Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PPENGENDALIAN PROSES

Disusunoleh :
Mega Dwi Fauzi Ningtyas (1731410031)

Kelompok:
4

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
BAB II

KORELASI ANTARA BESARAN-BESARAN PADA PENGENDALI

2.1 Tujuan Pembelajaran

1. Mencari korelasi antara input dan output pada sistem pengendali tekanan, pH,
Aras (level).

2. Mendapatkan karakteristik masing-masing elemen pada sistem pengendali


tekanan, pH, dan Aras (level).

2.2 Tinjauan Pustaka

Masing-masing komponen dari blok diagram pada proses berpengendali


mempunyai masukan dan keluaran dengan satuan yang bisa saja berbeda.
Korelasi antara masukan dan keluaran dari masing-masing komponen pengendali
perlu dicari untuk mengetahui hubungan antara keduanya, apakah memiliki
korelasi positif (penambahan variabel input akan diikuti dengan penambahan
variabel output) ataukah sebaliknya. Idealnya, semua sistem pengukuran maupun
elemen-elemen yang ada di sistem pengendalian menghasilkan output yang selalu
sebanding dengan input. Tidak peduli di daerah mana sistem beroperasi. Suatu
elemen dikatakan linear apabila kurva input vs output membentuk garis lurus.
Biasanya, bentuk kurva tidak lurus, mungkin sedikit melengkung atau berkelok-kelok.
Tetapi, ketidaklurusan ini masih ada di dalam batas-batas yang biasa dianggap linear.
Penyimpangan dari garis linear ideal itulah yang disebut linearitas atau linearity.

Sebuah elemen dikatakan mempunyai linearitas 1% apabila kurva hubungan


input vs output sedikit berkelok-kelok, namun selisih lengkungan ke atas dan ke
bawahnya masih ada dalam batas-batas + 1%. Dengan demikian penentuan linear
atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input-output tadi. Kalau garis kurvanya tidak lurus, unit elemennya
dikatakan tidak linear. Sedangkan kalau garis kurvanya lurus, unit elemennya
dikatakan linear. Dalam aplikasinya ditemuai banyak bentuk kurva tidak linear (non-
linear), ada yang berbentuk lengkungan parabola, ada yang berbentuk lengkungan
garis asimtot, ada pula yang berbentuk garis berkelok-kelok. Dengan demikian,
apabila garis kurvanya tidak lurus, elemennya dikategorikan tidak linear.

Gejala hysteresis pada sebuah instrument atau sistem pengukuran dapat


dilihat pada waktu ia beroperasi secara dua arah. Gejala ini lebih mudah diterangkan
melalui gambar. Menunjukkan dua kurva yang hampir berhimpitan. Kurva yang satu
ditandai dengan panah ke atas dan yang lain ditandai dengan panah ke bawah.
Hubungan input-output, tergantung dari arah mana perubahan terjadi. Pada waktu
input berubah dari 0% menuju 100%, hubungan input-output akan mengikuti kurva
dengan tanda anak panah ke atas. Sebaliknya, pada waktu input berubah dari 100%
menuju 0%, hubungan input-output mengikuti kurva dengan tanda anak panah ke
atas. Gejala hysterisis terjadi pada banyak elemen sistem pengendalian yang
mengandung unsur mekanis, khususnya control valve.

Gejala hysterisis sebenarnya juga salah satu dari jenis error (kesalahan baca).
Hanya saja error disini tidak konstan besarnya, dan tergantung ke arah mana input
berubah. Namun, gejala hysterisis seperti halnya linearitas, tidak dapat diungkapkan
dalam bentuk transfer function. Kalau gejala ini harus diungkapkan perlu banyak
transfer function untuk satu elemen. Mengapa demikian, karena gain elemen tidak
linear sangat tergantung pada daerah dimana elemen beroperasi.

2.3 Data Pengamatan

2.3.1 Data Pengamatan Sistem Pengendali Tekanan

Tabel 1.1 Pengamatan sistem pengendali tekanan tanpa tangki


no %PO %PV P4(Psi) Flowrate P2(Psi) %PO %PV P4(Psi) flowrate P2(Psi)
1 0 100 8,5 7,8 2,9 100 0,4 0 0 15,5
2 10 95,8 8,1 7,7 3,9 90 4,5 0,5 0,5 14
3 20 88,7 8 7,3 5 80 13,4 1,5 1,9 13
4 30 80,1 7,1 6,8 6,1 70 28,3 2,9 3,3 11,5
5 40 70,1 6,1 6,4 7,5 60 41,8 3,9 4,9 10,5
6 50 59,2 5,1 5,9 9 50 54,7 4,9 5,4 9
7 60 46,1 4,1 4,9 10 40 66,6 59 6 7,5
8 70 32 3 3,8 11,5 30 77,7 6,5 6,7 6
9 80 18,5 2 2,6 13 20 86,7 7,5 7,3 5
10 90 7,8 1 0,9 14 10 94,2 8 7,5 4
11 100 0,4 0 0 15,5 0 99,7 8,1 7,8 2,5

Tabel 1.2 Pengamatan sistem pengendali tekanan menggunakan tangki


no %PO %PV P4(Psi) Flowrate P2(Psi) %PO %PV P4(Psi) flowrate P2(Psi)
1 0 100 8,5 8 3 100 0,4 0 0 15,5
2 10 95,7 8,1 7,6 3,9 90 4,3 1 0,5 14
3 20 88,3 7,9 7,3 5 80 14,6 1,5 2,2 13
4 30 78,5 6,9 6,7 6 70 28,7 2,9 3,4 11,5
5 40 687 6 6,3 7,5 60 42,4 4 4,5 10
6 50 56,6 4,9 5,5 9 50 55,2 5 5,4 9
7 60 43,7 4 4,6 10 40 67,7 6 6,3 8
8 70 30 3 3,6 11,5 30 784 6,9 6,8 6
9 80 15,6 2 2,4 13 20 87,4 7,5 7,4 5
10 90 4,9 1 0,7 14 10 95 8 7,6 4
11 100 0,4 0 0 15,5 0 99,8 8,5 8,9 3

2.3.2 Data Pengamatan Sistem Pengendali pH

Tabel 1.3 Pengamatan sistem pengendali pH manual skala 100-0

Volume Waktu Laju Alir


No. %PO (mL) (detik) (ml/det) Linieritas %error
1 100 20 18,85 1,061007958 1,061008 0%
2 90 20 21,28 0,939849624 0,954907 -2%
3 80 20 26,59 0,752162467 0,848806 -13%
4 70 20 31,03 0,644537544 0,742706 -15%
5 60 20 35 0,571428571 0,636605 -11%
6 50 20 44,04 0,454132607 0,530504 -17%
7 40 20 54,82 0,364830354 0,424403 -16%
8 30 20 72,09 0,277430989 0,318302 -15%
9 20 20 99,91 0,200180162 0,212202 -6%
10 10 20 180,12 0,111037086 0,106101 4%
11 0 20 0 0 0 0%

Tabel 1.4 Pengamatan sistem pengendali Ph manual skala 0-100

Volume Waktu Laju Alir


No. %PO (mL) (detik) (ml/det) Linieritas %error
1 0 20 0 0 0 0
2 10 20 203 0,098522167 0,122624 -24%
3 20 20 101,16 0,197706603 0,245248 -24%
4 30 20 71,06 0,281452294 0,367872 -31%
5 40 20 53,3 0,375234522 0,490497 -31%
6 50 20 42,82 0,467071462 0,613121 -31%
7 60 20 35,97 0,556018905 0,735745 -32%
8 70 20 30,97 0,645786245 0,858369 -33%
9 80 20 25,25 0,792079208 0,980993 -24%
10 90 20 19,16 1,043841336 1,103617 -6%
11 100 20 16,31 1,22624157 1,226242 0%

Tabel 1.5 Pengamatan sistem pengendali pH otomatis skala 100-0


Volume Waktu Laju Alir
%PO (mL) (detik) (ml/det) Linieritas %error
100 20 19,45 1,028277635 1,02827763 0%
90 20 21,52 0,92936803 0,92544987 0%
80 20 23,68 0,844594595 0,82262211 3%
70 20 25,81 0,774893452 0,71979434 7%
60 20 31,28 0,639386189 0,61696658 4%
50 20 36,9 0,54200542 0,51413882 5%
40 20 44,87 0,445732115 0,41131105 8%
30 20 59,96 0,333555704 0,30848329 8%
20 20 94 0,212765957 0,20565553 3%
10 20 176,71 0,113179786 0,10282776 9%
0 20 0 0 0 0%

Tabel 1.6 Pengamatan sistem pengendali pH otomatis skala 0-100


Volume Waktu Laju Alir
%PO (mL) (detik) (ml/det) Linieritas %error
0 20 0 0 0 0%
10 20 168,32 0,118821293 0,10050251 15%
20 20 89,53 0,223388808 0,20100503 10%
30 20 60,53 0,33041467 0,30150754 9%
40 20 45,4 0,440528634 0,40201005 9%
50 20 37,35 0,535475234 0,50251256 6%
60 20 32,28 0,619578686 0,60301508 3%
70 20 27,72 0,721500722 0,70351759 2%
80 20 24,09 0,830220008 0,8040201 3%
90 20 21,81 0,917010546 0,90452261 1%
100 20 19,9 1,005025126 1,00502513 0%

2.3.2 Data Pengamatan Sistem Pengendali Aras (Level)

Tabel 1.7 Pengamatan sistem pengendali aras (level) skala 100-0


Level waktu laju alir tekanan
%PO (cm) (detik) (cm3/det) (psi) Volt Linieritas %error
100 28,9 180 30,28017569 10 72 30,280176 0%
90 28,1 180 29,44197014 10 70,7 27,262636 7%
80 28,5 180 29,86107292 10 71,3 24,245096 19%
70 28,9 180 30,28017569 10 72 21,227556 30%
60 27,6 180 28,91809167 10 69,4 18,210016 37%
50 21,2 180 22,21244722 9 56,8 15,192476 32%
40 15,2 180 15,92590556 8 44,8 12,174936 24%
30 8 180 8,382055556 7 30,6 9,1573957 -9%
20 0,3 180 0,314327083 6 15,1 6,1398557 -1853%
10 0,2 180 0,209551389 5 15 3,1223157 -1390%
0 0,1 180 0,104775694 4 15 0,1047757 0%

Tabel 1.8 Pengamatan sistem pengendali aras (level) skala 0-100


Level Waktu Tekanan
%PO (ml) (menit) Laju Alir (psi) Volt Linieritas %error
0 0 180 0 4 15 0 0%
10 0,3 180 0,314327083 5 15,1 2,9861073 -850%
20 0,4 180 0,419102778 6 15 5,9722146 -1325%
30 8 180 8,382055556 7 30,5 8,9583219 -7%
40 13,8 180 14,45904583 8 42 11,944429 17%
50 20,7 180 21,68856875 9 55,8 14,930536 31%
60 26,6 180 27,87033472 10 67,2 17,916644 36%
70 27,3 180 28,60376458 10 68,7 20,902751 27%
80 27,7 180 29,02286736 10 69,6 23,888858 18%
90 28,3 180 29,65152153 10 70,4 26,874966 9%
100 28,5 180 29,86107292 10 70,8 29,861073 0%

2.4 Pembahasan
2.4.1 Pengendali pH

Praktikum Pengendalian Proses kali ini berjudul Pengendali pH. Tujuan


dari praktikum ini adalah untuk mengetahui korelasi antara input dan output pada
sistem pengendali pH dan Mendapatkan karakteristik masing-masing elemen
pada sistem pengendali pH.Dalam percobaan pengendalian pH ini dilakukan
dengan 2 cara yaitu dengan cara manual dan auto-PC.
System pengendali ini manipulated variablenya adalah peristaltic pump dan
process variablenya adalah pH pada mixing tank. System ini menggunakan direct
acting, serta controlernya menggunakan system reverse acting. Jenis FCE yang
digunakan pada percobaan ini berupa hidrolik pump. Dari hasil percobaan didapat
grafik sebagai berikut:
1.2
Perbandingan %PO dengan Laju Alir
1

Laju Alir (ml/s)


0.8
skala (100-0)
0.6
linier
0.4
0.2
0
0 50 100 150 %PO

Gambar II.1 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan laju alir basa secara
otomatis

Perbandingan %PO dengan Laju Alir


1.2
1
Laju Alir (ml/s)

0.8
skala (0-100)
0.6
linier
0.4
0.2
0
0 50 100 150
%PO

Gambar II.2 Pebandingan linearitas %PO 0-100 dengan laju alir basa secara
otomatis

Dapat dilihat pada Gambar II.1 menunjukkan perbandingan kurva laju


alir basa dengan besarnya %PO pada garis linearnya secara otomatis. Persen error
yang didapat pada grafik tersebut sebesar 5%, maka dapat dikatakan output yang
berupa laju alir basa dapat dikatakan linier, besarnya sebanding dengan input
yaitu berupa %PO maka gambar II.1 dapat dikatakan linier karena suatu elemen
dikatakan linier apabila kurva input vs output membentuk garis lurus. Hal ini
sudah sesuai dengan literatur yaitu, semakin besar %PO semakin besar laju
alirnya, begitu juga apabila semakin besar laju alir larutan maka sedikit waktu
yang dibutuhkan.

Pada Gambar II.2 menunjukkan perbandingan kurva laju alir basa dengan
besarnya %PO pada garis linearnya. Penyimpangan kurva pada garis linearnya
yaitu 6%, maka dapat dikatakan output yang berupa laju alir basa tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yaitu berupa %PO. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yaitu, semakin besar %PO semakin besar laju alirnya, begitu juga
apabila semakin besar laju alir larutan maka sedikit waktu yang dibutuhkan.
Histerisis
1.2

1
Laju Alir (ml/s)

0.8
skala (100-0)
0.6 skala (0-100)
0.4

0.2

0
0 20 40 60 80 100 120 %PO

Gambar II.3 Perbandingan histerisis %PO dengan. laju alir secara otomatis

Gambar II.3 menunjukkan perbandingan histerisis laju alir pada %PO 100-0 dan
laju alir pada %PO 0-100. Penyimpangan besarnya laju alir pada %PO apabila
sistem beroperasi 2 arah terjadi pada titik %PO 60-80%. Hal ini dapat terjadi
karena disebabkan adanya penyusutan fungsi pada alat dan tidak tepat dalam
pengukuran laju alir basa.

Perbandingan %PO dengan Laju Alir (manual)


1.2

1
Laju Alir (ml/s)

0.8
skala (100-0)
0.6 linier
0.4

0.2

0
0 50 100 150
%PO

Gambar II.4 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan laju alir basa secara
manual
Perbandingan %PO dengan Laju Alir (manual)
1.4
1.2
Laju Alir (ml/s)

1
skala (0-100)
0.8
linier
0.6
0.4
0.2
0
0 50 100 150 %PO

Gambar II.5 Perbandingan linearitas %PO 0-100 dengan laju alir basa secara
manual

Dapat dilihat pada Gambar II.4 dan Gambar II.5 menunjukkan


perbandingan kurva laju alir basa dengan besarnya %PO pada garis linearnya.
Persen errornya sebesar 8% dan 21%, maka dapat dikatakan output yang berupa
laju alir basa tidak dapat dikatakan linier, besarnya tidak sebanding dengan
input yaitu berupa %PO. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yaitu, semakin
besar %PO semakin besar laju alirnya, begitu juga apabila semakin besar laju
alir larutan maka sedikit waktu yang dibutuhkan. Pada Gambar II.4 titik bukaan
valve 30-90 % hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan garis linier yang
diinginkan. Begitu pula pada Gambar II.5 ini dapat dilihat pada kurva, pada titik
bukaan valve 20-90 % hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan garis linier
yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan adanya penyusutan
fungsi pada alat dan tidak tepat dalam pengukuran laju alir basa.

Histerisis
1.4
1.2
Laju Alir (ml/s)

1
0.8 skala (100-0)

0.6 skala (0-100)

0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 %PO

Gambar II.6 Perbandingan histerisis %PO dengan. laju alir secara manual

Dapat dilihat Gambar II.6 menunjukkan perbandingan histerisis laju alir


pada %PO 100-0 dan laju alir pada %PO 0-100. Penyimpangan besarnya laju
alir pada %PO apabila sistem beroperasi 2 arah terjadi pada titik %PO 80-100%.
Hal ini dapat terjadi karena disebabkan adanya penyusutan fungsi pada alat dan
tidak tepat dalam pengukuran laju alir basa.

2.4.2 Pengendali Level Aras

Pada percobaan Pengendali Aras, system ini betujuan untuk mengendalikan


aras/level dengan aliran air masuk sebagai input sedangkan ketinggian level
pada tangki sebagai output. Dalam system ini, process variablenya adalah
ketinggian air dalam tangki, manipulated variablenya adalah laju alir air masuk
dan disturbancenya yaitu laju alir air keluar tangki.
Proses pada system ini menggunakan direct acting yang dapat dilihat dari
besarnya nilai level (PV) yang berbanding lurus dengan nilai laju alir air (MV),
jadi semakin besarnya nilai PV maka nilai MV akan semakin bertambah besar.
Ketika proses pada system ini mengguakan direct acting maka controllernya
berupa reverse acting. Sedangkan pada control valve menggunakan system air
to open (fail close) karena dibutuhkan udara untuk membuka valve. Pada sistem
pengendali level (aras) yang diamati yaitu bagaimana karakteristik dari FCE (Final
Control Element) yang memiliki masukan berupa %PO dan keluaran berupa
manipulated variable (laju alir air masuk) dan karakteristik transducer yang
memiliki masukan %PO dan keluaran berupa tekanan. Dari percobaan, dapat
dihasilkan grafik sebagai berikut:

35
30
25
laju alir cm3/s

20
skala (100-0)
15
linier
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO

Gambar II.7 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan laju alir


Perbandingan %PO dengan Laju Alir
35

30

25
laju alir cm3/s

20
skala (0-100)
15 linier
10

0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO

Gambar II.8 Perbandingan linearitas %PO 0-100 dengan laju alir

Pada Gambar II.7 menunjukkan perbandingan kurva laju alir air masuk
pada besarnya %PO pada garis linearnya. Persen error yang diapat sebesar 282%,
maka dapat dikatakan output yang berupa laju alir air dapat dikatakan tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yang yang berupa %PO. Penyimpangan
yang terjadi jauh dari target yang diinginkan yaitu pada titik bukaan valve 20-
90%.
Pada Gambar II.8 menunjukkan perbandingan kurva laju alir air masuk
pada besarnya %PO pada garis linearnya. Persen errornya sebesar 186%, maka
dapat dikatakan output yang berupa laju alir air dapat dikatakan tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yang yang berupa %PO. Penyimpangan
yang terjadi jauh dari target yang diinginkan yaitu pada titik bukaan valve 20-
80%.
Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa perubahan %PO berbanding lurus
dengan flowrate hal ini dikarenakan semakin besar %PO (bukaan valve) maka
aliran air juga semakin besar. Penyimpangan dapat disebabkan penyusutan fungsi
pada alat dan kurang telitinya dalam pembacaan pengukuran ketinggian atau level
air masuk pada tank.
hysterisis
35
30
25
20
flowrate

15 100-0

10 0-100

5
0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO

Gambar II.9 Perbandingan histerisis %PO dengan. laju alir

Gambar II.9 menunjukkan besar laju alir pada %PO 100-0 dan laju alir air
masuk pada %PO 0-100. Meskipun kedua kurva hampir sama namun terdapat
penyimpangan besarnya laju alir pada %PO apabila sistem beroperasi 2 arah
terjadi pada titik %PO 60-80 %. Pada grafik diatas tidak sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa grafik hysterisis merupakan grafik yang dengan kurva
yang arahnya berlawanan tetapi membentuk sebuah loop. Pada hasil praktikum
ini kami tidak didapatkan grafik yang berbentuk loop melainkan menbentuk
grafik dengan garis yang tidak teratur dan banyak terjadi perpotongan. Hal ini
dikarenakan terdapat penyimpangan pada data yang kami dapatkan yang
disebabkan oleh pembacaan ketinggian tangki yang dilakukan secara manual oleh
praktikan.

12

10

8
Tekanan
6
P

linearitas
4

0
0 50 100 150
%PO

Gambar II.10 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan tekanan


12

10

6
P
系列1
4 Tekanan

0
0 20 40 60 80 100 120
%PO

Gambar II.11 Perbandingan linearitas %PO 0-100 dengan tekanan

Dapat dilihat pada Gambar II.10 dan Gambar II.11 menunjukkan


perbandingan kurva tekanan air masuk pada besarnya %PO pada garis linearnya.
Persen error yang didapat sebesar 13%, maka dapat dikatakan output yang berupa
tekanan air dapat dikatakan tidak linier, besarnya tidak sebanding dengan input
yang yang berupa %PO. Penyimpangan yang terjadi jauh dari target yang
diinginkan yaitu pada titik bukaan valve 20-90%.
Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa perubahan %PO berbanding lurus
dengan tekanan hal ini dikarenakan semakin besar %PO (bukaan valve) maka
tekanan air juga semakin besar. Penyimpangan dapat disebabkan penyusutan
fungsi pada alat dan kurang telitinya dalam pembacaan pengukuran tekanan atau
level air masuk pada tank.

hysterisis
12

10

6
P

100-0
4
0-100
2

0
0 20 40 60 80 100 120
%PO

Gambar II.12 Perbandingan histerisis %PO dengan tekanan

Gambar II.12 menunjukkan besar tekanan pada %PO 100-0 dan tekanan
air masuk pada %PO 0-100. Meskipun kedua kurva sama namun terdapat
penyimpangan besarnya tekanan pada %PO apabila sistem beroperasi 2 arah
terjadi pada titik %PO 20-90 %. Penyimpangan dikarenakan oleh penyusutan
fungsi pada alat dan tidak tepatnya dalam pengukuran tekanan air masuk.

2.4.3 Pengendali Tekanan

Pada percobaan korelasi antara besaran – besaran pada pengendali tekanan,


peralatan yang digunakan adalah PCT-14, PCT-10, Kompresor, dan recorder.
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah system dengan tangki dan
tanpa tangki. Prinsip kerja antara system dengan tangki dan tanpa tangki hampir
sama, hanya saja yang membedakan bukaan valvenya. Jika system dengan tangki
maka valve menuju ke atas ditutup, sedangkan system tanpa tangki valve menuju
ke atas dibuka. Hasil percobaan didapatkan grafik hubungan antara %PO
dengan %PV, %PO dengan P4, %PO dengan flowrate dan %PO dengan P2. Pada
instrument pengendalian tekanan Actuator atau penggeraknya berjenis
pneunmatic. Prinsip kerja control valve yaitudirect actingJadi, apabila %PO yang
dikeluarkan semakin besar maka laju alir udara yang masuk semakin kecil karena
aliran udara bertekanan berasal dari atas pegas, sehinggavalve menutup (menekan
kebawah) atau disebut air to close/fail open.

Percobaan pertama, dilakukan sistem pengendali tanpa tangki dengan %


PO dari 0% -100% terhadap laju air. Sehinga didapatkan grafik pada gambar II.1

9
8
7
Flowrate L/ menit

6
5
4 skala (0-100)
3 linier
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120
% PO

Gambar II.13 Perbandingan percobaan linieritas tanpa tangki %PO 0-100


9

5
skala (100-0)
4
linier
3

0
0 20 40 60 80 100 120

Gambar II.14 Perbandingan percobaan linieritas tanpa tangki %PO 100-0

Pada Gambar II.13 dan Gambar II.14 menunjukkan perbandingan kurva


laju alir tekanan udara masuk pada besarnya %PO pada garis linearnya. Pada
garis linearnya. Persen error yang didapat sebesar 21% dan 11%, maka dapat
dikatakan output yang berupa laju alir tekanan udara dapat dikatakan tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yang yang berupa %PO. Suatu elemen
dikatakan linear apabila kurva input vs output membentuk garis lurus. Dengan
demikian penentuan linear atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus
atau tidaknya bentuk kurva hubungan input-output.

Gambar II.15 Besarnya Hysterisis


Pada gambar II.15 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
besar pada %PO 0-100 dan %PO 100-0.Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control
valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja
error disini tidak konstan besarnya dan tergantung ke arah mana input berubah.

Gambar II.16 Hubungan antara P4 dengan Flowrate tanpa tangki %PO 0-


100

Gambar II.17 Hubungan antara P4 dengan Flowrate tanpa tangki %PO


100-0

Dari gambar 1I.15 dan gambar II.16, dapat dilihat bahwa semakin besar
flowrate (input), maka semakin besar pula tekanan P4 (output). Jika
dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror sebesar
14% dan 10%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.15 dan gambar 16
tidak linear karena persen erornya lebih dari 5%. Dapat dilihat bahwa hanya
pada %PO 0 yang linear. Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva input vs
output membentuk garis lurus. Dengan demikian penentuan linear atau
tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input-output.
Gambar II.17 Besarnya Hysterisis

Pada gambar II.17 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang
terjadi kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat
disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28%
walaupun input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan
control valve tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian
seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal
mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100%
menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error
( kesalahan baca).

120

100

80
%PV

60
0-100
40 Linearitas

20

0
0 2 4 6 8 10
Flowrate

Gambar II.18 Hubungan antara %PV dengan Flowrate tanpa tangki %PO
0-100
Gambar II.19 Hubungan antara %PV dengan Flowrate tanpa tangki %PO
100-0

Pada percobaan pertama tanpa tangki, perbandingan flowrate pada %PO


0%-100% dan 100%-0% terhadap tekanan (%PV). Dari gambar 1I.18 dan
gambar II.19, dapat dilihat bahwa semakin besar flowrate (input), maka semakin
besar pula tekanan %PV (output).
Jika dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror
sebesar 26% dan 18%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.18 dan 19
tidak linear karena persen erornya lebih dari 5%. Dapat dilihat bahwa hanya
pada %PO 0 dan 100 yang linear . Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva
input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian penentuan linear atau
tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input- output.
%PV

Gambar II.20 Besarnya Hysterisis

Pada gambar II.20 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control
valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca).

Gambar II.21 Hubungan antara P2 dengan %PO100-0 tanpa tangki

Gambar II.22 Hubungan antara P2 dengan %PO 0-100 tanpa tangki

Pada percobaan pertama tanpa tangki, perbandingan %PO 0%-100%


terhadap tekanan (P2). Dari gambar II.20 dan gambar II.21, dapat dilihat bahwa
semakin besar %PO (input), maka semakin besar pula tekanan P2 (output).
Jika dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror
sebesar 4% dan 1%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.20 dan gambar
II.21 linear karena persen erornya kurang dari 5%. Suatu elemen dikatakan
linear apabila kurva input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian
penentuan linear atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau
tidaknya bentuk kurva hubungan input-output.
Gambar II.23 Besarnya Hysterisis

Pada gambar II.23 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control
valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca).

10
9
8
7
6
5 skala (100-0)
4 linier
3
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120

Gambar II.24 Perbandingan hasil percobaan dengan linieritas


dengan tangki %PO 100-0
9
8
7
6
5
skala (0-100)
4
linier
3
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120

Gambar II.25 Perbandingan hasil percobaan dengan linieritas


dengan tangki %PO 0-100
Pada percobaan kedua dengan tangki, dilakukan perubahan %PO dari 0% -
100% terhadap laju alir udara yang masuk ke dalam tangki. Dari gambar 1I.24
dan gambar II.25 dapat dilihat bahwa semakin besar %PO (input), maka semakin
kecil flowrate udara (output)/MV yang masuk ke dalam tangki.
Jika dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror
sebesar 11% dan 5%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.24 tidak linear
karena persen erornya lebih dari 5%dan pada gambar II.25 dapat dikatakan linie
karena persen error nya kurang dari 5%. Suatu elemen dikatakan linear apabila
kurva input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian penentuan linear
atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input-output.

Gambar II.26 Besarnya Hysterisis

Pada gambar II.26 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysteresis yang
terjadi kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Hysteresis terjadi pada %PO 0%.
Besarnya hysterisi dapat disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan
control valve tertinggal di 28% walaupun input sudah 30%. Pada waktu input
naik sampai 60% posisi bukaan control valve tertinggal di 57% walaupun input
sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan
input setelah sinyal mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input
berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari
jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja error disini tidak konstan besarnya dan
tergantung ke arah mana input berubah.

Gambar II.27 Hubungan antara %PV dengan Flowrate dengan tangki %PO 0-
100

Gambar II.28 Hubungan antara %PV dengan Flowrate dengan tangki %PO100-0

Pada percobaan kedua dengan tangki, perbandingan flowrate pada %PO


0%-100% terhadap tekanan (%PV). Dari gambar 1I.27 dan gambar II.28, dapat
dilihat bahwa semakin besar flowrate (input), maka semakin besar pula
tekanan %PV (output).
Jika dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror
sebesar 11% dan 10%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.27 dan
gambar II.28 tidak linear karena persen erornya lebih dari 5%. Dapat dilihat
bahwa hanya pada %PO 0 dan 100 yang linear. Suatu elemen dikatakan linear
apabila kurva input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian
penentuan linear atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau
tidaknya bentuk kurva hubungan input- output.
Gambar II.29 Besarnya Hysterisis

Pada gambar II.29 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Hysteresis mencolok pada %PO 0.
Besarnya hysterisis dapat disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan
control valve tertinggal di 28% walaupun input sudah 30%. Pada waktu input
naik sampai 60% posisi bukaan control valve tertinggal di 57% walaupun input
sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan
input setelah sinyal mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input
berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari
jenis error (kesalahan baca). Hanya saja error disini tidak konstan besarnya dan
tergantung ke arah mana input berubah.

Gambar II.30 Hubungan antara P2 dengan %PO 0-100 dengan tangki


.

Gambar II.31 Hubungan antara P2 dengan %PO100-0 dengan tangki

Pada percobaan kedua dengan tangki, perbandingan %PO 0%-100% terhadap


tekanan (P2). Dari gambar II.30 dan gambar II.31, dapat dilihat bahwa semakin
besar %PO (input), maka semakin besar pula tekanan P2 (output).

Jika dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror


sebesar 5% dan 4%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.30 dan gambar
31 linear karena tidak melebihi 5%. Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva
input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian penentuan linear atau
tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input- output.

Gambar II.32 Besarnya Hysterisis


Pada gambar II.32 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi
control valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja
error disini tidak konstan besarnya dan tergantung ke arah mana input berubah.

Gambar II.33 Hubungan %PV dengan %PO 0-100 dengan tangki

Gambar II.34 Hubungan %PV dengan %PO 100-0 dengan tangki


Pada percobaan kedua dengan tangki, perbandingan %PO pada 100%
- 0% terhadap %PV. Dari gambar II.33 dan gambar II.34, dapat dilihat bahwa
semakin besar %PO (input), maka semakin kecil % PV (output). Jika
dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror sebesar 8%
dan 12%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.33 dan gambar II.34 tidak
linear karena persen erornya lebih dari 5%. Suatu elemen dikatakan linear
apabila kurva input vs output membentuk garis lurus. Dengan demikian
penentuan linear atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau
tidaknya bentuk kurva hubungan input-output.

Gambar II.35 Hysterisis

Pada gambar II.35 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi
control valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja
error disini tidak konstan besarnya dan tergantung ke arah mana input berubah.
2.5 Kesimpulan
1. Dari hasil kurva yang didapat terbentuklah kurva yang menggambarkan
bahwa terjadi linearitas dan juga hysterisis dalam kebanyakan tiap kurva
2. Untuk pengendalian aras terjadi masukan yaitu %PO dan keluaran yaitu
ketinggian air, laju alir, tekanan, dan juga arus.
3. Pada pengendali aras berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin
besar bukaan %PO maka laju alir semakin besar.
4. Pada pengendali tekanan semakin besar besar bukaan %PO maka semakin
kecil laju alir keluaran yang dihasilkan.
5. Pada pengendali tekanan tabel perbandingan %PO dengan P2 berbanding
lurus.
6. Pada pengendali tekanan tabel perbandingan %PO dengan laju alir, PV, dan,
P4 berbanding terbalik.
7. Jika hubungan %PO dengan laju alir semakin besar maka volume air yang
keluar dan laju alirnya semakin besar sehingga semakin cepat mencapai
volume yang ditentukan.
8. Terdapat histerisis pada grafik yang didapat, pada percobaan manual ataupun
otomatis.
9. Pada proses pengendali pH yang menjadi PV adalah pengendali pH
sedangkan MVnya adalah laju alir.

2.6 Daftar Pustaka


1.Tim Pengendalian Proses. 2018. Modul Pengendalian Proses. Malang.
Politeknik negeri Malang.
2. Oktavia, dkk. 2016. Pengendalian Umpan Balik dan Umpan Maju. Bandung.
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK
KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG.

Anda mungkin juga menyukai