Anda di halaman 1dari 7

LDF-ASY-SYIFAA’

TERM OF REFFERENCE

April 2016
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

Term Of Refference
I. LATAR BELAKANG KEGIATAN

Kajian Refresh merupakan salah satu program kerja Divisi Syiar LDF Asy-Syifaa’
FK Unsyiah tahun 2015/2016. Kajian ini dibuat sebagai bentuk kepedulian dakwah terhadap
kampus FK Unsyiah di bidang kerohanian. REFRESH artinya kajian dapat dikemas dalam
bentuk yang menarik dan menyejukkan sehingga dapat me-refresh pikiran peserta kajian.
Tahun 2016 ini, kajian REFRESH agak sedikit berbeda dengan kajian REFRESH
periode kepengurusan sebelumnya. Perbedaannya terletak pada pemateri, hari, dan konten
kajian itu sendiri. Pemateri yang akan mengisi ialah para dokter yang juga merupakan staf
pengajar ataupun alumni di FK Unsyiah sehingga konten yang diberikan tentu akan lebih
banyak membahas masalah kesehatan maupun kedokteran dalam sudut pandang islam. Akan
tetapi juga tidak menghilangkan bahasan-bahasan keislaman yang lain, seperti ibadah,
muamalah, akhlak, dan sejarah dalam islam itu sendiri. Selain itu, waktu pelaksanaannya juga
berbeda, kajian REFRESH tahun lalu dilaksanakan setiap hari Kamis sore disertai ifthar dua
minggu sekali, sedangkan tahun ini insya ‘Allah akan diadakan setiap hari Rabu sore.
Slogan, Nongkrong Yang Keren, Nongkrong Yang Bermanfaat, diharapkan dapat
menyadarkan masyarakat kampus khususnya mahasiswa untuk mengatur ulang mindsetnya
mengenai pembahasan kajian yang dianggap membosankan, tidak menarik, dan tidak gaul.
Hal ini menunjukkan bahwa kajian dapat dianggap kegiatan ‘nongkrong’ yang bersifat gaul,
dan sangat cocok dengan anak muda. Kutipan kata ‘Nongkrong’ dapat memberikan
propaganda bahwa ada nongkrong yang positif, bermanfaat, berpahala. Hal ini tentunya untuk
menghindari kegiatan-kegiatan nongkrong yang kebanyakan ber sifat negative dan tidak ada
manfaatnya.
Pada kesempatan kali ini, judul yang diambil ialah, ”Halalkah Operasi dan
Bedah Mayat Menurut Islam?”
Secara kebahasaan bedah berarti pengobatan penyakit dengan jalan memotong atau
mengiris bagian tubuh seseorang, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah aljirahah
atau ‘amaliyyah bi al-jirahah yang berarti melukai, mengiris atau operasi pembedahan.
Secara terminologis berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-
alat atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan atau
pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal
dengan istilah autopsI.
Berdasarkan tujuannya, bedah mayat dapat dibagi tiga, yakni bedah mayat pendidikan
(autopsi anatomis), bedah mayat keilmuan (autopsi klinis), dan bedah mayat kehakiman
(autopsi forensik).
Bedah mayat pendidikan adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori
yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai
bahan praktikum tentang ilmu urai tubuh manusia (anatomi).
Bedah mayat keilmuan (autopsi klinis) adalah bedah mayat yang dilakukan terhadap
mayat yang meninggal di rumah sakit setelah mendapat perawatan yang cukup dari para
dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan mengetahui secara mendalam
sifat perubahan suatu penyakit, setelah dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu
semasa hidupnya. Disamping itu, bedah ini juga bertujuan untuk mengetahui secara pasti
jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara sempurna selama ia sakit.
Sedangkan yang dimaksud dengan bedah mayat kehakiman (autopsi forensik) adalah
bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi,
seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini
dilakukan biasanya atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan
sebab kematian seseorang. Misalnya karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah.
Melalui hasil visum dokter kehakiman (visum et repertum) biasanya akan diperoleh penyebab
yang sebenarnya. Hasil visum ini akan memengaruhi keputusan hakim dalam menentukan
hukuman yang akan dijatuhkan. Jika sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum
ini berfungsi sebagai bukti penguat atas dugaan yang terjadi.
Akan tetapi, jika tidak diketahui secara pasti pelakunya, jika bukan karena kematian
secara alamiah, maka bedah mayat kehakiman ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya
bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya adalah orang tertentu.
Di Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk menghalangi petugas
melakukan pembedahan atas mayat demi kepentingan peradilan. Dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana pasal 222 dijelaskan, "Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak/sebanyak-
banyaknya tiga ratus rupiah."
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

Untuk mengantisipasi kemaslahatan bedah mayat ini, Majelis Pertimbangan


Kesehatan dan Syarak Departemen Kesehatan RI pada Fatwa No. 4 tahun 1955
mengisyaratkan dibolehkannya bedah mayat dengan tujuan kepentingan ilmu pengetahuan,
pendidikan dokter, dan penegakan keadilan. Akan tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar dalam
keadaan darurat menurut kadar kepentingannya.
Dalam Alquran tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti perihal bedah
mayat. Akan tetapi, terdapat beberapa ayat Alquran yang dapat dijadikan isyarat mengenai
landasan praktik bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-
tanda kebesaran-Nya di angkasa luar (ufuk) dan yang ada dalam diri manusia itu sendiri (QS.
41: 53).
Pengertian dalam diri manusia, menurut para mufasir. berarti di dalam tubuh manusia
ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti. Dalam Surah Al-Anbiya (21) ayat 35
Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan
kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan. Ayat ini berkaitan dengan pernyataan
Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia (QS. 17: 70). Dengan kemuliaannya itu, ia
perlu diperlakukan secara adil (QS. 4: 58). Untuk menyingkapkan kebenaran atau
ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki manusia, semua cabang ilmu pengetahuan itu
tidak mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya, diperlukan orang yang ahli di
bidang tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya (QS.
16: 43). Contohnya, orang yang sakit perlu bertanya ke dokter tentang penyakitnya agar bisa
diobati.
Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman pada hadis
Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya.
(HR. Abu Dawud dari Abu Darda). Hadis ini juga mengandung anjuran untuk
mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang
belum ditemukan obatnya pada saat itu.
Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya
penegakan hukum secara adil, karena upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib
hukumnya (QS. 4: 58). Pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana dapat dibenarkan, sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara
di pengadilan.
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

Menurut Hasanain Muhammad Makhluf (ahli fikih Mesir), karena ilmu kedokteran
merupakan fardu kifayah, maka segala ilmu yang dapat menuju kepada kesempurnaannya
menjadi wajib pula. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan, "ma la yatimmu
al-wajib illa bihi fahuwa wajib.” (sesuatu yang menjadi kesempurnaan yang wajib, maka
sesuatu itu menjadi wajib pula). Beberapa ulama mengemukakan pendapatnya tentang bedah
mayat. Diantaranya Abu Ishaq Asy-Syirazi (393 H/1003 M-476 H/1083 M) dan Sayid Abu
Bakar yang mana kedua tokoh ini adalah ulama Mazhab Syafi‘i.
Mereka mengemukakan, jika yang meninggal adalah seorang perempuan dan di
dalam perutnya ditemukan janin yang masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah karena
keadaan darurat. Ditambahkan oleh Sayid Abu Bakar, pembedahan dilakukan kalau ada
harapan janin itu untuk hidup atau berumur enam bulan ke atas. Jika kurang dari enam bulan
atau tidak ada harapan untuk hidup, maka pembedahan tersebut haram dilakukan.
Karena pembedahan itu merupakan kebutuhan darurat (kedokteran dan keadilan
hukum) dan untuk kemaslahatan manusia, maka hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang
mengatakan “yang darurat itu dilakukan sekedar keperluan” dan "kemaslahatan umum itu
diutamakan dari kemaslahatan perorangan (khusus)."
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan kalangan Mazhab Maliki, perut mayat tidak
boleh dibedah. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa memecah
tulang mayat sama haramnya dengan memecah tulang manusia hidup (HR. Abu Dawud dari
Aisyah Abu Bakar dengan sanad syarat Muslim). Hal ini seiring dengan kewajiban terhadap
mayat, yakni memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan sebagai
penghormatan bagi mayat.
Ulama Mazhab Hanafi sependapat dengan Mazhab Syafi'i, bahwa jika ada sesuatu
yang bergerak dan diduga yang bergerak itu adalah janin yang masih hidup, maka perut ibu
boleh dibedah demi membela kehormatan yang masih hidup. Senada dengan pendapat ini,
menurut Syekh Yusuf Dajwi (guru besar hukum Islam Mesir), bedah mayat itu merupakan
darurat pada keadaan tertentu, seperti kematian yang diduga karena pembunuhan sehingga
pembunuh yang sebenarnya dapat diketahui.
Dalam kitab-kitab fikih, di antaranya kitab fikih sebagian Mazhab Maliki dan
umumnya Mazhab Syafi'i, disebutkan bahwa apabila seseorang semasa hidupnya sempat
menelan uang logam (koin), maka ketika ia telah meninggal perutnya dibedah untuk
mengeluarkan uang tersebut. Ukuran uang logam yang dikeluarkan tersebut kurang lebih
bernilai 1/4 dinar atau 3 dirham (satu dinar = 4,5 gram emas). Nuruddin Atr (ahli hadis dari
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

Suriah) mengatakan, jika sekedar mengeluarkan uang logam dari perut mayat dibolehkan,
maka membedah mayat untuk mengetahui sebab kematiannya dan kepentingan
perkembangan ilmu kesehatan lebih diutamakan lagi, karena kepentingannya jauh lebih besar
daripada sekedar pembedahan untuk mengeluarkan uang logam yang tertelan itu.
Ketidakbolehan sebagaimana yang tertuang dalam hadis riwayat Abu Dawud di atas
merupakan keharaman secara umum tanpa ada tujuan yang bermanfaat. Akan tetapi,
berdasarkan kebutuhan darurat, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kepintaran pelaku kriminal untuk alibi dalam satu pembunuhan, maka secara medis perlu
dilakukan pembedahan mayat.
Hal ini menurut Hasanain Muhammad Makhluf termasuk kepada kaidah fikih yang
menyatakan "segala sesuatu yang membawa kesempurnaan yang wajib, maka hukumnya
menjadi wajib pula." Wallahu’alam.

II. NAMA DAN TEMA KEGIATAN


a. Nama kegiatan : Kajian REFRESH tiap Rabu sore
b. Tema kegiatan : “ Nongkrong Yang Keren, Nongkrong Yang Bermanfaat”
c. Judul : Halalkah Operasi dan Bedah Mayat Menurut Islam

III. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


a. Waktu : Rabu, 13 April 2016
b. Tempat : Mushalla Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
c. Pemateri : dr. Muntadhar Isa, Sp.BA

IV. TUJUAN
Kegiatan ini bertujuan untuk :
1. Menjadikan kampus FK Unsyiah menjadi kampus yang islami dan
berpendidikan karakter Qur’ani
2. Menyadarkan masyarakat kampus khususnya mahasiswa FK Unsyiah akan
pentingnya hadir di majelis-majelis ilmu
Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Asy-Syifaa’ FK Unsyiah
Sekretariat: Mushalla Asy-Syifaa’ Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teungku Tanoh Abee, Syiah Kuala, Nomor 1. Banda Aceh, Aceh 23111
Telepon : +62-81375243413, email : asysyifaa.fkusk@gmail.com
Website : www.mediasyifa.com

3. Mengembangkan pengetahuan terhadap islam kepada masyarakat kampus


khususnya mahasiswa FK Unsyiah
4. Menginformasikan kepada masyarakat tentang isu-isu islam dan kedokteran
terkini

V. SASARAN PESERTA
Sasaran kegiatan Kajian REFRESH adalah seluruh mahasiswa FK
Unsyiah

VI. DESKRIPSI ACARA

1. Ceramah
Kegiatan kajian ini akan dilakukan dalam bentuk ceramah oleh pemateri yang
menguasai judul kajian tertentu kepada peserta kajian yang hadir.
2. Diskusi dan Tanya Jawab
Kegiatan kajian ini akan dilengkapi suatu diskusi dan tanya jawab antara
pemateri dan peserta kajian.

VII. PENUTUP
Demikian ToR ini dibuat sebagai gambaran mengenai kegiatan Kajian
REFRESH tanggal 13 April 2016. Semoga kegiatan ini dapat terlaksana sebagai
usaha untuk menjadikan kampus FK Unsyiah menjadi kampus yang islami dan
berpendidikan karakter Qur’ani. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan
terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai