1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini,mahasiswa diharapkan dapat :
Melakukan analisa gas buang kendaraan bermotor menggunakan alat uji
1. CO ( carbonmonoxida )
Adalah sisa bensin yang tidak terbakar dan ikut terbuang keluar lewat knalpot.
Kondisi ini disebabkan oleh percampuran udara dan bahan bakar ( bensin ) didalam
mesin yang tidak seimbang, dimana jumlah bagian bensinnya lebih banyak daripada
jumlah bagian udaranya, atau dengan kata lain terjadi campuran kaya / RICH (
kebanyakan bensin ).
Hal-hal yang bisa menyebabkan percampuran kaya adalah :
a. Filter udara mampet.
b. Spuyer ( main jet/slow jet ) korosi, longgar.
c. Stelan karburator salah.
d. Choke menutup terus.
e. Injector tdk mengabut dengan baik ( kencing ).
f. Cold start injector kerja terus menerus.*
g. Terjadi kesalahan sensor ( MAP, Air Flow, IAT, ECT dan O2sensor ). Masing-
masing sensor tersebut memberikan signal tegangan yang besar ke ECU, sehingga
ECU meningkatkan debit bensin.
Nilai CO yang diperbolehkan maximal 3% untuk mobil karburator dan 2% untuk mobil
injeksi. Semakin kecil nilai CO semakin efisien proses pembakaran yang terjadi di
mesin.
Gas karbon monoksida tidak berwarna dan tidak berbau, serta molekulnya stabil
diatmosfer selama 2-4 bulan. Bernapas dengan menghirup udara yang tercemar oleh gas
CO sangat membahayakan kesehatan manusia. Didalam proses metabolisme darah
didalam tubuh, haemoglobin-karbon monoksida yang mempunyai afinitas 240 kali lebih
cepat bila dibandingkan dengan afinitas pembentukan oksigenhaemoglobin. Gejala
pertama terjadinya keracunan gas CO ditandai oleh sesaik napas karena kekurangan
oksigen. Penderitan yang mendapat gas CO ini segara akan tampak pucat dan apabila
tidak segera ditolong dapat segera pingsan dan kematian. Haemoglobin (Hb) dalam
darah akan segera melepaskan CO apabila si penderita mendapatkan udara segar
kembali. Walaupun keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun keterlambatan
penanganan masalah ini dapat berakibat fatal karena otak dan jantung manusia
merupakan organ tubuh sangat vital yang paling peka terhadap kekurangan oksigen
dalam darah.
Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung
bereaksi dengan unsur lain. Karbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi
CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang
tepat,emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0.5% sampai 1% untuk mesin yang
dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5% untuk mesin yang masih
menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC, maka CO dapat
dibuat serendah mungkin mendekati 0%. Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari
angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1.00) maka emisi CO akan naik secara drastis.
Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan
antara lain karena masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu
tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang
tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat.
2. HC ( Hidrocarbon )
Adalah sisa bensin yang tidak terbakar dan ikut terbuang keluar lewat knalpot.
Kondisi ini disebabkan penyebaran panas di ruang bakar yang tidak sempurna.
Adapun berbagai macam factor penyebabnya adalah :
a. Tekanan kompresi lemah ( piston, ring piston aus, stelan/celah klep tidak tepat (
terlalu rapat ).
b. Stelang timing tidak tepat.
c. Kabel busi rusak/resistornya tinggi.
d. Platina atau pickup coil rusak.
e. Ignition coil rusak/tegangan sekundernya lemah.
f. Pemakain type busi yang tidak tepat ( type busi dingin ).
g. Terjadi kesalahan sensor pengapian ( CKP, CMP ).
Nilai HC yang diperbolehkan maximal 450 ppm, untuk mobil karburator dan 250
ppm untuk mobil injeksi. Semakin kecil nilai HC berarti semakin efisien proses
pembakaran yang terjadi di mesin.
Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang
kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa
pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan
oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan
air(H¬2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel-
Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah
mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat
“bersembunyi― dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi
HC pada ujung knalpot cukup tinggi. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan
Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk
mobil yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm. Emisi
HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang
bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah
exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin
mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung
bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu
kerja ideal.Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya
yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak
terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka
harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC denganc ara mengukur
perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih
tinggi minimal 10% daripada inletnya. Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap
tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi
misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bias
disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat,
filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya
yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang
terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar
dengna sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun
alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan
bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang
tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar.
Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat
ECU memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga
AFR terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang
masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang
tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar intake
manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi mesin rendah.
Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini harus segera
diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha membuat AFR
menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak terbakar ini.
Akibatnya CC akan mengalami overheat.
3. Lambda
Note: saat kita memperhatikan nilai lambda, kita harus mengamati pergerakan nilai
O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi
kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai lambda tidak bisa dipakai
sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.
Note: saat kita memperhatikan nilai AFR, kita harus mengamati pergerakan nilai
O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi
kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai AFR tidak bisa dipakai
sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.
5. Carbondioxida ( CO2 )
Homogenitas percampuran udara dan bahan bakar serta efisiensi pembakaran sebuah
mesin bensin bisa dilihat dari besarnya nilai CO2. Untuk proses pembakaran yang
paling sempurna nilai CO2 sebesar 16%, namun kita susah mengkondisikan hal
tersebut. Olehkarenanya nilai CO2 berkisar antara 12% s/d 16%.
Note: saat kita memperhatikan nilai CO2, kita harus mengamati pergerakan nilai
O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi
kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai CO2 tidak bisa dipakai
sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.
6. Oksigen ( O2 )
Berbagai pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh zat pencemar dari kendaraan
bermotor, sangat merugikan kehidupan manusia. Karena alasan itu maka berbagai usaha
untuk memahami lebih jauh serta pengendalian pencemaran udara tersebut terus
dilakukan berbagai pihak. Pemahaman dan pengendalian pencemaran uadar dari
kendaraan bermotor dapat didekati dari 3 aspek yang dilaksanakan secara simultan,
yakni:
1. Penerapan teknologi pengendalian sumber pencemar.
Dengan mengasumsikan bahwa sumber pencemar dapat dikendalikan atau direduksi
hingga berada pada tingkat yang telah ditentukan sebelumnya, untuk memenuhi
suatu regulasi dan nilai ambang batas yang diinginkan.
2. Penggunaan bahan bakar yang berkadar pencemaran rendah.
3. Pengendalian transportasi dan lalu lintas yang optimal.
A. Alat
B. Bahan
Jawab :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 20
Pasal 25
(1) Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
terjadinya pencemaran udara dan/atau gangguan wajib melakukan upaya
penanggulangan dan pemulihannya.