Anda di halaman 1dari 18

2.1.

Karakteristik Batuan Reservoir


Reservoir minyak bumi dapat didefinisikan sebagai suatu batuan yang berpori dan
mengandung hidrokarbon pada suatu tempat. Untuk menjadi Reservoir minyak, suatu batuan
harus memenuhi beberapa syarat yang dibutuhkan agar terjadinya akumulasi hidrokarbon
(migas), yaitu :
a. Batuan Induk ( Source Rock )
Batuan yang kaya akan bahan organik setelah mengalami proses pematangan maka
bahan organik tersebut akan berubah menjadi fluida hidrokarbon. Jadi batuan induk
merupakan tempat terbentuknya fluida hidrokarbon.
b. Batuan Reservoir ( Reservoir Rock )
Batuan yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi. Biasanya batuan Reservoir
berupa lapisan batuan yang berongga-rongga ataupun berpori-pori.
c. Migrasi
Jalur/jalan yang digunakan fluida hidrokarbon untuk berpindah dari batuan induk
sampai terakumulasi pada batuan Reservoir.
d. Perangkap Reservoir ( trap )
Suatu unsur pembentuk Reservoir yang bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan
berserta penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak
dan gas bumi berada dibagian teratas Reservoir.
e. Lapisan Penutup ( cap rock )
Suatu lapisan yang impermeable terdapat di atas suatu Reservoir dan penghalang
minyak dan gas bumi yang akan keluar dari Reservoir. Komponen-komponen Reservoir
dapat dibagi menjadi komponen yang berdasarkan wadah ( batuan Reservoir ), isi (
fluida Reservoir ) dan kondisi Reservoir ( tekanan dan temperature ).
Batuan Reservoir adalah batuan yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
mengalirkan fluida, sehingga batuan Reservoir tersebut harus mempunyai porositas dan
permeabilitas. Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan Reservoir apabila
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya hanya batuan
sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan Reservoir, khususnya Reservoir minyak atau
gas. Oleh karena itu didalam penilaian batuan Reservoir selanjutnya akan banyak berhubungan
dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan permeable.
2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral dibentuk dari
beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi kimia akan membentuk
suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam batuan.
Batuan Reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batu pasir, batuan
karbonat, dan shale atau kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai
komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat fisiknya. Unsur atau penyusun batuan
Reservoir perlu diketahui mengingat macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan
sifat-sifat dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.
Mineral merupakan zat-zat yang tersusun dari komposissi kimia tertentu yang dinyatakan
dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta jumlahnya yang
terdapat dalam mineral tersebut.
2.1.1.1 Komposisi Kimia Batu Pasir
Menurut Pettijohn, batu pasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Orthoquartzites,
Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah kandungan mineralnya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses yang
menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami metaformosa (perubahan
bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang
stabil. Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica. Orthoquartzites
merupakan jenis batuan sedimen yang relatip bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
(Tabel II-1) menunjukkan komposisi kimia orthoquartzites.

Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batu Pasir Orthoquartzites
( Petty, J., 1971 )
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batu pasir yang tersusun dari unsur-unsur mineral yang
berbutir besar, terutama kuarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen batuan. Material
pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke
terlihat pada (Tabel II-2).
Komposisi graywacke tersusun dari unsur silica dengan kadar lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata batu pasir, dan kebanyakan silica yang ada bercampur dengan silikat (silicate).
Secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada (Tabel II-3).
Tabel II-2.
Komposisi Mineral Graywacke
( Petty, J., 1971 )
Tabel II-3.
Komposisi Kimia Graywacke
( Petty, J., 1971 )

c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz sebagai mineral
yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar jumlahnya lebih banyak dari
quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya ditunjukkan
pada (Tabel II-4). Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada (Tabel II-5), dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi
kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.

Tabel II-4.
Komposisi Mineral dari Arkose (%)
( Petty, J., 1971 )
2.1.1.2 Komposisi Kimia Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone, dolomite, dan
yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasa dipakai untuk kelompok
batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium. Istilah
limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate melebihi unsur non-
carbonate-nya. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada
dolomite mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite. (Tabel II-6) menunjukkan
komposisi kimia limestone secara lengkap.
Tabel II-5.
Komposisi Kimia dari Arkose (%)
( Petty, J., 1971 )
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Limestone
( Petty, J., 1971 )

Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang mengandung
unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-batuan yang mempunyai
komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-
macam tergantung dari unsur yang dikandungnya. Untuk batuan yang memiliki unsur calcite
melebihi dolomite disebut dolomite limestone, dan yang memiliki unsur dolomite melebihi
calcite disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite.
Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur
MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. (Tabel II-7) menunjukkan
komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.

Tabel II-7.
K omposisi Kimia Dolomite
( Petty, J., 1971 )
2.1.1.3 Komposisi Kimia Batuan Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 % silicon dioxide
(SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan Fe2O3. 2 % magnesium oxide
(MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium oxide (K2), 1 % sodium oxide (Na2), dan 5 %
air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada (Tabel II-8).

Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale
( Petty, J., 1971 )
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan Reservoir asalkan mempunyai
porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya hanya batuan sedimen yang
banyak dijumpai sebagai batuan Reservoir, khususnya Reservoir minyak. Oleh karena itu
dalam penilaian batuan Reservoir selanjutnya akan banyak berhubungan dengan sifat-sifat fisik
batuan sedimen, terutama yang porous dan permeable.
2.1.2.1 Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang pori-pori
terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan
menentukan kapasitas penyimpanan fluida Reservoir. Secara matematis porositas dapat
dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
  …………………………..……………………….(2-1)
Vb Vb
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (grain volume)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan Reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan total (bulk
volume).
Volume poritotal
 100% ……………………………………….....(2-2)
bulk volume
2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan terhadap
volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
 100% …..………………...……...(2-3) Untuk
bulk volume
selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi
volume yang produktif.
Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen
terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau Reservoir yang mempunyai porositas primer adalah batuan
konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi
tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses pelarutan
batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan
struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti: lipatan, sesar, atau patahan.
Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatip karena bentuknya
tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan menjadi dolomite
(CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :

2 CaCO3 + MgCl2  CaMg(CO3)2 + CaCl2


Menurut para ahli, batu gamping yang terdolomitasi mempunyai porositas yang lebih besar
dari pada batu gampingnya sendiri.
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: distribusi ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir
berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral),
kompaksi, dan sementasi.
2.1.2.2 Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu fluida akan
bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini disebabkan adanya gaya adhesi.
Dalam sistem minyak-air benda padat (Gambar.2.1), gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat
air membasahi benda padat adalah :
AT = so - sw = wo. cos wo ……………………………………...….(2-4)
dimana :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positif ( < 90o),
yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak membasahi zat padat maka
tegangan adhesinya negatip ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Pada umumnya Reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk melekat
pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air. Jadi minyak tidak
mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih mudah mengalir.

Gambar 2.1.
Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan
( Brown, K.E., 1971 )

Distribusi cairan dalam sistem pori – pori batuan tergantung pada kebasahan, Distribusi
fluida tersebut ditunjukkan pada (Gambar 2.2). Distribusi pendulair ring adalah keadaan
dimana fasa yang membasahi tidak kontinyu dan fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak
dengan beberapa permukaan butiran batuan. Sedangkan distribusi funiculair ring adalah
keadaan dimana fasa yang membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat pada permukaan
butiran.
2.1.2.3 Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara
permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas) sebagai akibat dari
terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini
adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “Wetting fasa”
(Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw ………………………………………………….…….…(2-5)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan permukaan
fluida immiscible yang cembung. Di Reservoir biasanya air sebagai fasa yang membasahi
(wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting fasa atau tidak membasahi.
Gambar 2.2.
Distribusi Ideal Fasa Fluida “Wetting“ dan “Non Wetting”
untuk Kontak antar Butir – butir Batuan yang Bulat
a) Distribusi “Pendulair Ring” , b) Distribusi “Funiculair Ring”
( Marathon Oil Company )

Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam
fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut
2. .cos 
Pc    . g. h …………………………………….……….(2-6)
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan antara dua fluida
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
 = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Dari Persamaan 2-6 dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan dengan
ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data tekanan kapiler dapat
dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (Sw), seperti pada (Gambar 2.3).
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk kurva
tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan 2-6 ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas
fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa Reservoir gas yang
terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah besar sehingga akan
mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk Reservoir minyak yang mempunyai
API gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan Reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas
yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan zona transisinya lebih
tipis dari pada Reservoir dengan permeabilitas yang rendah.

Gambar 2.3.
Kurva Tekanan Kapiler
( Brown, K.E., 1977 )
2.1.2.4 Saturasi Fluida
Dalam batuan Reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida,
kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian Reservoir.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu
batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh minyak
So  ………………….……………...(2-7)
volume pori  pori total

Saturasi air (Sw) adalah :


volume pori  pori yang diisi air
Sw  ………………………………...…..…..(2-8)
volume pori  poritotal
Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  …………………..….….(2-9)
volume pori  pori total
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ……………………………………………………..(2-10)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1 ………………………………………….……………….(2-11)
Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :
a. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam Reservoir, saturasi
air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang porous. Bagian struktur
Reservoir yang lebih rendah relatip akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip
rendah. Demikian juga untuk bagian atas dari struktur Reservoir berlaku sebaliknya. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida ditunjukkan
pada (Gambar 2.4.)
b. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika minyak
diproduksikan maka tempatnya di Reservoir akan digantikan oleh air dan atau gas bebas,
sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara
kontinyu.
c. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-porinya adalah .V, maka
ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah:
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V ……………………………...…………...(2-12)

Gambar 2.4.
Variasi Pc terhadap Sw
a) Untuk Sistem batuan yang Sama dengan Fluida yang berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan Batuan yang Berbeda.
( Brown, K.E., 1977 )
2.1.2.5 Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan kemampuan dari
suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan merupakan fungsi dari tingkat
hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan ............................................... Definisi
kuantitatif permeabilitas pertama kali dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam
k dP
hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut V 
 dL
……………………………………………….……….………(2-13)
dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Tanda negatif dalam Persamaan (2-13) menunjukkan bahwa bila tekanan bertambah
dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-13) adalah:
a. Alirannya mantap (steady state)
b. Fluida yang mengalir satu fasa
c. Viskositas fluida yang mengalir konstan
d. Kondisi aliran isothermal
e. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
f. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan Reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui media
berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas saja.
b. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir lebih dari
satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau ketiga-tiganya.
c. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang dilakukan oleh
Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan batu pasir tidak kompak yang
dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan
luas penampang A, dan panjanggnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada
salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan
keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan
sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan
dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada
(Gambar 2.5).

Gambar 2.5.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas
( Nind, T.E.W., 1964 )

Q.. L
K ……………………………………………………. (2-14)
A.( P1  P2 )
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q(cm 3 / sec). (centipoise ) L(cm)
K (darcy )  …………………..(2-15)
A( sqcm).( P1  P2 )(atm)
Dari Persamaan 2-14 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran
linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di Reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, kemungkinan terdiri
dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula konsep mengenai permeabilitas
efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw,
dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan
sebagai berikut :
Ko Kg Kw
K ro  , Krg  , K rw 
K K K
dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air. Percobaan yang
dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini digunakan dua macam fluida
(minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran
minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi volume total(Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-
pori batuan per satuan waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak
akan sama dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan
saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air adalah :
Q o . o . L
Ko  ……………………………………………………(2-16)
A.( P1  P2 )
Q w . w . L
Kw  …………………………………………………...(2-17)
A.( P1  P2 )
dimana :
o = viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk minyak
dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan Kw pada Persamaan 2-16 dan 2-
17 jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.6. Dari Gambar 2.6, dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama
dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar
2.6).
Gambar 2.6.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air
( Nind, T.E.W., 1964 )

2.1.2.6 Kompresibilitas
Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan, antara lain :
a. Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material padatan (grains)
terhadap satuan perubahan tekanan.
b. Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan terhadap satuan
perubahan tekanan.
c. Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori batuan terhadap
satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling penting dalam
teknik Reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan,
antara lain :
a. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
b. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada diatasnya
(overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan Reservoir akan mengakibatkan
perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan akan mengalami
perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-
butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan Reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat
tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai kompresibilitas Cr atau
:
1 dVr
Cr  . ………………………………………………..……….(2-18)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan sebagai
kompresibilitas Cp atau :
1 dVp
Cp  . ……………………………………………….……...(2-19)
Vp dP *

dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).

Anda mungkin juga menyukai