Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Epistaksis


Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari
suatu kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri.(1,3)Perdarahan dari
hidung dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu dan dapat mengancam
nyawa.
Pada kasus, jelas terjadi epistaksis, dimana darah keluar dari hidung secara
tiba-tiba dalam jumlah yang cukup banyak sehingga sangat mengganggu pasien
ditambah lagi dengan perdarahannya tidak bisa berhenti sendiri.

2.2 Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi
bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah
yang kaya anastomosis.(4) Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal
dan umum atau kelainan sistemik.(3-6)
2.2.1 Lokal
a. Trauma
b. Infeksi lokal
c. Neoplasma
d. Kelainan kongenital
e. Pengaruh lingkungan
f. Deviasi septum
2.2.2 Sistemik
a. Kelainan darah
b. Penyakit kardiovaskuler (Hipertensi, aterosklerosis, DM, sirosis
hepatis)
c. Infeksi akut terutama DBD
3

d. Gangguan hormonal (peingkatan estrogen dan progresteron) terutama


saat hamil
e. Alkoholisme

2.3 Patofisiologi
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior dan posterior.(6)
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan
sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari
arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat
dikendalikan dengan tindakan sederhana.(3,5,6)

Gambar. Epistaksis anterior(6)

Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid


posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga
dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien
dengan penyakit kardiovaskular.(3,5,6)
4

Gambar. Epistaksis posterior(6)

2.4 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.(5)
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma
terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus
dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin
merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan
atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu
dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.
Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi
pembekuan secara bermakna.(6)
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien
dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa: (5,6)
2.4.1 Rinoskopi anterior
5

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.


Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat.

Gambar. Rhinoskopi Anterior(7)

2.4.2 Rinoskopi posterior


Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien
dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan
neoplasma.(7)

2.4.3 Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,
karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.(7)

2.4.4 Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI


Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau
infeksi.(4,5)

2.4.5 Endoskopi hidung


Untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.(5)
6

Gambar. Tampilan endoskopi epistaksis posterior(5)


2.4.6 Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu
tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan. (6)

2.4.7 Riwayat penyakit


Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan
yang mendasari epistaksis.(6)

2.5 Penatalaksaan
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting dicari tahu adalah: (1,5-10)
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau
keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
7

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu: menghentikan


perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau
ada syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien.(6) Tindakan yang dapat dilakukan
antara lain: (3,6-9)
a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi
duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian
cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode
Trotter).(7)

Gambar. Metode Trotter(7)

c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang


telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan
alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah. (3,4,6)
d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan
jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam
trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik
diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.(4,5,7)
e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa
yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat
juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai
pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari
dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus
8

menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2


hari. (5,7,8)

Gambar. Tampon anterior(6)

f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior


atau tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang
3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan
sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana
(nares posterior). Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus
dirawat.(6,7,9-11)

Gambar. Tampon Bellocque(7)

g) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan


balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan
air. (7)
9

Gambar. Tampon posterior dengan Kateter Foley(7)

h) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat


hemostatik. Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit
sekali manfaatnya.(7,11,12)
i) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak
dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien
harus dirujuk ke rumah sakit.(7,12)

2.6 Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha
penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis
(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena
darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,
serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui
mulut terlalu kencang ditarik.(1-3,6,10)
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner
dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian
infus atau transfusi darah.(11-13)
10

2.7 Diagnosis Banding


Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir
keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah,
perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid
ataupun tuba eustachius.(2,3,11)

2.8 Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain: (3,6,11-14)
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya
dapat dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari.
Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok teh garam
ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan
sampai hangat kuku.
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud.
Jangan masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6 cm ke dalam hidung.
d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
e. Bersin melalui mulut.
f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
g. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan
seperti aspirin atau ibuprofen.
h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat
alergi biasa.
i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering
dan menyebabkan iritasi.

2.9 Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada
pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk.(6)
11

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. Safriani Mansuriadi
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Guru
Alamat : Desa Simpang Peut, Aceh Barat
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 17 September 2018
No RM : 1-18-49-94

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar darah dari hidung kiri dan mulut.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari hidung kiri sejak + 2 jam
SMRS, darah tiba – tiba keluar sendiri saat pasien sedang istirahat, darah
yang keluar mengalir deras dari hidung kiri dan mulut. Saat ini pasien
didiagnosa dengan hipertensi. Pasien memiliki riwayat hipertensi pada saat
hamil + 3,5 tahun yang lalu. Riwayat mengkonsumsi obat - obat hipertensi
disangkal.

Riwayat Pengobatan dan Alergi :


Pasien tidak memiliki alergi pada makanan maupun obat-obatan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Riwayat penyakit serupa : Tidak ada
b. Riwayat hipertensi : Riwayat hipertensi dalam kehamilan (+)
c. Riwayat kencing manis : Disangkal
12

3.3. Pemeriksaan Fisik


1) Status Generalis :
a. Keadaan umum: Baik
b. Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)
c. Vital sign:
 TD : 214/104 mmHg
 RR : 20 x/menit
 N : 98 x/menit
 T : 36,7 C
d. Kepala : Normochepali, conjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-).
e. Leher : Pembesaran kelenjar limfoid (-), peningkatan JVP (-)
f. Thorax:
I : simetris (+/+) statis dan dinamis
P : SF kanan = SF kiri, nyeri tekan (-)
P : Sonor (+/+)
A : Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
g. Jantung: Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-),
h. Abdomen:
I : Soepel, ditensi (-)
A : Bising usus (+)
P : Timpani
P : H/L/R tidak teraba, nyeri tekan (-)
i. Ekstremitas: Edema (-), sianosis (-)

2) Status Lokalis
a. Regio auricular : CAE lapang (+/+), serumen (+/+) minimal, sekret
(-/-), MT (intact/intact), refleks cahaya (+/+)
b. Regio nasalis :
Kanan : Cavum nasi lapang, concha inferior hipertrofi (+), blood clot (+)
Kiri : Tidak dapat dinilai karena terdapat perdarahan
c. Regio orofaring : Arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil (T1/T1),
13

dinding faring posterior tampak darah mengalir


d. Regio colli : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Darah

PARAMETER HASIL NILAI NORMAL


HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11,7 12,0 - 15,0 g/dL
Hematokrit 34 37 - 47 %
Eritrosit 4 4,2 - 5,4 x 106/mm3
Leukosit 9,6 4,5 - 10,5 x 103/mm3
Trombosit 243 150 - 450 x 103/mm3
MCV 83 80 - 100 fL
MCH 29 27 - 31 pg
MCHC 35 32 - 36 %
RDW 12,3 11,5 - 14,5 %
LED 90 < 20 mm/jam
Hitung Jenis :
Eosinofil 1 0-6%
Basofil 0 0-2%
Neutrofil Batang 0 2-6%
Neutrofil Segmen 75 50 - 70 %
Limfosit 17 20 - 40 %
Monosit 7 2-8%
FAAL HEMOSTASIS
PT
Pasien (PT) 10,3 9,3 - 12,4 detik
Kontrol 10,5 detik
INR 0,95 < 1,5
APTT
Pasien (APTT) 32,3 29,0 - 40,2 detik
Kontrol 32,8 detik
KIMIA KLINIK
HATI & EMPEDU
AST/SGOT 25 < 31 U/L
ALT/SGPT 12 < 34 U/L
Albumin 3,43 3,5 - 5,2 g/dL
14

LEMAK DARAH
Kolesterol Total 138 < 200 mg/dL
Kolesterol HDL 41 > 60 mg/dL
Kolesterol LDL 77 < 150 mg/dL
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 142 < 200 mg/dL
Glukosa Darah Puasa 96 60 - 110 mg/dL
Glukosa Darah 2 Jam PP 124 100 - 140 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 29 13-43
Kreatinin 0,85 0,51-0,95
ELEKTROLIT-SERUM
Natrium (Na) 150 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,5 3,7-5,4 mmol/L
Chlorida (Cl) 107 98-106 mmol/L
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,2 8,6 - 10,3 mg/dL

3.5. Diagnosis
Epistaksis Posterior ec Hipertensi Emergensi

3.6. Tatalaksana
3.6.1. Tatalaksana Awal
a. IVFD RL 20 gtt/menit
b. Inj IV Ceftriaxon 1 gr/12 jam
c. Inj IV Transamin 500 mg/12 jam
d. Inj IV Ketorolac 3% 30 mg/8 jam

3.6.2. Tatalaksana Lanjutan


a. Pemasangan tampon posterior
b. Pemasangan tampon anterior
c. IVFD RL 20 gtt/menit
d. Inj IV Ceftriaxon 1 gr/12 jam
e. Inj IV Transamin 500 mg/12 jam
f. Inj IV Ketorolac 3% 30 mg/8 jam
g. Inj IV Ranitidin 50 mg/12 jam
15

h. Inj IV Perdipine 0,1 mg/kgBB/jam (titrasi) hingga TD <20% MAP

3.7. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
c. Quo ad functionam : dubia ad bonam

3.8. Follow Up Harian


Tanggal S O A Th
18/09/2018 Nyeri TD : 150/70 Epitaksis - Diet rendah garam
AD 1 kepala, mmHg posterior e.c - IVFD RL 20 gtt
lemas, N: 88 bpm hipertensi - IV Ceftriaxone 1gr/
keluar darah RR: 20x/i emergency 8 jam
dari hidung T: 36,6C - IV transamine
kiri (-) S/L nasalis : 500mg/ 8 jam
Terpasang - IV ketorolac 30mg/
tampon anterior 8 jam
dan posterior, - Drip perdipine
kasa bersih mulai 0,1 meq/
S/L orofaring : kgBB/ jam ( sampai
Dinding faring MAP 25%)
posterior
terdapat adanya P/ Pertahankan
sisa darah tampon 3-5 hari
19/09/2018 Nyeri TD : 140/90 Epitaksis - Diet rendah garam
AD 2 kepala, mmHg posterior e.c - IVFD RL 20 gtt
keluar darah N: 80 bpm hipertensi - IV Ceftriaxone 1gr/
dari hidung RR: 20x/i emergency 8 jam
kiri (-) T: 36,5C - IV transamine
S/L nasalis : 500mg/ 8 jam
Terpasang - IV ketorolac 30mg/
tampon anterior 8 jam
dan posterior, - Drip perdipine
kasa bersih mulai 0,1 meq/
S/L orofaring : kgBB/ jam ( sampai
Dinding faring MAP 25%)
posterior tidak - Adalat oros 1 x 30
terdapat adanya mg
sisa darah - Diovan 1 x 40 mg

P/
- Pertahankan
tampon 3-5 hari
- Buka tampon,
evaluasi perdarahan
di poli THT-KL
20/09/2018 Nyeri TD : 160/90 Epitaksis - Diet rendah garam
16

AD 3 kepala, mmHg posterior e.c - IVFD RL 20 gtt


keluar darah N: 90 bpm hipertensi - IV Ceftriaxone 1gr/
dari hidung RR: 18 x/i emergency 8 jam
kiri (-) T: 36,6 C - IV transamine
S/L nasalis : 500mg/ 8 jam
Terpasang - IV ketorolac 30mg/
tampon anterior 8 jam
dan posterior, - Drip perdipine
folley kateter. mulai 0,1 meq/
S/L orofaring : kgBB/ jam ( sampai
Dinding faring MAP 25%)
posterior tidak - Adalat oros 1 x 30
terdapat adanya mg
sisa darah - Diovan 1 x 40 mg
- Gentamicine 0,1%
tube

P/
- Buka tampon
anterior, evaluasi
perdarahan di poli
THT-KL
17

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang wanita berusia 43 tahun dengan keluhan keluar


darah dari hidung kiri sejak + 2 jam SMRS, darah tiba – tiba keluar sendiri saat
pasien sedang istirahat, darah yang keluar mengalir deras dari hidung kiri dan
mulut. Saat ini pasien didiagnosa dengan hipertensi. Pasien memiliki riwayat
hipertensi pada saat hamil + 3,5 tahun yang lalu. Riwayat mengkonsumsi obat -
obat hipertensi disangkal.
Etiologi epistaksis pada pasien ini adalah gangguan sistemik dalam hal ini
hipertensi. Pasien mengaku jarang mengontrol tekanan darahnya sehingga tidak
mengetahui adanya riwayat hipertensi. Pemeriksaan tanda vital saat di UGD
ditemukan TD 214/104 mmHg, Nadi 98 x/m, Pernapasan 20x/m.
Pada kasus ini, sumber perdarahan berasal dai bagian posterior. Terlihat
perdarahan jatuh ke tenggorokan, didukung oleh faktor usia dan penyebab serta
waktu kejadian jelas merupakan epistaksis posterior. Pada kasus pasien berumur
43 tahun dimana epistaksis posterior lebih banyak terjadi, dan penyebabnya paling
umum karena hipertensi (penyakit kardiovascular) cocok dengan pasien yang
pernah menderita hipertensi saat hamil dengan pengobatan yang tidak teratur.
Gejalanya juga timbul secara tiba-tiba atau spontan, keluar darah dalam jumlah
yang cukup banyak dan sulit berhenti sendiri walaupun sudah sudah dipencet
hidungnya dalam jangka waktu lama. Perdarahan berhenti setelah dipasang
tampon hidung.
Riwayat trauma karena mengorek hidung (-), riwayat pengobatan dengan
aspirin (-), riwayat penyalagunaan alcohol (-). Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior ditemukan bekuan darah pada hidung kiri dan pada inspeksi tenggorokan
tampak bercak darah pada dinding faring posterior. Rinoskopi posterior tidak
dilakukan. Rontgen sinus, CT-Scan, MRI, endoskopi hidung, screening terhadap
koagulopati tidak dilakukan. Dari pengukuran tekanan darah diketahui pasien
mengalami hipertensi dengan TD 210/104 mmHg. Pasien memiliki riwayat
hipertensi saat hamil.
18

Pada kasus, keadaan umum pasien segera diperbaiki dengan rehidrasi cairan
melalui infus NaCl untuk menghindari pasien jatuh dalam keadaan syok akibat
perdarahan yang banyak. Pasien disuruh memencet cuping hidung (metode
Trotter) untuk mencoba menghentikan darah tapi tidak berhasil. Perdarahan
berhenti ketika pasien dipasang tampon anterior posterior, ketika terpasang kateter
foley, perdarahan hidung pada pasien dapat berhenti. Pasien juga diberi terapi
antibiotic profilaksis (ceftriaxone 1 gr) sebagai profilaksis terjadinya infeksi yang
mungkin dapat disebabkan karena turunya kondisi pasien dan pemasangan
tampon beberapa hari.
Pada kasus, terutama pasien diberi peringatan untuk mengontrol tekanan
darahnya karena hipertensi dialaminya dan ketidakteraturan minum obat
antihipertensi. Pasien di konsultasikan ke dokter spesialis jantung untuk
menangani hal ini.
Pada kasus, epistaksis terjadi karena hipertensi, akan sering timbul jika
hipertensinya tak terkontrol. Pasien memiliki riwayat hipertensi saat hamil, dan
baru pertama kali mengalami epistaksis. Jadi, prognosis pasien ini, baik atau
buruknya tergantung kontrol tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai