Disusunoleh :
Mega Dwi Fauzi Ningtyas (1731410031)
Kelompok:
4
1. Mencari korelasi antara input dan output pada sistem pengendali tekanan, pH,
Aras (level).
Gejala hysterisis sebenarnya juga salah satu dari jenis error (kesalahan baca).
Hanya saja error disini tidak konstan besarnya, dan tergantung ke arah mana input
berubah. Namun, gejala hysterisis seperti halnya linearitas, tidak dapat diungkapkan
dalam bentuk transfer function. Kalau gejala ini harus diungkapkan perlu banyak
transfer function untuk satu elemen. Mengapa demikian, karena gain elemen tidak
linear sangat tergantung pada daerah dimana elemen beroperasi.
2.4 Pembahasan
2.4.1 Pengendali pH
Gambar II.1 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan laju alir basa secara
otomatis
0.8
skala (0-100)
0.6
linier
0.4
0.2
0
0 50 100 150
%PO
Gambar II.2 Pebandingan linearitas %PO 0-100 dengan laju alir basa secara
otomatis
Pada Gambar II.2 menunjukkan perbandingan kurva laju alir basa dengan
besarnya %PO pada garis linearnya. Penyimpangan kurva pada garis linearnya
yaitu 6%, maka dapat dikatakan output yang berupa laju alir basa tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yaitu berupa %PO. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yaitu, semakin besar %PO semakin besar laju alirnya, begitu juga
apabila semakin besar laju alir larutan maka sedikit waktu yang dibutuhkan.
Histerisis
1.2
1
Laju Alir (ml/s)
0.8
skala (100-0)
0.6 skala (0-100)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 %PO
Gambar II.3 Perbandingan histerisis %PO dengan. laju alir secara otomatis
Gambar II.3 menunjukkan perbandingan histerisis laju alir pada %PO 100-0 dan
laju alir pada %PO 0-100. Penyimpangan besarnya laju alir pada %PO apabila
sistem beroperasi 2 arah terjadi pada titik %PO 60-80%. Hal ini dapat terjadi
karena disebabkan adanya penyusutan fungsi pada alat dan tidak tepat dalam
pengukuran laju alir basa.
1
Laju Alir (ml/s)
0.8
skala (100-0)
0.6 linier
0.4
0.2
0
0 50 100 150
%PO
Gambar II.4 Perbandingan linearitas %PO 100-0 dengan laju alir basa secara
manual
Perbandingan %PO dengan Laju Alir (manual)
1.4
1.2
Laju Alir (ml/s)
1
skala (0-100)
0.8
linier
0.6
0.4
0.2
0
0 50 100 150 %PO
Gambar II.5 Perbandingan linearitas %PO 0-100 dengan laju alir basa secara
manual
Histerisis
1.4
1.2
Laju Alir (ml/s)
1
0.8 skala (100-0)
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 %PO
Gambar II.6 Perbandingan histerisis %PO dengan. laju alir secara manual
35
30
25
laju alir cm3/s
20
skala (100-0)
15
linier
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO
30
25
laju alir cm3/s
20
skala (0-100)
15 linier
10
0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO
Pada Gambar II.7 menunjukkan perbandingan kurva laju alir air masuk
pada besarnya %PO pada garis linearnya. Persen error yang diapat sebesar 282%,
maka dapat dikatakan output yang berupa laju alir air dapat dikatakan tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yang yang berupa %PO. Penyimpangan
yang terjadi jauh dari target yang diinginkan yaitu pada titik bukaan valve 20-
90%.
Pada Gambar II.8 menunjukkan perbandingan kurva laju alir air masuk
pada besarnya %PO pada garis linearnya. Persen errornya sebesar 186%, maka
dapat dikatakan output yang berupa laju alir air dapat dikatakan tidak linier,
besarnya tidak sebanding dengan input yang yang berupa %PO. Penyimpangan
yang terjadi jauh dari target yang diinginkan yaitu pada titik bukaan valve 20-
80%.
Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa perubahan %PO berbanding lurus
dengan flowrate hal ini dikarenakan semakin besar %PO (bukaan valve) maka
aliran air juga semakin besar. Penyimpangan dapat disebabkan penyusutan fungsi
pada alat dan kurang telitinya dalam pembacaan pengukuran ketinggian atau level
air masuk pada tank.
hysterisis
35
30
25
20
flowrate
15 100-0
10 0-100
5
0
0 20 40 60 80 100 120
-5
%PO
Gambar II.9 menunjukkan besar laju alir pada %PO 100-0 dan laju alir air
masuk pada %PO 0-100. Meskipun kedua kurva hampir sama namun terdapat
penyimpangan besarnya laju alir pada %PO apabila sistem beroperasi 2 arah
terjadi pada titik %PO 60-80 %. Pada grafik diatas tidak sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa grafik hysterisis merupakan grafik yang dengan kurva
yang arahnya berlawanan tetapi membentuk sebuah loop. Pada hasil praktikum
ini kami tidak didapatkan grafik yang berbentuk loop melainkan menbentuk
grafik dengan garis yang tidak teratur dan banyak terjadi perpotongan. Hal ini
dikarenakan terdapat penyimpangan pada data yang kami dapatkan yang
disebabkan oleh pembacaan ketinggian tangki yang dilakukan secara manual oleh
praktikan.
12
10
8
Tekanan
6
P
linearitas
4
0
0 50 100 150
%PO
10
6
P
系列1
4 Tekanan
0
0 20 40 60 80 100 120
%PO
hysterisis
12
10
6
P
100-0
4
0-100
2
0
0 20 40 60 80 100 120
%PO
Gambar II.12 menunjukkan besar tekanan pada %PO 100-0 dan tekanan
air masuk pada %PO 0-100. Meskipun kedua kurva sama namun terdapat
penyimpangan besarnya tekanan pada %PO apabila sistem beroperasi 2 arah
terjadi pada titik %PO 20-90 %. Penyimpangan dikarenakan oleh penyusutan
fungsi pada alat dan tidak tepatnya dalam pengukuran tekanan air masuk.
9
8
7
Flowrate L/ menit
6
5
4 skala (0-100)
3 linier
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120
% PO
5
skala (100-0)
4
linier
3
0
0 20 40 60 80 100 120
Dari gambar 1I.15 dan gambar II.16, dapat dilihat bahwa semakin besar
flowrate (input), maka semakin besar pula tekanan P4 (output). Jika
dibandingkan hasil percobaan dengan linearitas memiliki persen eror sebesar
14% dan 10%, dapat disimpulkan bahwa grafik gambar II.15 dan gambar 16
tidak linear karena persen erornya lebih dari 5%. Dapat dilihat bahwa hanya
pada %PO 0 yang linear. Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva input vs
output membentuk garis lurus. Dengan demikian penentuan linear atau
tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input-output.
Gambar II.17 Besarnya Hysterisis
Pada gambar II.17 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang
terjadi kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat
disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28%
walaupun input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan
control valve tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian
seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal
mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100%
menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error
( kesalahan baca).
120
100
80
%PV
60
0-100
40 Linearitas
20
0
0 2 4 6 8 10
Flowrate
Gambar II.18 Hubungan antara %PV dengan Flowrate tanpa tangki %PO
0-100
Gambar II.19 Hubungan antara %PV dengan Flowrate tanpa tangki %PO
100-0
Pada gambar II.20 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control
valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca).
Pada gambar II.23 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control
valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca).
10
9
8
7
6
5 skala (100-0)
4 linier
3
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120
Pada gambar II.26 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysteresis yang
terjadi kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Hysteresis terjadi pada %PO 0%.
Besarnya hysterisi dapat disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan
control valve tertinggal di 28% walaupun input sudah 30%. Pada waktu input
naik sampai 60% posisi bukaan control valve tertinggal di 57% walaupun input
sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan
input setelah sinyal mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input
berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari
jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja error disini tidak konstan besarnya dan
tergantung ke arah mana input berubah.
Gambar II.27 Hubungan antara %PV dengan Flowrate dengan tangki %PO 0-
100
Gambar II.28 Hubungan antara %PV dengan Flowrate dengan tangki %PO100-0
Pada gambar II.29 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Hysteresis mencolok pada %PO 0.
Besarnya hysterisis dapat disebabkan, pada waktu sinyal naik, posisi bukaan
control valve tertinggal di 28% walaupun input sudah 30%. Pada waktu input
naik sampai 60% posisi bukaan control valve tertinggal di 57% walaupun input
sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi control valve benar-benar sama dengan
input setelah sinyal mencapai 100%. Hal sebaliknya terjadi pada waktu input
berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala hysterisis sebenarnya salah satu dari
jenis error (kesalahan baca). Hanya saja error disini tidak konstan besarnya dan
tergantung ke arah mana input berubah.
Pada gambar II.35 diatas dapat dilihat bahwa gejala hysterisis yang terjadi
kecil pada %PO 0-100 dan %PO 100-0. Besarnya hysterisis dapat disebabkan,
pada waktu sinyal naik, posisi bukaan control valve tertinggal di 28% walaupun
input sudah 30%. Pada waktu input naik sampai 60% posisi bukaan control valve
tertinggal di 57% walaupun input sudah 60%. Demikian seterusnya, posisi
control valve benar-benar sama dengan input setelah sinyal mencapai 100%. Hal
sebaliknya terjadi pada waktu input berubah dari 100% menuju ke 0%. Gejala
hysterisis sebenarnya salah satu dari jenis error ( kesalahan baca). Hanya saja
error disini tidak konstan besarnya dan tergantung ke arah mana input berubah.
2.5 Kesimpulan
1. Dari hasil kurva yang didapat terbentuklah kurva yang menggambarkan
bahwa terjadi linearitas dan juga hysterisis dalam kebanyakan tiap kurva
2. Untuk pengendalian aras terjadi masukan yaitu %PO dan keluaran yaitu
ketinggian air, laju alir, tekanan, dan juga arus.
3. Pada pengendali aras berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin
besar bukaan %PO maka laju alir semakin besar.
4. Pada pengendali tekanan semakin besar besar bukaan %PO maka semakin
kecil laju alir keluaran yang dihasilkan.
5. Pada pengendali tekanan tabel perbandingan %PO dengan P2 berbanding
lurus.
6. Pada pengendali tekanan tabel perbandingan %PO dengan laju alir, PV, dan,
P4 berbanding terbalik.
7. Jika hubungan %PO dengan laju alir semakin besar maka volume air yang
keluar dan laju alirnya semakin besar sehingga semakin cepat mencapai
volume yang ditentukan.
8. Terdapat histerisis pada grafik yang didapat, pada percobaan manual ataupun
otomatis.
9. Pada proses pengendali pH yang menjadi PV adalah pengendali pH
sedangkan MVnya adalah laju alir.