1.referat Ikterus Neonatorum DR - Eda
1.referat Ikterus Neonatorum DR - Eda
PENDAHULUAN
Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari. Masa ini merupakan
masa transisi dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak
perubahan yang dialami mulai dari organ fisik maupun fungsi organ tubuhnya.
kehidupannya, ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada
sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini
kebanyakan bayi baru lahir ini merupakan fenomena transisional yang normal,
sehingga berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila
bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbukan
sekuele nerologis. Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus
dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi baru lahir yang
ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit, sklera dan mukosa akibat akumulasi
bilirubin tak terkonyugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai
tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL atau disebut
neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dl pada usia 3 hari, setelah itu
berangsung menurun. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih
mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke
2.2 Epidemiologi
pertama kehidupannya. Angka kejadian ikterus pada bayi cukup bulan sekitar
50%-70%, dan sekitar 80%-90% pada bayi prematur. Ikterus dapat berbentuk
fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
2.3 Klasifikasi
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang
maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensi pada bayi
4
cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%, kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Dalam keadaan
normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl
dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya
antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai
kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat
perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan untuk kebanyakan bayi fenomena
ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan, hal ini terjadu akibat hancurnya
sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan
1) Timbul pada hari ke-2 dan ke-3 yang tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
15 mg% per hari pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% per hari pada bayi
kurang bulan.
5
2.3.2 Ikterus Patologik
diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus, walaupun kadar bilirubin masih
dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern ikterus
maka keadaan ini disebut ikterus non fisiologi. Ikterus non fisiologis timbul dalam
2) Ikterus menetap sesudah bayi berumur 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih
letargi, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea,
2.4 Etiologi
neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu
berangsur turun. Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar
bilirubin naik perlahan tetapi dengan kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan
6
waktu lebih lama untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada
neonatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dl pada hari ke-5 dan masih dapat
naik menjadi > 15 mg/dl tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan
mencapai < 2 mg/dl setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun
3) Defek uptake bilirubin oleh hati oleh karena kurangnya protein Y dan Z
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis. 3
7
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel
hepar. 3
3) Gangguan transportasi
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak. 3
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. 3
1) Produksi
bentuk akhir dari pemecahan katabolime heme melalui proses reaksi oksidasi-
reduksi. Langkah oksidasi pertama kali adalah biliverdin yang dibentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagaian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Dalam pembentukkan itu akan terbentuk
8
karbonmonosida (CO) yang diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian
bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen
serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan,
diperlukkan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. Pada bayi baru lahir,
sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolime heme haemoglobin dan
sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan
jaringan yang mengandung protein heme dan heme bebas. Bayi baru lahir akan
bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit yang pendek (70-90
2) Transportasi
baru lahir memiliki kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.
Bilirubin yang pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut
dalam air kemudian akan ditransferkan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Saat
9
ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan
perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati dan
dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal. Berkurangnya
kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama
3) Konjugasi
larut dalam air diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospat
glucoronosyl transferase (UDPG-T). katalisa oleh enzim ini akan merubah bentuk
akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan
monoglukoronida. 1
4) Ekskresi
10
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air
pencernaan dan diekskresikan melalui feses. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Selain itu pada bayi baru
lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai
pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum
diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas
dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah
melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan
fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi
fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini
diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat
11
penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena
fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat
hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga
dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan
sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat
pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan
pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg%
12
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. 1
2.6.1 Anemnesis
2) Golongan darah ibu dan ayah (bila bayi ikterus pada hari 1).
13
2.6.2 Pemeriksaan fisik
lebih baik pada siang hari dengan sinar lampu yang cukup. 5
Gambar 2. Cara pemeriksaan ikterus pada kulit. Tampak normal atau tidak kuning
14
Tabel 1. Penentuan derajat ikterus menurut kremer
kolestasis.
2) Darah lengkap dan morfologi darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit
3) Golongan darah rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk
mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus
2.7 Penatalaksanaan
15
1) Terapi sinar (fototerapi)
Fototerapi terdiri dari radiasi dengan lampu energi foton yang akan merubah
struktur molekul bilirubin dari suau senyawa tetrapirol yang sulit larut menjadi
senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga bilirubin dapat
transfusi pengganti. Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih
dari 10 mg% pada bayi dengan usia gestasi > 35 minggu. 1,2,6
16
Diagram 1. Panduan terapi sinar untuk bay dengan usia gestasi > 35 minggu.
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi
dari American Academi of Pediatry (APP)
2) Transfusi pengganti
transfusi yakni anemia (nilai hematokrit < 45%), direct Coombs’s (+), dan kadar
bilirubin darah umbilikus > 4 mg/dl, peningkatan kadar bilirubin seum > 1
17
Tabel 3. Panduan terapi trasfusi tukar
Diagram 2. Panduan terapi sinar untuk bay dengan usia gestasi > 35 minggu.
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi
dari American Academi of Pediatry (APP)
3) Pemberian ASI
Dianjurkan ibu memberikan ASI dengan interval 2 jam dan tidak memberikan
makanan tambahan, atau setidaknya ASI 8-10 kali per 24 jam. Pemberian ASI
yang sering mungkin tidak akan meningkatkan intake bayi, tetapi dapat
18
meningkatkan peristaltik dan frekuensi BAB sehingga menigkatkan ekskresi
bilirubin. 6
2.8 Pencegahan
1) Evaluasi harus dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk menilai
dengan 2 cara yakni dengan memeriksa kadar bilirubin serum total atau
diketahui apakah bayi berada pada zona resiko rendah, menengah, atau tinggi
2) Pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus wajib dilakukan pada setiap
ibu hamil. 6
19
BAB III
PENUTUP
Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan
yang menurun dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang
lazim ditemukan tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama
terjadinya kernikterus. 2
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus Pusat
Pelayanan Medis Edisi II, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta.
2011.
21