Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Craniotomy adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan. Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth,
2002).
Kraniotomi adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang
dengan memperluas satu atau lebih lubang,. Pembedahan craniektomy
dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi
pada daerah tualang tengkorak. Jadi post kraniotomi adalah setelah
dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan

Gambar 1. Cranium
Gambar 2. Craniotomy
B. Klasifikasi
1. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara
tulang dan lapisan duramater.
2. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada
rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea.
C. Etiologi
1. Oleh benda tajam
2. Pukulan benda tumpul
3. Pukulan benda tajam
4. Kecelakaan lalu lintas
5. Terjatuh
6. Kecelakaan kerja
D. Indikasi Operasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai
berikut :

1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker


2. Mengurangi tekanan intrakranial
3. Mengevakuasi bekuan darah
4. Mengontrol bekuan darah
5. Pembenahan organ-organ intrakranial
6. Tumor otak
7. Perdarahan (hemorrage)
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik
dari otak) :
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,
kebutaan, tanda-tanda papil edema.
2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi
sensorik.
4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7. Perubahan dalam seksual
8. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari
CSF).
9. Sakit kepala
10. Nausea atau muntah proyektil
11. Pusing
12. Perubahan mental
13. Kejang

F. Pemeriksaan Penunjang
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak
sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan
otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma
2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di
potongan lain.
3. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
4. Angiografy Serebral \
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan trauma
5. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen
tulang
6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak
7. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
8. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
9. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK
10. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam meningkatkan TIK/perubahan mental
11. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadara
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges, Marilynn.E, 1999)

F. Penatalaksanaan
1. Praoperasi
Penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan
medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat
diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara
intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau.
Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau
deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di
cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga
adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. Pascaoperasi
a. Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas
dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan melalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan
melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya
dosisnya dikurangi secara bertahap.
b. Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk
nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah
kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral,
biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi
antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah
menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi
setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau
untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
c. Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji
dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang
bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar
stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut
kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan.
Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah
neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel
kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol
hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior

G. Teknik Operasi
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja
untuk memudahkan operator. Head-up
kurang lebih 15o (pasang donat kecil
dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal
bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka
ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek
steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah
benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut –
untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk
mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
(kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin
1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan
doek steril.

5. Prosedur Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
c. Buka flap secara tajam pada loose
connective tissue. Kompres dengan
kasa basah. Di bawahnya diganjal
dengan kasa steril supaya pembuluh
darah tidak tertekuk (bahaya
nekrosis pada kulit kepala). Klem
pada pangkal flap dan fiksasi pada
doek.
d. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan
rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian
dan rawat perdarahan.
e. Penentuan lokasi burrhole idealnya
pada setiap tepi hematom sesuai
gambar CT scan.
f. Lakukan burrhole pertama dengan
mata bor tajam (Hudson’s Brace)
kemudian dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah
menembus tabula interna.
g. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
h. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
i. Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan
menggunakan sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole.
Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus
lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan
asisten memfixir kepala penderita.
j. Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara
tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan
elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan
tulang.
k. Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan
spoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat
dihentikan dengan bone wax.
l. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
m. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle.
Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada
perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch
pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang.
Bila perdarahan profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh
di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari
sinus.
n. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara
simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi
perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
o. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah
salanjutnya adalah membuka duramater.
p. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U)
berlawanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura,
kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat
lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti
arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang
sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya
dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada
lapisan tersebut.
q. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.
Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk
pembuluh darah kulit atau subkutan.
r. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
s. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di
ruang subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak
dibawahnya tak ada darah lagi.
t. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak
yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan
kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang
jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
u. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya
tulang dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak
dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara
sebagai berikut:
1) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus
keluar kulit.
2) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
3) Pasang drain subgaleal.
4) Jahit galea dengan vicryl 2.0.
5) Jahit kulit dengan silk 3.0.
6) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
7) Operasi selesai.
v. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada
tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang
akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada
tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi
(3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura).
Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis
demi lapis seperti diatas.

H. Komplikasi Pasca Operasi


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah
intrakranial atau kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang
6. Edema cerebral.
7. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
8. Hypovolemik syok.
9. Hydrocephalus.
10. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus).
11. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
12. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.
13. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
14. Pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif. (Brunner & Suddarth, 2002).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Primary Survey
1. Airway
a) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
b) Potensi jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c) Auskultasi paru, keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
2. Breathing
a) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedal aman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
b) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X /
menit;depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal;gangguan
cardiovaskuler atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
c) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3. Circulating:
a) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
b) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan.
4. Disability : berfokus pada status neurologi
a) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon
motorik dan tanda-tanda vital.
b) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan
gelisah.
5. Exposure
a) Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
1. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
2. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4
dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4. Pemeriksaan neurologis
a) Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
1. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat.
Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik.
Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah,
refleks dalam batas normal.
3. Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna

B. Diagnosa Keperawatan
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur bedah
2. Kerusakan integritas kulit bd faktor mekanik
3. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
5. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut bd prosedur Setelah dilakukan  Lakukan


bedah tinfakan keperawatan pengkajian nyeri
selama …. Pasien tidak secara komprehensif
mengalami nyeri, dengan termasuk lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
 Mampu mengontrol
faktor presipitasi
nyeri (tahu penyebab  Observas
nyeri, mampu i reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Bantu
mengurangi nyeri, pasien dan keluarga
mencari bantuan) untuk mencari dan
 Melaporkan bahwa menemukan dukungan
 Kontrol
nyeri berkurang dengan
lingkungan yang dapat
menggunakan
mempengaruhi nyeri
manajemen nyeri
seperti suhu ruangan,
 Mampu mengenali nyeri
pencahayaan dan
(skala, intensitas,
kebisingan
frekuensi dan tanda  Kurangi
nyeri) faktor presipitasi nyeri
 Menyatakan rasa  Kaji tipe
nyaman setelah nyeri dan sumber nyeri
berkurang untuk menentukan
 Tanda vital dalam intervensi
 Ajarkan
rentang normal
tentang teknik non
 Tidak mengalami
gangguan tidur farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
 Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
……...
 Tingkatk
an istirahat
 Berikan
informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang
dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor
vital sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan  Anjurkan pasien untuk
bd faktor mekanik tindakan keperawatan menggunakan pakaian
selama….. kerusakan yang longgar
DO :
integritas kulit pasien  Jaga kebersihan kulit
Kerusakan jaringan teratasi dengan kriteria agar tetap bersih dan
(membran mukosa, hasil: kering
integumen, subkutan  Integritas kulit yang  Mobilisasi klien (ubah
baik bisa dipertahankan posisi klien)
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi,
 Monitor aktivitas dan
pigmentasi) mobilisasi klien
 Tidak ada luka/lesi
 Kaji lingkungan dan
pada kulit
peralatan yang
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan menyebabkan tekanan
pemahaman dalam  Observasi luka :
proses perbaikan kulit lokasi, tanda-tanda
dan mencegah infeksi lokal
terjadinya sedera  Ajarkan pada keluarga
berulang tentang luka dan
 Mampu melindungi
perawatan luka
kulit dan
 Lakukan tehnik
mempertahankan
perawatan luka
kelembaban kulit dan
dengan steril
perawatan alami
 Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
Resiko cedera bd trauma Setelah dilakukan asuhan NIC Label >>
keperawatan selama ... Enviromental
intracranial
diharapkan risiko cedera Management
dapat diminimalisir
 Ciptakan lingkungan
dengan criteria hasil:
yang aman untuk
pasien
NOC Label >>Risk
 Identifikasi kebutuhan
Control
keamanan pasien,
 Pasien mengenal
berdasarkan tingkat
tanda dan gejala yang
fisik, fungsi kognitif
mengindikasikan
dan sejarah tingkah
faktor resiko cidera
laku
skala 5
 Hilangkan bahaya
 Pasien dapat
lingkungan
mengidentifikasi
 Jauhkan objek
resiko kesehatan yang
berbahaya dari
mungkin terjadi skala
lingkungan
5
 Menjaga dengan
NOC Label >> siderail jika
Neurological status diperlukan
 Sediakan tempat tidur
 Tingkat kesadaran
yang rendah jika
pasien baik skala 5
diperlukan
 Status kognitif pasien
 Tempatkan furniture
baik skala 5
diruangan dengan
 Orientasi kognitif
susunan terbaik untuk
pasien baik skala 4
akomodasi
ketidakmampuan
NOC Label >>
Knowledge: Personal pasien dan keluarga
Safety  Jauhkan dari pajanan
yang tidak diperlukan,
 Pasien mengetahui mengerikan dan panas
tentang risiko cidera  Manipulasi
skala 5 pencahayaan untuk
 Pasien mengetahui keuntungan terapeutik
strategi untuk  Batasi pengunjung
mengatasi risiko NIC Label >>Fall
cidera skala 5
 Pasien mengetahui Prevention
dan dapat  Identifikasi kognitif
menggunakan dan kekurangan fisik
pengaman sesuai dari pasien yang
prosedur skala 5 mungkin
 Pasien dapat meningkatkan
menunjukan sikap potensial untuk cedera
melindungi diri  Identifikasi kebiasaan
sendiri dari risiko dan factor risiko yang
cidera skala 5 mempengaruhi untuk
cedera.
 Cari informasi
riwayat cedera pasien
dan keluarga.
 Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang bisa
meningkatkan
potensial untuk
cedera.
 Monitor gaya
berjalan,
keseimbangan, dan
level kelelahan yang
dapat memungkinkan
pasien untuk cedera
 Kunci roda dari kursi
roda, tempat tidur,
saat memindahkan
pasien.
 Ajari pasien
bagaimana cara
duduk, berdiri dan
berjalan yang aman
untuk meminimalkan
cedera bila diperlukan

Resiko Jatuh Setelah dilakukan  Lakukan modifikasi


tindakan keperawatan lingkungan agar lebih
maka masalah jatuh aman (memasang
tidak terjadi. pengaman tempat
Kriteria Hasil:
tidur, dll)
 Klien terbebas dari
 Anjurkan keluarga
jatuh
untuk menemani
pasien
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan  Kaji tanda verbal dan
dengan kurangnya tindakan keperawatan nonverbal kecemasan
pengetahuan tentang  Identifikasi saat
selama 2x24 jam
penyakitnya.
Ansietas berkurang terjadi perubahan

 Kemampuan untuk tingkat kecemasan


 Dorong verbalisasi
fokus pada stimulus
perasaan, persepsi,
tertentu
 Memiliki TTV dalam dan ketakutan
 Berikan informasi
batas normal
 Meneruskan aktivitas faktual terkait
yang dibutuhkan diagnosis, perawatan
meskipun mengalami dan prognosis
 Jelaskan semua
kecemasan
prosedur termasuk
sensasi yang akan
dirasakan selama
prosedur dilakukan.
 Instruksikan klien
untuk menggunakan
teknik relaksasi
 Dorong penggunaan
mekanisme koping
yang sesuai
 Atur penggunaan
obat-obatan untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Doenges, moorhouse, geissler. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nanda International. 2015. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.
Price,S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai