Anda di halaman 1dari 4

.

HUBUNGAN BAHASA DAN KEBUDAYAAN

Bahasa dan Kebudayaan keduanya merupakan dua bagian yang saling


berkaitan dengan pemiliknya dimana posisi bahasa sebagai alat interaksi dan
budaya letaknya seperti penghias atau background, karena bahasa akan mengikuti
aturan budaya seorang bertempat tinggal dimana baik dari segi ucapan maupun
ekspresi dsb.ada beberapa keterkaitan antara bahasa dan kebudayaan yakni;

a. Bahasa tercipta karena adanya suatu masyarakat

Memang sangat menarik untuk berspekulasi mengenai kemunginan asal-


usul bahasa dalam sejarah evolusi manusia. Di muka kita telah mengemukakan
bahwa kapasitas untuk menggambarkan bahasa di dalam otak merupakan suatu
kapasitas manusia yang unik. Para linguis kotemporer percaya bahwa bahasa tidak
mungkin ada sampai homo sapies diciptakan sebagai suatu spesies atau rumpun
manusia. Akan tetapi para antropolog ad pula yang berpendapat bahw ada ciptaan
sebelumnya yang merupakan perantara antara bentuk-bentuk binataang menyusui
tingkat utama terdahulu dan manusia itu sendiri.

b. Bahasa dan budaya mempunyai hubungan subordinatif.

Bahasa dan budaya dikategorikan sebagai hubungan yang subordinatif


dimana bahasa di bawah lingkup kebudayaan namun demikian tidak menutup
kemungkinan satu dari keduanya ada yang lebih awal1[2]. Dalam hal ini tentu ada
yang menjadi main system dan subsystem. Kebanyakan ahli mengatakan bahwa
kebudayaanlah yang menjadi main system sedangkan bahasa hanya merupakan
sub system. Tidak ada atau belum yang mengatakan sebaliknya.2[3]
c. Bahasa dan budaya mempunyai hubungan koordinatif.

Seiring kebudayaan itu ada begitu juga bahasa berperan aktif bersamaan,
oleh karena itu keduanya mempunyai posisi yang sederajat atau kedudukan sama
tinggi (masinambouw: 1985). Lebih lanjut bahwa bahasa dan budaya merupakan
dua system yang melekat pada manusia. Bahasa sebagai satu system yang
mengatur interaksi manusia didalam masyarakat sedangkan bahasa sebagai sarana
berlangsungnya interaksi itu.

d. Bahasa adalah cerminan budaya yang dihasilkan

Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya


bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk
sosial atau budaya tentu bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan
prilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang
diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa bisa dianggap sebagai
cermin zamannya artinya bahasa itu dalam suatu masa tertentu mewadahi apa
yang terjadi dalam masyrakat.3[4] Sebelum mengenal traktor dan timbangan
petani bali dan jawa mengenal berbagai istilah ikatan padi, menanam, dan menuai
padi. Dan itu tercemin dalam kamus bahasa. Sekarang mereka tidak mengenal
istilah-istilah itu, setidaknya mengenal istilah karung, kwintal, ton, prestisida dan
semacemnya.

Tuntutan atau penegasan bahwa sifat-sifat bahasa yang paling menarik


hati adalah kemestaannya adalah sama anehnya dengan pandangan bahwa sifat-
sifat dasar dan structural bahasa tertentu merupakan refleksi kebudayaan tempat
bahasa itu dipakai. Demikianlah seringkali diperdebatkan bahwa selama bahasa
tertentu yang diperoleh anak-anak ditentukan oleh masyarakat tempat mereka
dibesarkan, maka bahasa umumnya merupakan fenomena kultural semata-mata.

Anak dan hanya anak manusia mempunyai otak yang


dirancang/direncanakan sedemikian rupa sehingga mereka dapat belajar sesuatu
bahasa, diperlengkapi sedemikian rupa sehingga mereka dapat
disodorkan/diperkenalkan dengan lingkungan sekitar yang sesuai. Mungkin ciri-
ciri unik masyarakat tempat dipakai, masyarakat yang memakainya. Misalnya
masyarakat eskimo dan lapp memiliki kosa kata yang kaya bagi beraneka ragam
salju, penduduk pulau-pulau faroe di atlantik utara memiliki suatu bahasa yang
kata-katanya banyak berhubungan dengan kapal dan penangkapan ikan. Teori ini
digagas oleh seorang antropolog dan linguis terkenal yakni Edward Sapir.4[5]

e. Bahasa dan budaya mencerminkan penuturnya

Bahasa sebagai hasil budaya, mengandung nilai-nilai masyarakat


penuturnya. Dalam bahasa bali terdapat ungkapan berbunyi “dia ngaden awa bisa”
{secara harfiah berarti jangan menganggap diri ini mampu}, mengandung nilai
ajaran agar orang jangan merasa bisa, yang kira-kira senada ungkapan dalam
bahasa jawa “rumongso biso, nanging ora biso rumongso” {merasa mampu tapi
tidak mampu merasakan apa yang dirasa orang lain}.

Melihat dari ungkapan di atas, jika bahasa dan budaya keduaya memiliki
pengertian, pelaku, tujuan, dan gaya yang berbeda-beda sehingga implementasi
maupun aplikasinya dalam kehidupan nyata juga berbeda, maka jelas keduanya
tetap berbeda akan tetapi wujud dan geraknya merupakan hasil dari salah satunya.
Contohnya: Sumpah (suara lantang) yang diucapkan oleh orang arab terkesan
menurut mereka sendiri adalah bentuk taukid pemantapan saja agar orang percaya
tapi bukan sumpah yang makna dan tujuannya atas nama tuhan, meskipun kata
sumpah adalah kata yang tidak boleh sembarangan dipermainkan. Berbeda dengan
sumpah yang menyebut nama tuhan jika diucapkan oleh orang jawa dsb. Maka itu
yang sebenarnya mengatasnamakan tuhan baik makna maupun tujuannya.

f. Struktur bahasa mencerminkan pandangan masyarakat

Ada suatu pendapat yang terkenal dan sangat menarik hati bahwa
pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasanya. Pendapat
ini dikemukakan oleh Benjamin lee whorf. Whorf merincikan bahasa dengan
pikiran yang mana berakar dari budaya ;

a) Masyarakat-masyarakat linguistic yang berbeda, merasakan dan memahami


kenyataan dengan cara-cara yang berbeda.
b) Bahasa yang dipakai dalam suatu masyarakat membantu untuk membentuk
struktur kognitif para individu pemakai bahasa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai