BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi
bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah
yang kaya anastomosis.(4) Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal
dan umum atau kelainan sistemik.(3-6)
2.2.1 Lokal
a. Trauma
b. Infeksi lokal
c. Neoplasma
d. Kelainan kongenital
e. Pengaruh lingkungan
f. Deviasi septum
2.2.2 Sistemik
a. Kelainan darah
b. Penyakit kardiovaskuler (Hipertensi, aterosklerosis, DM, sirosis
hepatis)
c. Infeksi akut terutama DBD
3
2.3 Patofisiologi
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior dan posterior.(6)
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan
sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari
arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat
dikendalikan dengan tindakan sederhana.(3,5,6)
2.5 Penatalaksaan
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting dicari tahu adalah: (1,5-10)
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau
keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
7
2.6 Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha
penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis
(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena
darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,
serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui
mulut terlalu kencang ditarik.(1-3,6,10)
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner
dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian
infus atau transfusi darah.(11-13)
10
2.8 Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain: (3,6,11-14)
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya
dapat dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari.
Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok teh garam
ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan
sampai hangat kuku.
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud.
Jangan masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6 cm ke dalam hidung.
d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
e. Bersin melalui mulut.
f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
g. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan
seperti aspirin atau ibuprofen.
h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat
alergi biasa.
i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering
dan menyebabkan iritasi.
2.9 Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada
pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk.(6)
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar darah dari hidung kiri dan mulut.
2) Status Lokalis
a. Regio auricular : CAE lapang (+/+), serumen (+/+) minimal, sekret
(-/-), MT (intact/intact), refleks cahaya (+/+)
b. Regio nasalis :
Kanan : Cavum nasi lapang, concha inferior hipertrofi (+), blood clot (+)
Kiri : Tidak dapat dinilai karena terdapat perdarahan
c. Regio orofaring : Arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil (T1/T1),
13
LEMAK DARAH
Kolesterol Total 138 < 200 mg/dL
Kolesterol HDL 41 > 60 mg/dL
Kolesterol LDL 77 < 150 mg/dL
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 142 < 200 mg/dL
Glukosa Darah Puasa 96 60 - 110 mg/dL
Glukosa Darah 2 Jam PP 124 100 - 140 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 29 13-43
Kreatinin 0,85 0,51-0,95
ELEKTROLIT-SERUM
Natrium (Na) 150 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,5 3,7-5,4 mmol/L
Chlorida (Cl) 107 98-106 mmol/L
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,2 8,6 - 10,3 mg/dL
3.5. Diagnosis
Epistaksis Posterior ec Hipertensi Emergensi
3.6. Tatalaksana
3.6.1. Tatalaksana Awal
a. IVFD RL 20 gtt/menit
b. Inj IV Ceftriaxon 1 gr/12 jam
c. Inj IV Transamin 500 mg/12 jam
d. Inj IV Ketorolac 3% 30 mg/8 jam
3.7. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
c. Quo ad functionam : dubia ad bonam
P/
- Pertahankan
tampon 3-5 hari
- Buka tampon,
evaluasi perdarahan
di poli THT-KL
20/09/2018 Nyeri TD : 160/90 Epitaksis - Diet rendah garam
16
P/
- Buka tampon
anterior, evaluasi
perdarahan di poli
THT-KL
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus, keadaan umum pasien segera diperbaiki dengan rehidrasi cairan
melalui infus NaCl untuk menghindari pasien jatuh dalam keadaan syok akibat
perdarahan yang banyak. Pasien disuruh memencet cuping hidung (metode
Trotter) untuk mencoba menghentikan darah tapi tidak berhasil. Perdarahan
berhenti ketika pasien dipasang tampon anterior posterior, ketika terpasang kateter
foley, perdarahan hidung pada pasien dapat berhenti. Pasien juga diberi terapi
antibiotic profilaksis (ceftriaxone 1 gr) sebagai profilaksis terjadinya infeksi yang
mungkin dapat disebabkan karena turunya kondisi pasien dan pemasangan
tampon beberapa hari.
Pada kasus, terutama pasien diberi peringatan untuk mengontrol tekanan
darahnya karena hipertensi dialaminya dan ketidakteraturan minum obat
antihipertensi. Pasien di konsultasikan ke dokter spesialis jantung untuk
menangani hal ini.
Pada kasus, epistaksis terjadi karena hipertensi, akan sering timbul jika
hipertensinya tak terkontrol. Pasien memiliki riwayat hipertensi saat hamil, dan
baru pertama kali mengalami epistaksis. Jadi, prognosis pasien ini, baik atau
buruknya tergantung kontrol tekanan darah.