12665 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
12666 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
12667 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas
12668 dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila
12669 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
12670 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.
12671 15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang
12672 tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
12673 mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
12674 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana
12675 lancar.
12676 16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah
12677 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah.
12678 17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,
12679 14, dan 15 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau
12680 belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi
12681 kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja
12682 periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat
12683 koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan
12684 Keuangan.
12685 18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada
12686 paragraf 13 dan 14 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang
12687 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo
12688 kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji,
12689 dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi
12690 kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja
12691 pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas
12692 dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang

1691 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 3


1692
1693 PRESIDEN
1694 REPUBLIK INDONESIA

1695

12693 berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo
12694 kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang
12695 bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset
12696 tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja
12697 tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan
12698 menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan
12699 pos ekuitas dana diinvestasikan.
12700 19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada
12701 paragraf 15 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang
12702 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah
12703 saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara
12704 yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah
12705 menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan
12706 pendapatan yang mengurangi saldo kas yaitu kesalahan pengembalian
12707 pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian,
12708 koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana
12709 lancar.
12710 20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
12711 periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik
12712 sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan,
12713 dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode
12714 ditemukannya kesalahan.
12715 21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas
12716 sebagaimana disebutkan pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli perabot
12717 kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam hal
12718 demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan
12719 mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap.
12720 22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud
12721 pada paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat
12722 terjadi.
12723 23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang
12724 berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas
12725 dilaporkan dalam baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan.
12726

12727 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI


12728 24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari
12729 suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi

1696 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 4


1697
1698 PRESIDEN
1699 REPUBLIK INDONESIA

1700

12730 keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang
12731 digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
12732 25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran
12733 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria
12734 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan
12735 akuntansi.
12736 26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan
12737 hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda
12738 diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi
12739 pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan
12740 tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
12741 keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam
12742 penyajian laporan keuangan entitas.
12743 27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal
12744 sebagai
12745 berikut:
12746 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara
12747 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
12748 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang
12749 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
12750 28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset
12751 merupakan suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian,
12752 perubahan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang
12753 telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
12754 29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya
12755 harus
12756 diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

12757 PERISTIWA LUAR BIASA


12758 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau
12759 transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa
12760 entitas pemerintah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang
12761 terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa
12762 hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya.
12763 31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas
12764 adalah kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di
12765 dalam anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau
12766 pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau

1701 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 5


1702
1703 PRESIDEN
1704 REPUBLIK INDONESIA

1705

12767 tingkatan pemerintah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar
12768 biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah yang lain.
12769 32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena
12770 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal
12771 menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tak tersangka atau
12772 dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara
12773 mendasar.
12774 33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-
12775 lain yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya
12776 berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat
12777 darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi
12778 peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan
12779 dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk
12780 peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi
12781 yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut
12782 secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran
12783 tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa.
12784 Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan
12785 perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa
12786 dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran
12787 belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat.
12788 34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban
12789 karena peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud
12790 menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai
12791 aset/kewajiban entitas.
12792 35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan
12793 berikut:
12794 (a) Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas;
12795 (b) Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang;
12796 (c) Berada di luar kendali atau pengaruh entitas;
12797 (d) Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau
12798 posisi aset/kewajiban.
12799 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa
12800 luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan
12801 Keuangan.

1706 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 6


1707
1708 PRESIDEN
1709 REPUBLIK INDONESIA

1710

12802 TANGGAL EFEKTIF


12803 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12804 diberlakukan untuk laporan keuangan atas
12805 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
12806 anggaran 2014.
12807

1711 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 7


1712
1713 PRESIDEN
1714 REPUBLIK INDONESIA

12808
12809 LAMPIRAN II.12
12810 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
12811 NOMOR 71 TAHUN 2010
12812 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

12813

12814

12815 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


12816 PERNYATAAN NO. 11
12817

12818

12819

12820

12821

12822 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN


12823
12824
12825
12826
12827
12828

12829 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 – (i)

12830 DAFTAR ISI

12831
1715
1716
1717 PRESIDEN
1718 REPUBLIK INDONESIA

12832 Paragraf

12833 PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------------- 1-4

12834 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 1


12835 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------- 2-4
12836 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------- 5

12837 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ----------- 6-10

12838 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------- 11


12839 ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------------------------- 12-15

12840 BADAN LAYANAN UMUM --------------------------------------------------- 16


12841 PROSEDUR KONSOLIDASI ------------------------------------------------- 17-21

12842TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------ 22


12843

12844

12845

12846

12847

12848 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - (i)

1719
1720
1721 PRESIDEN
1722 REPUBLIK INDONESIA

12849 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


12850 PERNYATAAN NO. 11
12851 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
12852 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
12853 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
12854 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
12855 Akuntansi Pemerintahan.

12856 PENDAHULUAN
12857 Tujuan
12858 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur
12859 penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan
12860 dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general
12861 purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan
12862 kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang
12863 dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan
12864 keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
12865 laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam
12866 ketentuan peraturan perundang-undangan.

12867 Ruang Lingkup


12868 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit
12869 pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan
12870 secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini
12871 agar mencerminkan satu kesatuan entitas.
12872 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah
12873 pusat sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua
12874 entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum.
12875 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
12876 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;
12877 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
12878 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan

1723 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 1


1724
1725 PRESIDEN
1726 REPUBLIK INDONESIA

12879 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

12880 DEFINISI
12881 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
12882 Pernyataan Standar dengan pengertian:
12883 Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan
12884 pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelyanan kepada
12885 masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
12886 tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
12887 kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
12888 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna
12889 anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib
12890 menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan
12891 untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
12892 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau
12893 lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
12894 perundangundangan wajib menyampaikan laporan
12895 pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
12896 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang
12897 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas
12898 pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik
12899 agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian.
12900 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan
12901 yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas
12902 pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

12903 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


12904 KONSOLIDASIAN
12905 6. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan
12906 Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
12907 7. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk
12908 periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan
12909 entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode
12910 sebelumnya.

1727 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 2


1728
1729 PRESIDEN
1730 REPUBLIK INDONESIA

12911 8. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan


12912 konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga
12913 legislatif.
12914 9. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan
12915 eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun
12916 demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal
12917 tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12918 10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain
12919 sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum
12920 dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan
12921 akhir periode akuntansi.

12922 ENTITAS PELAPORAN


12923 11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan
12924 perundang-undangan, yang umumnya bercirikan:
12925 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau
12926 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran,
12927 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
12928 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat
12929 atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan
12930 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung
12931 maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang
12932 menyetujui anggaran.

12933 ENTITAS AKUNTANSI


12934 12. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai
12935 entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan
12936 menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan
12937 anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada
12938 entitas pelaporan.
12939 13. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran
12940 belanja atau mengelola barang adalah entitas
12941 akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi, dan secara
12942 periodik menyiapkan laporan keuangan menurut standar akuntansi
12943 pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara

1731 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 3


1732
1733 PRESIDEN
1734 REPUBLIK INDONESIA

12944 intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka
12945 penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan.
12946 14. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah
12947 suatu entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya
12948 tidak menggunakan standar akuntansi pemerintahan.
12949 15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-
12950 undangan yang berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang
12951 dianggap mempunyai pengaruh signifikan dalam pencapaian
12952 program pemerintah dapat ditetapkan sebagai entitas pelaporan.

12953 BADAN LAYANAN UMUM


12954 16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan
12955 pelayanan umum, memungut dan menerima serta membelanjakan
12956 dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang
12957 diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana
12958 kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain
12959 adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita.

12960 PROSEDUR KONSOLIDASI


12961 17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan
12962 Standar ini dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan
12963 menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas
12964 pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa
12965 mengeliminasi akun timbal balik.
12966 18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan
12967 dengan menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas
12968 akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.
12969 19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan
12970 mengeliminasi akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun
12971 tanpa mengeliminasinya.
12972 20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi
12973 akunakun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal
12974 balik, dan estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik
12975 dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12976 21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU)
12977 digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis

1735 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 4


1736
1737 PRESIDEN
1738 REPUBLIK INDONESIA

12978 pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris


12979 membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut:
12980 (a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto
12981 kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian negara/lembaga
12982 teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris
12983 membawahinya.
12984 (b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian
12985 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara
12986 organisatoris membawahinya.

12987 TANGGAL EFEKTIF


12988 22. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12989 diberlakukan untuk laporan keuangan atas
12990 pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun
12991 anggaran 2014.
12992
12993
12994
12995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

12996 ttd.

12997 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


12998

12999 Salinan sesuai dengan aslinya


13000SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
13001 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
13002 Bidang Perekonomian dan Industri,
13003 ttd
13004

1739 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 5


1740
1741 PRESIDEN
1742 REPUBLIK INDONESIA

13005
13006 SETIO SAPTO NUGROHO

1743 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 6


1744

13007 PRESIDEN
13008 REPUBLIK INDONESIA

13009
13010
13011
13012
13013
13014
13015
13016
13017

13018 LAMPIRAN III


13019 PROSES PENYUSUNAN
13020 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
13021 BERBASIS AKRUAL

1745
1746
1747 PRESIDEN
1748 REPUBLIK INDONESIA
1749

13022
13023
13024 LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

13025 NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010

13026
13027PROSES PENYUSUNAN
13028STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
13029
13030Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan
13031untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi
13032manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu
13033penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia
13034internasional.
13035Pengantar ini menguraikan lebih lanjut tentang latar belakang, kedudukan dan peran
13036serta tugas Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), berikut penjelasan
13037lingkup proses penyusunan SAP berbasis akrual (untuk selanjutnya disebut SAP
13038Berbasis Akrual) dan pentingnya isi pokok, perbedaan mendasar antara SAP
13039Berbasis Akrual dengan SAP berbasis kas menuju akrual sesuai dengan Peraturan
13040Pemerintah No 24 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Kas Menuju
13041Akrual), dan implementasi SAP Berbasis Akrual. Isi dari pengantar ini dapat
13042digunakan sebagai referensi untuk memahami dan menerapkan SAP Berbasis
13043Akrual.
13044
13045LATAR BELAKANG
130461 . Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
13047 Negara menyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban
13048 pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
13049 Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
130502. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
13051 menegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan
13052

1750 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 1


1751
1752 PRESIDEN
1753 REPUBLIK INDONESIA
1754

13053 dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-


13054 lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
130553. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, menegaskan kembali
13056 tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
13057 belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun
13058 Anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
13059 belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
13060 pengukuran berbasis kas.
130614. SAP berisikan prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang diterapkan dalam
13062 menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PSAP adalah SAP
13063 yang diberi judul, nomor, dan tanggal mulai berlaku dan ditetapkan dengan
13064 Peraturan Pemerintah, sehingga mempunyai kekuatan hukum.
13065

13066 KEDUDUKAN DAN PERAN KSAP


130675. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
13068 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
13069 mengamanatkan tugas penyusunan SAP kepada suatu komite standar yang
13070 independen.
130716. Sesuai amanat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
13072 Perbendaharaan Negara dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
13073 (KSAP), yang untuk pertama kali ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI
13074 Nomor 84 Tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP, dan telah mengalami
13075 beberapa kali perubahan, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3
13076 Tahun 2009.
130777. KSAP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan
13078 akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan melalui penyusunan
13079 dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan, termasuk mendukung
13080 pelaksanaan penerapan standar tersebut.
13081
130828. KSAP terdiri dari Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite
13083 Konsultatif) dan Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite

1755 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 2


1756
1757 PRESIDEN
1758 REPUBLIK INDONESIA
1759

13084 Kerja).
13085
13086TUGAS KSAP
130879. Komite Konsultatif bertugas memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam
13088 rangka perumusan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar
13089 Akuntansi Pemerintahan.
1309010. Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan dan menyusun konsep
13091 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
13092 KSAP menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP kepada
13093 Menteri Keuangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah.
1309411. Selain menyusun SAP, KSAP bertugas mempersiapkan, mengkaji, melakukan
13095 riset terbatas dan menerbitkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan
13096 standar, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
13097 (IPSAP) dan Buletin Teknis. IPSAP dan Buletin Teknis merupakan pedoman
13098 dan informasi yang diterbitkan oleh KSAP untuk memudahkan pemahaman
13099 dan penerapan SAP, serta untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi dan
13100 pelaporan keuangan.
13101
13102PROSES BAKU PENYUSUNAN (Due Process) SAP BERBASIS AKRUAL
1310312. Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan melalui prosedur yang
13104 meliputi tahap-tahap kegiatan (due process) yang dilakukan dalam
13105 penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP.
13106 Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
13107 a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
13108 Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik-topik akuntansi dan
13109 pelaporan keuangan yang memerlukan pengaturan dalam bentuk
13110 pernyataan standar akuntansi pemerintahan.
13111
13112 b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
13113 KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik-topik yang
13114 telah disetujui. Keanggotaan Pokja ini berasal dari berbagai instansi yang
13115 kompeten di bidangnya.
1760 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 3
1761
1762 PRESIDEN
1763 REPUBLIK INDONESIA
1764

13116 c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja


13117 Untuk pembahasan suatu topik, Pokja melakukan riset terbatas terhadap
13118 literatur-literatur, standar akuntansi yang berlaku di berbagai negara,
13119 praktik-praktik akuntansi yang sehat (best practices), peraturan-peraturan
13120 dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan topik yang akan
13121 dibahas.
13122 d. Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja
13123 Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf
13124 SAP. Draf yang telah selesai disusun selanjutnya dibahas oleh Pokja.
13125 e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
13126 Draf yang telah disusun oleh pokja dibahas oleh anggota Komite Kerja.
13127 Pembahasan diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan
13128 standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar
13129 akuntansi yang berkualitas. Pembahasan ini tidak menutup kemungkinan
13130 terjadi perubahan-perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh Pokja.
13131 Pada tahap ini, Komite Kerja juga melakukan diskusi dengan Badan
13132 Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi.
13133 f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
13134 Komite Kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan
13135 keputusan peluncuran draf publikasian SAP.
13136 g. Peluncuran Draf SAP (Exposure Draft)
13137 KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP
13138 kepada stakeholders, antara lain masyarakat, legislatif, lembaga
13139 pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan.
13140
13141 h. Dengar Pendapat Publik Terbatas (Limited Public Hearing) dan Dengar
13142 Pendapat Publik (Public Hearings)
13143 Dengar pendapat dilakukan dua tahap yaitu dengar pendapat publik
13144 terbatas dan dengar pendapat publik. Dengar pendapat publik terbatas
13145 dilakukan dengan mengundang pihak-pihak dari kalangan akademisi,
13146 praktisi, pemerhati akuntansi pemerintahan, dan masyarakat yang
13147 berkepentingan terhadap SAP untuk memperoleh tanggapan dan masukan
1765 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 4
1766
1767 PRESIDEN
1768 REPUBLIK INDONESIA
1769

13148 dalam rangka penyempurnaan draf


13149 publikasian.
13150 Dengar pendapat publik merupakan proses dengar pendapat dengan
13151 masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP. Tahapan ini dimaksudkan
13152 untuk meminta tanggapan masyarakat terhadap draf SAP.
13153 i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan terhadap Draf SAP
13154 KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan/masukan yang diperoleh
13155 dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan
13156 lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf SAP.
13157 j. Finalisasi Standar
13158 Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan dari
13159 BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan
13160 substansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP
13161 ditandai dengan penandatanganan draf PSAP oleh seluruh anggota KSAP.
1316213. SAP Berbasis Akrual telah disusun dengan melalui tahapan proses penyiapan
13163 (due process) sebagaimana tersebut di atas.
1316414. Dalam menyusun SAP Berbasis Akrual, KSAP menggunakan materi dan
13165 rujukan yang dikeluarkan oleh:
13166 a. Pemerintah Indonesia, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
13167 2005 tentang SAP;
13168 b. International Federation of Accountants;
13169 c. International Accounting Standards Committee/International Accounting
13170 Standards Board;

13171
13172 d. International Monetary Fund;
13173 e. Ikatan Akuntan Indonesia;
13174 f. Financial Accounting Standards Board – USA;
13175 g. Governmental Accounting Standards Board – USA;
13176 h. Federal Accounting Standards Advisory Board – USA;
13177 i. Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi
13178 pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.

1770 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 5


1771
1772 PRESIDEN
1773 REPUBLIK INDONESIA
1774

1317915. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan


13180 SAP Berbasis Akrual sebagai berikut:
13181 a. SAP Berbasis Akrual dikembangkan dari SAP PP 24/2005 dengan
13182 mengacu pada Internatonal Public Sector Accounting Standards
13183 (IPSAS) dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku.
13184 b. SAP Berbasis Akrual adalah SAP PP 24/2005 yang telah
13185 dikembangkan sesuai dengan basis akrual.
13186 c. Laporan Operasional – yang dalam SAP PP 24/2005 disebut dengan
13187 nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional – dalam SAP
13188 Berbasis Akrual menjadi salah satu PSAP untuk pelaporan atas
13189 pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dan beban
13190 untuk kegiatan pelayanan pemerintahan.
13191 d. Kerangka konseptual dalam SAP PP 24/2005 dimodifikasi dan
13192 diperbarui sehingga menjadi kerangka konseptual dari PSAP berbasis
13193 akrual.
1319416. Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa PSAP PP
13195 24/2005 sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis
13196 akrual, dan agar pengguna yang sudah terbiasa dengan SAP PP 24/2005
13197 masih dapat melihat kesinambungannya dengan SAP Berbasis Akrual.
13198
13199
13200
13201ISI POKOK SAP BERBASIS AKRUAL DAN PERBEDAANNYA DENGAN SAP
13202BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
1320317. Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam
13204 Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada
13205 APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran
13206 dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk
13207 Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis
13208 Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan
13209 anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan
13210 PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12
1775 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 6
1776
1777 PRESIDEN
1778 REPUBLIK INDONESIA
1779

13211 memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan


13212 basis akrual.
1321318. Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan
13214 Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi
13215 Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat).
13216 Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan
13217 Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
1321819. Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis
13219 Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas
13220 melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang
13221 didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan
13222 kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah
13223 atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan.
13224
13225IMPLEMENTASI SAP BERBASIS AKRUAL
1322620. Setelah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, SAP Berbasis Akrual
13227 dipublikasikan dan didistribusikan kepada masyarakat.
1322821. Selanjutnya KSAP melakukan sosialisasi SAP Berbasis Akrual kepada para
13229 pemangku kepentingan (stakeholders). Bentuk sosialisasi yang dilakukan
13230 berupa seminar/diseminasi/diskusi dengan para pengguna, program
13231 pendidikan profesional berkelanjutan, training of trainers (TOT) dan
13232 memfasilitasi konsultasi teknis terkait penerapan SAP Berbasis Akrual (help
13233 desk).
1323422. SAP Berbasis Akrual diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu
13235 pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan
13236 pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan
13237 organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
1323823. Implementasi SAP Berbasis Akrual harus disertai dengan upaya sinkronisasi
13239 berbagai peraturan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
13240 dengan SAP Berbasis Akrual.

1780 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 7


1781
1782 PRESIDEN
1783 REPUBLIK INDONESIA
1784

1324124. Keterbatasan dari penerapan SAP Berbasis Akrual


13242 dinyatakan secara eksplisit pada setiap PSAP yang diterbitkan.
13243
13244BAHASA
1324525. Seluruh draf, PSAP, dan IPSAP serta buletin teknis diterbitkan oleh KSAP
13246 dalam bahasa Indonesia. Pengalihan ke bahasa lain agar diinformasikan
13247 kepada KSAP.
13248

13249 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


13250
13251 ttd.

13252 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

13253 Salinan sesuai dengan aslinya


13254SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
13255 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
13256 Bidang Perekonomian dan Industri,
13257 ttd
13258
13259
13260 SETIO SAPTO NUGROHO

1785 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 8

Anda mungkin juga menyukai